NIM: 061840341675
Kelas: 7ELB
1. Pendahuluan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi Palembang didirikan pada
tahun 1929 oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk membangun instalasi suatu
penyaringan air bersih yang berlokasi di 3 Ilir Palembang, pembangunan ini diselesaikan
pada tahun 1931. Kegiatan pendistribusian air bersih dilakukan di kantor Burge Van dan
Geemente Van Palembang. Berdasarkan keputusan Geemente Read yang disetujui oleh
Gubernur Hindia Belanda nomor 221 tahun 1932, dibentuknya badan yang khusus
mengelola air bersih. Status badan ini merupakan salah satu dari dinas pekerjaan umum
kota Palembang, bersama dengan surat keputusan diatas juga dikeluarkan peraturan yang
mengatur air bersih kota Palembang yang disebut dengan ”Water Leiding Diensi
(WLD)”. Indonesia kemudian masuk ke era penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945.
Perusahaan Palembang Leiding Water mengalami kemunduran dimana distribusi air dari
menara air hanya dialirkan ke asrama-asrama tentara Jepang. Setelah massa pendudukan
jepang berakhir diadakan perbaikan dan penambahan pipa distribusi. Pada tahun 1956
kapasitas produksi menjadi 300 liter/detik, dengan ditambahkannya dua mesin pompa
Sebagai perusahaan penyedia air bersih tertua, tentunya PDAM sendiri memiliki
cara untuk menjaga kualitas air bersih yang mereka distribusikan, hal ini biasa kita sebut
dengan quality control. Quality control adalah proses pengecekan dan pengujian yang
dilakukan untuk mengukur serta memastikan kualitas produk telah sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh perusahaan dalam bisnis. Berikut adalah cara PT. PDAM Tirta Musi
Palembang IPA Rambutan untuk menjaga kulitas air yang mereka distribusikan.
o Intake
Intake merupakan bangunan yang berfungsi sebagai sumber masukan
air dari sumber air, yang mana pada PT. PDAM Sumatera Selatan
sumber air yang digunakan berasal dari Sungai Musi. Di intake ini, air
akan disaring, sehingga air yang dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air
(IPA) dapat bebas dari sampah/barang yang ada di sungai tersebut.
Setelah disaring, air akan dipompa menuju ke IPA untuk diproses
lebih lanjut.
Dari bangunan intake, air akan dipompa cascada untuk yang diolah diproses
koagulasi. Proses koagulasi ini merupakan proses destabilisasi partikel koloid, karena
pada dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai
partikel koloid yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa
dengan penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik
dengan rapid mixing(pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun
secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan
cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.
o FLOKULASI
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit flokulasi.
Pada Gambar 2.5 merupakan proses flokulasi dimana unit ini ditujukan untuk membentuk
dan memperbesar flok. Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow
mixing).
o SEDIMENTASI
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan
unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi yaitu
pada Gambar 2.6. Pada unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid
yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat
jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada
berat jenis air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.
o AERASI
Proses aerasi yang merupakan proses pengolahan air dengan cara mengontakkan
ke udara. Pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi proses absorpsi (penyerapan gas) dan
desorbsi (pelepasan gas). Sedangkan fungsi dari aerasi adalah:
- Penambahan julah oksigen
- Penurunan jumlah karbon dioksida
- Menghilangkan hidrogen sulfida (Hws), metana (CH 4), dan berbagai senyawa
organik yang bersifat volatile (menguap) yang berkaitan dengan rasa dan bau.
Proses ini telah digunakan secara luas untuk pengolahan air yang mempunyai
kandungan jumlah besi dan mangan terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat
terlarut). Zat-zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan pemasakan
beras, dan memberikan noda hitam kecoklat-coklatan pada pakaian yang dicuci. Proses
Aerasi meliputi:
- Oksigen yang ada di udara, melalui proses aerasi akan bereaksi dengan
senyawa ferrous dan manganous terlarut merubahnya menjadi ferri (FE) dan
manganic oxide hydrates yang tidak bisa larut. Selain itu dilanjutkan dengan
pengendapan (sedimentasi dan penyaringan (filtrasi). Oksigen terhadap senyawa besi
dan mangan di dalam air tidak selalu terjadi dalam waktu cepat. Bila air mengandung
zat organik, pembentukan endapan besi dan mangan melalui aerasi terlihat sangat
tidak efektif.
- Pada pengolahan air minum, kebanyakan dilakukan dengan menyebarkan air agar
kontak dengan udara di atas lempengan tipis atau melaui tetesan-tetesan air yang
kecil (waterfall/ aerator air terjun) atau dengan mencampur air dengan gelembung-
gelembung udara (bubble aerator). Dengan kedua cara tersebut, oksigen pada air
dapat dinaikkan sampai 60-80% (dari jumlah oksigen tertinggi,yakni air yang
mengandung oksigen sampai jenuh. Pada aerator air terjun, dapat cukup besar
menghilangkan gas-gas yang terdapat dalam dan cukup berarti menurunkan karbon
dioksida, tetapi tidak memadai bila air yang diolah sangat korosif. Pengolahan
selanjutnya seperti pembubuhan kapur atau dengan saringan marmer atau dolomite
yang dibakar.
Gambar 1.6 Proses Aerasi
o FILTRASI
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Filtrasi adalah
untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit,
pasir silica, dan kerikil silica denga ketebalan berbeda. Dilakukan secara gravitasi.