Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK PERIWAYATAN HADIS

(Pengertian Periwayatan Hadis,Bentuk Periwayatan


Hadis,Periwayatan Hadis Secara Lafaz dan Makna)

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah
Ulumul Hadis pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Kelompok 4

A. NOER FITRAH
NIM. 211431001
IRMA PUSPITAWATI
NIM. 211431010
MIRWANA
NIM. 211431032

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


AL-GAZALI SOPPENG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas
keagungan dan kemurahan-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Hembusan angin yang tidak ternilai harganya semoga dapat
mengantarkan salam kerinduan kita kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Ma’mum Ali Beddu, S.Q,
M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah ”Ulumul Hadis” yang telah
memberikan arahan materi yang sangat bermanfaat terlebih dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua guna perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah
ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Watansoppeng, 19 November 2021

Kelompok 3

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan...................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Pengertian Periwayatan Hadis..................................................................6
B. Bentuk Periwayatan Hadis.........................................................................6
C. Periwayatan Hadis Secara Lafaz dan Makna..........................................8
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Masukan dan Saran..................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang Masalah

Hadis merupakan rujukan kedua dalam kajian hukum Islam setelah Al-
Qur’an. Oleh karena itu, kedudukan hadis sangat signifikan dan urgen dalam
Islam. Hanya saja urgensi dan signifikansi hadis tidak mempunyai makna,
manakala eksistensinya tidak didukung oleh uji kualifikasi historis yang memadai
dalam proses transimisinya (periwayatan). Mempelajari hadis adalah bagian dari
keimanan umat terhadap kenabian Muhammad SAW. Hal ini karena figur Nabi
Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Allah SWT itu tidak bisa diteladani
kecuali dengan pengetahuan yang memadai tentang diri dan sejarah hidupnya
serta tentang sabda dan perilaku hidupnya yang terkait sebagai pembawa risalah.
Kajian tentang sabda dan perilaku Nabi oleh para ahli diformulasikan dalam
wujud ilmu hadis (ulumul hadis). Dalam ulumul hadis, hadis Nabi yang dipelajari
tidak hanya menyangkut sabda atau teks (matan) hadis, tetapi menyangkut seluruh
aspek yang terkait dengannya, terutama menyangkut periwayatan hadis dan
orang-orang yang meriwayatkannya.
Melakukan pengkajian secara khusus tentang periwayatan hadis itu sangat
penting. Dengan menunjukkan macam-macam periwayatan hadis, adab atau tata
cara periwayatan hadis, serta cara-cara menerima dan menyampaikan hadis dapat
diketahui mana hadis yang shahih dan mana hadis yang dha’if. Maka pengkajian
seperti yang telah disebutkan di atas dirasa perlu untuk menambah pengetahuan
dan ilmu-ilmu baru serta sebagai penunjang pemahaman terhadap hadis Nabi.
Hadis dapat didefinisikan sebagai segala perbuatan, ucapan dan ketetapan
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Faktanya hadis tidaklah
langsung disampaikan dari Nabi langsung kepada periwayat hadis tersebut, karena
mereka hidup di era yang berbeda. Akan tetapi, hadis sampai kepada periwayat
hadis melalui banyak cara yang dinamakan tahamul wal ada’ dan banyak
perantara. Mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’uttabiin, syaikh dan akhirnya sampai
pada periwayat.
Pada makalah ini penulis akan membahas tentang bentuk-bentuk
periwayatan hadis pada bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,


maka pokok masalah yang memjadi pembahasan adalah Teknik Periwayatan
Hadis. Untuk terarahnya pembahasan makalah ini, maka pokok masalah tersebut
di atas akan dianalisis secara teoretis dan empiris ke dalam beberapa sub masalah,
yaitu:
1. Apa pengertian dari periwayatan hadis?

4
2. Bagaimana bentuk periwayatan hadis?
3. Bagaimana cara periwayatan hadis secara lafaz dan makna?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk memahami pengertian dari periwayatan hadis.


2. Untuk memahami bentuk periwayatan hadis.
3. Untuk memahami cara periwayatan hadis secara lafaz dan makna.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Periwayatan Hadis

5
Sebelum terhimpun dalam kitab-kitab hadis, hadis Nabi terlebih dahulu
telah melalui proses kegiatan yang dinamai dengan riwayatul hadis atau al-
riwayah, yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan periwayatan.
Kata al-riwayah adalah masdar dari kata kerja rawa dan dapat berarti al-naql
(penukilan), al-zikr (penyebutan), al-fatl (pemintalan) dan al-istoqa’ (pemberian
minum sampai puas). Sementara sesuatu yang diriwayatkan, secara umum juga
biasa disebut dengan riwayat.

Sedangkan secara istilah ilmu hadis, menurut M. Syuhudi Ismail yang


dimaksud dengan al-riwayah adalah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadis,
serta penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayatnya dengan bentuk-
bentuk tertentu. Orang yang telah menerima hadis dari seorang periwayat, tetapi
dia tidak menyampaikan hadis itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut
sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis. Sekiranya orang tersebut
menyampaikan hadis yang diterimanya kepada orang lain, tetapi ketika
menyampaikan hadis itu tidak menyebutkan rangkaian para periwayatnya, maka
orang tersebut juga tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah melakukan
periwayatan hadis.

Dari definisi di atas, dapat ditarik beberapa point penting yang harus ada
dalam periwayatan hadis Nabi, yaitu:
1) Orang yang meriwayatkan hadis yang kemudian dikenal dengan ar-rawiy
(periwayat),
2) Apa yang diriwayatkan (al-marwiy)
3) Susunan rangkaian para periwayat (sanad / isnad)
4) Kalimat yang disebutkan sesudah sanad yang kemudian dikenal dengan matan,
dan
5) Kegiatan yang berkenaan dengan proses penerimaan dan penyampaian hadis
(at-tahamul wa ada al-Hadis).

B. Bentuk Periwayatan Hadis

Dalam kamus besar Indonesia, Periwayatan adalah kata yang memperoleh


awalan “me” dan akhiran “an” yang berasal dari kata “riwayat” yaitu cerita yang
turun temurun. Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, telah berhasil membimbing
ummat kepada ajaran Agama yang dibawanya. Walaupun dia sukses dalam
membimbing ummatnya, tapi kehidupan sehari-harinya tetap sederhana, tidak
jarang ia terlihat menjahit sendiri pakaiannya yang robek. Dalam hal itu dia juga
sebagai kepala rumah tangga yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Apabila

6
kedudukan Nabi dihubungkan dengan bentuk-bentuk hadis yang terdiri dari sabda,
perbuatan, taqrir dan hal ihwalnya, maka dapat dikatakan bahwa hadis Nabi telah
disampaikan oleh Nabi sendiri dengan berbagai cara. Berikut contoh Nabi
menyampaikan hadisnya:

َ ‫ك الِ ّر َجا ُل فَاِجْ َعلْ لَنَا ْيَ َوما ِم ْن نَ ْف ِس‬


 ‫ك فَ َو عَ@ َد ه َُّن يَوْ َم@ا لَقِيَهَ َّن فِ ْي@ ِه فَ@ َو‬ َ ‫قالت النساء للنبي ص م َغلَبَنَا َعلَ ْي‬
ٌَ‫@@رأة‬
َ ‫الْت اَ ْم‬ َْ
@َ َ‫َارفَق‬ ِ ‫اح َجابًا ِم ْنالن‬ ِ َ‫َعظَه َُّن َوأَ َم َر ه َُّن فَ َكانَ فِ ْي َما قَا َل لَه َُّن َما ِم ْن ُك َّن أ ْم َر أةٌ تُقَ ِّد ُم ثَالاثَةً ِم ْن َولِ ِد هَا إِال َكانَ لَه‬
َ َ
‫ َواَ ْثنَتَي ِْن‬:‫ال‬ َ َ‫@فَق‬-‫ َواَ ْثنَتَي ِْن‬                                 

Artinya :

Kaum wanita berkata kepada Nabi: “kaum pria telah mengalahkan kami
(untuk memperoleh pengajaran) dari anda. Karena itu mohon anda menyiapkan
waktu satu hari untuk kami (kaum wanita).” Maka Nabi menjanjikan untuk
memberikan pengajaran kepada kaum wanita itu (dalam pengajian itu) Nabi
memberi nasehat dan menyuruh mereka untuk berbuat kebajikan. Nabi bersabda
kepada kaum wanita tidaklah seorang dari kalian yang ditinggal mati oleh tiga
orang anaknya menjadi dinding baginya dari ancaman api neraka. (Hadis
diriwayatkan oleh al-Bukhari).

Sebagaimana yang terdapat dalam suatu riwayat bahwa Nabi


menyampaikan hadisnya dengan bentuk-bentuk / cara-cara sebagai berikut:

 Cara lisan dimuka orang banyak yang terdiri dari kaum laki-laki
 Pengajian rutin dikalangan kaum laki-laki
 Pengajian diadakan juga dikalangan kaum wanita setelah kaum wanita
memintanya.

Selain itu masih ada riwayat lain yang menyatakan cara-cara nabi
menyampaikan hadisnya melalui yaitu: dengan lisan dan perbuatan dihadapan
orang banyak, di mesjid pada waktu malam dan subuh. Hadis nabi disampaikan
sebagai teguran terhadap orang yang melakukan “korupsi” berupa penerimaan
hadiah dari masyarakat. Hadis nabi disampaikan dengan cara lisan, tidak
dihadapan orang banyak, berisi jawaban yang diajukan oleh sahabat dan bentuk
jawaban nabi itu berupa tuntutan teknis suatu kegiatan yang berkaitan dengan
agama. Cara nabi juga menyampaikan hadisnya selain cara lisan juga secara
permintaan penjelasan terhadap sahabat, berupa taqrir atas amalan ibadah sahabat
yang belum dicontohkan langsung oleh nabi. Riwayat lain juga mengatakan cara
nabi menyampaikan hadisnya dengan bentuk tulisan dalam bentuk lain juga nabi
menyampaikan hadisnya tidak dalam bentuk kegiatan melainkan berupa keadaan.
Adapun bentuk atau cara-cara para sahabat meriwayatkan hadis sebagai
berikut: adakalah dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari

7
nabi yang mereka hafal benar lafal dari nabi itu. Adakalah dengan maknanya saja,
yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan lafalnya, karena mereka tidak hafal
lafalnya yang asli lagi dari nabi saw. Yang penting dari hadis ialah: “isi” bahasa
dan lafal, boleh disusun dengan kata-kata lain, asal isinya telah ada dan sama.
Berbeda dengan periwayatan al-qur’an, yakni harus dengan lafal dengan
maknanya yang asli tidak sedikit pun boleh diadakan perubahan dalam
periwayatan itu.

C. Periwayatan Hadis Secara Lafaz dan Makna

1. Periwayatan Hadis dengan Lafaz

Lafaz periwatan hadis bagi para rawi yang mendengar langsung dari
gurunya, lafaz-lafaz itu tersusun sebagai berikut:

ُ ‫ َس ِمع‬ : Saya telah mendengar


‫ْت‬
‫ َس ِم ْعنَا‬  : Kami telah mendengar.

Lafal ini menjadikan nilai hadis yang diriwayatkan tinggi martabatnya,


lantaran rawi-rawinya mendengarkan sendiri, baik berhadapan muka dengan
guru yang memberinya atau yang dibelakang tabir.
Seperti lafal:
 ‫ َح َّدثَنِى‬: Seorang telah bercerita kepadaku 
‫ َح َدثَنَا‬: Seorang telah bercerita kepada kami

Lafaz hadis ini oleh jumhur kadang-kadang dirumuskan dengan:

 ‫ َدثَنَنااَ ْخبَ َرنِى‬  ،‫نَا‬  ،‫ثَنَا‬  ،‫ َدثَنى‬  ،‫نِى‬  ،‫ ثَنِى‬ : Seorang telah mengabarkan kepadaku
‫ اَ ْخبَ َرنَا‬  : Seorang telah mengabarkan kepada kami

Lafaz ihbar ini oleh muhadditsin dirumuskan dengan:

 ‫اَ َخانَا‬  ،‫اَبَانَا‬  ،َ‫اَ َرنا‬  ،‫اَنَا‬  

Lafaz haddatsana itu untuk rawi yang mendengar langsung. Disamping


lafaz-lafaz di atas ada kadang-kadang kita jumpai rumusan-rumusan sebagai
berikut:

 ‫ قَثَنَا‬ : berarti  
‫ خَ َّد ثَنَاقَثَنِى‬: berarti  ‫ال‬
َ َ‫خَ َّد ثَنِ ْى ق‬
8
‫ح‬: menurut muhadditsin, juga Imam Nawawy, bahwa rumus itu untuk satu
hadis yang mempunyai dua sanad atau lebih. Jika penulis hadis telah menulis
sanad pertama ditulislah rumus itu, apabila ia hendak beralih menulis sanad
yang lain. Rumus ”h” adalah singkatan dari tahawwul (beralih).

2. Periwayatan Hadis dengan Makna

Meskipun terjadi perbedaan dikalangan para fukaha tentang kebolehan


tidaknya meriwayatkan dengan makna, tapi hal ini merupakan ilmu riwayah
hadis yang penting. Diantara kewajiban para perawi, ialah menerangkan cara
tahammul sebagaimana yang akan dibahas pada sub bahasan berikutnya ialah
dengan cara itu dia menerima apa yang diwahyukannya. Sebagaimana para
ulama sangat memerlukan dengan cara-cara tahammul diwaktu menyampaikan
hadis kepada orang lain, begitu pula sangat memerlukan penyampaian hadis itu
sebagaimana mereka dengar tanpa menukar ataupun mengganti kalimat-
kalimatnya. Bahkan sebagian ahli hadis, ahli fiqh, dan ahli ushul
mengharuskan para rawi meriwayatkan hadis dengan lafalnya yang didengar
tidak boleh dia meriwayatkan dengan maknanya sekali-kali. Demikian juga
yang dinikilkan oleh Ibnush Shalah dan An Nawawi, Ibnu Sirien, Tsailab, dan
Abu Bakar Ar Razi. Mereka berpendapat bahwa perawi-perawi harus
meriwayatkan persis sebagai lafaz yang ia dengar.

Dalam bukunya Ahmad Muhammad Sakir yang berjudul Ihtisar Ulum Al-
Hadis, dalam kaitannya dengan periwayatan dengan makna. Bahwa seorang
perawi yang tidak mengetahui makna hadis sesungguhnya tidak boleh baginya
meriwayatkan hadis dengan sifatnya itu. Namun demikian Jumhur Ulama yang
lain berpendapat, bahwa: boleh bagi perawi hadis menyebut makna bukan
lafaz, atau meriwayatkan hadis dengan makna apabila dia seorang yang
mengetahui bahasa Arab dengan sempurna dan cara-cara orang Arab
menyusun kalimat-kalimatnya, lagi dia sangat mengetahui makna-makna lafaz
dan mengetahui pula hal-hal yang bisa merubahkan makna dan yang tidak
merubahkannya. Jika ia bersifat demikian, bolehlah dia menukilkan lafaz hadis
dengan makna, karena dia dengan pengertiannya mendalam dapat memelihara
riwayatnya dari perubahan makna tersebut. Begitu juga dengan pendapat Malik
menurut nukilan Al-Khalil ibn Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal
boleh kalau yang diriwayatkan itu bukan hadis marfu'. Bukti yang lebih
empiris yang lebih akurat adalah kesepakatan umat memperbolehkan seorang
ahli hadis menyampaikan hadis dengan maknanya saja bahkan dengan selain
bahasa Arab.

9
Bukti lain adalah bahwa periwayatan hadis dengan maknanya telah
dilakukan oleh para sahabat dan ulama salaf periode pertama. Seringkali
mereka mengemukakan suatu makna dalam suatu masalah dengan beberapa
redaksi yang berbeda-beda. Hal ini terjadi karena mereka berpegang kepada
makna hadis bukan kepada lafaznya. Intinya bahwa periwayatan hadis dengan
lafaz diutamakan daripada periwayatan hadis dengan makna. Karena apabila si
perawi bukan seorang yang mengetahui hal-hal yang memalingkan makna,
maka tidak boleh baginya meriwayatkan hadis dengan makna. Semua ulama
sependapat menetapkan, bahwa orang yang demikian itu wajib menyampaikan
dengan hadis persis sebagaimana yang ia dengarkan.

Al-Imam Asy Syafi'i telah menerangkan tentang sifat-sifat perawi.

"Hendaklah orang yang menyampaikan hadis itu seorang yang kepercayaan


tentang agamanya lagi dikenal bersifat benar dalam pembicaraannya,
memahami apa yang diriwayatkan, mengetahui hal-hal yang memalingkan
makna dari lafaz dan hendaklah dia dari orang yang menyampaikan hadis
persis sebagaimana yang didengar, bukan diriwayatkannya dengan makna;
karena apabila dia meriwayatkan dengan makna sedang ia orang tidak
mengetahui hal-hal yang memalingkan makna, niscaya tidaklah dapat kita
mengetahui boleh jadi dia memalingkan yang halal kepada yang haram.

Tetapi apabila dia menyampaikan hadis secara yang didengarnya, tidaklah


lagi kita khawatir bahwa dia memalingkan hadis kepada yang bukan
maknanya, dan hendaklah ia benar-benar meriwayatkan hadis yang
diriwayatkan itu apabila dia meriwayatkan dari lafaznya dan benar-benar
memelihara kitabnya jika dia meriwayatkan hadis itu dari kitabnya".

Seluruh ulama sependapat menetapkan, bahwa orang yang tidak mengetahui


hal-hal yang merisaukan makna hadis yang diriwayatkan dengan makna, tidak
boleh meriwayatkan hadis dengan makna. Adapun orang-orang yang yang
mengetahui hal-hal yang merusakkan makna dan yang tidak merusakkannya,
maka jumhur ulama membolehkan dia meriwayatkannya hadis dengan makna
dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah diterangkan itu.

Dengan demikian sebagaimana pendapat para ulama maka untuk lebih hati-
hati dan menghindari kesalahan dalam meriwayatkan hadis, maka
meriwayatkan hadis dengan lafaz lebih utama daripada dengan makna.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Periwayatan hadis ialah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadis, serta
penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayatnya dengan bentuk-bentuk
tertentu.
Orang yang telah menerima hadis dari seorang periwayat, tetapi dia tidak
menyampaikan hadis itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut sebagai
orang yang telah melakukan periwayatan hadis.
”Sekiranya orang tersebut menyampaikan hadis yang telah diterimanya
kepada orang lain, tetapi ketika menyampaikan hadis itu dia tidak menyebutkan
rangkaian periwayatnya, maka orang tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai
orang yang telah melakukan periwayatan hadis”.
Periwayatan hadis yang dilakukan secara makna,adalah penyebab terjadinya
perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis, yang boleh
meriwayatkan hadis adalah mereka yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang
mendalam, dan periwayatan secara makna boleh dilakukan apabila dalam keadaan
terpaksa dan apabila mengalami keraguan akan susunan matan hadis, serta
periwayatan secara makna harus secara lafaz.

B. Masukan dan Saran

Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak guna perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah ini yang
dipandang perlu dan berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://fauzurr.blogspot.com/2012/05/bentuk-
periwayatan-hadits.html%3Fm

12
%3D1&ved=2ahUKEwiCoqvd0aT0AhXK7HMBHdYeD74QFnoECBMQAQ&us
g=AOvVaw3C-waZJCwQunzaFwww_n4n

https://ansarbinbarani.blogspot.com/2016/09/teknik-periwayatan-hadis.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai