Anda di halaman 1dari 17

HUKUM BISNIS

PERJANJIAN JUAL BELI

Dosen: Ervina Ahsanti, S.S, S.H, M.H.

Disusun oleh :

1. Nurma Lailatul Hidayah (1951030317)

2. Syaida Amelia (1911100373)

3. Winda Amaliah (1951030383)

PRODI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penyusun sehingga penyusun berhasil menyelesaikan Makalah Hukum
Bisnis ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya, yang berjudul “Perjanjian Jual Beli”.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan pengetahuan
kepada kita semua tentang Perjanjian Dalam Jual Beli.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Sehubungan dengan hal
ini, kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun tentu saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, Penyusun sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa Meridhoi
segala usaha kita. AMIN.

Bandar Lampung, 3 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian Jual-Beli.............................................................


B. Asas dan Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Jual-Beli.............................
C. Subjek Objek dari Perjanjian Jual-Beli.................................................
D. Contoh Penulisan Surat Perjanjian Jual-Beli........................................
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran-saran............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang bersifat fisik dan non
fisik.Kebutuhan itu tidak pernah dapat dihentikan selama hidup manusia. Untuk mencapai
kebutuhan itu, satu sama lain saling bergantung. Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin
dapat hidup seorang diri. Manusia pasti memerlukan kawan atau orang lain. Oleh karena itu,
manusia perlu saling hormat menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak
boleh saling menghina, menzalimi, dan merugikan orang lain
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong menolong, kita dapat
mebiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh
meskipun sedikit, seperti memberikan santunan kepada fakir miskin, orang tua dan jompo,
mengangkat anak asuh, memberi bantuan kepada orang yang sedang menuntut ilmu, membangun
sarana umum (jalan), serta menjadi makhluk sosial yang tidak lepas dari kita memerlukan orang
lain, untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sebagai mahluk sosial, dalam hal ini tidak di
pungkiri manusia membutuhkan manusia lain termasuk dalam jual beli.

B.     RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan perjanjian jual beli ?


b. Apa yang menjadi asas dan syarat sahnya suatu perjanjian jual beli ?
c. Apa saja subjek dan objek dari perjanjian jual beli ?
d. Bagaimana penulisan dan contoh surat perjanjian jual beli ?

C.     TUJUAN

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian jual beli.


b. Untuk mengetahui apa yang menjadi asas dan syarat sahnya suatu perjanjian jual beli.
c. Untuk mengetahui apa saja subjek dan objek dari perjanjian jual beli.
d. Untuk mengetahui cara penulisan dan contoh surat perjanjian jul beli.
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Perjanjian Jual Beli


Jual beli diatur dalam buku III KUHPerdata, bab ke lima tentang “jual beli”. Dalam pasal
1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Perjanjian jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang - undang telah
memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa perjanjian jual
beli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan hak dari
pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual. Dalam hal ini, penjual
berkewajiban untuk menyerahkan suatu kebendaan serta berhak untuk menerima pembanyaran,
sedang pembeli berkewajiban untuk melakukan pembayaran dan berhak untuk menerima suatu
kebendaan. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.

Perjanjian jual beli saja tidak lantas menyebabkan beralihnya hak milik atas barang dari
tangan penjual ke tanggan pembeli sebelum dilakukan penyerahan (levering). Pada hakekatnya
perjanjian jual beli itu dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan kedua belah pihak
mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat (Jual beli) dan yang kedua, tahap
penyerahan (levering) benda yang menjadi obyek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan
hak milik dari benda tersebut.

Hak milik beralih dengan adanya penyerahan (levering). Penyerahan adalah suatu
pemindahan barang yang telah dijual ke dalam penguasaan dan kepunyaan si pembeli (pasal
1475). Jadi penyerahan dapat diartikan sebagai cara untuk mendapatkan hak milik karena adanya
pemindahan hak milik akibat dari perjanjian jual beli. Untuk perjanjian jual beli dengan system
indent penyerahan barang dilakukan dengan penyerahan kekuasaan atas barang (kendaraan
dianalogikan sebagai barang bergerak) sebagaimana diatur dalam pasal 612 KUHPerdata.
Biasanya, penyerahan dilakukan langsung ditempat penjual atau ditempat lain yang telah
diperjanjikan sebelumnya.
Kesepakatan para pihak dalam perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata melahirkan dua macam perjanjian, yaitu perjanjian obligatoir (perjanjian yang
menimbulkan perikatan) dan perjanjian kebendaan (perjanjian untuk mengadakan, mengubah
dan menghapuskan hak-hak kebendaan). Akibat pembedaan perjanjian tersebut, maka dalam
perjanjian jual beli harus disertai dengan perjanjian penyerahan (levering), yaitu sebenarnya
merupakan perjanjian untuk melaksanakan perjanjian jual beli.

Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, perjanjian jual beli membebankan dua
kewajiban yaitu :

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.

B.     Asas-asas dan syarat Perjanjian Jual Beli


Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual
beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima
yaitu :
   Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a)      Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b)      Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
c)      Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d)     Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian
karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu
perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.
   Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian
adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas konsensualisme mengandung
pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara
kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.
   Asas mengikatnya suatu perjanjian
Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
pembuatnya.Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut
karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat
para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
   Asas iktikad baik (Goede Trouw)
Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata).
Iktikad baik ada dua yaitu :
a.       Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Contoh, Si A
melakukan perjanjian dengan si B membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap gajah
namun di pasaran habis maka diganti cap semut oleh si B.
b.      Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contoh, si A ingin
membeli motor, kemudian datanglah si B (penampilan preman) yang mau menjual motor tanpa
surat-surat dengan harga sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang halal
atau barang tidak legal.
   Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya
sendiri.Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang janji untuk pihak ketiga.
Namun, menurut Mariam Darus ada 10 asas perjanjian, yaitu :   Kebebasan mengadakan
perjanjian ,Konsensualisme, Kepercayaan, Kekuatan Mengikat, Persamaan Hukum,
Keseimbangan, Kepastian Hukum, Moral, Kepatutan dan Kebiasaan
Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata merupakan syarat sahnya perjanjian jual beli dimana perjanjian jual beli
merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau
konsensus pada para pihak.Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak
antara para pihak dalam perjanjian.Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan
kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya.Sepakat juga dinamakan suatu perizinan,
terjadi oleh karena kedua belah pihak sama-sama setuju mengenai hal-hal yang pokok dari suatu
perjanjian yang diadakan. Dalam hal ini kedua belah pihak menghendaki sesuatu yang sama
secara timbal balik. Ada lima cara terjadinya persesuaian kehendak, yaitu dengan :
a.       Bahasa yang sempurna dan tertulis
b.      Bahasa yang sempurna secara lisan
c.       Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
(Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang
tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya.)
d.      Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya
e.       Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya kesepakatan dapat
terjadi secara tertulis dan tidak tertulis .Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis
biasanya dilakukan dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan.Akta di bawah tangan
adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat
akta.Sedangkan akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang
berwenang. Menurut pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kata sepakat tidak
didasarkan atas kemauan bebas / tidak sempurna apabila didasarkan :
   Kekhilafan (dwaling)    Paksaan (geveld)    Penipuan (bedrog)
Dengan adanya kesepakatan, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua
belah pihak serta dapat dilaksanakan.
2.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam
hal ini adalah membuat suatu perjanjian.Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat
menimbulkan akibat hukum.Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang sudah dewasa.Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan bahwa orang yang tidak cakap
untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
a.       Orang yang belum dewasa
b.      Orang yang dibawah pengampuan
c.       Seorang istri. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran
Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi
digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa
bantuan atau izin suaminya.
3.      Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian.Objek perjanjian harus jelas dan
ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa
tidak berbuat sesuatu.Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi. Prestasi terdiri atas :
  Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.
  Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah,
melukis suatu lukisan yang dipesan.
  Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan,
perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu.

Prestasi dalam suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat :


a.    Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat
ditentukan jenisnya. Misalnya : A menyerahkan beras kepada B 1 kwintal.
b.    Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan.
Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan. Misalnya Concurrentie
Beding (syarat untuk tidak bersaingan). Contoh: A membeli pabrik sepatu dari B dengan syarat
bahwa B tidak boleh mendirikan pabrik yang memproduksi sepatu pula. Karena A menderita
kerugian, maka pabrik sepatu diganti dengan produk lain. Dalam hal ini B boleh mendirikan
pabrik sepatu lagi, karena antara A dan B sekarang tidak ada kepentingan lagi
c.    Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
d.   Prestasi harus mungkin dilaksanakan.
4.      Suatu sebab yang halal
Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan pengertian
sebab yang halal.Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek
perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan
objek perjanjian.Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu
dapat diminta pembatalannya.Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak
cakap atau pihak yang memberikan ijinnya secara tidak bebas. Sedangkan apabila syarat ketiga
dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum
artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak
dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari.

C.     Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli


Perjanjian jual beli adalah merupakan perbuatan hukum.Subjek dari perbuatan hukum
adalah Subjek Hukum.Subjek Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum.Oleh sebab itu,
pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli
yaitu sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah
menikah. Namun secara yuridis ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan
perjanjian jual beli, sebagaimana dikemukakan berikut ini:
   Jual beli Suami istri
Pertimbangan hukum tidak diperkenankannya jual beli antara suami istri adalah karena
sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi pencampuran harta, yang disebut
harta bersama kecuali ada perjanjian kawin. Namun ketentuan tersebut ada pengecualiannya
yaitu:
a.       Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada isteri atau suaminya, dari
siapa ia oleh Pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri
menurut hukum.
b.      Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada isterinya, juga dari siapa ia
dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si
istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari
persatuan.
c.       Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah
uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.
   Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita dan Notaris.
Para Pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-
benda atau barang dalam sengketa.Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat
dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi dan bunga.
   Pegawai yang memangku jabatan umum
Yang dimaksud dalam hal ini adalah membeli untuk kepentingan sendiri terhadap barang
yang dilelang.
Objek jual Beli
Yang dapat menjadi objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak
bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan yang tidak
diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah :
a.              Benda atau barang orang lain
b.              Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat terlarang
c.              Bertentangan dengan ketertiban, dan
d.             Kesusilaan yang baik
Pasal 1457 Kitab Undang-Undang hukum Perdata memakai istilah zaak untuk
menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli. Menurut pasal 499 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki.Hal tersebut berarti bahwa
yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas
suatu barang yang bukan hak milik.

D.   Penulisan dan Contoh Surat Perjanjian Jual Beli Cara Penulisan.

Dalam sebuah perjanjian jual beli tanah, setidaknya harus di muat hal-hal berikut ini:
1.      Identitas lengkap par pihak (penjual dan pembeli) dan kedudukan dalam transaksi.
2.      Deskripsi atau gambaran tanah meliputi:
  Letak tanah daam bentuk alamat
  Luas tanah dalam bentuk Meter Persegi
  Batas tanah (Empat mata arah angin)
  Status Kepemilikan
  Nomor surat tanah
  Harga tanah sesuai kesepekatan
3.      Pencantuman jaminn dnn identitas saksi.
4.      Cara dan batas waktu pembayaran.
5.      Kesepakatan penyelesaian masalah jika terjadi perselisihan.
Jika diperlukan, Bisa menambahkan lagi pasal-pasal lain sesuai kesepakatan kedua belah pihak
seperti BNN (Bea Balik Nama).

CONTOH:
SURAT PERJANJIAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

         Nama : Winda Amaliah

Umur : 20 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Kembang Gading, Kec. Kotabumi, Prov. Lampung

Nomor KTP : 8081234567890

Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

         Nama : Nurma Lailatul Hidayah

Umur : 20 Tahun

Pekerjaan : PNS

Alamat : Desa Sinar Palembang, Kec. Candipuro, Kab. Lampung Selatan

Nomor KTP : 3031234567890

Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

Pihak pertama dengan ini berjanji untuk menyatakan dan mengikatkan diri untuk menjual kepada
pihak kedua dan pihak kedua juga berjanji menyatakan serta mengikatkan diri untuk membeli
dari pihak pertama berupa:
Sebidang tanah Hak Milik yang terletak di Desa Suromadu RT.5/III, Kecamatan Condong Catur
Depok Sleman Yogyakarta, seluas 10.000 M³ (sepuluh ribu) meter persegi, dengan batas-batas
tanah tersebut adalah sebagai berikut :
         Sebelah barat : Berbatasan dengan tanah Manan Sopyan
         Sebelah timur : Berbatasan dengan tanah Lisnawati
         Sebelah utara : Berbatasan dengan tanah Reza Ainur Riski
         Sebelah selatan : Berbatasan dengan tanah Syahida

Dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam 9 (sembilan) pasal, berikut ini:

Pasal 1
HARGA 
Jual beli tanah tersebut dilakukan dan disetujui oleh masing-masing pihak dengan harga tanah
sebesar Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

Pasal 2
CARA PEMBAYARAN
         Pihak kedua akan memberikan uang tanda jadi sebesar Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah) kepada pihak pertama yaitu pada tanggal 10 Maret 2014.
         Sisa pembayaran sebesar Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) akan dibayarkan oleh
pihak kedua pada tanggal 01 April 2014.

Pasal 3
JAMINAN DAN SAKSI
         Pihak pertama menjamin sepenuhnya bahwa tanah yang dijualnya adalah benar-benar milik atau
hak pihak pertama sendiri dan tidak ada orang atau pihak lain yang turut mempunyai hak, bebas
dari sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, hak kepemilikannya tidak sedang
dipindahkan atau sedang dijaminkan kepada orang atau pihak lain dengan cara bagaimanapun
juga, dan tidak sedang atau telah dijual kepada orang atau pihak lain.
         Jaminan pihak pertama dikuatkan oleh dua orang yang turut menandatangani Surat Perjanjian
ini selaku saksi.
         Apabila pihak kedua pada tanggal yang telah ditentukan diatas tidak memenuhi perjanjian ini
yaitu memberikan tanda jadi sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) maka perjanjian ini
batal secara hukum.
         Apabila pihak kedua pada tanggal yang telah ditentukan diatas untuk pelunasan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 2 ayat (2), secara hukum perjanjian jual beli ini batal dan pihak pertama
akan mengembalikan uang tanda jadi setelah tanah dalam perjanjian ini terjual dan tanda jadi
akan dikembalikan sepenuhnya.
         Kedua orang saksi tersebut adalah:
         Nama : Titis
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa Randu RT.01/II, Seputih Mataram
Selanjutnya disebut sebagai Saksi I

         Nama : Anggis


Umur : 21 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Desa Randu RT.01/II, Seputih Mataram
Selanjutnya disebut sebagai Saksi II.

Pasal 4
PENYERAHAN 
Pihak pertama berjanji serta mengikatkan diri untuk menyerahkan sertifikat tanah kepada pihak
kedua selambat-lambatnya satu minggu setelah pihak kedua melunasi seluruh pembayarannya.

Pasal 5
STATUS KEPEMILIKAN 
Sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian ini maka tanah tersebut di atas beserta segala
keuntungan maupun kerugiannya sepenuhnya menjadi hak milik pihak kedua.

Pasal 6
PEMBALIKNAMAAN KEPEMILIKAN 
         Pihak pertama wajib membantu  pihak kedua dalam proses pembaliknamaan atas kepemilikan
hak tanah dan bangunan rumah tersebut dalam hal pengurusan yang menyangkut instansi-
instansi terkait, memberikan keterangan-keterangan serta menandatangani surat-surat yang
bersangkutan serta melakukan segala hak yang ada hubungannya dengan pembaliknamaan serta
perpindahan hak dari pihak pertama kepada pihak kedua.
         Segala macam ongkos atau biaya yang berhubungan dengan balik nama atas tanah dan
bangunan rumah dari  pihak pertama kepada pihak kedua dibebankan sepenuhnya kepada pihak
kedua.
Pasal 7
MASA BERLAKUNYA PERJANJIAN 
Perjanjian ini tidak berakhir karena meninggal dunianya pihak pertama, atau karena sebab
apapun juga. Dalam keadaan demikian maka para ahli waris atau pengganti pihak pertama wajib
mentaati ketentuan yang termaktub dalam perjanjian ini dan pihak pertama mengikat diri untuk
melakukan segala apa yang perlu guna melaksanakan ketentuan ini.
Pasal 8
HAL-HAL LAIN 
Hal-hal yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan serta diselesaikan secara
kekeluargaan melalui jalan musyawarah untuk mufakat oleh kedua belah pihak.
Pasal 9
PENYELESAIAN PERSELISIHAN 
Tentang perjanjian ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak memilih menyelesaikan perkara
jika terjadi perselisihan di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Sleman
Yogyakarta.

Demikianlah Surat Perjanjan ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang bermaterai cukup dan
mempunyai kekuatan hukum yang sama, ditandatangani kedua belah pihak dalam keadaan sadar
serta tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Dibuat di : Sleman
Tanggal : 03 Maret 2014

PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA,

ttd ttd

(WINDA AMALIAH) ( NURMA LAILATUL HIDAYAH)

Saksi-Saksi:

1) TITIS
Ttd

…………………………………
2) ANGGIS
Ttd

………………………………….
BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual
merupakan hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual.
2. Dalam peristiwa jual beli ada ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban penjual
maupun pembeli memiliki kewajiban untuk mematuhi perjanjian diantara mereka. Dimana
perjanjian tersebut berlaku selayaknya Undang –undang bagi kedua belah pihak.pihak
penjual berhak memperoleh pembayaran atas kebendaan yang telah diserahkan dan pembeli
berhak untuk memperoleh jaminan atas kebendaan yang diterima dari penjual.
3. Dalam hal-hal khusus seperti pembelian kembali kebendaan yang telah diperjualbelikan
sebagimana yang disepakati dalam perjanjian, pihak penjual harus membayarkan sejumlah
harga yang telah dibayarkan oleh pembeli beserta jumlah dari penambahan nilai yang
dilakukan pembeli atas kebendaan tersebut sehingga harga jual kebendaan tersebut
bertambah.

B.     SARAN
Dalam melakukan perjanjian jual beli, para piha harus memahami bentuk dan isi
perjanjian.karena bentuk dan isi perjanjian berfungsi untuk menjamin kepentingan hukum
mereka dan untuk mengantisipasi dan mengeliminasi kerugian yang akan timbul jika terjadi
suatu wanprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Idris Subrata,”Perjanjian jual beli”.Blogger.(19 Desember 2013)
http://muhammadsubrata.blogspot.com/2013/12/perjanjian-jual-beli.html.(12
April 2015).
Sarfareh Yusuf Zainuddin,”Makalah Hukum Perdata Perjanjian Jual Beli”.
Blogger(10 Oktober 2013). http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/10/makalah-
hukum-perdata-perjanjian-jual.html.(12 April 2015).
Contohpedi.com,”Contoh surat perjanjian jual beli tanah yang benar”.
Wordpress(Januari 2013). http://contohpedi.com/2014/03/contoh-surat-perjanjian-jual-beli-
tanah-yang-baik-dan-benar/(12 April 2015)

Anda mungkin juga menyukai