Anda di halaman 1dari 19

KEJAHATAN INTERNASIONAL GENOSIDA

MAKALAH

NAMA : Gabriel Sabahtanani Sirait


NPM : 19.4301.154
Program Studi : Hukum Pidana Internasional

Sekolah Tinggi Hukum Bandung

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaiaan makalah ini, saya banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun berkat bimbingan
dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan walaupun tentu saja
masih terdapat banyak kekurangan. Karen itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaiaan makalah ini.
saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, saya berharap adanya kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa
mendatang.

Bandung 3 November 2020

Penulis

i
Daftar Isi
Daftar isi...........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................3
1.3 Tujuan ............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................4
2.1 Sejarah Genosida ..............................................................,.................4
2.2 Unsur-unsur Tindak Kejahatan Genosida .......................................9
2.3 Penegakan Tindak Kejahatan Genosida ........................................11
BAB III PENUTUP ......................................................................................14
3.1 KESIMPULAN ............................................................................14
Daftar Isi ........................................................................................................16

ii
BAB I
Pendahuluan

1.1Latar Belakang
Genosida merupakan sebuah kejadian tragis yang sangat menarik
perhatian para masyarakat dunia. Dalam hal ini genosida merupakan sebuah usaha
suatu etnik untuk menghancurkan suatu etnik lainnya dengan cara pembunuhan
massal. Kasus ini merupakan pelanggaran HAM yang sangat berat dalam
yurisdiksi International Criminal Court, karena hal ini merupakan kejahatan
kemanusiaan dengan cara pembunuhan massal atau disebut juga sebagai
pembantaian.
Bukan hanya pemusnahan terhadap suatu etnik tertentu, tetapi juga
dilakukan terhadap penguasa-penguasa otoriter dan diktator terhadap para
mahasiswa, politisi, dan semua yang kritis terhadap pemerintah, menghilangkan
lawan-lawan politik pemerintah, kebijaksanaan apartheid yang menghina dan
menderitakan sejumlah besar manusia, dan sebagainya dengan cara yang berbeda-
beda.
Kasus genosida ini banyak terjadi di berbagai negara di seluruh dunia.
Namun, penanganannya tidak dilakukan secara tuntas. Salah satu faktornya karena
hukum internasional yang terkait masalah tersebut pun baru didirikan pada tahun
2002, padahal aksi tindakan pembantaian atau genosida ini telah terjadi di abad
sebelum masehi.
Menurut rentetan sejarahnya, genosida muncul oleh pembantaian kaum
yahudi terhadap bangsa Kanaan di abad sebelum masehi, kemudian disusul oleh
pembantaian bangsa Helvetia yang dilakukan oleh Julius Caesar pada abad ke-1
SM, kemudian pembantaian suku bangsa Katolik oleh bangsa Anglo-Saxon di
Britania dan Irlandia pada abad ke-7, serta berbagai kejadian genosida besar
lainnya seperti Nazi terhadap Yahudi serta Rwanda.
Berawal dari tindakan rasisme suatu kelompok kemudian menjadi sebuah
pembantaian besar-besaran terhadap suatu kelompok, ras, suku, maupun agama
karena dianggap tidak pantas untuk lebih berkuasa daripada kaum yang

1
melakukan penindasan tersebut, dapat dikatakan kaum yang melakukan
penindasan tersebut merupakan kaum superior. Hal ini menimbulkan kerugian
yang sangat besar karena menyebabkan pembunuhan terhadap orang yang tidak
bersalah serta melanggar hak mereka atas kebebesan terutama untuk hidup.
Kekerasan genosida ini telah menjadi perbincangan dunia sejak pertengahan tahun
1940-an dan masuk dalam pembahasan hukum internasional karena merupakan
sebuah tindak pelanggaran HAM serta merupakan permasalahan dunia karena
benar-benar merugikan banyak kelompok yang tertindas dan juga mengancam
perdamaian dunia.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas. Maka, penulis
dalam makalah ini akan membahas topik mengenai Genosida dan penjelasannya
yang akan di uraikan dengan jelas.

2
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan mengenai hal yang telah diuraikan di atas, sehingga saya dapat
memberikan rumusan masalah mengenai Materi Genosida sebagai tujuan yang
digunakan untuk acuan dalam makalah ini.
Rumusan masalah antara lain:
a. Bagaimana sejarah mengenai Genosida?
b. Jelaskan mengenai unsur-unsur Genosida sehingga dapat dikualifikasikan
sebagai kejahatan Internasional?
c. Seperti apa bentuk penegakan pada tindak kejahatan Genosida?

1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberi tahu masyarakat umum
bahwa genosida merupakan pelanggaran hukum internasional yang melibatkan
hak asasi manusia yang berat, yang dimana genosida itu berupa kejahatan
terhadap kemanusiaan yang berupa pemusnahan suatu suku, bangsa ataupun
kejahatan kemanusiaan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Sejarah Genosida
Genosida berasal dari dua suka kata Yunani dengan “Genos” artinya suku dan
“cide” adalah pembunuhan, yang berarti merupakan pembunuhan suku. (Raphael
Lemkin: 1993).
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah
kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam
kelompok ke kelompok lain.
Menurut Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of
Genocide (CPPCG), genosida didefinisikan sebagai:
“…any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in
part, a national, ethnical, racial or religious group, as such:
(a) Killing members of the group;
(b) Causing serious bodily or mental harm to members of the group;
(c) Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring
about its physical destruction in whole or in part;
(d) Imposing measures intended to prevent births within the group;
(e) Forcibly transferring children of the group to another group.”

Genosida merupakan salah satu jenis pelanggaran berat yang menarik


perhatian dunia internasional. Karena genosida telah menjadi sebuah ancaman
yang melanggar berat Hak Asasi Manusia terhadap suatu kelompok yang menjadi
korban pembantaian. Pelanggaran ini juga termaktub dalam yurisdiksi

4
International Criminal Court bersamaaan dengan kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
Menurut hukum internasional dalam pasal II konvensi, genosida merupakan
sebuah kejahatan yang menurut hukum internasional harus dicegah dan dihukum
yang berdasarkan dengan kesepakatan meraka dalam Convention on the
Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (CPPCG) tanggal 9
Desember 1948.
Dalam pencegahan dan penghukuman yang tertuang dalam konvensi genosida
tersebut, dalam konvensi menyetujui suatu pengadilan internasional yang
mempunyai yurisdiksi untuk mengadili individu-individu yang melakukan
genosida, dapat dibentuk di negara-negara peserta kelak, namun pasal itu juga
mengharuskan pengadilan yang berwenang dari negara-negara yang ikut serta
dalam konvensi untuk menyetujui yurisdiksi atas pelanggaran sebelum adanya
pengadilan internasional, apabila kejahatan itu dilakukan di wilayahnya.
Demikianlah genosida dianggap sebagai kejahatan dalam hukum internasional
yang menarik yuridiksi universal dan norma ius cogens.
Beberapa kejadian yang dianggap sebagai tindakan genosida adalah :
1. Pembunuhan massal terhadap etnis Kurdi oleh Turki di wilayah Dersim
pada tahun 1937-1938;
2. Pembunuhan massal terhadap suku Hutu oleh suku Tutsi di Burundi 1972
3. Pembunuhan massal oleh Khmer Merah di Kamboja pada pertengahan
1970
4. Kebijakan melawan Kurdi yang dikeluarkan oleh Anfal pada tahun 1988.
5. Okupasi Indonesia terhadap Timor Timur selama tahun 1975 sampai 1999.
6. Pembunuhan massal Sabra dan Shatila yang terjadi pada September 1982,
ketika terjadi konflik bersenjata antara milisi Lebanon yang didukung oleh Israel
melawan Palestina.
7. Invasi Uni Soviet terhadap Afghanistan selama tahun 1979-1989.
Kejadian-kejadian diatas tidak pernah diproses secara hukum, baik melalui
pengadilan nasional ataupun International Court of Justice (ICJ). Namun dalam

5
perkembangannya, ada beberapa kasus yang kemudian diadili oleh badan
peradilan internasional baik permanen maupun adhoc1, yaitu :
1. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR). Pengadilan ad hoc
ini didirikan oleh Dewan Keamanan PBB untuk mengadili pelaku pembunuhan
massal terhadap suku Tutsi dan Hutu moderat oleh Hutu pada perang saudara di
Rwanda. Selama sekitar 100 hari pada tahun 1994, sekitar 937.000 suku Tutsi dan
Hutu moderat dibunuh oleh suku Hutu. Sampai sejauh ini ICTR telah
menyelesaikan 21 pengadilan dan menjatuhkan tuntutan kepada 28 orang.
Pengadilan pertama di ICTR dilangsungkan pada tahun 1997, dengan tertuduh
Jean-Paul Akayesu.
2. Konflik bersaudara di Darfur (Sudan), yang diadili oleh ICC.
3. Perang Saudara di Yugoslavia, yang diadili oleh International Criminal
Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY), dan khusus untuk kejadian
Srebrenica Massacre atau yang lebih dikenal dengan Bosnian Genocide sempat
menjadi perkara di ICJ pada tahun 2007.
Dari berbagai peristiwa genosida diatas, dapat dikatakan bahwa peran
mahkamah pengadilan hukum internasional tidak menjalankan pencegahan serta
pengadilan yang adil terhadap kasus genosida. Alasannya karena beberapa negara
menolak amnesti yang diberikan oleh mahkamah pengadilan bagi para pelaku
pelanggaran berat hak asasi manusia. Mereka menilai bahwa mengadili pelaku
kejahatan tidak menjamin akan terulangnya kejadian yang serupa di masa depan.
Beberapa sumber kewajiban untuk mengadili terdapat dalam konvensi
internasional yang menyatakan bahwa Hak negara untuk memberikan amnesti
terhadap suatu kejahatan dapat dilangkahi oleh perjanjian yang ditandatangani
negara tersebut. Seperti dijelaskan Pasal 27 Konvensi Wina tentang Hukum
Perjanjian, “salah satu pihak tidak boleh menggunakan ketentuan hukum
nasionalnya sebagai justifikasi atas kegagalannya menaati sebuah perjanjian.”
Beberapa konvensi yang diberlakukan diantaranya adalah konvensi jenewa 1949,
konvensi genosida, dan konvensi penyiksaan. Konvensi-konvensi tersebut
diberlakukan untuk pemberian amnesti terhadap orang-orang yang memiliki
kriteria sesuai definisi dalam konvensi tersebut yang dinegosiasikan dalam
1
Adhoc adalah sementara, namun dalam bahasa latin ialah untuk tujuan tertentu

6
konteks perang dingin, jadi konvensi tersebut diberlakukan hanya dalam situasi
tertentu saja.
1. Konvensi Jenewa 1949
Dalam konvensi ini, telah mengkodifikasi aturan internasional tentang
perlakuan terhadap tawanan perang dan warga sipil di wilayah konflik. Dalam
konvensi ini memuat pernyataan spesifik tentang pelanggaran HAM berat, yaitu
kejahatan perang di bawah hukum internasional yang memiliki liabilitas
individual dan wajib diadili oleh negara. Pelanggaran berat tersebut mencakup
pembunuhan, penyiksaan dan segala perlakuan tidak manusiawi.
Para negara yang menandatangani konvensi Jenewa ini memiliki hak untuk
menyelidiki, mengadili serta menghukum para pelanggar HAM berat tersebut,
kecuali mereka menyerahkan hak tersebut kepada pihak negara lainnya.
Commentary to the Conventions, merupakan bukti yang mewajibkan untuk
mengadili para pelaku pelanggar HAM tersebut dan bersifat mutlak memberikan
imunitas atau amnesti dari pengadilan terhadap pelanggaran berat. Namun,
kewajiban untuk mengadili tersebut terbatas untuk konteks konflik bersenjata
internasional.
Kemudian dalam memberikan amnesti terhadap pelanggar HAM tersebut,
dalam konvensi Jenewa terdapat kriteria yang mewajibkan negara-negara yang
menandatangani konvensi ini sebagai berikut:
a) perlu ada jumlah kekerasan yang amat besar untuk bisa disebut sebagai
konflik bersenjata, untuk membedakannya dari gangguan dengan tingkat
lebih rendah seperti kerusuhan atau pertempuran sporadis yang terisolir.
b) kekerasan di negara-negara tersebut tidak memiliki karakter internasional
seperti yang dimuat dalam Konvensi Jenewa.
2 Konvensi Genosida
Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 12 Januari 1952 dan telah
diratifikasi oleh banyak negara. Dalam konvensi ini, telah memberikan kewajiban
mutlak untuk mengadili pelaku yang bertanggung jawab atas terjadinya tindakan
genosida. Namun, dalam konvensi ini juga terdapat persyaratan untuk

7
mewajibkan negara-negara dalam konvensi ini dalam mengadili kejahatan
genosida, yaitu:
A. konvensi tersebut hanya berlaku pada mereka yang memiliki tujuan
spesifik untuk menghancurkan sebagian besar populasi kelompok yang
menjadi sasaran.
B. para korban harus merupakan salah satu kelompok yang dijelaskan dalam
Konvensi Genosida, yaitu nasional, etnik, rasial atau religius.
3 Konvensi Penyiksaan
Konvensi ini berlaku pada tanggal 26 Juni 1987 dan disahkan oleh 79 negara.
Dalam konvensi ini mensyaratkan kepada semua negara yang menandatangani
konvensi ini untuk menjadikan semua tindakan penyiksaan sebagai pelanggaran
hukum domestiknya, menerapkan yurisdiksinya terhadap pelanggaran tersebut
apabila tersangka pelaku adalah warga negara tersebut, dan bila negara tidak
mengekstradisi tersangka penyiksaan, Konvensi mewajibkannya untuk
menyerahkan kasus tersebut pada otoritas yang kompeten untuk proses
pengadilan.
Menurut pengamat, konvensi penyiksaan ini tidak memberikan kewajiban
mutlak terhadap pelanggaran HAM dan tidak secara eksplisit mewajibkan
terlaksananya pengadilan, apalagi pemberian sanksi hukuman, karena konvensi
penyiksaan hanya mewajibkan negara untuk memberikan kasus yang berkaitan
dengan tuduhan penyiksaan kepada otoritas yang mampu memproses kasus
tersebut dalam pengadilan dan hanya mewajibkan negara untuk menjadikan
penyiksaan itu dapat dihukum dengan sanksi yang tepat sesuai sifat kejahatannya.
4 Konvensi umum HAM
Dalam konvensi ini, berbeda dengan konvensi-konvensi yang telah disebutkan
diatas. Konvensi umum HAM ini meliputi kovenan Internasional Hak-Hak Sipil
dan politik, Konvensi Eropa untuk perlindungan HAM dan kebebasan mendasar
tidak memiliki kewajiban untuk mengadili para pelaku pelanggaran terhadap hal
tersebut, tetapi memang dalam konvensi-konvensi tersebut mewajibkan negara-
negaranya untuk melindungi dan menjamin HAM atas masyarakatnya.
5 Hukum Kebiasaan Internasional

8
Beberapa pendapat menyatakan bahwa tindakan kejahatan merupakan
tindakan pelanggaran terhadap HAM yang sangat berat dan dalam hukum ini
terdapat kewajiban untuk mengadili para pelanggar HAM tersebut dan
memberikan amnesti karena hal itu merupakan pelanggaran hukum internasional.
Beberapa kriteria yang terdapat dalam hukum ini yang dapat dikatakan
sebagai genosida adalah, antara lain:
A. Membedakan kejahatan terhadap kemanusiaan dari tindakan yang tidak
melanggar hukum (seperti pemenjaraan atau deportasi) yang dilakukan
setelah keputusan hukum atau administratif yang valid setelah proses yang
lengkap dan adil.
B. Mensyaratkan bahwa tindakan tidak manusiawi tersebut tersebar luas atau
sistematis, bukan hanya tindakan terisolir atau random.
C. Kejahatan terhadap kemanusiaan dibatasi pada tindakan tidak manusiawi
yang dilakukan terhadap warga sipil, bukan anggota angkatan bersenjata.
D. Mencakup tindakan yang dilakukan atas dasar politik, menunjukan
perbedaan penting antara kejahatan terhadap kemanusiaan dalam hukum
kebiasaan internasional dan
E. Kejahatan genosida yang oleh konvensi genosida dibatasi di luar
“kelompok politik.”

2.2Unsur-Unsur Tindak Kejahatan Genosida


Genosida diatur di dalam Statuta Roma bersamaan dengan peraturan tentang
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Dalam
pasal 6 Statuta Roma disebutkan bahwa genosida merupakan suatu tindakan yang
dilakukan secara sistematis dengan tujuan menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian bangsa, etnis, ras, atau kelompok, seperti:
1. Membunuh anggota kelompok,
2. Menimbulkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok,
3. Sengaja menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan
kemusnahan secara fisik, baik keseluruhan atau sebagian,

9
4. Memaksa tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
suatu kelompok,
5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari satu kelompok ke kelompok
lainnya.

Dilihat dari pengertian genosida yang tercantum dalam Statuta Roma pasal 6,
maka unsur-unsur kejahatan genosida secara umum adalah:
1. Korban berasal dari bangsa, etnis, ras, atau agama tertentu,
2. Pelaku berniat untuk menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, etnis, ras atau agama tertentu.

Selanjutnya, bila melihat dari setiap kata dalam pengertian genosida yang
tercantum dalam Statuta Roma pasal 6, maka dapatdiketahui adanya beberapa
unsur khusus di dalamnya. Unsur-unsur khusus tersebut yakni:

1. Melakukan pembunuhan terhadap anggota kelompok.‛


Unsur yang dapat diambil dari kalimat ini yakni; pelaku membunuh satu
orang atau lebih dengan niat menyebabkan kematian.
2. Menimbulkan penderitaan fisik atau mental yang berat.
Unsur yang dapat diambil dari kalimat ini yakni; pelaku menyebabkan luka
fisik yang tampak pada anggota tubuh dan juga luka mental yang serius terhadap
satu orang atau lebih. ICTR (International Criminal Tribunal for Rwanda)
menjelaskan bahwa penderitaan yang berat terhadap fisik dan mental tidak perlu
bersifat permanen dengan tujuan agar ancaman ketika interogasi juga masuk
dalam unsur ini.

3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan


kemusnahan secara fisik.
Unsurnya yakni; pelaku menibulkan kondisi kehidupan terhadap satu orang
atau lebih dan kondisi tersebut dapat diperhitungkan akan mendatangkan

10
kehancuran fisik terhadap kelompok tersebut, seluruhnya atau sebagian. Segala
jenis tindakan yang mengakibatkan meninggalnya orang secara perlahan juga
dapat dikategorikan dalam hal ini. Contoh dari unsur ini adalah perkosaan,
membuat penduduk kelaparan, kurangnya fasilitas tempat berteduh yang layak,
dipaksa melakukan pekerjaan berat baik fisik maupun mental, mengurangi
pelayanan kesehatan sampai di bawah minimum, dan pengusiran paksa.

4. Mencegah kelahiran.
Unsur yang didapat dari kalimat ini adalah pelaku memaksakan tindakan yang
dimaksudkan untuk mencegah kelahiran tersebut. Tindakan-tindakan tersebut
mencakup tindakan: sterilisasi, aborsi paksa, pemisahan pria dan wanita, dan
menghambat perkawinan.
5. Memindahkan anak-anak secara paksa dari satu kelompok ke kelompok
lain.
Unsur yang didapat dari pengertian ini adalah; pelaku memindahkan secara
paksa satu atau lebih anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lain. Anak-
anak yang dimaksud di sini adalah korban yang berusia di bawa 18 tahun dan
pelaku mengetahui bahwa korban berusia di bawah 18 tahun. Pemindahan anak-
anak secara paksa tersebut dapat berakibat serius terhadap masa depan dan
kelangsungan terhadap suatu kelompok. ICTR menjelaskan bahwa tindakan ini
juga mencakup tindakan ancaman atau trauma yang dapat mengarah pada
pemindahan anak-anak secara paksa.

2.3Penegakan Tindak Kejahatan Genosida


Untuk menjamin HAM setelah kejadian genosida tersebut, akhirnya PBB
berhasil membuat International Convention on Civil and Political Rights
(ICCPR), dan International Convention on Economic, Social, and Cultural Rights
(ICESCR) pada tahun 1966 yang mengikat anggota-anggota negara PBB. Dalam
konvensi tersebut telah mengatur berbagai hal hak-hak manusia secara sama
dalam hukum.

11
Sejalan diberlakukannya kedua konvensi itu, muncul beberapa instrumen
yang lain dan hadir seperti:
a) Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide
b) Convention relating to the Status of Refugees
c) International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
d) Convention on the Elimination of Discrimination against Women
Kemunculan instrumen-instrumen tersebut diharapkan dapat dijadikan dasar
dalam pencegahan pelanggaran HAM, seperti kejahatan genosida maupun
pelanggaran berat terhadap HAM lainnya. International Criminal Court (ICC),
dalam hal ini sebagai wadah untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM yang
didirikan berdasarkan Rome Statue tahun 1998. Dalam Rome Statute tersebut
disebutkan bahwa “the most serious crimes of concern to the international
community as a whole”, yang mencakup kejahatan genosida (genocide); kejahatan
terhadap kemanusiaan (crimes against humanity); kejahatan perang (war crimes);
dan agresi (agression).
Konsep mengenai genosida sendiri telah dilegalkan dalam dokumen formal
pasal 6 (c) dari piagam Nuremburg pada 8 Oktober 1945. Beberapa pelaku
pelanggaran berat mendapatkan pengadilan dan dituduh melakukan tindak
genosida, yaitu ‘the extermination of racial and national groups, against the
civilian populations of certain occupied territories in order to destroy particular
races and classes of people and national, racial or religious groups’. Hal ini
menyebabkan Majelis Umum PBB secara bulat mengeluarkan resolusi yang
mengatakan bahwa Genosida merupakan kejahatan yang melanggar hukum
internasional. Berdasarkan resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dibentuklah
ad hoc committee on Genocide yang bertugas merumuskan rancangan konvensi
Genosida. Konvensi ini disetujui oleh Majelis Umum PBB 8 bulan kemudian
setelah diajukan.
Dalam konvensi genosida juga telah menyatakan bahwa genosida merupakan
suatu kejahatan internasional yang dapat dihukum, baik ia melakukan di waktu
perang maupun damai.

12
Konvensi genosida telah memiliki 4 mekanisme untuk mengadili pelaku
tindak genosida ini, yaitu:
(1) Diadili didepan pengadilan negara yang di wilayahnya telah dilakukan
tindakan genosida tersebut.
(2) Pelaku tindakan genosida diajukan didepan pengadilan internasional.
(3) Pelaku tindakan genosida dapat diajukan ke badan-badan PBB yang
berwenang.
(4) Diajukan kedepan mahkamah pengadilan internasional.

13
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Genosida muncul pada abad ke-1 SM oleh bangsa Helvetia dan berbagai
negara lainnya setelahnya dan mulai diperbincangkan pada pertengahan tahun
1940-an karena telah merugikan banyak orang yang menjadi korban dan
menggangu stabilitas perdamaian dunia. Dalam hal ini, PBB berhasil mendirikan
Universal Declaration of Human Right (1948) untuk menegakkan perlindungan
HAM di dunia serta beberapa konvensi lainnya seperti International Convention
on Civil and Political Rights (ICCPR), dan International Convention on
Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR). Yang didalamnya termaktub
hak atas perlindungan dari penyiksaan dan hak untuk hidup.
Dalam hukum internasional, genosida merupakan masalah yang harus dicegah
dan harus diadili sesuai dengan hukum yang telah diciptakan. Dalam yurisdiksi
International Criminal Court, genosida merupakan pelanggaran HAM berat.
Namun, ternyata pengadilan yang akan diberikan kepada para pelanggar
kejahatan kemanusiaan tidak mudah diberikan, karena dalam konvensi-konvensi
hukum internasional terdapat beberapa syarat yang menyebutkan kasus
kejahatan tersebut termasuk dalam kejahatan genosda atau tidak.
Aplikasi hukum internasional terhadap kasus genosida ternyata belum efektif
walau masalah ini telah banyak termuat dalam banyak konvensi baik yang
diratifikasi oleh PBB maupun instrumen-instrumen lainnya. Ternyata Mahkamah
Internasional tidak memiliki kekuatan yang besar dalam menegakkan
keputusannya mengenai hukum internasional dan tidak semua negara
memberlakukan hukum internasional di dalam negaranya. Sehingga negara-
negara hanya memberlakukan hukum internasional berdasarkan kemauan maupun
kehendak dari negara masing-masing.
Kedaulatan negara merupakan faktor yang kuat yang dapat memperlemah
hukum internasional. Bahkan setelah PBB mensahkan Konvensi Genosida tahun
1948, hukum internasional tersebut berlaku tergantung negara-negara yang
menyetujuinya atau negara-negara yang ingin meratifikasi konvensi tersebut ke

14
dalam negaranya sendiri. Hal inilah yang masih menyulitkan berlakunya konvensi
ini dan mempersulit penegakan hukumnya, dalam hal ini masalah pencegahan
maupun pengadilan terhadap para pelaku kejahatan kemanusiaan (genosida).

15
Daftar Pustaka

Spalding, Frank. Genocide in Rwanda. New York: The Rosen Publishing


Group, Inc., 2009.
Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional 2. Jakarta: Sinar Grafika, 1997.
Wicaksono, Ditto. Keberlakuan Konvensi Genosida 1948 Terhadap Kasus
Genosida di Turki.
Ricobain. Pembantaian atau Genosida Terbesar dalam Sejarah.
Masrullail, Nimas. HUKUM INTERNASIONAL TENTANG GENOSIDA
DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAULIY. Surabaya 2017
Cassese, Antonio. Hak Asasi Manusia Yang Berubah. Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia. 2005.
McCain, John, dan Mark Slater. Karakter-Karakter Yang Menggugah Dunia.
Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. 2009.
Artikel Ifdhal Kasim, Pengadilan HAM dalam konteks nasional dan
internasional.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-V/2007 tanggal 11 Oktober
2018
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt50fc2162e60e3/kejahatan-genosida-
dalam-konteks-hukum-internasional , diakses 10 Oktober 2018.
http://ditto-w.blogspot.com/2008/11/, diakses 10 Oktober 2018.
Wikipedia. Statuta Roma. http://id.wikipedia.org/wiki/Statuta-Roma, diakses
10 Oktober 2018.
http:www.ricostrada.com/sejarah/pembantaian-atau genosida-terbesar-dalam-
sejarah, diakses 10 Oktober 2018.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Genosida, diakses 10 Oktober 2018.
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt50d6aab16b611/prosedur-
penuntutan-pelanggaran-ham-berat-di-masa-lalu, diakses 10 Oktober 2018.

16

Anda mungkin juga menyukai