Anda di halaman 1dari 5

A.

Pendahuluan
Salah satu definisi Islam secara bahasa (etimologis) adalah selamat. Islam adalah jalan hidup
yang menjaga dan memelihara manusia ada di jalan keselamatan dan menuju pada
keselamatan yang abadi. Di samping itu Islam juga bermakna tunduk patuh atau berserah
diri (al istislaam), damai (as silm) dan bersih (as saliim). Jadi Islam merupakan konsep bagi
manusia yang berserah diri pada kehendak Pencipta yang bersifat damai dan bersih. Islam
sebuah konsep hidup yang tidak terikat pada ruang dan waktu, materi dan spiritual, sebab
dan akibat. Ia merupakan petunjuk (peta) bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya di
dunia. Dan Al Qur’an sebagai narasumber orisinil Islam memberikan penegasan ini dalam
beberapa ayat-ayat-Nya.
“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS. Al Maidah: 44)
“…sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dengan yang bathil)…” (QS. Al Baqarah: 185)
Islam sebagai konsep atau sistem hidup bersifat integratif dan komrehensif (sempurna), Ia
mengintegrasikan semua aspek kehidupan manusia di dunia, baik dalam kehidupan pribadi
maupun interaksi kolektif. Ia juga meliputi semua sisi detil kehidupan (komprehensif),
sehingga mencerminkan kelengkapan dan kesempurnaan Islam sebagai sebuah sistem atau
konsep hidup. Imam Syahid Hasan Al Banna dengan sangat jelas menerangkan posisi Islam
bagi kehidupan dalam karya besarnya Majma’atu Rasail (Risalah Pergerakan).[1] Al Banna
menggambarkan bahwa Islam meliputi semua aspek kehidupan, dimana Islam adalah
negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan
keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan
kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran,
sebagaimana juga ia adalah akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang dan
tidak lebih.
Dalam pembahasan sistem ekonomi Islam ini, Islam ditempatkan sebagai semesta sistem
yang didalamnya terdapat subsistem-subsistem yang mengatur segala jenis aktivitas
manusia dalam kehidupannya. Salah satunya adalah sistem ekonomi sebagai anggota sistem
dalam semesta sistem hidup Islam.
Dalam falsafah keilmuan Islam, dapat digambarkan posisi ekonomi Islam berada dalam
ruang lingkup pembahasan ilmu syariah. Aktivitas ekonomi diklasifikasikan dalam
pembahasan muammalah jika dirujuk dalam bahasan keilmuan Islam. Dan dalam
pembahasan fikih muammalah biasanya lebih pada pembahasan kaidah-kaidah atau prinsip-
prinsip umum bermuammalah yang diatur oleh nilai dan aturan Islam. Imam Al Ghazali[2]
menyebutkan bahwa tujuan dari Syariah adalah meningkatkan kesejahteraan (welfare)
seluruh manusia, melalui perlindungan agama (dien), diri manusia (nafs), akal (aql),
keturunan (nasl) dan harta (maal). Definisi Al Ghazali ini sangat jelas menggambarkan fungsi
sistem ekonomi yang mengambil syariah sebagai paradigmanya, dan tentu saja lebih
menjelaskan hirarki keilmuan ekonomi Islam berkaitan dengan inti idiologi Islam.
Karakteristik keilmiahan ilmu ekonomi Islam dengan demikian tidak dapat dipisahkan
dengan nuansa spiritual idiologi Islam. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya
yang menjadi ayat pertama yang diturunkan ke dunia.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS. Al Alaq: 1)
Dalam ayat di atas Allah SWT secara implisit menegaskan bagaimana aktivitas penggalian
ilmu tidak boleh terlepas dari nilai-nilai ilahiyah. Sehingga pengkajian ilmu bukan hanya
bertujuan melakukan transfer ilmu (knowledge) tapi juga ada transfer nilai moral (value). Di
samping itu sebenarnya ilmu yang benar sepatutnya memang tak memisahkan pengetahuan
dengan nilai moral. Dalam ilmu sebaiknya mengandung dua unsur penting tersebut,
sehingga tak ada ilmu yang dapat disebut ilmu yang bebas nilai.
Dan inilah yang menjadi karakter ilmu ekonomi Islam. Ekonomi Islam bahkan menempatkan
nilai moral (akidah dan akhlak) sebagai asumsi dasar utama dari ilmu dan sistem ekonomi
yang dibangun. Efektifitas dan optimalisasi sistem ekonomi Islam ini sangat ditentukan oleh
tingkat nilai moral Islam yang ada pada pelaku-pelaku ekonomi.
Sinergi keilmiahan dan spiritualitas inilah yang ingin ditampilkan dalam penjelasan buku ini.
Namun ketentuan-ketentuan baku yang merupakan aturan dan prinsip fikih muammalah
tidak secara detil dibahas dalam buku ini. Pembahasan buku ini beranggapan bahwa
ketentuan tadi sudah menjadi asumsi dasar dari sistem ekonomi Islam, sehingga
pembahasannya lebih didominasi pada penjelasan mekanisme ekonomi dalam sebuah
sistem.
Dengan kata lain, pembahasan buku ini lebih memfokuskan pada rangkaian aktivitas dalam
sebuah sistem ekonomi dengan menggunakan aturan dan prinsip-prinsip Islam. Sehingga
tentu saja pembahasan buku ini berasumsi bahwa aturan dan prinsip tadi telah dengan baik
mendefinisikan dan menyediakan segala instrumen, institusi, regulasi segala hal yang
berkaitan dengan sistem ekonomi Islam, untuk kemudian dirangkai dalam sebuah sistem
yang berguna bagi manusia untuk menjalankan aktivitas ekonomi mereka.
B. Islam Sebagai Konsep Hidup dan Kehidupan
Islam sebagai konsep atau sistem hidup tidak hanya menjanjikan sebuah keteraturan,
keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan, tapi juga memiliki konsekwensi-konsekwensi
bagi manusia yang meyakininya. Konsekwensi-konsekwensi ini dapat berupa aturan yang
harus dipatuhi atau bisa juga berupa tindakan-tindakan yang sepatutnya dilakukan oleh
penganutnya.
Sebagai seorang individu manusia memiliki berbagai kefitrahan yang sangat kompleks,
memiliki bermacam variasi kecenderungan, dan melekat padanya kelebihan serta
kelemahan yang dapat menjadi keuntungan dan hambatan bagi manusia dalam mengarungi
kehidupan. Karakteristik manusia itulah yang membutuhkan sebuah sistem yang sesuai
dengan segala kefitrahan yang ada pada dirinya. Dan Islam memiliki jawaban untuk
melakukan tugas itu. Islam tidak hanya memberikan arahan, aturan atau ketentuan bagi
manusia sebagai individu, tapi Islam juga merangkai setiap individu dengan individu yang
lain dalam sebuah sistem yang begitu harmoni dan indah.
Jadi Islam tidak hanya berfungsi untuk kesejahteraan hidup manusia tapi juga untuk
kesejahteraan kehidupan mereka (interaksi antara manusia dengan manusia, antara
manusia dengan alam dan antara manusia dengan Penciptanya).
Manusia sebagai subjek dan objek dalam sistem hidup Islam, menjadi fokus pertama dan
utama. Karena manusia bukan hanya menjadi objek yang diatur tapi juga merupakan faktor
yang menentukan berjalannya sistem dan kekokohan sistem serta pengembangan sistem
kedepan. Islam yang mengatur hidup manusia sebagai seorang individu tercermin dalam
konsep iman, konsep ikhlas dan konsep ihsan.
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam sistem kerugian. Kecuali mereka yang
beriman, dan beramal shaleh. Dan saling menasehati dalam kebenaran, dan saling
menasehati dalam kesabaran.” (QS. Al Ashr: 1-3)
Islam mengatur interaksi antar manusia yang bersifat kolektif, tercermin dalam konsep
khilafah (kepemimpinan), konsep tawsiyyah (saling menasehati), konsep ukhuwwah (tali
persaudaraan) dan konsep amal shaleh (tolong menolong). Prasyarat interaksi digambarkan
dengan lugas oleh Allah SWT dalam surat Al Ashr ayat satu sampai tiga. Diterangkan secara
garis besar dalam ayat tersebut bahwa manusia tidak akan berada dalam sistem kerugian
sepanjang manusia berinteraksi secara kolektif berdasarkan keimanan individu yang
diimplementasikan dalam aktivitas amal shaleh dan saling menasehati.
Hal ini juga kemudian semakin dikokohkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang lain, yaitu
surat Ali Imran ayat 103.
“Berpegang teguhlah kamu semua pada tali Allah bersama-sama dan janganlah kamu semua
bercerai-berai. Ingatlah kamu semua akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu saling
bermusuhan lalu Allah mempertautkan hatimu dengan kasih saying. Maka dengan nikmat
Allah, menjadilah kamu semua bersaudara”. (QS. Ali Imran: 103)
C. Harmoni Antara Konsep Hidup dan Kefitrahan Manusia
Allah SWT sebagai Pembuat konsep hidup juga merupakan Pencipta makhluk yang bernama
manusia. Kesamaan sumber pencipta dari dua entitas ini tentu secara logika disimpulkan
bahwa keduanya, konsep hidup dan manusia, memiliki kecenderungan (kefitrahan) dan
karakteristik yang sama. Apalagi bahwa memang Allah SWT menciptakan konsep hidup
Islam spesial untuk manusia, yang berarti keduanya memiliki hubungan fungsi yang sangat
erat. Penegasan Allah SWT ini ada dalam firman-Nya di bawah ini.
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al Maidah: 3)
Penciptaan konsep hidup Islam yang memang Allah SWT khususkan buat manusia tentu
sudah begitu sesuai dengan kecenderungan dan karakteristik manusia, sebab Allah jualah
yang menciptakan manusia dengan segala variasi kecenderungan sifat, sikap, kecerdasan
dan emosi berikut karakteristik fisik lainnya. Dengan demikian aturan hidup yang disediakan
oleh Allah SWT telah mengakomodasi kefitrahan manusia. Kefitrahan disini dapat di artikan
sebagai tabiat manusia dengan segenap unsur yang melekat padanya; keutamaan,
kekurangan dan juga unsur-unsur yang saling bertentangan semisal baik dan buruk, cinta
dan benci, cemas dan harap, individu dan kolektif, setia dan khianat, positif dan negatif[3].
Konsep hidup yang kemudian secara spesifik memiliki aturan-aturan yang khas pada semua
aspek kehidupan, ekonomi, hukum, politik dan social-budaya, tentu saja
mempertimbangkan dan mengerti betul apa yang menjadi fitrah manusia. Dengan demikian
konsep hidup Islam sudah menjadi konsep hidup yang dapat dikatakan sempurna. Islam
lengkap mengatur semua aktivitas manusia dengan mempertimbangkan kelebihan dan
kekurangan manusia.
Sementara itu Allah SWT melihat dan menilai interaksi manusia di dunia menggunakan
konsep hidup yang memang sudah Allah ridhai (Al Maidah : 3) mempertimbangkan juga
kemampuan manusia tersebut. Jadi kesuksesan manusia di dunia yang akan terlihat dalam
kehidupan akhirat juga bergantung pada kemampuan masing-masing manusia.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakan…” (QS. Al Baqarah : 286)
D. Ekonomi Islam Sebagai Rangkaian Sistem Kehidupan
Keberadaan sistem ekonomi Islam berawal dari definisi atau pemahaman bahwa Islam
merupakan sistem hidup yang mengatur semua sisi kehidupan, yang menjanjikan
keselamatan dunia dan akherat bagi para penganutnya. Islam pada hakekatnya juga
merupakan panduan pokok bagi manusia untuk hidup dan kehidupannya, baik itu aktivitas
ekonomi, politik, hukum maupun sosial budaya. Pemahaman bahwa kehidupan dunia
hanyalah sementara menjadikan kebaikan atau kesejahteraan di akherat sebagai tujuan
utama dari hidup manusia. Dan Islamlah yang diyakini sebagai “peta” menuju tujuan utama
itu.
Sebagai peta Islam memiliki kaidah-kaidah, prinsip-prinsip atau bahkan aturan-aturan
spesifik dalam pengaturan detil hidup dan kehidupan manusia. Islam mengatur hidup
manusia dengan kefitrahannya sebagai individu (hamba Allah SWT) dan menjaga
keharmonian interaksinya dengan individu lain (sosial kemasyarakatan).
Dalam aktivitas kehidupan manusia, beberapa aspek aktivitas tersebut memiliki sistemnya
sendiri-sendiri, misalnya aspek ekonomi, hukum, politik dan sosial budaya. Dan Islam yang
diyakini sebagai sistem yang terpadu (integrative) dan menyeluruh (comprehensive) tentu
memiliki formulasinya sendiri dalam aspek-aspek tersebut. Sistem ekonomi Islam, sistem
hukum Islam, sistem politik Islam dan sistem social budaya Islam merupakan bentuk sistem
yang spesifik dari konsep Islam sebagai sistem kehidupan.
E. Kesimpulan
Islam merupakan sistem yang sempurna dan lengkap, meliputi semua sisi kehidupan, untuk
semua masalah dan pada semua kondisi di setiap tempat dan zaman. Islam adalah sistem
hidup dan kehidupan, yang integratif dan komprehensif. Ekonomi merupakan salah satu
himpunan sistem dalam semesta sistem Islam. Ekonomi Islam menjaga dan memelihara
kefitrahan manusia dan alam sekitar. Ekonomi Islam memelihara ruhiyah maknawiyah
begitu juga ukhuwwah ijtima’iyah. Oleh sebab itu, menggunakan Islam dalam menjawab
permasalahan ekonomi akan memberikan hasil yang lebih komprehensif. Islam memberikan
tuntunan pribadi, interaksi dan sistem, prinsip-prinsip aplikasi, ruang untuk membangun
perekonomian dengan segala instrumen kebijakan, institusi dan aspek hukum
pengembangan, pengendalian dan pengawasan. Namun perlu dipahami bahwa kualitas dan
intensitas serta kemanfaatan sistem ini sangat tergantung pada manusia yang
mengembangkan, mengendalikan dan mengawasi berfungsinya sistem perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai