Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR HIDUP MANUSIA, TEKNIK DAN TAHAPAN

KONSELING KOGNITIF BEHAVIOR

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan Teknik Konseling Kognitif-Behavior

Dosen Pengampu, Siti Rahmi, S.Sos.I.,M.Pd

Oleh:

WINDIARSI

18.406060.77

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT semata,  yang telah
melimpahkan karuniaNya, inayahNya, dan hidayahNya sehingga terselesaikannya makalah
konsep dasar manusia dan teknik konseling kognitif behavior ini. Makalah ini disusun untuk
melengkapi dan memenuhi tugas Pendekatan Teknik Konseling Kognitif Behavior di jurasan
Bimbingan dan Konseling FKIB Universitas Borneo.

Adapun isi dari makalah ini kami buat berdasarkan data yang diperoleh dari buku dan
sumber jurnal. Kami menyadari bahwa terselesaianya penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan beberapa pihak, baik berupa bimbingan, dukungan, material, maupun spiritual. Dengan
selesainya makalah ini kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang sedang mempelajari tentang makalah ini.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca dan tim penilai khususnya sangat
kami harapkan demi perbaikan makalah ini.

Tarakan, 18 maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................
C. TUJUAN....................................................................................................................

BAB II KAJIAN TEORI

A. KONSEP DASAR HIDUP MANUSIA COGNITVE-BEHAVIOR.........................


B. PERBEDAAN KONSEP DASAR HIDUP MANUSIA COGNITIVE-BEHAVIOR
....................................................................................................................................
C. TEKNIK-TEKNIK KONSELING KOGNITIF.........................................................
D. TAHAP-TAHAP KONSELING KOGNITIF............................................................
E. TEKNIK-TEKNIK KONSELING BEHAVIOR.......................................................
F. TAHAP-TAHAP KONSELING BEHAVIOR..........................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial, dengan kata lain tidak bias hidup dengan sendirinya dan
memerlukan bantuan orang lain, entah itu secara sengaja maupun tidak. Bantuanbantuan yang
diberikan itu diharapkan akan meringankan beban pihak yang membutuhkan bantuan. Akan
tetapi semakin berkembangnya zaman dan teknologi masyarakat malah semakin individual,
mereka akan lebih mementingkan dirinya dan hal-hal yang menguntungkan dirinya saja, bahkan
dalam hal tolong menolong saat ini pun sudah pilihpilih siapa yang mau ditolong, apakah dia
nanti memberikan keuntungan atau tidak. Kejadian seperti itu tidak hanya dialami masyarakat
dewasa dan masyarakat yang ada diperkotaan saja, akan tetapi sudah menjalar pada para remaja
sekolah baik yang ada dipedesaan maupun diperkotaan, rasa ikhlas dalam membantu (altruisme)
sesama sudah semakin berkurang.

Altruisme diartikan sebagai aktifitas menolong orang lain, yang dikelompokkan kedalam
prilaku pro sosial. Dikatakan prilaku pro sosial karena memiliki dampak positif terhadap orang
lain atau masyarakat luas.1 Sikap altruisme itu sendiri adalah salah satu dasar dalam
penbentukan kepribadian bagi anak, terutama pada masa remaja karena dimasa remajalah proses
pembentukan diri dimulai, karena masa remaja ini sangat rentan dan harus mendapatkan
pendidikan dan pengawasan yang lebih dari berbagai pihak.

Cognitive behavioural therapy (CBT) merupakan pendekatan terapi pertama yang berpusat
pada proses berfikir dan kaitannya dengan keadaan emosi, prilaku, dan psikologi. CBT berpusat
pada ide bahwa orang tertentu mampu mengubah kognisi mereka, dan karenanya mengubah
dampak pemikiran pada kesejahteraan emosi mereka.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar hidup manusia dalam konseling kognitif behavior ?
2. Bagaimana perbedaan konsep dara hidup manusia dalam konseling kognitif behavior?
3. Bagaimana tekinik teknik konseling kognitif ?
4. Apa saja tahap tahap konseling kognitif?
5. Bagaimana teknik-teknik konsling behavior ?
6. Bagaiman tahap-tahao konsling behavior?

C. TUJUAN

Agar megetahui apa itu konsep dasar hidup manusia dalam konseling kognitf-behavior dan
apa perbedaanya. Dan agar mengetahui apa saja teknik dan tahapan dalam masing-masing
konseling kognitif dan behavior.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. KONSEP DASAR HIDUP MANUSIA COGNITIVE-BEHAVIOR

Pendekatan kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengan nama cognitive-
behavioral therapy, menjadi suatu praktek yang terkenal dalam psikologi konseling. Sebagai
contoh lebih dari setengah fakultas dan praktisi di dunia berdasarkan survey mendapatkan
pengaruh besar dari pendekatan kognitif dan behavioral, disamping itu mereka juga menjadikan
pendekatan ini sebagai pendekatan yang mereka gunakan pertama atau kedua dalam orientasi
pendekatan mereka.

Konseling kognitif adalah konseling yang berfokus pada wawasan yang menekankan
pengakuan dan mengubah pikiran negatif dan keyakinan maladaptif. Inti dari Konseling kognitif
kognitif didasarkan pada alasan teoritis bahwa cara manusia merasa dan berperilaku ditentukan
oleh bagaimana mereka memandang dan menstruktur pengalaman mereka (Corey, 2009).
Menurut Weishaar (dalam Corey, 2009) asumsi teoritis konseling kognitif adalah 1) bahwa
komunikasi internal manusia dapat diakses oleh introspeksi, 2) bahwa kepercayaan konseli
memiliki makna yang sangat pribadi, dan 3) bahwa makna ini dapat ditemukan oleh konseli
daripada yang diajarkan atau ditafsirkan oleh konseli. DeRubeis & Beck (dalam Corey, 2009)
menyatakan bahwa teori dasar konseling kognitif adalah untuk memahami hakikat dari peristiwa
emosional atau gangguan perilaku adalah mutlak untuk fokus pada isi kognitif dari reaksi
individu. Tujuannya adalah untuk mengubah cara konseli berpikir dengan menggunakan pikiran-
pikiran otomatis mereka untuk mencapai skema inti dan mulai memperkenalkan gagasan
restrukturisasi skema. Hal ini dilakukan dengan mendorong konseli untuk mengumpulkan dan
mempertimbangkan bukti untuk mendukung keyakinan mereka.

 Pendekatan Behavioral muncul berasal dari B.F Skinner dengan teori kondisi pengoperan.
Kemudian pendekatan behavioral ini menjadi pendekatan yang populer pada masa 1960an. Pada
tahun 1970an pendekatan behavioral mendapatkan pengaruh dari teori kognitif. Bandura
merupakan salah seorang yang pertama kali menggunakan konsep pendekatan Kognitif-
Behavioral.Pendekatan Kognitif-Behavioral memiliki pandangan bahwa seorang individu
memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif). Berdasarkan hal tersebut,
terapi Kognitif-Behavioral menekankan bahwa perubahan tingkah laku dapat terjadi jika seorang
individu mengalami perubahan dalam masalah kognitif. Terapi dalam pendekatan Kognitif-
Behavioral merupakan gabungan dari terapi yang ada pada pendekatan Kognitif dan pendekatan
Behavioral.

Faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan atau kesalahan kognitiv, termasuk


didalamnya faktor biologis dan kecenderungan genetik, pengalaman disepanjang hayat hidup,
dan akumulasi pengetahuan dan belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Beck, (1990:23)
gangguan kognitiv atau kesalahan keyakinan diduga terbentuk sebagai hasil dari interaksi antara
kecenderungan genetik (bawaan) individu dengan pengaruh negative dari orang lalin dan
berbagai peristiwa traumatik. Gangguan kognisi tersebut mulai terbentuk dari mulai masa kanak-
kanak dan dirfleksikan dalam kenyataan fundamental orang dewasa. Jika anak telah mengalami
gangguan kognitiv mereka akan rentan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan
peristiwa hidup.

Manusia yang sehat secara psikologis adalah mereka yang sadar tentang kognisinya. Mereka
dapat menguji hipotesis secara sistematis, dan jika mereka menemukan asumsi-asumsi yang
tidak tepat, mereka dapat segera menggantinya dengan keyakinan yang lebih fungsional yang
mengarahkan pada pembentukan emosi dan perilaku yang lebih positive.

B. PERBEDAAN KONSEP DASAR MANUSIA COGNITIVE-BEHAVIOR

Menurut aliran kognitif

1. Manusia dilahirkan dengan suatu potensi untuk berpikir secara lurus dan rasional serta
berpikir tidak rasional. Hakikat yang ditentukan disini adalah keupayaan otak manusia
untuk memikirkan hal-hal yang buruk, yang benar dan yang salah, yang sesuai dan yang
tidak sesuai, yang indah dan yang jelek.
2. Manusia mempunyai kecenderungan untuk memelihara dirinya, mencapai kebahagiaan,
berpikir dan menyampaikan buah pikirannya, berkomunikasi dengan orang lain serta
berkembang menuju kesempurnaan diri.
3. Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk memusnahkan atau mencelakakan
dirinya, mengelakkan dari berpikir, mengulang kisealahn, mempercayai hal-hal yang
gaib, bersifat tidak saba, menyalahkan diri sendiri dan mengelah untuk berkembang
mencapai kesempurnaan diri.
Sedangkan menurut aliran behavior, Behavioral  memandang bahwa manusia merupakan mahluk
reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai
kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini
menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.

C. TEKNIK TEKNIK KONSELING COGNITIVE


1. Teknik Self-Talk

Seligman dan Reichenberg (2013) mendeskripsikan self-talk sebagai pep talk (pembicaraan
yang dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian atau antusiasme) positif yang diberikan
seseorang kepada dirinya sendiri setiap hari. Ketika menggunakan self-talk, seseorang berulang-
ulang menyebutkan sebuah frasa suportif yang sangat membantu ketika dihadapkan pada suatu
masalah. Self-talk adalah sebuah teknik yang berasal dari rational-emotive behavior therapy
(REBT) dan pendekatan-pendekatan prilaku kognitif lainnya.

Seseorang dapat menggunakan dua macam self-talk, positif dan negative. Self-talk seseorang
dapat dipengearuhi oleh apa yang dikatakan prang lain (misalnya orangtua, guru, teman sebaya )
tentang dirinya. Self-talk positif, adalah tipe yang ingin diajarkan kepada kliennya agar dapat
digunakannya. Jika orang menggunakan sefl-talk positif, mereka sangat termotivasi untuk
mencapai tujuan mereka. Self-talk negative sering kali bersifat self-defeating dan mencegah klien
untuk membaik atau sukses. Tipe self-talk ini didominasi oleh pesimisme dan kecemasan.

2. Teknik Tought Stopping

Thought stopping merujuk pada sekelompok prosedur yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan sesorang untuk memblokir secara kognitif serangkaian tanggapan. Tought Stopping
melatih klien untuk menyingkirkan seawal mungkin, setiap pikiran yang tidak diinginkan,
biasanya dengan menyerukkan perintah “berhenti “ untuk menginterupsi pikiran yang tidak
diinginkan.

Pada sebagian klien perintah “ berhenti” tidak cukup untuk menekan pikiran yang tidak
diinginkan.dalam kasus ini, metode interupsi lain yang lebih kuat dapat digunakan. Klien dapat
memakai karet gelang dipergelangan tangannya dan menjepretkannya ketikan pikiran yang tidak
diinginkan muncul. Klien juga dapat mencubit dirinya atau menekan ujung-ujung kukunya
ketelapak tangannya sendiri untuk menghentika pikiran negative. Disamping itu, menggunakan
perintah “berhenti” sambil menekan sebuah bel yang bunyinya keras ketika pikiran yang tidak
diinginkan muncul, juga dapat mendisrupsi pikiran negative dengan sukses.

Sebagian klien merasa terbantu dengan melakukan sesuatu yang sifatnya fisik untuk
memutus siklus pikiran, misalnya berdiri lalu duduk, berjalan memtuskan beberapa kali, atau
sekedar menyilangkan kakinya. Serupa dengan karet gelang dan cubitan, kegiatan fisik memutus
“pusaran” kognitif.

3. Teknik ABCDEF dan Teknik Rational-Emotive Imagery

Rational-emotive behavior therapy (REBT) (terapi prilaku rasional-emotif) diciptakan oleh


Albert Ellis pada tahun 1995. Dalam REBT, konselor professional mengambil pendekatan
direktif dalam membantu klien, dan penanganya singkat. Konselor professional perlu tetap agak
terlepas dari klien agar memiliki pandangan objektif tentang keyakina-keyakinan irasional klien.
Dalam pendekatan ini, aliansi terapeutik diharapkan namun bukan aspek yang diperlukan dalam
penanganan. REBT memiliki tiga tujuan yakni :

1. Membantu klien mencapai insight tentang self-talk-nya sendiri


2. Membantu klien mengakses pikiran, perasaan, dan perilakunya
3. Melatih klien tentang prinsip-prinsip REBT sehingga mereka akan dapat berfungsi secara
lebih efektif dimasa mendatang tanpa banuan konselor professional.

Salah satu konsep inti REBT adalah model ABCDE. Memperluas model ABCDE dengan
menambah kan F. F merupakan singkatan untuk feeling (perasaan) baru yang dirasakan klien jika
mempertentangkan pada kenyataannya efektif. Activating event (A) (kejadian pengaktif) adalah
situasi yang memicu keyakinan klien, ini bisa saja kejadian yang memang terjadi atau
disimpulkan terjadi, internal atau eksternal atau mengacu pada masa lalu, masa kini atau masa
mendatang. Penting bagi konselor professional untuk memahami apay ang sebenarnya terjadi
selama peristiwa itu maupun presepsi klien tentang apa yang terjadi. Menurut REBT, ada dua
tipe keyakinan (believe (B)), rasional dan irasional.

Keyakinan sesorang mempengaruhi pikiran dan tindakannya. Keyakinan irasional realistis


dan dapat didukung oleh bukti-bukti. Keyakinan itu fleksibel dan logis, dan dapat membantu
klien meraih tujuan. Keyakinan irasional tidak realistis dan seringkali didasarkan pada
“absolutistic musts” (keharusan mutlak), keyakinan itu kaku dan tidak logis, dan tidak membantu
klien meraih tujuan. Untuk mengidentifikasi sistem keyakinan irasional klien, konselor
professional perlu memeriksa hal-hal yang diyakini klien sebagai sesuatu yang seharusnya, yang
harus, menyebalkan dan tidak dapat diterima, perasaan tidak berharga, dan overgeneralisasi.
Biasanya, keyakinan irasional seprang klien berkaitan dengan sikap merendahkan diri sendiri
atau menyalahkan atau mengutuk orang lain yang tidak mau menoleransi frustasi.

Konsekuensi (consequence (C)) seharusnya diases setelah A, tetapi sebelum B. C adaalah


respons emosional atau perilaku klien terhadap keyekinan yang dimiliki klien tentang kejadian
pengaktif. Biasanya, inilah yang awalnya mendorong klien untuk mencari konseling. Emosi-
emosi negative seperti kekhawatiran, kesedihan, penyesalan dan kesusahan adalah respons yang
sehat, sementara itu, kecemasan, depresi, rasa bersalah, dan merasa terluka adalah respons yang
tidak sehat. Setelah A, B dan C diidentifikasi dan diases, konselor professional memfasilitasi
sebuah penentangan (dispute (D)) terhadap keyakinan irasional klien “dengan menanyakan
pertanyaan –pertanyaan yang mendorong orang tersebut untuk mempertanyakan keempirikan,
kelogisan, dan kepragmatisan status “keyakinan irasional”. Ada tiga langkah untuk D : debating
(memperdebatkan), discriminating (memperbedakan), dan defniting (mendefinisikan). Konselor
professional memperdebatkan sistem keyakinan klien disepitar A, membantu klien membedakan
antara reaksi rasional dan irasional, dan membantu klien mendefinisikan pernyataan-pernyataan
secara lebih rasional. D dapat dicapai melalui teknik kognitif , emotif dan perlakuan (behavioral).

4. Teknik Journaling

Menulis jurnal ( catatan harian ) memungkinkan klien untuk mengungkapkan dan


mengeksternalisasikan pikiran, perasaan, dan kebutuhannya, ekspresi-ekspresi biasanya disimpan
untuk ranah internal pribadi. Konselor yang menggunakan teknik journaling pada umumnya
meminta klien untuk membuat entri-entri jurnal diantara sesi-sesi, kadang-kadang secara harian,
dan berbagi refleksi-refleksi itu selama sesi berikutnya. Klien sering dapat menuliskan tentang
apa pu yang diinginkannya, pada saat yang lain konselor professional mungkin menetapkan isi
tpoik tertentu untuk meningkatlan focus pada tujuan klien.
Kerner dan Fitzpatrick (2007) mendeskripsikan dua tipe penulisan terapeutik : afeltif/emoisonal
dan kognitif/konstuktivis. Journaling afektif/emosional memungkinakan klien untuk menuliskan
ide-ide yang mengalir bebas dengan tujuan ekspresi dan pelepasan emosional. Proses ini sering
kali membantu klien mengakses, mengeksternalisasikan, dan meregulasi emosinya. Journaling
kognitif/konstruktivis adalah pendekatan menulis yang lebih terstruktur yang memfokuskan pada
kognisi klien dan menciptakan makna. Seringkali dengan tujuan meningkatkan insight dan
reframing. Tidak mengejutkan, journaling afektif/emosional lebih dekat dengan pendekatan-
pendekatan humanistic-fenomenologis, dan journaling kognitif/konstruktifis lebih dekat dengan
penedekatan-pendekatan konseling kognitif prilau.

Implementasi teknik journaling dapat mulau dari tugas menulis mengalirbebas nondirektif sanpai
lembar kerja terstruktur, tetapi elemen kritis di semua praktik journaling adalah menyesuaiakan
metodenya dengan kebutuhan klien. Tersedia banyak variasi teknik journaling, termasuk
pengungkapan melalui media lain (misalnya, lukisan, tarian, dan music). Tulisan terapeutik
dikategorikan dalan enam kategori (1) tulisan terprogram, (2) buku harian pekerjaan rumah (3)
catatan harian,(4) autobiografi/memoir (5) bercerita dan (6) puisi.

5. Teknik Stress Inoculation Trainning (SIT)

SIT didasarkan pada pandangan transaksional tentang stress yang menyatakan bahwa stress
terjadi bilamana tuntutan yang dipresepsi dan sebuah situasi melalui kemampuan yang dipresepsi
untuk memnuhi tuntutan itu. Stress oleh karenanya didefinisikan sebagai hubungan antara orang
lain dan lingkungan dimana orang itu melihat tuntuan-tuntutan yang dihadapinya saat ini
melampaui sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhinya. SIT mencoba memperkuat
keterampilan coping klien dan meningkatkan keyakinan klien akan kemampuan coping-nya,
sehingga memungkinkannya untuk mengatasi streso-stresor kehidupannya secara lebih efektif.
SIT memiliki beberapa tujuan. Pertama, klien belalajr untuk melihat stresnya sebagai reaksi
adaptif yang normal. Klien juga menemukan perjalanan gangguannya, sifat transaksional
stresnya, dan perannya sendiri dalam mempertahankan tingkat stresnya. Disamping itu, klien
belajar untuk mengelola stresnya dengan mengubah konseptualisasinya tentang itu dan dengan
memahami perbedaan antara aspek-aspek yang dapat dan tidak dapat diubah dari situasi-situasi
yang penuh-tekanan. Terakhir, klien menguraikan stressor-stresor besar menjadi tujuan-tujuan
coping jangka pendek, jangka-menengah, jangka-panjang.
SIT dapat dilakuka dengan individu, pasangan, kelompok kecil,a atau kelompok besar.
Biasanya SIT terdiri atas 8 sampai 15 sesi plus booster atau sesi tindak-lanjut yang berlangsung
antara 3 sampai 12 bulan. SIT melibatkan tiga fase (1) konseptualisasi, (2) perolehan
keterampilan dan terlatih, (3) aplikaso dan penyelesaian.

D. TAHAP-TAHAP KONSELING COGNITVE


1. Asessmen dan Diagnosa awal

Dalam sesi ini, terapis (konselor) diharapkan mampu:

a. Melakukan asesmen, observasi, anamnese, dan analisis gejala, demi menegakkan


diagnosa awal mengenai gangguan yang terjadi.
b. Memberikan dukungan dan semangat kepada klien untuk melakukan perubahan .
c. Memperoleh komitmen dari klien untuk melakukan terapi dan pemecahan masalah
terhadap gangguan yang dialami .
d. Menjelaskan kepada klien formulasi masalah dan situasi kondisi yang dihadapi

2. Mencari emosi negatif, pikiran otomatis, dan keyakinan utama yang berhubungan dengan
gangguan

Dalam sesi ini, konselor diharapkan mampu :

a. Memberikan bukti bagaimana sistem keyakinan dan pikiran otomatis sangat erat
hubungannya dengan emosi dan tingkah laku, dengan cara menolak pikiran negatif secara
halus dan menawarkan pikiran positif sebagai alternatif untuk dibuktikan bersama.
b. Memperoleh komitmen klien untuk melakukan modifikasi secara menyeluruh, mulai dari
pikiran, perasaan sampai perbuatan, dari negatif menjadi positif Pada umumnya, dalam
sessi ini klien cukup dapat menerima penjelasan terapis dan tertarik untuk mencoba
bereksperimen dengan pikiran dan perasaannya.

Namun seringkali, mereka melaporkan kesulitan dalam menerapkan teknik-teknik modifikasi


pikiran dan perasaan, karena sistem keyakinan meeka sudah membentuk semacam rajutan yang
kokoh dalam ingatannya. Semakin negatif pikiran seseorang semakin gelap dan tebal pula
rajutan distorsi kognitifnya. Oleh karena itu, hipnoterapi sudah dapat dilkukan dalam sessi ini,
karena umumnya klien akan dapat langsung merasakan manfaat hipnoterapi segera setelah
menyelesaikan sessi ini, terutama terhadap perasaanya. Klien juga diberikan rekomendasi untuk
melakukan latihan di rumah, demi mencapai keterampilan “auto hypnose” yang diharapkan dapat
meningkatkan potensi keberhasilan terapi

3. Menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekwensi positif-konsekwensi


negatif kepada klien dan kepada “significant persosns”

Pada dasarnya terapis diharapkan mampu menerapkan prinsipprinsip teori belajar dengan
memberikan penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) secara kreatif kepada klien
dan keluarganya sbagai orang-orang yang signifikan dalam hidupnya. Terapis juga diharapkan
dapat memantapkan komitmen untuk merubah tingkah laku dan keinginan untuk merubah
situasi. Namun seringkali terjadi, istilah hukuman dan hadiah kurang dapat diteima klien,
terutama pada klien dewasa. Oleh karena itu terapis dapat menampilkan kreativitas dengan
memberikan istilah yang lebih sesuai, misalnya istilah konsekwensi positif dan negatif. Terapis
juga perlu memperjelas hubungan antara pikiran negatif yang menghasilkan konsekwensi
negatif, dan pikiran positif yang menghasilkan konsekwensi positif. Klien diajak membuat
komitmen tentang bagaimana ia dan terapis menerapkan konsekwensi positif dan negatif
terhadap kemajuan proses belajarnya. Keterlibatan “significant persons” untuk turut memberi
dan menerima konsekwensi yang telah disepakati akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
terapi. Penggunaan konsekwensi positif dan negatif ini pada tahap selanjutnya bahkan dianggap
sebagai faktor utama dalam kemampuan klien mengatasi relapse (kekambuhan)

4. Formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku lanjutan

Pada sessi ini, formulasi status yang dilakukan adalah lebih kepada kemajuan dan
perkembangan terapi. Terapis diharapkan dapat memberikan feed back atas hasil kemajuan dan
perkembangan terapi, mengingatkan fokus terapi, dan mengevaluasi pelaksanaan intervensi
tingkah laku dengan konsekwensi-konsekwensi yang telah disepakati. Beberapa perubahan
mungkin dilakukan untuk memberikan efek yang lebih maksimal. Dalam sessi ini, terapis
diharapkan mampu memberikan:

a. Dukungan dan semangat kepada kemajuan yang dicapai klien


b. Keyakinan untuk tetap fokus kepada masalah utama
5. Pencegahan Relapse

Pada sessi ini, diharapkan klien sudah memiliki pengalaman yang lebih mendalam tentang
Cognitive Behavior dan bagaimana manfaat langsung dari hipnoterapi, serta pentingnya
melakukan keterampilan “auto hypnose” untuk mencegah relapse (kembalinya gejala gangguan).
Pengetahuan umum tentang istilah relapse perlu diperjelas oleh terapis di awal sessi untuk
meyakinkan agar klien memahami artinya dan mampu memilih tindakan yang harus dilakukan.
Dalam sessi ini, terapis diharapkan mampu memperoleh:

a. Komitmen klien untuk melanjutkan terapi dalam sessi yang lebih jarang dan melakukan
metode “self help” secara berkesinambungan.
b. Komitmen klien untuk secara aktif membentuk pikiranperasaan-perbuatan positif dalam
setiap masalah yang dihadap

E. TEKNIK-TEKNIK KONSELING BEHAVIORAL

Teknik konseling behavioral terdiri atas dua jenis yaitu, teknik untuk meningkatkan tingkah laku
dan untuk menurunkan tinglah laku. Teknik untuk meningkatkan tingkah laku antara lain:

1. Penguatan positif (positive Reinforcment)

Adalah memberikan penguatan yang menyenangkan setelah tingkah laku yang diinginkan
ditampilkan yang bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan cenderung akan diulang,
meningkat dan menetap dimasa akan datang.

2. Kartu berharga (Token Economy)

Kartu berharga (yoken economy) merupakan teknik konseling behavior yang didasarkan pada
prinsip operant conditioning Skinner yang termasuk didalanya adalah penguatan. Token
economy adalah strategi menghindari pemberian reinforcement secara langsung, token
merupakan penghargaan yang dapat ditukar kemudian dengan berbagai barang yang diinginkan
konseli. Kartu berharga dapat diterapkan di berbagai seting dan populasi seperti dalam seting
individual, kelompok dan kelas, juga pada berbagai populasi mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa.
3. Pembentukan (Shaping)

Shaping adalah membentuk tingkah laku baru yang sebelumnya belum di tampilkan dengan
memberikan reinforcement secara sistematik dan langsung setiap kali tingkah laku ditampilkan.
Tingkah laku diubah secara bertahap dengan memperkuat unsur-unsur kecil tingkah laku baru
yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pada anak autistic
yang tungkah laku motoric, verbal, emosional dan sosial kurang adaptif. Konselor membetuk
tingkah laku yang kebih adaptif dengan memberi reinforcement primer mapun sekunder.

4. Pembentukkan kontrak (Contingency Cintracting)

Pembuatan kontrak adalah mengatur kondisi sehingga konseli menampilkan tingkah laku yang
diinginkan berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor.

5. Penokohan (Modeling)

Modeling berakar dari teori Albert Bandura dengan toeri belajar sosial. Modeling meru[akan
belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati,
menggeneralisie berbagain pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif. Terdapat beberapa
tipe modeling yaitu:, modeling tingkah laku baru yang dilakukan melalui observasi terhadap
model tingkah laku yang diterima secara sosial individu memperoleh tingkah laku baru.
Modeling mengubah tingkah laku lama yaitu dengan meniru tingkah laku model yang tidak
diterima sosial akan memperkuat/memperlemah tingkah laku terganung tingkah laku model itu
diganjar atau dihukum. Modeling simbolik yaitu model melalui film dan televise menyajikan
contoh tingkah laku, berpotensi sebagai sumber model tingkah lalku.

F. TAHAP-TAHAP KONSELING BEHAVIOR


1. Melakukan Asesmen (assessment).
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli pada saat ini.
Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikirankonseli.
2. Menetapkan Tujuan (goal setting).
Konselor dan konseli menentukan tujuan konseling sesuai dengan kesepakatan bersama
berdasarkan informasi yang telah disusun dan analisis. Burks dan Engelkes
mengemukakan bahwa fase goal setting disusun atas tiga langkah, yaitu: membantu
konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang diinginkan,
memperlihatkan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan
situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur, dan memecahkan tujuan
kedalam sub-tujuandan menyusun tujuan menjadi susunan yang berurutan.
3. Impementasi teknik.
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan strategi belajar
yang baik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan.
Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan
masalah yang dialami oleh konseli (tingkah laku excessive atau deficit). Dalam
implementasi teknik konselor membandingkan perubahan tingkah laku antara baseline
data dengan data intervensi.
4. Evaluasi dan Pengakhiran.
Evaluasi konseling perilaku merupakan proses yang berkesinambungan. Evaluasi dibuat
atas dasar apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli digunakan efektivitas konselor
dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Albert Ellis pada tahun 1995 mengembangkan REBT atau Rational Emotive Behavioral Therapy
yang merupakan salah satu dari terapi kognitif behavioral. REBT berorientasi kepada kesadaran dan
kelakuan sebagai itu juga tekanan yang berpikir, menilai, mengambil keputusan, analisa dan perilaku.
Penerimaan dasar REBT adalah bahwa orang membantu dalam masalah psikologis mereka sendiri, serta
sampai gejala spesifik, oleh cara mereka menerjemahkan peristiwa dan situasi yang dialami. REBT
didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi untuk berfikir rasional dan tidak
rasional. REBT mencoba menolong mereka menerima diri sendiri sebagai makhluk yang akan membuat
kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Edisi Kedelapan.
USA: Thomson Brooks Inc. Cole. (Jurnal pdf)
Corey, Gerald. 2001. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Edisi Keenam.
USA: Thomson Brooks Inc. Cole.(jurnal pdf)
Drewes, Athena A. 2009. Blending Play Therapy with Cogntive Behavioral Therapy. New
Jersey: John Wiley & Sons Inc.(jurnal pdf)
Abdul dayat, 2010, Teori Dan Teknik Pendekatan Konseling (Psikoanalisis, Terapi Terpusat
Pada Pribadi, Behavioral, Dan Terapi Rasional Emotif), (Banjarmasin: Lanting Media
Aksara Publishing House.

Erford, B. T. (40). Teknik yang harus diketahui setiap konselor. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai