Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH UKURAN LUBANG TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN

AWAL NYAMPLUNG (Callophyllum inophyllum) DI PESISIR BARAT


PULAU SELAYAR
(The influence of planting holes size to the initial growth of
nyamplung (Callophyllum inophyllum) in west coast of Selayar
Island)

Albert D. Mangopang1, C. Andriyani Prasetyawati1


1
Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16
Makassar, 90243, telp. (0411) 554049, fax. (0411) 554058
email : adonmangopang@rocketmail.com dan andriyani_pras@yahoo.co.id

ABSTRACT

The coastal area is vulnerable to ecological damage . Conservation of biological resources and
ecosystems are needed to minimize them . Nyamplung (Calophyllum inophyllum) have the
ability to restrain the rate of coastal erosion. This study was to determine the effect of planting
holes size on growth of nyamplung. Planting trials carried out in the western coastal area of the
island Selayar by making observations of demonstration plots at a spacing of 3x3 m , consists
of three planting hole size is 20x20x15 cm , 20x20x25 cm and 20x20x35 cm . Parameters
measured were the effect of the size of the planting holes to the high growth , the increase in
diameter and survival rate. The analysis showed that the treatment effect size of the planting
holes is not noticeable to the three parameters were observed . The best growth rate obtained
in the planting hole size 20x 20x35 cm with high growth and accretion 23.43 cm diameter 5.27
mm . Highest survival rates are 91.11 % was obtained on treatment of the planting hole size of
20x20x25 cm .

Keywords: coastal area , Nyamplung (Calophyllum inophyllum), planting hole, growth

ABSTRAK

Kawasan pesisir cukup rentan terhadap kerusakan ekologis. Konservasi sumberdaya hayati dan
ekosistem sangat diperlukan untuk meminimalisir kerusakan ekologis dan sebagai pelindung
dari ancaman abrasi dan erosi pantai. Nyamplung ( Calophyllum inophyllum) salah satu jenis
tumbuhan berkayu yang memiliki kemampuan dalam menahan laju abrasi pantai. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran lubang tanam terhadap pertumbuhan
nyamplung. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan uji coba penanaman nyamplung pada
daerah pesisir sebelah Barat Ppulau Selayar. Uji coba penanaman dilakukan dengan membuat
demplot pengamatan dengan jarak tanam 3 x 3 m, terdiri dari tiga ukuran lubang tanam yaitu
20 x 20 x 15 cm, 20 x 20 x 25 cm dan 20 x 20 x 35 cm. Analisis sidik ragam dilakukan untuk
mengetahui pengaruh ukuran lubang tanam terhadap pertumbuhan tinggi, pertambahan
diameter dan persen hidup tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan ukuran
lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter
dan persen hidup tanaman nyamplung. Meskipun demikian rerata pertumbuhan terbaik
diperoleh pada ukuran lubang tanam 20 x 20 x 35 dengan pertumbuhan tinggi 23,43 cm dan
pertambahan diameter 5,27 mm. Persen hidup tertinggi yaitu 91,11 % diperoleh pada
perlakuan ukuran lubang tanam 20 x 20 x 25 cm.
Kata kunci : Pesisir, Nyamplung (Calophyllum inophyllum), lubang tanam, pertumbuhan.

ABSTRACT

The coastal area is vulnerable to ecological damage . Conservation of biological resources and
ecosystems are needed to minimize them . Nyamplung (Calophyllum inophyllum) have the
ability to restrain the rate of coastal erosion. This study was to determine the effect of planting
holes size on growth of nyamplung. Planting trials carried out in the western coastal area of the
island Selayar by making observations of demonstration plots at a spacing of 3x3 m , consists
of three planting hole size is 20x20x15 cm , 20x20x25 cm and 20x20x35 cm . Parameters
measured were the effect of the size of the planting holes to the high growth , the increase in
diameter and survival rate. The analysis showed that the treatment effect size of the planting
holes is not noticeable to the three parameters were observed . The best growth rate obtained
in the planting hole size 20x 20x35 cm with high growth and accretion 23.43 cm diameter 5.27
mm . Highest survival rates are 91.11 % was obtained on treatment of the planting hole size of
20x20x25 cm .

Keywords: coastal area , Nyamplung (Calophyllum inophyllum), planting hole, growth

I. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulaun memiliki kawasan pesisir pantai yang


cukup luas karena memiliki garis pantai ± 95.181 km (Susanto, 2011). Ekosisitem
pesisir merupakan ekosistem yang unik karena tiga komponen planet bumi yaitu
hidrosfer, litosfer dan biosfer bertemu (Pallewatta dalam Rositasari et al., 2011).
Namun demikian beberapa dari kawasan pesisir tersebut berupa lahan lapang ( field
sites) yang hanya ditumbuhi oleh jenis tumbuhan semak dengan kondisi biofisik yang
kurang mendukung terhadap pertumbuhan vegetasi terutama tumbuhan berkayu.
Berbagai fungsi ekologis wilayah pesisir menyebabkan ekosistem pesisir menjadi suatu
sistem yang kompleks dan rentan terhadap perubahan (Drakel, 2009). Keberadaan
vegetasi pada kawasan pesisir pantai yang berbatasan langsung dengan laut sangat
penting. Kondisi tapak pada daerah pesisir yang labil dan ekstrim dapat diakibatkan
oleh gangguan seperti salinitas yang tinggi, hembusan angin kencang, evaporasi yang
tinggi, mobilitas tanah yang tinggi dan kandungan unsur hara yang rendah (Tuheteru
dan Mahfudz, 2012). Konservasi sumberdaya hayati dan ekosistem sangat diperlukan
untuk meminimalisir kerusakan ekologis dan sebagai pelindung dari ancaman abrasi
dan erosi pantai.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah introduksi jenis tanaman dengan
perakaran yang dalam, dapat beradaptasi dan tumbuh pada kawasan pesisir.
Introduksi jenis tanaman dengan perakaran yang dalam dan dapat beradaptas pada
kawasan pesisir merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi
kawasan pantai dari abrasi dan erosi. Namun demikian pertumbuhan vegetasi
terkadang mengalami hambatan. Salah satu hambatan untuk pertumbuhan vegetasi
daerah pesisir pantai adalah kondisi tapak dan karakteristik lahan yang berbatu dan
kebanyakan memiliki daya dukung yang rendah terhadap pertumbuhan tanaman.
Usaha tanaman dalam menyerap unsur hara terkendala karena sistem perakaran
tanaman mengalami hambatan mekanis, berupa fragmen bebatuan yang terdapat
pada lapisan permukaan tanah.
KUntuk mendukung keseimbangan ekosistem pesisir, tidak hanya dengan
didukung darimemperhatikan aspek ekologis tetapi juga kesejahteraan masyarakat
sekitar. Keberadaan 60 % (140 juta) masyarakat Indonesia yang hidup dan
menggantungkan hidupnya di sekitar pesisir pantai perlu juga mendapat perhatian
dengan memberi kesempatan duntuk memanfaatkan ekosistem pesisir dalam usaha
meningkatkan taraf hidup (Nurdin, 2010; Hanley et al., 2009). Pemilihan jenis
tanaman yang bernilai ekonomi akan lebih mudah menarik perhatian masyarakat untuk
turut berperan dalam memperbaiki dan memelihara ekosisitem pantai serta diperlukan
metode pengolahan lahan pesisir berbatu yang murah dan aplikatif. Jenis tumbuhan
berkayu dengan perakaran yang dalam memiliki kemampuan yang lebih besar dalam
menahan laju abrasi pantai.
Goltenboth et al., (2006) dalam Tuheteru dan Mahfudz (2012) menyatakan
bahwa tanaman yang sesuai untuk daerah pesisir pantai adalah jenis yang memilikii
kutikula (lapisan lilin) yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari hempasan air
garam serta dapat mengontrol evaporasi yang tinggi. Nyamplung ( Calophyllum
inophyllum) salah satu jenis tumbuhan berkayu yang memiliki kutikula, dapat tumbuh
dan mentolerir daerah pesisir. Menurut Prabakaran dan Britto (2012), pertumbuhan
terbaik nyamplung adalah pada tanah berpasir tetapi dapat juga mentolerir tanah liat,
tanah berkapur dan tanah berbatu di pesisir pantai. Nyamplung dapat mentolerir
kekeringan (kurang lebih 4 – 5 bulan), hembusan angin dan hempasan air garam.
Tempat tumbuh nyamplung biasanya di sekitar aliran sungai atau di daerah pantai
dan dapat tumbuh dengan baik sampai ketinggian 500 mdpl (Hadi, 2009). Berdasarkan
hal tersebut maka dilakukan uji coba penanaman nyamplung pada daerah pesisir
dengan kondisi lahan marginal berupa bebatuan yang tersebar dia atas lapisan
permukaan tanah.
II. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di pesisir barat Pulau Selayar di Kelurahan
Bontobangun Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar.
Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai bulan November 2011 sampai dengan
September 2012.
B. Bahan dan Alat
Bahan penelitian ini berupa bibit tanaman nyamplung dan label tanaman. Alat
yang digunakan berupa mistar, kaliper, linggis, cangkul, tally sheet dan alat
tulis menulis.
C. Metode penelitian
Uji coba penanaman dilakukan dengan membuat demplot pengamatan yang
terdiri dari 3 blok pengamatan. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 x 3 m
dengan tiga ukuran lubang tanam yaitu 20 x 20 x 15 cm, 20 x 20 x 25 cm dan
20 x 20 x 35 cm. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (Randomized Complete Block Design ) dengan
jumlah ulangan untuk masing-masing perlakuan adalah 15 tanaman. Variabel
yang diukur dan diamati adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter
dan persen tumbuh. Data hasil pengamatan dilakukan analisis sidik ragam Data
hasil pengamatan dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok ( Randomized
Complete Block Design) dengan jumlah ulangan untuk masing-masing
perlakuan adalah 15 kali. Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variasi ukuran lubang tanam terhadap pertumbuhan tinggi,
pertambahan diameter dan persen hidup tanaman. Jika hasil analisis tersebut
berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertuambuahan tinggi dan diameter


Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan ukuran lubang tanam terhadap
pertaumbauhan tinggi dan diameter tanaman nyamplung dapat dilihat tersaji pada
Ttabel 1.berikut:
Tabel 1. Sidik ragam pertaumbuahan tinggi C. inophyllum dengan 3 perlakuan
kedalaman lubang tanam
Table 1. Analysis of variance on height growth of C. inophyllum with 3 treatments of
hole planting depth

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Nilai F Sig.


keragaman bebas kuadrat (Sum tengah (F value)
(Source of (Degree of of squares) (Mean
variance) freedom) square)
Perlakuan 2 352,.330 176,.165 0,.847 0,.431 ns

(Treatment
)
Blok 2 2637,.807 1318,.904 6,.341 0,.002
(Block)
Error 114 23710,.682 207,.988
Total 118 26839,.173
Keterangan :ns= berbeda tidak nyata pada taraf 0.,05
Remark : ns = Not Significant at 0,.05 level

Rerata pertaumbuahan tinggi tanaman dapat dilihat tersaji pada Gambar 1. berikut :

25 23.43 Gambar (Figure) 1. Rerata


(average of height growth), cm

21
pertuambuahan
Rerata pertumbuhan tinggi

20 18.42
tinggi nyamplung
15 usia 9 bulan
dengan 3 ukuran
10 lubang tanam (
Figure 1. Height growth
5 average of C.
inophyllum at 9
0 months old with
20 x 20 x 15 20 x 20 x 25 20 x 20 x 35 3 hole planting
Ukuran lubang tanam sizes)
(Planting holes size)

Tabel 2. Sidik ragam pertuambuahan diameter C. inophyllum dengan 3 perlakuan


kedalaman lubang tanam
Table 2. Analysis of variance on diameter growth of C. inophyllum with 3 treatments
of hole planting depth

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Nilai F Sig.


keragaman bebas kuadrat (Sum tengah (F value)
(Source of (Degree of of squares) (Mean
variance) freedom) square)
Perlakuan 2 27,.913 13,.957 2,.597 0,.79 ns
(Treatment
)
Blok 2 135,.367 67,.683 12,.595 0,.00
(Block)
Error 114 612,.639 5,.374
Total 118 784.139
Keterangan :ns = berbeda tidak nyata pada taraf 0,.05
Remark : ns = not significant at 0,.05 level
Rerata pertaumbuahan diameter tanaman tersajidapat dilihat pada Gambar 2. berikut

Gambar (Figure) 2. Rerata


6 pertaumbuahan
(average of diameter growth), mm

5.27
diameter
Rerata pertumbuhan diameter

5 4.67
nyamplung usia 9
3.91
4 bulan dengan 3
ukuran lubang
3
tanam (
2 Figure 2. Diameter growth
average of C.
1 inophyllum at 9
0 months old with 3
20 x 20 x 15 20 x 20 x 25 20 x 20 x 35 hole planting sizes)
Ukuran Lubang Tanam
(Planting holes size)
Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan ukuran lubang tanam berpengaruh tidak nyata
terhadap pertaumbuahan tinggi dan diameter tanaman nyamplung, meskipun demikian
rerata pertumbuhan terbaik diperoleh pada ukuran lubang tanam 20 x 20 x 35 dengan
pertuambuahan tinggi 23,43 cm dan pertambahan diameter 5,27 mm. Menurut
Sudrajat dan Bramasto (2009), salah satu manipulasi lingkungan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah variasi ukuran lubang tanam, sesuai
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pertumbuhan jati
(Tectona grandis) semakin baik dengan bertambahnya ukuran lubang tanam.
Penelitian Tabari dan Saeidi (2008) yang dilakukan dengan menanam cCemara
(Cupressus sempervirens) di lahan marginal dataran rendah memberi hasil bahwa
kelangsungan hidup cemara yang di tanam pada kedalaman 40 cm lebih baik
dibanding kedalaman 20 cm. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vincent dan Davies
(2003) pada lahan terdegradasi dan terbuka bekas tebangan hutan alam dengan
ukuran kedalaman lubang tanam 12 x 18 cm dan 20 x 30 cm dengan jenis tanaman
Dryobalanops aromatica dan Shorea pavirfolia juga memberikan pengaruh yang tidak
nyata. (umurnya ada gak? Sama dengan umur tanaman kita gak? Kalo ada
dimasukkan biar lebih kuat, mungkin umur tanaman ada pengaruhnya) Hasil penelitian
yang juga memberikan pengaruh yang tidak nyata ditunjukkan pada penanaman jenis
Dryobalanops aromatica dan Shorea pavirfolia pada lahan terdegradasi dan terbuka
bekas tebangan hutan alam dengan ukuran kedalaman lubang tanam 12 x 18 cm dan
20 x 30 cm (Vincent dan Davies, 2003). Penelitian Surata (2009) juga menyatakan
bahwa ukuran lubang tanam berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi,
diameter dan persen hidup tanaman Eucalyptus camaldulensis Dehnh dan kesambi
(Schleichera oleosa ) karena pertumbuhan perakaran agak lambat sebagai akibat dari
kekurangan air yang agak lama (curah hujan selama 2-3 bulan dengan curah hujan
600-800 mm/tahun). Keadaan yang sama juga terjadi di Pantai Barat Selayar dimana
curah hujan sangat rendah pada bulan Juli sampai dengan September.
Kondisi tapak pada lokasi penelitian terdiri dari batuan pada bagian permukaan
sehingga solum tanah bercampur dengan pecahan batuan karang. Menurut Balai
Penelitian Tanah (2004), kelas sebaran batuan permukaan tanah dapat dibagi ke
dalam lima kelas kriteria. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebaran batuan
yang ada di permukaan tanah pada lokasi pengamatan dapat dikategorikan ke dalam
kelas 5 yaitu hampir keseluruhan permukaan tertutup oleh batu-batuan, sekitar 50-90
%, jarak antara batu-batu kecil kira-kira 1 cm, sedangkan antara batu-batu besar kira-
kira 3 cm atau hampir bersentuhan satu dengan yang lainnya (Gambar 4). Batuan
yang terdapat pada solum tanah dengan kedalaman 10-20 cm menyebabkan tanah
menjadi poros dengan pori makro yang cukup tinggi sehingga meningkatkan laju
infiltrasi dan berpeluang untuk menghanyutkan bahan organik ke lapisan tanah yang
lebih dalam (Yulnafatmawita et al., 2011).

Gambar (Figure) 4. Batuan permukaan pada lokasi penelitian (


Figure 4. Surface rock at research sites ……tolong dicek bhs inggrisnya kayakx
masih krg pas, tp aku ga th yang benar)

Pertumbuhan nyamplung lebih baik pada kedalaman 35 cm karena pada


kedalaman tersebut tekstur tanah lebih halus dan padat dibanding lapisan di atasnya.
Menurut Asdak (1995) dalam Supangat dan Putra (2010), tekstur tanah adalah salah
satu faktor yang mempengaruhi banyaksnya infiltrasi air yang masuk ke dalam tanah.
Tekstur tanah wilayah pantai barat pulau Selayar adalah tanah lempung liat berdebu
(silty clay loam/SiCL) dan bercampur dengan batuan karang yang tersebar
(Prasetyawati et al., 2012). Berdasarkan halus dan kasarnya tekstur tanah, lempung
berdebu adalah jenis tanah yang tergolong bertekstur sedang (Ritung et al., 2007).
Kemampuan tanah menangkap unsur-unsur hara akan menurun jika tekstur tanah
semakin kasar (Soepardi, 1983 dalam Safriati dan Mansur, 2013). Penelitian Hartati
(2008) mengenai distribusi hara tanah di bawah tegakan mangium ( Acacia mangium)
menunjukkan bahwa tekstur tanah lempung liat berdebu terletak pada bagian
permukaan (<30 cm) dan lempung berdebu (Silty Loam/SiL) terletak pada bagian
bawah (>30 cm) yang mempunyai volume tanah ( bulk density) lebih besar dibanding
lapisan di atasnya, hal ini mengindikasikan tanah tersebut lebih padat sehingga air dan
unsur hara mengendap di sekitar lapisan bawah tersebut.
B. Persen hidup
Analisis sidik ragam perlakuan ukuran lubang tanaman berpengaruh tidak nyata
terhadap persen hidup tanaman seperti yang tersaji pada Tabel 3. Rerata persen hidup
nyamplung tersaji pada Gambar 3. (Tabel 3.)

Tabel 3. Sidik ragam persen hidup C. inophyllum dengan 3 perlakuan kedalaman


lubang tanam
Table 3. Analysis of variance on survival rate of C. inophyllum with 3 treatments of
hole planting depth

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Nilai F Sig.


keragaman bebas kuadrat (Sum tengah (F value)
(Source of (Degree of of squares) (Mean
variance) freedom) square)
Perlakuan 2 39,.486 19,.743 0,.170 0,.849 ns

(Treatment
)
Blok 2 276,.405 138,.202 1,.191 0.,393
(Block)
Error 4 430.,074 107,.518
Total 8 4432.,641
Keterangan :ns = berbeda tidak nyata pada taraf 0,.05
Remark : ns = not significant at 0,.05 level
Rerata pertumbuhan diameter tanaman dapat dilihat pada Gambar 3. berikut :
Gambar (Figure) 3. Rerata
100 persen hidup
91.11 nyamplung usia 9
90 86.66 86.66
80
bulan dengan 3
ukuran lubang
(Survival rate), %

70
tanam(
Persen Hidup

60
Figure 3. Survival rate average
50
of C. inophyllum
40
at 9 months old
30
with 3 hole
20
planting sizes)
10
20 x 20 x 15 20 x 20 x 25 20 x 20 x 35
Perlakuan ukuran lubang
Ukuran Lubang Tanam
(Planting holes size) tanam berpengaruh tidak
nyata terhadap persen hidup
tanaman nyamplung. Persen hidup tertinggi yaitu 91,11 % diperoleh pada perlakuan
ukuran lubang tanam 20 x 20 x 25 cm (kedalaman 25 cm). Hal ini menunjukkan
bahwa pada kedalaman tersebut, nyamplung masih dapat tumbuh dan beradaptasi
dengan baik. Nyamplung dapat mentolerir lapisan tanah yang dangkal karena sistem
perakarannya yang menyebar pada lapisan tersebut (Friday dan Ogoshi, 2011). Jarak
tanam dapat berpengaruh terhadap tingkat persentase tumbuh tanaman. Uji coba
penanaman nyamplung dilakukan dengan jarak tanam 3 x 3 m sehingga dapat
diketahui jumlah tanaman yang ditanam adalah kurang lebih 1111 pohon/ha. Evans,
(1986) dalam Effendi, (2012) menyatakan bahwa persentase tumbuh tanaman dengan
jarak yang rapat 2 x 4 m (1250 pohon/ha) bisa lebih rendah berkisar 80%, semakin
lebar jarak tanam maka kerapatan semakin rendah yang dapat meningkatkan
persentase tumbuh tanaman.
Persen hidup nyamplung tergolong tinggi karena dapat mentolerir berbagai
jenis tanah seperti liat, berkapur maupun berbatu dan nyampulng tergolong tanaman
yang semi toleran namun cenderung lebih cocok jika mendapatkan matahari penuh
(Anandalakshmi, 2014). Adaptasi nyamplung dia daerah Selayar dapat dikatakan
cukup baik karena selain hidup di daerah pesisir pantai, tegakan nyamplung terdapat
juga di daerah perbukitan. Selain tumbuh di daerah tanah berawa dan dekat pantai,
nyamplung juga dapat tumbuh di daerah perbukitan dengan ketinggian 800 meter dari
permukaan laut (Martawijaya, 2005).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Perlakuan variasi ukuran lubang tanam berpengaruh tidak nyata
terhadap pertuambauhan tinggi, pertambahan diameter dan persen hidup
tanaman nyamplung. Pertaumbauhan tanaman terbaik diperoleh pada ukuran
lubang tanam 20 x 20 x 35 cm dengan nilai pertambahan tinggi 23 ,43 cm dan
pertambahan diameter 5,27 mm. Persen hidup terbaik yaitu 91,11 % diperoleh
pada perlakuan ukuran lubang tanam 20 x 20 x 25 cm.
B. Saran
Untuk meningkatkan pertaumbuahan tanaman nyamplung pada wilayah
pesisir dengan kondisi tapak berbatu dan solum tanah yang tipis, dapat
dilakukan dengan uji coba penambahan kompos. Kompos dapat diperoleh
dengan memanfaatkan limbah kotoran ternak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar


yang telah mendanai dan memfasilitasi kegiatan penelitian ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan kepada M. Syarif, Hajar dan Edi
Kurniawan sebagai teknisi yang telah membantu dalam proses pelaksanaan penelitian
serta Pak Upik dan Pak Amir yang telah banyak membantu di lapangan selama
kegiatan penelitian ini dilaksanakan. ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anandalakshmi, R. (2014). Cultivation Techniques Calophyllum inophyllum. Dalam C.


Buvaneswaran, V. Sivakumar, R. S. Prasanth, & N. K. Kumar, Transfer of Tree
Cultivation Technologies (hal. 33-35). Coimbatore: Institute of Forest Genetics and
Tree Breeding.

Balai Penelitian Tanah. (2004). Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Drakel, A. (2009). Pengelolaan Aspek Lingkungan Sumberdaya Pesisir Berbasis Sosial


Ekonomi Masyarakat. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan , II, (1), 19-27.

Efendi, R. (2012). Kajian Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman Nyawai ( Ficus variegata


Blume) di KHDTK Cikampek, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman , 9(2), 95-
104.

Friday, J. B., & Ogoshi, R. (2011). Farm and Forestry Production and Marketing Profile
for Tamanu (Calophyllum inophyllum). Holualoa: Permanent Agriculture Resources
(PAR).

Hanley, R., Mamonto, D., & Brodhead, J. (2009). Petunjuk Rehabilitasi Hutan Pantai
untuk Wilayah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Bangkok: FAO Regional Office for
Asia and the Pacific.

Hartati, W. (2008). Evaluasi Distribusi Hara Tanah dan Tegakan Mangium, Sengon dan
Leda Pada Akhir Daur Untuk Kelestarian Produksi Hutan Tanaman di UMR Gowa PT
INHUTANI I Unit II Makassar. Jurnal Hutan dan Masyarakat , III, (2) , 111-234.

Martawijaya, A., Iding, K., Kosasi, K., & Soewanda, A. P. (2005). Atlas Kayu Indonesia
Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen
Kehutanan.

Nurdin, N. (2010). Kajian Efektifitas Kebijakan Pada Kasus Destructive Fishing Menuju
Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Mayarakat Pada Pulau-pulau Kecil. Jurnal Bumi
Lestari , 10(2), 242-255.

Prabakaran, K., & Britto, S. J. (2012). Biology, Agroforestry and Medicinal Value of
Calophyllum inophyllum (Clusiacea) : A Review. International Journal of Natural
Products Research , I(2),24-33. http://urpjournals.com/tocjnls/21_12v1i2_3.pdf
Diakses tanggal 2 April 2014.

Prasetyawati, C. A., Wardani, B. W., Syarief, M., Hajar, & Kurniawan, E. (2010). Uji
Coba Penanaman pada Areal Terabrasi dan Pulau-pulau Kecil. Makassar: Balai
Penelitian Kehutanan Makassar. Laporan Hasil Penelitian Tidak Dipublikasikan.
Rositasari, R., Setiawan, W. B., Supriadi, I. H., Hasanuddin, & Prayuda, B. (2011).
Kajian dan Prediksi Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim : Studi Kasus di
Pesisir Cirebon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis , III, (1), 52-64.

Safriati, & Mansur, I. (2013). Respon Pertumbuhan Jabon Dari Sumber Benih Yang
Berbeda Pada Pemupukan Lahan Bekas Tambang Batubara di PT.Kaltim Prima Coal,
Sangatta Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika , 4 ,(1), 30-34.

Supangat, A. B., & Putra, P. B. (2010). Kajian Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tegakan
Jati (Tectona grandis) di Cepu, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam , VII, (2), 149-159.

Surata, I. K. (2009). Pengaruh Ukuran Lubang Tanam dan Kompos Kotoran Sapi Untuk
Penanaman Lahan Kritis di Daerah Savana di Pulau Sumba. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam , VI(2),147-157.

Susanto, H. A. (2011). Progres Pengembangan Sistem Kawasan Konservasi Perairan


Indonesia. Jakarta Pusat: International Development's Coral Triangle.

Tabari, M., & Saeidi, H. R. (2008). Restoration of Deforested Areas by Cypress Seedling
in Southern Coast of Caspian Sea (North Iran). Ekoloji , 17(67),60-64.

Tuheteru, F. D., & Mahfudz. (2012). Ekologi, Manfaat dan Rehabilitasi Hutan Pantai
Indonesia. Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Vincent, A., & Davies, S. J. (2003). Effect of Nutrient Addition, Mulching and Planting
Hole Size on Early Performance of Dryobalanops aromatica and Shorea parviola
Planted in Secondary Forest in Sarawak, Malaysia. Forest Ecology and Management ,
261-271.

Yulnafatmawita, Adrinal, & Hakim, A. F. (2011). Pencucian Bahan Organik Tanah Pada
Tiga Penggunaan Lahan di Daerah Hutan Hujan Tropis Super Basah Pinang-pinang
Gunung Gadut Padang. Jurnal Solum , VIII(1),34-42.

Anda mungkin juga menyukai