Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN


BERSIFAT FINAL

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
1. BOBY SOFIANTO (1961201073)
2. SATRIA INDRA P (1961201070)
3. LISA INDRIANI (1961201200)
4. AGUNG MULYANA (1961201233)

DOSEN PEMBIMBING :
MARLIZA ADE FITRI, SE, M.M

PRONGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah swt yang telah memberikan kita hidayah dan
rahmatnya agar dekat dengan dirinya dalam keadaan sehat. Shalawat serta salam kita
kirimkan kepada Muhammad saw dimana telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat sekarang ini .

Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Bersifat Final makalah ini kami mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak dan rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini. Tujuan kami membuat makalah ini agar dapat membantu pembaca khususnya bagi
yang belum mengetahui dan memahami sistem perpajakkan. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan bagi kami pada
khususnya. Disini kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini pada
umumnya masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu , kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca, kritik dan saran yang membangun tentunya akan lebih membantu
kami dalam pembuatan makalah sehingga makalah akan lebih sempurna.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Penulis

Bengkulu, 20 Oktober 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................
iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 5
C. Tujuan pembahasan....................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Bersifat Final Pasal 4 Ayat 2 UU Ppd..
............................................................................................................................
6
B.    Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI..
.............................................................................................................................
6
C.     Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya….................... 8
D.     Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi…...........................................................
9
E. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian................................................................
10
F. Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan..............................
12
G. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konst..............................................................
13
H. Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta berupa Tanah dan bangunan................
15
I. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh
koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.............................................. 18
J. Pajak penghasilan atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi
.............................................................................................................................. 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan….......................................................................................................... 21
B. Saran........................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu jenis penerimaan negara dari sektor pajak tersebut adalah pajak penghasilan
(PPh). Obyek pajak penghasilan adalah Penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis seseorang atau badan usaha yang diterima wajib pajak dalam negeri
atau wajib pajak luar negeri. Pajak penghasilan tersebut ada yang bersifat final dan ada yang
bersifat tidak final. Bersifat final artinya setelah penghasilan di pungut pajak penghasilannya
oleh pemberi kerja, baik penghasilan maupun pajak yang telah di pungut tidak lagi di
perhitungkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) namun tetap harus dilaporkan.
Penghasilan yang bersifat final tersebut dasar hukumnya ada dalam UU No. 16 tahun 2000
yang meliputi PPh pasal 28 ayat (9), UU No. 17 tahun 2000 yang meliputi PPh pasal 25 ayat
(9), PPh pasal 26 ayat (5) dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri Keuangan, Surat Edaran. PPh pasal tersebut diatas juga merupakan penerimaan
negara yang potensial bagi kehidupan ekonomi masyarakat, karena dana yang
terkumpuldijadikan sumber dana bagi penyediaan fasilitas umum untuk
meningkatkanpertumbuhan ekonomi yang nasional supaya tercipta masyarakat yang adil dan
makmur. Mengingat perlunya kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka
mewujudkan tujuan dan cita-cita dengan memperhatikankondisi diatas maka dilakukan
penyempurnaan sistem perpajakan. Salah satunya adalah self assessment sistem yaitu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan besarnya pajak yang
harus dibayar. Alasan menggunakan obyek penelitian pada KPP karena KPP merupakan
unsur pelaksanaan Dirjen Pajak yang berada di tingkat daerah dan bertanggung jawab dalam
mengemban tugas perpajakan yang meliputipembinaan penelitian, pengawasan dan
penerapan sanksi administrasi dalammenghimpun dana bagi pembiayaan negara dan
pembangunan serta meningkatkan dan memperluas kesadaran perpajakan di masyarakat,
sehingga penerimaan pajak dapat meningkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan
menjadi topik pembahasan adalah bagaimana implementasi dari penghasilan, transaksi,
penyetoran, pelaporan pph penghasilan atas penghasilan yang bersifat final, serta adapun
topik pembahasan mengenai arti deposito, deviden, serta obligasi.

C.Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana implementasi dari penghasilan, transaksi, penyetoran, serta
pelaporan pph penghasilan atas penghasilan yang bersifat final.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT


FINAL PASAL 4 AYAT (2) UU PPL
Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi:
1. penghasilan bunga deposito/tabungan yang ditempatkan di dalam negeri dan yang
ditempatkan di luar negeri, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan jasa giro;
2. Transaksi penjualan saham pendiri dan bukan saham pendiri;
3. bunga/diskonto obligasi dan surat berharga negara;
4. hadiah undian;
5. persewaan tanah dan/atau bangunan;
6. jasa konstruksi, meliputi perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan
konstruksi;
7. Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan;
8. bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota Wajib Pajak orang
pribadi;
9. dividen yang diterima/diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

B. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
1. Pengertian
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan “deposit on call", baik dalam mata uang rupiah maupun
dalam mata uang asing (valuta asing), yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apa pun, termasuk giro, yang
penarikannya dilakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-
masing bank.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak untuk PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri serta
bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta
diskonto sertifikat Bank Indonesia. Objek Pajak untuk PPh ini adalah penghasilan berupa
bunga atas deposito dan tabungan serta diskonto SBI. Termasuk bunga adalah bunga yang
diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui
bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia. Diskonto SRI adalah selisih antara nilai nominal dan harga jual SBI yang
dilakukan oleh Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia
kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum
disahkan oleh Menteri Keuangan. Jika pihak lain menjual kembali SBI tersebut maka PPh,
tetapi wajib dilaporkan di SPT Tahunan. keuntungan yang diperoleh diakui sebagai
pengalihan harta yang tidak perlu dipotong
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas pendapatan bunga deposito dan tabungan serta diskonto
sertifikat Bank Indonesia
PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.
4. Pemotong PPh
Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI adalah:
a. Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
b. Cabang bank luar negeri di Indonesia.
c. Bank Indonesia.
d. Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain
yang bukan bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri
Keuangan.
5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI tidak dilakukan terhadap
a bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang
jumlahnya tidak melebihi Rp7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah);
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia;
c bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang
dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni
sendiri.
Ketentuan pengenaan PPh final atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI tidak
berlaku terhadap orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam
1 (satu) tahun pajak, termasuk bunga dan diskonto, tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Orang pribadi dengan kriteria tersebut dapat mengajukan permohonan restitusi
atas pajak yang telah dipotong PPh final inin Pada 30 Maret 2016. Bank Permadani
membayarkan bunga deposito kepada nasabah. Deposito berjangka waktu I bulan senilai
Rp600.000.000, bunga 6% setahun. Atas pembayaran bunga tersebut dipotong PPh final
sebesar: 20% 6% Rp600.000.000 x2 = Rp600.000.

C. Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya


1. Pengertian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga kurang
dari 90% (sembilan puluh persen) dari harga saham pada saat penawaran umumperdana.
Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam daftarpemegang saham
Perseroan Terbatas sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana (initial Public Offering)
menjadi efektif. Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
1. saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran
umum perdana,
b. saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri. Tidak termasuk saham pendiri adalah:
a. saham yang diperoleh pendiri dari pembagian dividen dalam bentuk saham,
b. saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana yang berasal dari
pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi,konversi, dan
efek konversi lainnya,
c. saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksa dana.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Objek pengenaan pajak ini adalah transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia. Subjek
pajak ini adalah orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham dibursa efek
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas transaksi saham dan sekuritas lainnya adalah:
jumlah bruto nilai transaksi penjualan, kecuali penjualan saham pendiri oleh perusahaan
modal ventura atas penyertaan modal kepada perusahaan pasangan usahanya PPh terutang
bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.

4. Tata Cara Pelunasan


Pelunasan pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek dilakukan dengan
pemungutan/pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek
pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Penyetoran pajak dilakukan oleh pemotong
paling lambat pada tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi
penjualan saham. Pelaporan dilakukan paling lambat pada tanggal25 (dua puluh lima bulan
berikutnya setelah bulan terjadinya trans aksi penjualan saham

D. Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi


1. Pengertian
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan.Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang
obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto,
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak dari PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri serta
bentuk usaha tetap yang menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi. Objek pajak
ini adalah penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas bunga obligasi adalah: PPh terutang bersifat final
dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak
4. Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi adalah:
a. penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo
bunga obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bungapada saat jatuh
tempo obligasi; dan/atau
b. perusahaan efek, diler, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga
dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Pemotongan PPh atas bunga obligasi tersebut tidak berlaku apabila penerima penghasilan
bunga obligasi adalah:
a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendiriannya atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.Penghasilan bunga obligasi yang diterima oleh Wajib Pajak ini tidak
dikenai PPh.
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
Penghasilan bunga obligasi yang diterima oleh Wajib Pajak ini dikenai PPh umum
sebagaimana diatur dalam UU PPh.

E. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian


1. Pengertian
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau
diperoleh melalui undian Hadiah undian dibedakan dengan hadiah lainnya seperti hadiah atau
penghargaan perlombaan dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
lainnya. Hadiah atau penghargaan perlombaan merupakan hadiah atau penghargaan yang
diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan. Hadiah sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lain yang dilakukan oleh
penerima hadiah. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi
dalam kegiatan tertentu.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima hadiah undian. Objek pajak
ini adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apa pun (dapat
berupa uang, barang, atau kenikmatan, misalnya menginap di suatu hotel berbintang). Tidak
termasuk dalam pengertian hadiah undian yang dikenakan pajak adalah 1) hadiah langsung
dalam penjualan barang/jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir
tanpa diundi; 2) hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian
barang/jasa.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tarif PPh ini adalah 25% (dua puluh lima persen). Dasar pengenaan pajak adalah
jumlah bruto hadiah undian. PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar
pengenaan pajak.
4. Pemungut atau Pemotong
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang pribadi atau
badan, kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam bentuk apa pun yang telah
mendapatkan izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa
yang memberikan hadiah dengan cara diundi, misalnya bank, supermarket,toko perusahaan,
panitia penarikan undian, dan sebagainya. Pemotong atau pemungut wajib menyetorkan pajak
yang telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

F. Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan


1. Pengertian
Sewa atas tanah dan bangunan yang dimaksud adalah persewaan tanah dan/atau bangunan
berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah
kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tarif PPh ini adalah 10 persen. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan
PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak
4. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
a. Atas penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan yang diterima atau diperoleh dari
penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai pemotong pajak, wajib dipotong pajak oleh
penyewa
b. Apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak, PPh yang terutang wajib dibayar sendiri
oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan Pemotong atau
pemungut wajib menyetorkan pajak yang telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan wajib melaporkan kepada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dibayarkan
diserahkan hadiah tersebut
Contoh
Tuan Ananda mempunyai beberapa ruko yang disewakan. Apotek Sehat Farma dan Pusat
Oleh-Oleh Enak menyewa ruko tersebut masing-masing dengan sewa Rp50.000.000 dan
Rp25.000.000 untuk tahun 2016. Apotek Sehat Farma merupakan pemotong pajak.
sedangkan Pusat Oleh-Oleh Enak bukan pemotong pajak. PPh atas sewa yang dipotong oleh
Apotek Sehat Farma adalah:
10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000
Pusat Oleh-Oleh Enak bukan pemotong pajak sehingga PPh atas sewa dipotong dibayar, dan
dilaporkan oleh Tuan Ananda sebesar:
10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

G. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi


Pajak penghasilan atas usaha jasa konstruksi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2008 sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008
1. Pengertian
a. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi.
b. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
c. Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli dan profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
d. Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk
bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi,
yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan,
dan pembangunan (engineering procurement, and construction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build).
e. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli dan profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, mampu melaksanakan
pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan
diserahterimakan.
f. Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.
8. Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
h Nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa
konstruksi secara keseluruhan.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak ini adalah penyedia jasa konstruksi, yaitu orang pribadi atau badan termasuk
bentuk usaha tetap yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi, baik
sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, pengawas konstruksi maupun sub-
subnya.
Objek pajak di sini adalah jasa berupa jasa perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi, dan
pengawas konstruksi.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas usaha jasa konstruksi Besarnya dasar pengenaan pajak
adalah:
a jumlah pembayaran tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal PP dipotong oleh
pengguna jasa;
b. jumlah penerimaan pembayaran tidak termasuk Pajak Pertambahan Milei, dalam hal PPh
disetor sendiri oleh penyedia jasa.
Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran merupakan bagjan dan nilai
kontrak. Jika terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang berdasarkan nilai kontrak jasa
konstruksi dengan PPh berdasarkan pembayaran yang telah dipotong oleh pengguna jasa atau
disetor sendiri oleh penyedia jasa, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia
jasa.
Jika nilai kontrak jasa konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh pengguna ja, atas nilai
kontrak jasa konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh yang bersifat final
dengan syarat nilai kontrak jasa konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang
yang tidak dapat ditagih. Apabila suatu ketika piutang yang tidak dapat ditagih (dihapus)
tersebut dapat ditagih kembali, maka sejumlah yang dapat ditagih tersebut dikenakan PPh
bersifat final, PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan
pajak
4. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh ini dilakukan sebagai berikut
a. PPh yang dipotong oleh pengguna jasa, disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
dilakukan pemotongan pajak.
b. PPh yang disetor sendiri oleh penyedia jasa, disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
penerimaan pembayaran dalam hal pengguna jasa bukan pemotong pajak
c. Pembayaran PPh atau penyetoran PPh dilakukan dengan menggunakan SSP atas sarana
administrasi lain yang disamakan dengan SSP.
d. Pemotong pajak memberikan tanda bukti pemotongan kepada penyedia jasa yang
dipotong PPh setiap melakukan pemotongane. Pengguna jasa atau penyedia jasa yang
melakukan pemotongan PPh ini wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama
20 hari setelah bulan dilakukannya pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.
f. Pajak yang dibayar/terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh penyedia jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
ketentuan Undang-Undang PPh.

H. Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta berupa Tanah dan/atau Bangunan


1. Pengertian
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, meliputi: penjualan, tukar-menukar, pelepasan
hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak
yang terkait.
 Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,
meliputi:
 pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada
saat pertama kali ditandatangani; atau pihak pembeli yang namanya tercantum dalam
perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian
pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam perjanjian
pengikatan jual beli tersebut.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak PPh ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah
dan/atau bangunan.
Objek pajak PPh ini adalah penghasilan yang diperoleh diterima orang pribadi atau badan
karena pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas
tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli
atas tanah dan/atau bangunan adalah:
a. sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
b. sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan; atau
c. sebesar 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah,
atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Dasar pengenaan pajak untuk PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah
nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:
a. nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan kepada
pemerintah;
b. nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang
(Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya).
c. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, selain
pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
d. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalma hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa,
selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;atau
e. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, para pihak
pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara Dasar
pengenaan pajak untuk PPh atas perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan
adalah jumlah bruto, yaitu:
a. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; atau
b. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau
bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan istimewa.
4. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Orang Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan perjanjian kesepakatan, atau risalah lelang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang,<lengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan:
1) nama, alamat, dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang
bersangkutan
2) lokasi tanah dan/atau bangunan yang dialihkan;
3) nama pembeli
b. Orang Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp60.000.000 (enam puluh juta
rupiah), tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh Final
sclambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
c Bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-
menukar dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan.
d. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri Pajak Penghasilan, wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
e. Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar yang melakukan pemungutan Pajak Penghasilan wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
5. Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan
a. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan denganjumlah bruto pengalihannya
kurang dari Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah;
b. orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebu tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
d. pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris
e.badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan
untuk menggunakan nilai bukur
f. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka
melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang
milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
g.orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan
harta berupa tanah dan/atau bangunan.

I. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada
Anggota Koperasi Orang Pribadi
1. Pengertian
Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima
anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada
koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak di sini adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang mempunyai
simpanan di koperasi dan memperoleh/menerima bunga atas simpanannya. Objek pajak di
sini adalah bunga simpanan yang diterima oleh anggotanya. Tidak termasuk dalam bunga
simpanan ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang
merupakan bagian dari sisa hasil usaha. Bunga simpanan yang jumlahnya tidak melebihi
Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) dalam sebulan, dikecualikan dari pengenaan
PPh ini.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya tarif ini adalah:
a sebesar 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan
Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan;
b. sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan. Dasar
pengenaan pajak ini adalah jumlah bruto bunga simpanan yang diterima oleh anggota
koperasi. Ph terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.
4. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak ini diatur sebagai berikut.
a. Koperasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya wajib melakukan
pemotongan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Koperasi sebagai pemotong pajak wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2) kepada Wajib Pajak orang pribadi yang dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.
c. Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi, wajib disetor ke kas negara melalui
Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir menggunakan SSP.
d. Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak
Penghasilan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).
J. Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggo
koperasi orang pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2010.
1. Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterir oleh
pemegang saham atas kepemilikan saharn dalam sebuah perseroan. Termas dividen dalam hal
ini adalah dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak di sini adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai pemegan,
saham suatu perseroan, pemegang polis suatu perusahaan asuransi, dan anggota koperasi
yang menerima sisa hasil usaha. Objek Pajak di sini adalah dividen sebagaimana dijelaskan
pada pengertian
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi
adalah 10% (sepuluh persen). Dasar pengenaan pajak ini adalah jumlah bruto dividen. PPh
terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak
4. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak ini diatur sebagai berikut,
a. Pengenaan PPh atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar
atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
b. Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan.
C. Pemotong PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan pajak kepada Wajib Pajak yang
dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.
d. Pemotong PPh wajib menyetor PPh yang dipotongnya ke kas negara paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP.
e. Pemotong PPh wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).

J. Pajak penghasilan atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi
Pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2010.
1. Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama radan dalam bentuk apa pun yang diterima
oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseroan. Termasuk dividen
dalam hal ini adalah dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
2.Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak di sini adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai pemegang 1
saham suatu perseroan, pemegang polis suatu perusahaan asuransi, dan anggota koperasi
yang menerima sisa hasil usaha. Obyek Pajak di sini adalah dividen sebagaimana dijelaskan
pada pengertian.
3.Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi
adalah 10% (sepuluh persen).
Dasar pengenaan pajak ini adalah jumlah bruto dividen. PPh terutang bersifat final dihitung
sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.
4.Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak ini diatur sebagai berikut.
a. Pengenaan PPh atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar
atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
b. Pernotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan.
c. Pemotong PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan pajak kepada Wajib Pajak yang
dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.
d. Pemotong PPh wajib menyetor PPh yang dipotongnya ke kas negara paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP
e. Pemotong PPh wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir dengam menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan “deposit on call", baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang
asing (valuta asing), yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.

Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apa pun, termasuk giro, yang
penarikannya dilakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-
masing bank.
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan.Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang
obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Dividen merupakan bagian laba dengan nama radan dalam bentuk apa pun yang diterima
oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseroan. Termasuk dividen
dalam hal ini adalah dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Rahardjo dan Djaka Saranta S. Edy. 2002, Dasar-Dasar Perpajakan bagi Bendaharawan
sebagai Pedaman Pelaksanaan Pemungutan/ Pemotongan dan Penyetoran/Pelaporan. Jakarta:
CV Eko Jaya.

Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 38/PJ/2009
tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. 2013, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013
tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26.

Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER/16/ PJ/2016 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Schubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi.

Anda mungkin juga menyukai