“PPOK”
Disusun Oleh :
Dana Monica
NIM : 180323089
D3 KEPERAWATAN TINGKAT 3 C
Jl. Kubah Putih No. 7 Rt. 001/014 Kel. Jatibening Kec. Pondok gede Kota Bekasi, Jawa
Barat 17412 Telp. (021) 8690 1352.
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN PPOK
A. Definisi
Penyakit paru-paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang ser
ing digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru terhadap partikel atau gas yang b
erbahaya (padila, 2012).
Penyakut paru obtruktif kronis (PPok) adalah sekelompok penyakit paru mena
hun yang berlangsung lama dan disertai dengan peningkataan resistensi terhadap alira
n udara (padila,2012). Sumbatan udara ini biasanya berkaitan dengan respon inflamasi
abnormal paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (ikawati,2011). Karakteristi
k hambatan aliran udara PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi Saluran nafas keci
l (bronkiolitis) dan kerusakan saluran parenkim (emfisema) yang bervariasi antara seti
ap individu (perhimpunan dokter paru indonesia, 2011).
B. Etiologi PPOK
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Menurut muttaqin (2008), penyebab dari PPOK
adalah:
1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronhitis dan emfisema
2. Adanya infeksi: haepohilus influenza dan streptoous pnumonia
3. Polusi oleh zat -zat pereduksi
4. Faktor keturunan
5. Faktor sosial -ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk
Pengaruh dari masing-masing faktor terjadinya PPOK adalah saling memperkuat
dan faktor meroko dianggap yang palig dominan.
a. Klasifikasi PPOK
Klasifikasi penyakit paru obtruksi kronik (PPOK) menurut jackson (2014):
1. Asma
Penyakit jalan nafas obstruksi intermien, reversible dimana trakea dan bronkus ber
espon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (brunner and suddarth 20
10)
2. Bronkhitis kronis
Bronkhitis kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan secara
berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Bronkhitis
kronis adalah batuk yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama ti
ga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut (GOL
D, 2010).
3. Emfisema
Emfisema memerlukan suatu perubahan anatomis parenkin paru yang ditandai ole
h pembesaran alveoulus dan alveolaris serta destruksi dinding alveolar (andini,201
5).
Berdasarkan global initiative for cronic obstruktive lung Disease (GOLD) 2011, P
POK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut:
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, d
an dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri: normal.
b. Derajat 1 (PPOK ringan)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.
c. Derajat 2 (PPOK sedang)
Gejala klinik: dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produsi sputum. Se
sak nafas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktifitas).
Spirometri: FEV1/FVC <70%; 50% < FEV1< 80%.
d. Derajat 3 (PPOK berat)
Gejala klinis: sesak nafas ketika berjalan dan berpakaian. Eksaserbasi lebih ser
ing terjadi.
Spirometri: FEV1/FVC < 70%; 30% <FEV1 <50%.
e. Derajat 4 (PPOK sangat berat)
Gejala klinis: pasien derajat III dengan gagal napas krinik. Disertai komplikasi
korpulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri: FEV1/FVC < 70%; FEV1 <30% atau <50%.
C. Patofisioligis
Hambatan aliran udara merupakan perubahanfisioloogis utama pada PPOK ya
ng diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, paernkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi ya
ng kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pad
a saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen
dalam dinding luar saluran nafas mengakibatakan restriksi pembukaan jalan nafas. Lu
men saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksud
at inflamasi, yang meningkatsesuai berat sakit. Dalam keadaan normal radikal bebas d
an antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimban
gan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peran besar meni
mbulkan kerusakan cel dan memjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Penga
ruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan ter
jadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan
sel dan infalamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivas
i sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti i
nterleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis faktor (TNF), monocyte chemotactic peptide
(MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrof
il melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikta parenkim paru sehingga timbul kerus
akan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dile
paskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan
normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada di pe
rmukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi
anion super oksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2
O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion
fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCI). Pengaruh radikal
bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga percabangan b
ronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan stru
ktur saluran nafas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveoli yang menuju ke arah emfisem
a karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok.
a. Faktor resiko
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai deng
an hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini munc
ul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar dibronkus pada perokok dan membaik saa
t merokok dihentikan. Terdapat banyak faktor resiko yang diduga kuat merupakan eti
ologi dari PPOK. Faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuha
n dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, s
tatus sosial ekonomi, nutrisi dan komorbiditas (andini, 2015).
b. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut mansjoer (2008) dan GOLD (2010) yaitu: malfung
si kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan bautk-bat
uk dan produksi dahak khususnya yang muncul dipagi hari. Nafas pendek sedang yan
g bekembang menjadi nafas pendek, sesek nafas akut, frekuensi nafas yang cepat, pen
ggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih lama daripada inspirasi.
c. Komplikasi
Komplikasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut irman soemantri (2009):
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 <55 mmHg, dengan nilai
saturasi oksigen <85%. Pada awal klien akan mengalami mood, penurunan kensen
trasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.
2. Asidosis respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul a
ntara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
3. Infeksi respiratori
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan rangs
angan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran akan menyebab
kan peningkatan kerja otot nafas dan timbulnya dispnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobser
vasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini seringkali berhubu
ngan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat meng
alami masalah ini.
5. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirato
ri.
6. Status asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berespon t
erhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan disten
si vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
D. PATHWAY
Faktor predisposisi
Hipertensi pulm
onal Gangguan meta
Kompensasi ka
bolisme jaringan MK: gangguan p
rdiovaskuler
ertukaran gas
MK: gagal jantung
kanan
Defisit energy
Metabolisme aerob
Produksi ATP me
nurun
Lelah, lemah
d. Penatalaksanaan
MK: intoleransi aktiv MK: gangguan pola tid
itas ur
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari penyakit paru obstruksi kronik adalah
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas
b. Bronkodilatori (β- agonis dan antiklolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usi
a pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa
dan FEV1 sebesar 1,5 L)
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomati
k yang signifikan pada pasien dengan penyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meni
ngkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dengan penyakit paru obstruksi kronik adalah:
a. Mempertahankan potensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang PPOK
A. Pengkajian
1) Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan, tahap pengkajian
diperlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah.
Keberhasilan proses keperawatan berikutnya sangat tergantungnya pada
tahap ini.
a) Biodata klien
Nama, umur, jenis kelamin, no medrec, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, ruangan dan diagnosa medis.
b) Biodata penanggung jawab
Nama ayah dan ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, suku I bangsa, agama,
alamat, hubungan dengan anak (kandung atau adopsi).
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan pada orang yang mengalami PPOK
adalah sesak, batuk, nyeri dada, kesulitan bernafas,sulit mengeluarkan
slem/dahak,, terjadinya kelemahan
b) Riwayat kesehatan sekarang
Di kembangkan dari keluhan utama melalui PQRST :
P : Palliative/provokatif yaitu faktor-faktor apa saja yang memperberat
atau memperingan keluhan utama. Pada pasien PPOK tanyakan
tentang keluhan sesak napas, hal yang memperberat sesak, hal yang
memperingan sesak.
Q : Qualitatif/Quantitatif, yaitu berupa gangguan atau keluhan yang
dirasakan seberapa besar. Tanyakan tentang akibat sesak, dapat
mempengaruhi aktivitas klien, pola tidur klien dan seberapa berat sesak
yang terjadi.
R : Region/radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan atau apakah keluhan
mengalami penyebaran.
S : Skala berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan. Tanyakan
tingkat sesak yang dialami klien.
T : Timing, yaitu waktu gangguan dirasakan apakah terus menerus atau
tidak. Sesak yang dialami klien sering atau tidak.
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan
dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga,
penyakit yang menular akibat kontak langsung antara anggota
keluarga.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala sampai
ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu
dibekali kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis
dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang
digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin,
2010:12).
a) Penampilan umum yaitu penampilan klien dimulai pada saat
mempersiapkan klien untuk pemeriksaan.
b) Kesadaran
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan
kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu compos
mentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan,
apatis yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya,
samnolen yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah, sopor
mempunyai arti bahwa klien memberikan respon dengan rangsangan
yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. Sedangkan
penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui penilaian
(GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4
respon verbal yaitu 5dan respons motorik yaitu nilai 6.
k) Sistem musculoskeletal
Kaji adnya deformitas atau tidak,adanya keterbatasan gerak atau tidak
(Mutaqqin, 2010:287).
l) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang diantaranya :
pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam kardiografi, dan lainlain.
m) Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan
cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain.
.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien t
erhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlang
sung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifika
si respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan den
gan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien menurut soematri (200
9), & ikawati (2011)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersecresi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis: kele
mahan otot pernafasan)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-p
erfusi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan PP
OK (soematri (2009), & ikawati (2011) dan Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
1. D.0001: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersecresi
jalan nafas
Definisi: ketidak mampuan membersihkan sekret atau obtruksi jalan nafas unt
uk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Faktor penyebab: hipersekresi jalan nafas
Batasan karakteristik:
a. Gejala dan tanda mayor subjektif:
- Tidak tersedia
b. Gejala dan tanda mayor objektif:
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebihan
- Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
- Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
c. Gejala dan tanda minor subjektif :
- Dispnea
- Sulit bicara
- Ortopnea
d. Gejala dan tanda minor objektif:
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi nafas menurun
- frekuensi nafas berubah
- pola nafas berubah
2. D.0005: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(mis: kelemahan otot pernafasan)
Definisi: inspirasi dan/ atau ekspresi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Faktor penyebab: hambatan upaya nafas (mis: kelemahan otot pernafasan)
Batasan karakteristik:
a. Gejala dan tanda mayor subjektif:
- Dispnea
b. Gejala dan tanda mayor objektif:
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola nafas abnormal (mis: takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmul, c
heyne-stokes)
c. Gejala dan tanda minor subjektif :
- Ortopnea
d. Gejala dan tanda minor objektif:
- Pernafasan pursed-lip
- Pernafasan cipung hidung
- Diameter thorak anterior-posterior meningkat
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi menurun
- Tekanan inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah
Dukungan tidur
Observasi:
- Identifikasi pola akt
ivitas dan tidur
- Identifikasi faktor p
engganggu tidur (fi
sik atau psikologis)
- Identivikasi makan
an dan minuman ya
I.05174 ng mengganggu tid
ur (mis: kopi, the, a
lkohol,)
- Identivikasi obat tid
ur yang dikonsumsi
Terapeutik:
- Modifikasi lingkun
gan (mis: pencahay
aan, kebisingan )
- Fasilitasi menghila
ngkan stres sebelu
m tidur
- Tetapkan jadwal tid
ur rutin
- Lakukan prosedur
utnuk meningkatka
n kenyamanan (mi
s: pijat)
- Sesuaikan jadwal p
emberian obat dan/
atau tindakan untuk
menunjang siklus ti
dur terjaga
Edukasi:
- Jelaskan pentingny
a tidur cukup selam
a sakit
- Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tid
ur
- Anjurkan menghin
dari makanan/ min
uman yang mengga
nggu tidur
- Anjurkan pengguna
an obat tidur yang t
idak mengganggu s
upresor terhadap ti
dur REM
- Ajarkan faktor-fakt
or yang berkontribu
si terhadap ganggu
an pola tidur (mis:
psikologis)
- Ajarkan relaksasi o
tot autogenik atau c
ara nonfarmakologi
lainnya.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana ke
perawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Wartonah,
2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh p
erawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pela
ksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegia
tan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis imple
mentasi keperawatan, yaitu:
1. Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh p
erawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebut
uhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberi
kan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeuti
k, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-kultural, da
n lain-lain.
2. Interdependen/Collaborative Implementations Adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim keseh
atan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam halpemberian obat oral, obat injeksi,
infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
3. Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas
dasar rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan seb
againya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yan
g telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran d
ari bagian fisioterapi.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang membandingk
an antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dar
i proses keperawatan yang dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebu
t digunakan untuk bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawat
an guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pen
dekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksan
aan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dinarti
&Muryanti, 2017)
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
1. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindak
an keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimpl
ementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan
yang telah dilaksanaan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat kompone
n yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien),
objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori) d
an perencanaan.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut:
Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/pl
an) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
a. S ( Subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada kli
en yang afasia.
b. O (Objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat, misaln
ya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau a
kibat pengobatan.
c. A (Analisis/assessment): Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat k
esimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial,
dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi) sehi
ngga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu, seing memerl
ukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan ti
ndakan.
d. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan tindak
an keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan dating (hasil modifika
si rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan priode yang telah diten
tukan.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas prose
s keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memo
nitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digun
akan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan,
menanyakan respon klien dan keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadaka
n pertemuan pada akhir layanan.
Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujua
n keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan perubahan sesuai den
gan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien menunjukan pe
rubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak menunjukan peru
bahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil y
ang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan ba
ru.
Daftar pustaka
Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook, An Evid
ence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier.
Caepernito-moyet, L. J. (2013). Nursing Diagnosis Application to Clinical Practice. 14th Ed.
Philadelphia: lippincott williams & wilkins.
Correa, C. G., & da Cruz, D. A. (2000). Pain: Clinical Validation with postoperative heart sur
gery patients. Nursing Diagnosis: ND: The Official Journal of The North American
Nursing Diagnosis Association, 11(1), 5-14.