Anda di halaman 1dari 3

AHMAD FAUZI (2)

XII MIPA 1

Pangeran Antasari

Pangeran Antasari adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dan seorang


Sultan Banjar. Beliau lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797 atau 1809. Pada 14
Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan
Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah
Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati
Jaya Raja.

Silsilah
Antasari muda bernama Gusti Inu Kartapati. Ibu Pangeran Antasari adalah Gusti
Hadijah binti Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut
(Mas'ud) bin Pangeran Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin
Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya sendiri,
Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan
Tahmidullah II. Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri. Pangeran Antasari
mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari alias Ratu Sultan Abdul
Rahman yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam tetapi
meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi
nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.

Pewaris Kerajaan Banjar


Tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, Pangeran Antasari juga
merupakan pemimpin Suku Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Ngaju, Maanyan, Siang,
Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau
sepanjang Sungai Barito.
Perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan oleh Pangeran Antasari Setelah Sultan
Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda
Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur. Sebagai salah satu
pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan
Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam
tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14
Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
“Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!”
Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan
Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan
AHMAD FAUZI (2)
XII MIPA 1

Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan


pemuka agama tertinggi.

Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus
menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan
bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada
Allah dan rakyat.

Perlawanan terhadap Belanda


Padaanggal 25 April 1859 Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan
300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron. Selanjutnya
peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah
Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran
Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah
Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran demi pertempuranpun terjadi secara terus menerus antara pasukan
Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda di beberapa tempat. Dengan
persenjataan moderen yang diperoleh dari Batavia, akhirnya pasukan Belanda berhasil
mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng
pertahanannya di Muara Teweh.
Bujukan Belanda agar Pangeran Antasari menyerah tak berhasil, Pangeran
Antasari tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk
Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
“...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul
minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...”
Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang
mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden.
Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini. Orang-
orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
Antasari dengan anak-anaknya, Demang Lehman
Amin Oellah, Soero Patty dengan anak-anaknya, Kiai Djaya Lalana, Goseti
Kassan dengan anak-anaknya.

Meninggal dunia
Pangeran Antasari wafat pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan
Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau
terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di
bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan. Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya
yang bernama Muhammad Seman.
Pada tanggal 11 November 1958 atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan
keluarga, dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari yang telah terkubur
selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito. Yang masih utuh adalah
tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini
dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti,
Banjarmasin.
Pangeran Antasari dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK
No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968. Nama Antasari diabadikan pada
Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari.
Kemudian untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat nasional,
AHMAD FAUZI (2)
XII MIPA 1

Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan
gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000. (Wikipedia)

Anda mungkin juga menyukai