Disusun Oleh :
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
menghadapi tantangan dalam kelompok dengan lebih efektif dan mencapai hasil dan
tujuan yang lebih baik bagi para pemimpin kelompok, anggota kelompok, dan pembaca.
2
3. Variabel: Penelitian ini akan menganalisis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh
anggota kelompok tugas mahasiswa dalam mengelola konflik dan stres. Gaya
kepemimpinan otoriter, demokratis, dan Laissez-Fairedan akan menjadi fokus
dalam analisis serta tingkat self-awareness dan kemampuan memahami orang lain.
4. Tema: Penelitian akan berfokus pada tema yang berkaitan dengan Kepemimpinan
dan Komunikasi dalam Manajemen Konflik dalam Situasi Stres: Gaya kepemimpinan
dan self-awareness mahasiswa.
5. Waktu: Penelitian akan berfokus pada persepsi dan pengalaman Mahasiswa dalam
waktu 1 semester terakhir untuk menghindari informasi yang usang dan tidak
relevan.
6. Teori: Penelitian ini akan menggunakan teori model kontingensi fiedler untuk
memahami hubungan antara gaya kepemimpinan, kinerja organisasi, dan
manajemen konflik.
3
5. Peningkatan self-awareness dan empati dalam memahami orang lain dalam
mengelola konflik dan stress. Pembaca akan mendapatkan pemahaman yang lebih
baik tentang mengenali dirinya sendiri dan mengembangkan kemampuan empati
untuk memahami perspektif dan kebutuhan orang lain.
6. Peningkatan kinerja kelompok dan akademik dengan mempelajari dan menerapkan
apa yang dijelaskan dalam makalah ini. Pembaca dapat meningkatkan kinerja dan
mencapai hasil yang lebih baik dalam tugas akademik mereka dan membangun
lingkungan kerja kelompok yang lebih harmonis dan sehat.
Landasan Teori: Bagian ini berisi ringkasan penelitian atau sumber-sumber yang
relevan dengan analisi yang dilakukan. Tinjauan pustaka
memberikan dasar teoritis dan mendukung argumen atau
pernyataan yang dibuat dalam tulisan.
4
Daftar Pustaka: Bagian ini mencantumkan semua sumber yang dikutip atau dirujuk
dalam tulisan.
5
ditetapkan. Pendekatan ini melibatkan partisipasi aktif dan keterlibatan bawahan
dalam pengambilan keputusan, di mana pimpinan dan bawahan bekerja secara
bersama-sama untuk merumuskan tindakan dan keputusan. Gaya kepemimpinan
demokratis mencerminkan kesetaraan, keterlibatan, dan konsultasi antara
pemimpin dan bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
3. Gaya kepemimpinan laissez-fairedan, atau gaya kepemimpinan yang santai,
memberikan kebebasan kepada anggota tim untuk mengambil inisiatif. Pemimpin
dalam gaya ini memberikan sedikit interaksi dan kontrol, sehingga gaya ini hanya
efektif jika anggota tim memiliki tingkat kompetensi dan kepercayaan yang tinggi
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
6
pertukaran informasi antara individu melalui sistem simbol-simbol atau perilaku.
(Riswandi, 2009)
7
2.3.2. Jenis-Jenis Komunikasi
Bentuk komunikasi dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu:
1. Komunikasi Intrapersonal: Komunikasi dengan diri sendiri, melibatkan menerima
pesan, mengolah, menyimpan, dan menghasilkan tanggapan. Contohnya termasuk
berdoa, bersyukur, berimajinasi, dan lainnya.
2. Komunikasi Interpersonal: Komunikasi antara individu, di mana makna saling
dipertukarkan. Ini melibatkan perilaku verbal dan nonverbal, umpan balik pribadi,
hubungan berkesinambungan, dan persuasi.
3. Komunikasi Kelompok: Komunikasi tatap muka antara tiga orang atau lebih untuk
mencapai tujuan bersama, seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri, atau
pemecahan masalah. Contohnya termasuk kuliah, rapat, seminar, dan lainnya.
4. Komunikasi Organisasi: Komunikasi antarmanusia dalam konteks hubungan
organisasi. Ini melibatkan komunikasi formal dan nonformal dalam struktur
organisasi. Komunikasi organisasi membahas struktur, fungsi, hubungan, proses
pengorganisasian, dan budaya organisasi.
Komunikasi dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan cara penyampaian
informasi, yaitu:
1. Komunikasi verbal (lisan), yang terjadi secara langsung tanpa batasan jarak, seperti
dialog antara dua orang. Dan yang terjadi secara tidak langsung akibat batasan
jarak, seperti komunikasi melalui telepon.
2. Komunikasi nonverbal (tertulis), seperti naskah yang digunakan untuk
menyampaikan kabar yang kompleks, serta gambar dan foto yang digunakan ketika
kata-kata atau kalimat tidak dapat menggambarkannya dengan baik.
Komunikasi dapat dibedakan berdasarkan perilaku menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Komunikasi formal, yang terjadi dalam kerangka organisasi atau perusahaan dengan
aturan yang telah diatur dalam struktur organisasi, seperti seminar.
2. Komunikasi informal, yang terjadi tanpa batasan formal dalam struktur organisasi
dan tidak memiliki kesaksian resmi, seperti kabar burung atau desas-desus.
3. Komunikasi nonformal, yang merupakan kombinasi antara komunikasi formal dan
informal, terkait dengan pelaksanaan tugas dalam organisasi atau perusahaan yang
juga mencakup kegiatan pribadi anggota, misalnya rapat terkait ulang tahun
perusahaan.
8
2.4. Teori Stress
9
dalam lingkungan pribadi, kelompok kerja, organisasi, maupun dalam hubungan
antarnegara.
Konflik sering kali disebabkan oleh perbedaan persepsi, nilai, kebutuhan, atau tujuan
yang berbeda antara pihak-pihak yang terlibat. Hal ini dapat mengarah pada
ketegangan, perselisihan, atau pertentangan yang mungkin sulit dihindari. Konflik bisa
bersifat terbuka, dengan adanya konfrontasi langsung, atau bisa juga bersifat
tersembunyi, dengan adanya ketegangan atau rivalitas yang tidak diungkapkan secara
terbuka..(Scolum, 2007)
10
2.6. Teori Memahami Orang Lain
Empati, sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani "empatheia" yang berarti "ikut
merasakan", awalnya digunakan oleh para teoretikus estetika untuk menjelaskan
kemampuan memahami pengalaman subjektif orang lain. Pada tahun 1920-an, istilah ini
diperkenalkan kembali dalam bahasa Inggris oleh E.B. Titchener, seorang psikolog
Amerika, dengan makna yang sedikit berbeda. Dalam teori Titchener, empati dijelaskan
sebagai suatu bentuk peniruan fisik dari beban orang lain yang kemudian menimbulkan
perasaan yang serupa dalam diri seseorang. Dia menggunakan istilah "empati" untuk
membedakannya dari istilah "simpati" yang lebih mengacu pada perhatian terhadap
kemalangan orang lain tanpa ikut merasakan apa yang dialami oleh orang tersebut.
Secara umum, empati didefinisikan sebagai kemampuan atau kecakapan untuk
mengidentifikasi atau memahami perasaan, pikiran, atau sikap orang lain seolah-olah
kita mengalami sendiri. Istilah ini sering dikaitkan dengan ungkapan seperti "berjalan
dengan memakai sepatu orang lain" atau "melihat dunia melalui mata orang lain".
Menurut Brooks dan Goldstein (2009), empati merupakan kemampuan untuk
mengetahui dan merasakan perasaan orang lain.
Daniel Goleman (1997) mengemukakan bahwa kemampuan berempati adalah
kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain. Empati merupakan akar dari
kepedulian dan kasih sayang dalam setiap hubungan emosional seseorang, karena
empati memungkinkan kita untuk menyesuaikan emosi kita dengan emosi orang lain.
Goleman juga mengungkapkan bahwa kunci untuk memahami perasaan orang lain
adalah dengan membaca pesan non-verbal seperti intonasi suara, gerakan tubuh,
ekspresi wajah, dan sebagainya. Ia menggambarkan empati sebagai sebuah ciri penting
dari kecerdasan emosional yang dapat dipelajari. Menunjukkan empati kepada orang
lain tidak berarti kita harus setuju dengan mereka, tetapi hal itu menunjukkan bahwa
kita menghargai dan mendukung sudut pandang mereka.
Dapat disimpulkan bahwa empati merupakan kemampuan untuk merasakan dan
memahami perasaan orang lain, baik secara emosional maupun mental. Kemampuan ini
melibatkan kemampuan membaca pesan non-verbal dan mengenali perasaan orang
lain. Empati adalah dasar dari hubungan emosional yang sehat, karena melalui empati
kita dapat memahami orang lain dengan lebih baik, menghargai sudut pandang mereka,
dan memberikan dukungan yang diperlukan.
11
BAB 3 PEMBAHASAN
Berdasarkan temuan hasil yang didapatkan melalui survey yang kami lakukan pada
mahasiswa Telkom University tahun 2022 prodi S1 Sistem Informasi, kami mendapatkan
data responden dengan mayoritas responden adalah laki-laki (72.7%) dengan usia 19
tahun (72.7%). Responden berasal dari berbagai kelas, namun mayoritas berasal dari
kelas SI-46-05 (54.5%). Data tersebut akan kami bahas sesuai dengan teori-teori yang
kami kutip dan sesuai dengan rumusan permasalahan yang sedang kami teliti.
Bagaimana hubungan antara kemampuan memahami orang lain dan tingkat self-
awareness anggota kelompok tugas mahasiswa dalam mengelola konflik dalam situasi
stres?
Dalam mengelola konflik dalam kelompok tugas mahasiswa yang mengalami situasi
stres, terdapat hubungan yang penting antara kemampuan memahami orang lain dan
tingkat self-awareness anggota kelompok. Kemampuan memahami orang lain dan
tingkat self-awareness merupakan konsep yang terkait erat dengan konsep-konsep
dalam psikologi sosial dan teori kepemimpinan. Tingkat self-awareness yang tinggi
memungkinkan individu untuk memahami kekuatan dan kelemahan mereka, nilai-nilai,
tujuan, emosi, dan perilaku diri. Sementara itu, kemampuan memahami orang lain
melibatkan kemampuan membaca ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan intonasi suara
untuk meningkatkan saling pengertian dan mengurangi potensi konflik.
Data dari survei menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat self-awareness yang
baik, dengan 81,8% menyatakan mereka memahami kemampuan diri mereka sendiri.
Selain itu, mayoritas responden menyatakan bahwa mereka biasanya dapat memahami
orang lain. Data ini menggambarkan pentingnya pemahaman diri dan kemampuan
memahami orang lain dalam mengelola konflik. Responden yang mampu memahami
kekurangan dan kelebihan anggota kelompok juga menunjukkan kesadaran terhadap
keberagaman dalam kelompok.
Dalam konteks pengelolaan konflik, anggota kelompok dapat meningkatkan self-
awareness dengan melakukan introspeksi diri dan mengembangkan kemampuan
komunikasi interpersonal. Dalam pembagian tugas, melibatkan semua anggota
kelompok dalam diskusi dan mempertimbangkan pemahaman diri dan kemampuan
individu dapat membantu mengoptimalkan potensi dan mengurangi konflik. Kombinasi
12
kemampuan memahami orang lain dan tingkat self-awareness yang tinggi membantu
menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan meningkatkan kerjasama dalam
kelompok.
13
kelompok dapat memiliki dinamika yang berbeda, sehingga penting bagi pemimpin
untuk memahami konteks dan kebutuhan kelompok tugas secara spesifik.
Apa saja faktor-faktor stres yang paling mempengaruhi dinamika konflik dalam
kelompok tugas mahasiswa?
Berdasarkan data yang dihimpun melalui survey, terdapat beberapa faktor-faktor stres
yang paling mempengaruhi dinamika konflik dalam kelompok tugas mahasiswa.
Beberapa faktor tersebut adalah tidak terbaginya tugas dengan benar, perbedaan
pendapat, keegoisan, anggota pasif yang tidak mau bekerja sama, kurangnya inisiatif
untuk membantu, dan ketidaksesuaian pendapat antar anggota kelompok. Selain itu,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika konflik dalam kelompok tugas
mahasiswa adalah ketidakcocokan antara anggota kelompok, ketidakmampuan anggota
kelompok untuk bekerja sama, deadline yang ketat, kompleksitas tugas yang tinggi, dan
konflik personal antara anggota kelompok. Dalam teori stres yang dikemukakan oleh
Sarafino, stres terjadi ketika terdapat ketidakharmonisan antara tuntutan situasional
dan sumber daya biopsikososial individu. Hal ini sesuai dengan data yang ditemukan
dalam survey, di mana beberapa faktor stres yang disebutkan oleh responden meliputi
perbedaan pendapat, egoisme, anggota pasif yang tidak mau bekerja sama, dan
ketidakcocokan dengan anggota kelompok. Ketidakmampuan anggota kelompok untuk
bekerja sama juga menjadi faktor stres yang signifikan, terutama ketika deadline tugas
yang ketat atau ketika tugas memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Ketika faktor-
faktor stres ini terjadi dalam kelompok tugas mahasiswa, dapat timbul konflik personal
antara anggota kelompok. Konflik ini dapat memperburuk dinamika kelompok dan
mempengaruhi produktivitas serta kesejahteraan anggota kelompok. Selain itu, tekanan
dari dosen atau pembimbing juga dapat menjadi faktor stres yang mempengaruhi
dinamika konflik dalam kelompok.
14
muka antara tiga orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama, seperti berbagi
informasi, pemeliharaan diri, atau pemecahan masalah. Berdasarkan data, 90,9%
responden menegaskan bahwa komunikasi efektif sangat penting dalam mengelola
konflik dalam kelompok. Mengacu pada teori komunikasi, komunikasi ini dapat berupa
komunikasi verbal atau nonverbal. Dalam konteks kelompok tugas, komunikasi verbal
biasanya dilakukan melalui diskusi tatap muka atau melalui telepon, sementara
komunikasi nonverbal bisa melalui pesan teks atau email. Selanjutnya, terkait perilaku
komunikasi, bisa dikatakan bahwa dalam kelompok tugas mahasiswa, terdapat
kombinasi antara komunikasi formal, nonformal, dan informal. Komunikasi formal
mungkin terjadi saat ada pembagian tugas atau diskusi terkait tugas yang diberikan oleh
dosen (sebagai "organisasi" dalam konteks ini). Komunikasi nonformal mungkin terjadi
saat ada diskusi informal mengenai tugas atau topik lain yang relevan, sementara
komunikasi informal mungkin terjadi saat anggota kelompok berinteraksi secara sosial
atau membicarakan topik non-akademik.
Dalam konteks manajemen konflik, strategi komunikasi yang diusulkan oleh responden
seperti:
Mendengarkan kedua belah pihak dan memutuskan solusi terbaik.
Melakukan komunikasi secara langsung.
Mengadakan giliran untuk memberikan pendapat.
Saling memaafkan saat terjadi konflik dan membicarakan masalah dengan baik-
baik.
Melakukan tanya jawab dan diskusi seperti teman.
Memanggil satu-persatu anggota secara bergilir untuk menyampaikan
pendapatnya.
Melakukan diskusi sehingga semua anggota memiliki ruang untuk berpendapat.
Komunikasi ini membantu mencegah dan menyelesaikan konflik dengan
mempromosikan pemahaman dan kerjasama antara anggota kelompok. Secara umum,
hasil survei dan diskusi di atas menunjukkan bahwa pemahaman dan penerapan teori
komunikasi yang efektif dalam konteks kelompok tugas mahasiswa sangat penting
dalam memitigasi dan menyelesaikan konflik dalam kelompok tugas mahasiswa yang
berada dalam tekanan dan situasi stres. Dengan komunikasi yang efektif, kelompok
dapat bekerja secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan bersama mereka.
15
16
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Hubungan antara kemampuan memahami orang lain dan tingkat self-awareness anggota
kelompok tugas mahasiswa dalam mengelola konflik dalam situasi stres sangatlah
penting. Kemampuan memahami orang lain dan tingkat self-awareness merupakan
konsep yang erat terkait dengan psikologi sosial dan teori kepemimpinan. Tingkat self-
awareness yang tinggi memungkinkan individu untuk memahami kekuatan, kelemahan,
nilai-nilai, tujuan, emosi, dan perilaku diri. Kemampuan memahami orang lain
melibatkan kemampuan membaca ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan intonasi suara
untuk meningkatkan saling pengertian dan mengurangi potensi konflik.
Faktor-faktor stres yang paling mempengaruhi dinamika konflik dalam kelompok tugas
mahasiswa meliputi tidak terbaginya tugas dengan benar, perbedaan pendapat,
keegoisan, anggota pasif yang tidak mau bekerja sama, kurangnya inisiatif untuk
membantu, ketidaksesuaian pendapat antar anggota kelompok, ketidakcocokan antara
anggota kelompok, ketidakmampuan anggota kelompok untuk bekerja sama, deadline
yang ketat, kompleksitas tugas yang tinggi, dan konflik personal antara anggota
kelompok. Stres terjadi ketika terdapat ketidakharmonisan antara tuntutan situasional
dan sumber daya biopsikososial individu.
Gaya kepemimpinan yang efektif dalam penanganan konflik dalam kelompok tugas
mahasiswa yang mengalami tingkat stres yang tinggi adalah gaya kepemimpinan Laissez-
Fairedan. Gaya ini melibatkan partisipasi aktif dan keterlibatan bawahan dalam
pengambilan keputusan. Strategi yang diusulkan untuk pemimpin adalah mendengarkan
pendapat semua anggota, memberikan kebebasan berinisiatif, dan memahami anggota
kelompok. Namun, penting untuk memahami bahwa setiap situasi dan kelompok dapat
memiliki dinamika yang berbeda, sehingga pemimpin harus memahami konteks dan
kebutuhan kelompok secara spesifik.
Komunikasi yang efektif memainkan peran penting dalam memitigasi dan menyelesaikan
konflik dalam kelompok tugas mahasiswa yang berada dalam tekanan dan situasi stres.
Komunikasi kelompok, baik verbal maupun nonverbal, memungkinkan anggota
kelompok untuk berbagi informasi, memelihara diri, dan mencari pemecahan masalah
bersama. Strategi komunikasi yang diusulkan meliputi mendengarkan kedua belah
pihak, komunikasi langsung, memberikan kesempatan untuk memberikan pendepat,
17
memaafkan, saat terjadi konflik, melakukan diskusi, dan memberikan ruang bagi semua
anggota untuk berpendapat.
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian di atas, beberapa saran dapat
diajukan sebagai berikut:
Mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan self-awareness dan memahami orang
lain. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan introspeksi diri, pengembangan
kemampuan komunikasi interpersonal, dan peningkatan pemahaman terhadap
keberagaman dalam kelompok.
Penting bagi mahasiswa yang menjadi pemimpin dalam kelompok tugas untuk
memahami gaya kepemimpinan yang efektif, terutama gaya kepemimpinan Laissez-
Fairedan. Pemimpin harus mengembangkan keterampilan dalam mengelola konflik,
mendengarkan pendapat semua anggota, memberikan kebebasan berinisiatif, dan
memahami anggota kelompok secara individu.
Mahasiswa perlu menyadari faktor-faktor stres yang dapat mempengaruhi
dinamika konflik dalam kelompok tugas. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut,
mereka dapat mengantisipasi dan mengelola stres dengan lebih efektif, misalnya
dengan melakukan perencanaan tugas yang baik, mempromosikan kerja sama, dan
mengatur waktu secara efisien.
Mahasiswa perlu mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif dalam
konteks kelompok tugas. Hal ini meliputi kemampuan mendengarkan dengan baik,
berkomunikasi secara langsung, memberikan kesempatan kepada semua anggota
untuk berpendapat, dan memahami pentingnya kerjasama dan pemecahan
masalah bersama.
Dosen atau pembimbing perlu memberikan perhatian terhadap situasi stres yang
dialami mahasiswa dalam kelompok tugas. Mereka dapat memberikan panduan,
dukungan, dan bimbingan yang diperlukan untuk membantu mahasiswa mengatasi
konflik dan stres dengan lebih baik.
Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk menggali faktor-faktor lain yang
mempengaruhi dinamika konflik dalam kelompok tugas mahasiswa, serta untuk
menguji efektivitas strategi penanganan konflik yang berbeda dalam konteks yang
lebih luas.
18
Dengan mengimplementasikan saran-saran di atas, diharapkan mahasiswa dapat
mengelola konflik dengan lebih baik dalam kelompok tugas, meningkatkan kerjasama,
dan mencapai tujuan bersama secara efektif.
19
DAFTAR LAMPIRAN
iv
Gambar 3 Pertanyaan kuisioner tentang stress
v
Gambar 4 Pertanyaan kuisioner tentang kepemimpinan (i)
vi
Gambar 6 Pertanyaan kuisioner tentang komunikasi
vii
DAFTAR PUSTAKA
Arwin, A., Ciamas, E. S., Siahaan, R. F. B., Vincent, W., & Rudy, R. 2019. "Analisis Stress
Kerja Pada PT. Gunung Permata Valasindo Medan." In Seminar Nasional
Teknologi Komputer & Sains (SAINTEKS), Vol. 1, No. 1.
Brooks, R., & Goldstein, S. 2009. Rahasia Tahan Banting Memandu Anda Menjadi Pribadi
Tangguh dan Mudah Sukses. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Goleman, D. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. 2001. Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Henry, R., & Ongori, P. 2009. "Organizational Conflict and its Effects on Organizational
Performance." Research Journal of Management, 2(1): 16-24.
Khairunnisa, H. 2017. "Self Esteem, Self-Awareness Dan Perilaku Asertif Pada Remaja."
Retrieved March 13, 2023, from https://eprints.umm.ac.id/43485/.
Lazarus, R., & Lazarus, B. 1994. Passion and Reason: Making Sense of Our Emotions. New
York: Oxford University Press.
Mattayang, B. 2019. "Tipe Dan Gaya Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Teoritis." JEMMA |
Journal of Economics, Management, and Accounting, 2(2): 45.
https://doi.org/10.35914/jemma.v2i2.247
Mullins, L. J. 2005. Management and Organisational Behaviour. England: Pearson
Education Limited.
Kadarusman, D. 2012. Natural Intelligence Leadership: Cara Pandang Baru Terhadap
Kecerdasa dan Karakter Kepemimpinan. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Yudiaatmaja, F. 2013. "KEPEMIMPINAN: KONSEP, TEORI DAN KARAKTERNYA," 12(220).
https://doi.org/https://doi.org/10.23887/mkfis.v12i2.1681
Pohan, D. D., & Fitria, U. S. 2021. "Cybernetics: Journal Educational Research and Social
Studies," 2(3). https://pusdikra-publishing.com/index.php/jrss
Rahadi, P. F., Adityawan, O., Prihandayani, A. K., & Handoko, W. 2022. "Perancangan
Buku Interaktif Sebagai Media Manajemen Stres Pada Fase Quarter-Life Crisis."
Wacadesain, 3(2): 92-101. https://doi.org/10.51977/wacadesain.v3i2.918
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. 2020. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions.
Wiley Global Education.
Slocum M, Hellriegel C. 2007. "Technostress in The Workplace: Managing Stress in The
Electronic Workplace." Journal American Academy of Business.
viii
PROPORSI PENGERJAAN TUGAS BESAR
Nama Bagian
Ahmad Fauzi BAB 1, BAB 2(Kepemimpinan,
Komunikasi), BAB 3, BAB 4
M. Rafi Syihan BAB 1, BAB 2(Memahami orang lain,
self-awareness), BAB 3, BAB 4
I Putu Bagus W.W.P BAB 1, BAB 2(Stress, konflik), BAB 3,
BAB 4
ix