Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai
kepemimpinan dan komunikasi . Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
manajemen kepemimpinan yang diberikan pada semester IV. Makalah ini disusun
dan dilengkapi dengan teori. Makalah ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa
bantuan baik sarana, prasarana, pemikiran, kritik dan saran. Oleh karena itu, tidak
lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Ketut Sumada, MS selaku dosen pengampu mata kuliah manajemen
kepemimpinan
2. Rekan – rekan mahasiswa yang membantu dalam memberikan masukan-masukan
dalam mata kuliah ini.
Penyusun sangat menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Maka dengan rendah hati, penyusun selalu mengharapkan kritik dan
saran. Akhirnya penyusun mengharapkan semua makalah yang telah disusun ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Teknik khususnya jurusan Teknik Kimia.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
I.3 Tujuan.............................................................................................................6
I.4 Manfaat...........................................................................................................6
3
BAB III PENUTUP...............................................................................................29
III.1 Kesimpulan.................................................................................................29
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
2. Apa saja sifat kepemimpinan?
3. Apa saja jenis-jenikepemimpinan?
4. Apa saja gaya kepemimpinan??
5. Apa itu komunikasi kesehatan?
6. Bagaimana proses komunikasi dalam kepemimpinan ?
7. Apa saja hambatan dalam komunikasi?
8. Apa saja peran pemimpin dalam komunikasi?
9. Bagaimana pentingnya komunikasi dalam kepemimpinan
I.4 Manfaat
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Faktor penting dalam kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau
mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah-laku orang lain itu, ialah tujuan. Tujuan
ini adalah tujuan pihak si pemimpin. Kepemimpinan adalah kegiatan si pemimpin
untuk mengarahkan tingkah-laku orang lain ke suatu tujuan tertentu. Jadi tindakan
seorang pengemudi bis yang karena jam-tangannya pecah menyebabkan puluhan
pegawai yang dibawanya terlambat datang dikantornya, tidak bisa dikatakan
kepemimpinan, meskipun apa yang ia lakukan mempengaruhi tingkah-laku orang
lain. Si pengemudi bis tidak bermaksud mengontrol tingkah-laku para
penumpangnya; juga apa yang terjadi tidak terarahkan kepada tujuan tertentu.
Andaikata ia dengan sengaja memecahkan jam-tangannya dan merusak jadwal
perjalanannya dengan tujuan agar para penumpangnya marah kepada pemilik
perusahaan bis, ini baru bisa dikatakan kepemimpinan.
Tetapi itu tidak berarti, bahwa kepemimpinan selalu merupakan kegiatan yang
direncanakan dan dilakukan dengan sengaja. Seringkali kepemimpinan berlangsung
juga secara spontan. Meskipun demikian, direncakan atau tidak direncanakan,
maksud dan tujuan selalu ada. (Onong Uchjana Effendy)
8
pola-pola hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin mempunyai ciri-ciri khas
dalam setiap jenis kelompoknya.
Fungsi utama kepemimpinan terletak dalam jenis khusus dari perwakilan
kelompoknya (group representation). Seorang pemimpin harus mewakili
kelompoknya melalui saluran-saluran yang khusus direncanakan dan dibuat oleh
kelompoknya sendiri. Mewakili kepentingan kelompoknya mengandung arti, bahwa
si pemimpin mewakili fungsi administrasi secara eksekutif. Ini meliputi koordinasi
dan integrasi berbagai aktivitas, kristalisasi kebijaksanaan kelompok, dan penilaian
terhadap macam-macam peristiwa yang beru terjadi, yang membawakan fungsi
kelompok. Lain daripada itu seorang pemimpin juga merupakan perantara dari orang-
orang dalam kelompoknya dengan orang-orang diluar kelompoknya. (Onong Uchjana
Effendy)
9
b. Pemimpin sebagai Hakim
Pemimpin sebagai hakim atau penimbang atau pelerai sudah dikenal sejak
dahulu kala. Dari berbagai sumber dapat diketahui cerita-cerita atau kisah-kisah
dimana seorang pemimpin bertindak sebagai hakim atau penengah, yang setiap
keputusannya dilaksanakan dengan taat.
Dalam masyarakat modern tanggung-jawab keadilan terletak ditangan para
pemimpin dengan keahliannya yang khusus dan ditunjuk secara khusus. Ini dikenal
sebagai pengadilan. Dalam bidang lainnya, umpamanya dalam bidang olahraga,
terdapat korps wasit yang mempunyai fungsi sebagai hakim.
Pemimpin sebagai hakim adalah seorang otokrat, karena setiap keputusannya
adalah bersifat mutlak.
c. Pemimpin sebagai Penganjur
Pemimpin sebagai penganjur, sebagai propagandis, sebagai juru-bicara, atau
sebagai “pengarah opini publik (mobilizer of opinion) merupakan orang-orang
penting dalam masyarakat. Mereka ini bergerak dalam bidang komunikasi atau
publisistik yang perlu menguasai ilmu komunikasi.
Penganjur adalah sejenis pemimpin yang memberi inspirasi kepada orang lain.
Seringkali ia merupakan orang yang pandai bergaul dan fasih berbicara. Acapkali ia
adalah pioner dalam bidang sosial dan berjuang untuk perubahan-perubahan. Jika ia
dalam kedudukannya sebagai penganjur itu berada jauh di depan kelompoknya, dia
bisa menjadi lambang penjelmaan ide-ide yang dibawakannya. Pemimpin seperti itu
ialah umpamanya: Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad, Gajah Mada, Mahatma
Gandhi, Abraham Lincoln, Martin Luther, dan lain-lain.
Akan tetapi pemimpin-penganjur atau advocate-leader itu tidak hanya dijumpai
dalam kehidupan nasional. Seorang anggota DPRD yang menampilkan ide untuk
mengatasi masalah kesulitan perumahan bagi pegawai negeri, juga dapat dikatakan
pemimpin-penganjur; atau seorang kiai yang menyerukan kepada khalayak untuk
hidup damai dengan tetangga.
10
d. Pemimpin sebagai Ahli
Pemimpin sebagai ahli, umpamanya seorang instruktur atau seorang juru-
penerang, berada dalam posisi yang khusus dalam hubungannya dengan unit sosial
dimana ia bekerja. Dia lebih terpelajar daripada orang-orang lainnya.
Kepemimpinannya hanya berdasarkan fakta, dan hanya pada bidang dimana terdapat
fakta. Termasuk dalam kategori ini ialah, guru, petugas sosial, dosen, dokter, ahli
hukum, dan yang lainnya lagi, yang mencapai dan memelihara pengaruhnya karena
mereka mempunyai pengetahuan untuk diberikan kepada orang lain. Hal yang
membuat seseorang menjadi instructor leader ialah kenyataan, bahwa ia lebih banyak
memiliki pengetahuan berbanding dengan anggota-anggota kelompok lainnya dan
bahwa fungsinya yang penting ialah memberikan penerangan kepada kelompoknya.
Alasan utama bagi eksistensinya ialah, bahwa “ia tahu dan orang lain tidak tahu.” dan
ia mempunyai wewenang.
e. Pemimpin sebagai Pemimpin-Diskusi
Pemimpin jenis ini dijumpai dalam lingkungan kepemimpinan demokratis
dimana komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Seseorang yang secara
lengkap memenuhi kriteria kepemimpinan demokratis ialah orang yang menerima
peranannya sebagai pemimpin diskusi. Jika seorang pejabat melaksanakan metode
demokratis, dia bukan lagi seorang eksekutif, melainkan seorang pemimpin diskusi
(discussion leader). Bila seorang guru melaksanakan metode-metode demokratis, dia
bukan lagi seorang pemimpin diskusi. Diskusi yang bebas adalah satu-satunya proses
dimana kelompok secara keseluruhan ikut berperan dan dimana semua anggota
kelompok sama-sama diwakili dalam membuat suatu keputusan. Adalah melalui
diskusi, bahwa seorang pemimpin dapat menampilkan bakat-bakat kreatif dari
anggota-anggota kelompok, membantu mereka memecahkan persoalan, dan mencapai
keputusan yang mereka buat.
(Onong,2014)
11
2.4 Pengertian Komunikasi
12
drama yang menjadi action, atau perkembangan menjadi dinamika. Jadi komunikasi
dan hubungan manusia tidak amb dipisahkan. Dengan demikian, karena
kepemimpinan adalah hubungan manusia, maka komunikasi dan kepemimpinan tidak
amb dipisahkan. Komunikasi dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan.
Komunikasi dari tahun ke tahun tetap menjadi objek penelitian yang intensif.
Setiap penelitian pada umumnya melakukan kegiatannya berdasarkan rumus Lasswell
yang terkenal. Harold D. Laswell dalam Drs. Onong Uchjana Effendy, MA
menyatakan, bahwa cara yang tepat untuk menerangkan komunikasi ialah menjawab
pertanyaan-pertanyaan:
- Siapa (Who)
- Mengatakan apa (Says what)
- Melalui saluran apa (In which channel)
- Kepada siapa (To whom)
- Dengan efek yang bagaimana (With what effect).
Studi ilmiah mengenai komunikasi cenderung untuk konsentrasi pada satu atau
beberapa pertanyaan tersebut di atas. Para cedekiawan yang mempelajari unsur
“siapa”, yakni komunikator meneropong ambin yang memprakarsai dan
membimbing kegiatan komunikasi. Sub-bagian dari bidang penelitian ini dinamakan
analisa pengawasan (control analysis).
13
- Saluran (channel, media), ialah alat yang dipergunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan pesan.
- Komunikan (communicant, audience), yaitu orang yang menerima pesan.
- Efek (effect), yakni efek atau pengaruh kegiatan komunikasi yang dilakukan
komunikator kepada komunikan.
Bagi seorang pemimpin, unsur terakhir dari proses komunikasi tersebut di atas,
yakni “efek”, harus merupakan ambin yang selalu mendapat perhatian. Ia senantiasa
harus bertanya apakah ada efeknya dan sejauh mana efek dari kegiatan
komunikasinya itu. Sukses tidaknya komunikasinya tergantung dari efek dari
kegiatan komunikasinya. Sudah tentu ini tergantung pula dari apa yang ia
komunikasikan dan bagaimana ia mengkomunikasikannya.
Apa yang dikomunikasikan oleh seorang pemimpin kepada pengikutnya atau
anak-buahnya, dalam proses komunikasi adalah pesan yang disampaikan
komunikator kepada komunikan. Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi,
menampilkan istilah “informasi” untuk pesan komunikasi tersebut.
Informasi dalam pengertian tersebut di atas harus diartikan secara luas.
Jelasnya: tidak terbatas pada berita atau “fakta” atau apa yang terdapat dalam buku
atau yang diajarkan dalam kelas. Informasi adalah setiap isi komunikasi yang
mengurangi ketidakpastian atau kemungkinan-kemungkinan ambing ate dalam
suatu situasi. Ini dapat mencakup emosi. Dapat pula meliputi fakta atau opini,
bimbingan atau persuasi. Ia tidak harus berbentuk kata-kata; pengertian yang
tersembunyipun atau bahasa bisu (the silent language) adalah informasi yang penting.
Ia tidak harus benar-benar sama pada komunikator dan komunikan.
Karena itu, menurut Schramm, komunikasi didasarkan atas kesangkutpautan
(relationship). Kesangkutpautan ini dapat terjadi antara dua orang, atau antara
seseorang dengan sejumlah orang. Hakekat kesangkutpautan ini adalah “setala” (“in
tune”) antara satu sama lainnya, terfokuskan kepada informasi yang sama. Unsur
sentral kesangkutpautan komunikasi tersebut biasanya dipancangkan dalam
14
kesangkutpautan ambin tertentu yang menunjang penggunaan dan interpretasi
terhadap informasi.
Kesangkutpautan tersebut tidak harus berada dalam komunikasi tatap muka
(face to face communication). Demikian juga, isyarat-isyarat dan ambing-lambang
dari zaman dahulu kala dapat dikomunikasikan, seperti apa yang dikenal sebagai
karya orang-orang ternama yang sudah tidak ada. Akan tetapi tampak jelas bahwa
disitu terdapat perbedaan/dalam kualitas antara kesangkutpautan komunikasi yang
dekat dan langsung dengan yang dijauhkan dalam ruang dan waktu. Tak mungkinlah
terdapat komunikasi dua-arah dengan pengarang yang sudah tiada. Akan tetapi
komunikasi jarak jauh ini dapat menimbulkan akibat yang mengandung suatu
kekuatan; salah satu sebab mengapa buku-buku termashur tetap abadi dan media
massa tetap hidup ialah karena adanya kekuatan untuk “mentala” (“tune in”) dengan
massa komunikan di tempat yang jauh.
Dalam bab sebelumnya mengenai arti kepemimpinan ditandaskan, bahwa
kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mengarahkan tingkah laku orang lain ke
suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu bagi seorang pemimpin kurang sempurnalah
definisi Cooley, yang menyatakan, bahwa komunikasi adalah mekanisme yang
menyebabkan adanya hubungan antar manusia dan yang memperkembangkan semua
ambing pikiran, bersama-sama dengan alat-alat untuk menyiarkannnya dalam ruang
dan merekamnya dalam waktu. Demikian pula kurang sempurnalah definisi William
Albig yang menyatakan, bahwa komunikasi adalah proses pengoperan ambing-
lambang yang mengandung pengertian antara individu-individu (communication is
the process of transmitting meaningful symbols between individuals).
Sebagai proses dimana seseorang (komunikator) mengoperkan perangsang-
perangsang (biasanya ambing-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah
tingkah laku orang lain (komunikan). (As the process by which an individual (the
communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of
other individuals ( ambing ates).
2.6. Teknik Berkomunikasi
15
Menurut Dr. Asmawi Rewansyah, M.Sc dalam perkuliahan Ilmu Administrasi
Publik (2015), tekhnik berkomunikasi adalah cara atau seni menyampaikan pesan
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan atau
penerima pesan.
Pada umumnya bahasa yang digunakan untuk menyalurkan pernyataan/pesan
tersebut ambing juga ambing yang digunakan antara lain gerakan anggota tubuh,
gambar, warna dan sebagainya. Yang terpenting dalam komunikasi adalah bagaimana
caranya agar sesuatu pesan menimbulkan suatu dampak/efek tertentu pada si
penerima pesan/komunikan. Dampak yang ditimbulkan menurut kadarnya yakni:
c. Dampak kognitif
Yaitu penerima pesan menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya atau mengubah
pikiran diri komunikan.
b. Dampak afektif
Yaitu penerima pesan tidak hanya tahu, tetapi tergerak hatinya atau menimbulkan
perasaan tertentu, seperti: iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya.
c. Dampak behavioral/perilaku
Yaitu dampak yang timbul pada perubahan perilaku, tindakan, kegiatan dan ucapan
penerima pesan.
(Abudullah,2008)
2.7. Rintangan-Rintangan Komunikasi
1. Gangguan Mekanik dan Semantik
Pada bab sebelumnya telah dikutip keyakinan Hendy Clay Lindgren, bahwa
kepemimpinan yang efektif adalah komunikasi yang efektif. Dalam bab tersebut dan
bab berikutnya telah dibahas berbagai hal sehubungan dengan komunikasi, mulai dari
pengertiannya dan prosesnya sampai kepada bentuknya dan modelnya. Telah
disetujui pendapat para ahli, bahwa komunikasi efektif adalah komunikasi yang
berhasil membina pengertian, yang berhasil menyampaikan pesan yang membuat
komunikan memberikan tanggapan yang dikehendaki komunikator. Dalam
komunikasi efektif suatu pesan dapat berlaku kepada komunikan dan pengertian yang
16
ada padanya benar-benar sama dengan pengertian yang terdapat pada komunikator.
Tetapi telah ditegaskan pula bahwa bagi seorang pemimpin, komunikasi efektif bukan
hanya keberhasilan dalam membina pengertian yang sama antara komunikator dan
komunikan, tetapi berhasil mengubah tingkah laku komunikan enotat yang
dikehendaki komunikator.
Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif memang tidaklah mudah. Ada
banyak rintangan yang eno merusak komunikasi. Yang paling penting diantaranya
ada dua yang dalam bahasa asing biasa disebut “noises”, yang diterjemahkan menjadi
“gangguan”, yaitu “mechanical noise” (gangguan mekanik) dan “semantic noise”
(gangguan enotati).
3. Gangguan Mekanik
Yang dimaksudkan dengan gangguan mekanik ialah gangguan disebabkan
saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Ini erat hubungannya dengan
media-media atau saluran komunikasi antar-pribadi secara lisan. Sebagai contoh ialah
gangguan mekanik seperti suara dobel dari pesawat radio disebabkan dua pemancar
yang berdempetan, gambar berliuk-liuk atau maju berubah-ubah pada layar enotati,
bunyi menggaung pada pengeras suara atau riuh hadirin pada pidato dalam suatu
pertemuan. Dalam media tercetak, contoh untuk gangguan mekanik ialah huruf yang
tidak jelas, jalur huruf yang hilang atau terbalik, halaman yang sobek, enotativ atau
sambungan kisah-berita yang hilang, atau halaman yang kotor atau basah.
b. Gangguan Semantik
Gangguan enotati seperti disebutkan di atas adalah terjemahan dari “semantic
noise”. Istilah “noise” di sini tidak berarti “suara”. Gangguan ini bersangkutan
dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan enotati
tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan
mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, akan
lebih banyak gangguan enotati dalam pesannya. Gangguan enotati terjadi dalam
kesalahpengertian. Pada hakikatnya orang-orang yang terlibat dalam komunikasi
menginterpretasikan bahasa yang menyalurkan suatu pesan dengan berbagai cara;
17
karena itu mereka mempunyai pengertian yang berbeda dalam benaknya. Seorang
komunikan mungkin menerima suatu pesan dengan jelas sekali, baik secara mekanik
maupun secara enotati – secara fisik berlalu dengan keras dan jelas – tetapi
disebabkan kesukaran pengertian (gangguan enotati) komunikasinya menjadi gagal.
Rintangan-rintangan apa lagi yang cenderung untuk mengganggu atau
merusak komunikasi efektif? Merril dan Lowenstein dalam Drs. Onong Uchjana
Effendy, MA menyajikan suatu daftar sebagai berikut:
- Latar belakang pelaku komunikasi yang berbeda.
- Perbedaan pendidikan, formal atau tidak formal.
- Perbedaan kepentingan dalam pesan yang disampaikan.
- Perbedaan IQ.
- Perbedaan taraf dan penggunaan bahasa.
- Kekurangan rasa saling hormat-menghormati di antara pelaku komunikasi.
- Perbedaan enota-faktor seperti umur, kelamin, ras dan kelas.
- Tekanan mental dan/atau fisik pada waktu berkomunikasi.
- Kondisi lingkungan pada waktu berkomunikasi.
- Kekurangan keahlian pada pihak komunikator (penulis atau pembicara yang kurang
mahir).
- Kekurangan keahlian pada piihak komunikan (pembaca atau pendengar yang kurang
mahir).
- Kekurangan informasi dalam pesan (pesan yang “kosong”).
- Kecil atau tidak ada kesamaan dalam pengalaman.
- Kecil atau tidak ada umpan-balik atau interaksi.
2. Umpan-Balik
a. Pengertian Umpan-Balik
Di atas disebutkan, bahwa “kecil atau tidak ada umpan-balik” merupakan
rintangan bagi komunikasi efektif. Umpan balik atau “feedback” ini perlu mendapat
pembahasan tersendiri mengingat pentingnya hal ini dalam proses komunikasi. Suatu
18
umpan balik selain eno positif, juga eno enotati yang perlu diatasi oleh
komunikator dalam rangka melakukan komunikasinya yang efektif.
Istilah feedback yang diterjemahkan menjadi umpan balik berasal dari
cybernetic, suatu cabang dari ilmu bangunan (engineering science) yang berhubungan
dengan enota enotat. Sistem ini mengontrol suatu operasi dengan menggunakan
informasi mengenai efek. Sebuah contoh untuk enota cybernetic yang sederhana
ialah enotative (alat peng-imbang panas) pada sebuah dapur-api. Jika suhu di dalam
kamar menurun sampai derajat terendah, enotative menutup sebuah alat, mengirim
isyarat yang menghidupkan tungku-api tadi. Termostat senantiasa mengontrol suhu
kamar; jika maksimum suhu yang diinginkan tercapai, enotative tersebut membuka
alat yang disebutkan tadi, yang mengirimkan isyarat yang mematikan dapur-api tadi.
b. Umpan-Balik Positif dan Negatif
Jika, umpamanya, anggukan hormat seseorang kepada orang asing (tidak saling
kenal) mendapat tanggapan yang menyenangkan, maka mungkin ia meneruskan
percakapannya dengan menyampaikan pesan yang lebih banyak. Ini adalah umpan
balik positif. Tetapi jika pesan pertama menemui perbedaan atau bernada tidak enak,
maka percakapan hanya sampai disitu; ini adalah umpan balik enotati.
Saat ini, oleh karena perkataan “positif” dan “ enotati” mempunyai pengertian
yang memiliki nilai tertentu, kedua perkataan itu akan mudah membingungkan
apabila dalam pembicaraan mengenai umpan-balik. Dalam contoh di atas bukan
tanggapan komunikan yang menyenangkan yang membuat umpan balik positif; juga
bukan tanggapan yang menunjukkan keengganan yang membuat umpan balik
enotati. Untuk mudahnya adalah suatu pertanyaan apakah tanggapannya tadi
menyebabkan peningkatan atau penurunan dalam beberapa aspek tingkah laku
komunikator. Dengan lain perkataan, pertanyaannya ialah apakah tanggapan
komunikan menyebabkan komunikator memperluas atau mengakhiri percakapan?
Dengan keterangan di atas jelaskan, bahwa istilah umpan balik tidak menunjuk
kepada setiap tingkah-laku komunikan, melainkan kepada kesangkutpautan
(relationship) antara tingkah laku komunikator, tanggapan komunikan, dan efek
19
tanggapan tersebut kepada tingkah laku komunikator selanjutnya. Jadi tanggapan
komunikan bukanlah umpan balik, kalau tanggapan tersebut tidak menimbulkan efek
pada tingkah laku komunikator selanjutnya.
c. Umpan-Balik Langsung dan Tertunda
Umpan balik langsung terjadi dalam komunikasi tatap muka antar pribadi (face
to face communication; person to person communication) atau komunikasi dalam
kelompok kecil. Ini eno terjadi dalam setiap situasi komunikasi dimana si
komunikator dalam proses komunikasinya dapat diinterupsi oleh suatu pertanyaan
dari komunikan.
Umpan balik tertunda terjadi dalam berbagai jenis situasi komunikasi, tetapi
seringkali dalam hal yang erat hubungannya dengan komunikasi massa. Sebagai
contoh ialah surat pembaca yang dikirimkan kepada redaksi surat kabar mengenai
salah satu hal dari isi surat kabar, atau telepon yang disampaikan kepada studio
enotati oleh penonton mengenai programa yang telah dilihatnya. Umpan balik
tertunda dalam komunikasi massa bersifat selektif, dan komunikator hanya
memperoleh wawasan mengenai bagaimana sebagian kecil dari komunikannya
merasakan tentang pesan yang disampaikannya.
4. Umpan-Balik Ditentukan dan Dinyatakan
Benjemin Singer dalam bukunya “Feedback and Society” dalam Drs. Onong
Uchjana Effendy, MA mengetengahkan dua jenis umpan balik yang erat
hubungannya dengan politik. Jenis yang pertama ialah umpan balik yang ditentukan
(determinative feedback), yang ia artikan sebagai proses pengikut sertaan politik
dengan tujuan yang ditetapkan dalam pikiran seperti memilih partai, mendapatkan
peraturan daerah yang baru, dan sebagainya.
Umpan balik tersebut oleh Singer dipertentangkan dengan jenis yang kedua,
yakni umpan balik yang dinyatakan (expressive feedback); ini mencakup opini
terhadap isu-isu. Jadi poll dan survey, bahkan surat-surat merupakan umpan balik
yang dinyatakan, dimana untuk suatu tujuan tertentu tidak dipergunakan alat-alat
dalam bentuk perkakas.
20
Public opinion poll merupakan metode yang dapat diterima dewasa ini dengan
mana lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat
di enota yang sudah maju menerima berbagai informasi mengenai opini penduduk.
Jadi poll seperti itu menyatakan sikap yang terdapat pada penduduk.
Tetapi poll, disebabkan beberapa enotat tidak merupakan jawaban yang cukup
untuk keperluan mekanisme umpan balik; pada kenyataannya jawaban-jawaban
tersebut terbatas sekali dalam kemampuannya umpan balik yang benar-benar
relevan.
21
Faktor kedua ialah “kepercayaan pada komunikator” (source credibility).
Kepercayaan komunikan pada komunikator ditentukan oleh keahlian komunikator
dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Seorang ahli enot
akan mendapat kepercayaan apabila ia berbicara mengenai masalah enot. Demikian
pula seorang dokter akan memperoleh kepercayaan kalau yang ia bahas adalah soal
kesehatan.
Kepercayaan pada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang
disampaikan kepada komunikan dianggap olehnya sebagai benar dan sesuai dengan
kenyataan empiris.
Dalam pada itu secara umum diakui pula bahwa keahlian seorang
komunikator – apakah keahliannya itu khas atau bersifat umum seperti timbul dari
pendidikan yang lebih baik atau status enota yang lebih tinggi atau jabatan profesi
yang lebih tinggi – akan membuat pesan yang dikomunikasikannya mempunyai daya
pengaruh yang besar. Akan tetapi hal ini terjadi apabila si komunikator mahir dalam
mengkomunikasikan pesannya.
Sehubungan dengan itu, maka berikut ini adalah beberapa enota yang perlu
diperhatikan apabila seorang pemimpin tampil sebagai komunikator:
5. Kerangka Referensi
Seorang pemimpin akan berhasil dalam komunikasinya apabila pesan yang ia
sampaikan cocok dengan kerangka referensi (frame of reference) komunikan.
Kerangka referensi seseorang dibentuk sebagai hasil dari pengalaman,
pendidikan dan pengertian-pengertian yang diperoleh dari kelompoknya atau dari
orang lain. Kereangka referensi seorang anak murid SD tidak sama dengan murid
SMP, apalagi dengan murid SMA, lebih-lebih lagi dengan seorang mahasiswa. Jelas
bahwa meskipun umurnya sama, tetapi kalau pendidikan dan pengalamannya
berlainan, kerangka referensi orang yang satu dengan orang lainnya tidak akan sama.
Kerangka referensi seorang petani tidak sama dengan seorang dokter, juga dengan
seorang perwira tentara.
22
Seorang manajer perusahaan dapat saja menyampaikan pesan yang sama
kepada wakilnya dan kepada sopirnya, tetapi formulasinya harus sesuai dengan
kerangka referensi kedua orang tersebut. Kerangka referensi wakil manajer tidak akan
sama dengan kerangka referensi seorang sopir.
6. Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi sangat berpengaruh pada berhasilnya kelangsungan komunikasi.
Yang dimaksudkan dengan situasi di sini ialah suasana pada saat suatu pesan
komunikasi akan disampaikan kepada seseorang. Pesan politik yang akan dilancarkan
sudah tentu harus diperhitungkan dengan situasi politik. Akan tetapi pesan
komunikasi tidak selalu bersangkutan dengan masalah politik. Hari Minggu, bulan
Puasa (Ramadhan) atau hari Tahun Baru mungkin merupakan situasi yang kurang
menyenangkan bagi orang-orang tertentu untuk diajak berkomunikasi, untuk diberi
pesan komunikasi apapun, sekalipun mereka berada dalam keadaan bahagia sehat
walafiat.
Yang dimaksud dengan kondisi dalam hubungannya dengan komunikasi,
ialah “state of personality” dari komunikan. Dia mungkin berada dalm kondisi yang
tidak atau kurang menyenagkan untuk menerima suatu pesan, umpamanya sedang
sakit, sedih, marah, lapar, bingung, dan lain sebagainya, baik kondisi jasmaniah
maupun kondisi rokhaniah.
Komunikasi yang dilancarkan dalam situasi dan kondisi yang tidak
menyenangkan komunikan, tidak akan fungsional (functional), melainkan akan
disfungsional ( enotative al), bahkan mungkin akan menjadi enotativ kepada
komunikator, artinya bukan saja komunikasi tidak berhasil, malahan komunikan
menjadi benci kepada komunikator.
7. Konotasi
Konotasi menyangkut kata-kata sebagai alat untuk mengekspresikan “isi
kesadaran” (Bewusstseinsinhalte; istilah Dr. Walter Hagemann) atau “gambaran
23
dalam benak” (picture in our head; istilah Walter Lippmann), yakni pikiran dan
perasaan. Jadi pesan komunikasi, apakah itu merupakan ide, informasi, motivasi atau
opini, adalah pikiran atau perasaan komunikator yang dengan menggunakan
“kendaraan” bahasa sampai kepada benak komunikan.
Dalam memilih kata-kata untuk menyatakan pikiran atau perasaan perlu
disadari bahwa enotat kata yang sama mungkin mengandung pengertian yang
berbeda bagi setiap orang.
Kata-kata mempunyai dua jenis pengertian, yakni pengertian enotative dan
pengertian konotatif. Pengertian enotative adalah pengertian biasa sebagaimana
diartikan dalam kamus (dictionary meaning) yang diterima secara umum oleh
kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Pengertian konotatif
adalah pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (emotional or
evaluative meaning) disebabkan latar belakang dan pengalaman seseorang.
Dengan demikian, jelaslah bahwa bagi seorang pemimpin – lebih-lebih tokoh
politik – pemakaian bahasa dan pemilihan kata-kata untuk menyampaikan pesan
komunikasinya perlu dilakukan dengan seksama untuk menghindarkan terjadinya
salah pengertian dan salah tafsir. Terutama hal ini sangat penting bagi seorang
diplopat, karena erat sekali hubungannya dengan nuansa-nuansa (nuances). Justru
nuansalah yang menjadi darah daging profesi diplomasi.
(Asmawi,2012)
2.9. Pemimpin Sebagai Negosiator
Sebagai negosiator dalam situasi perundingan, seorang pemimpin bertindak
bukan saja sebagai komunikator tetapi sekaligus sebagai komunikan. Dalam situasi
itu ia menyampaikan pesan persuasinya tetapi pada saat itu pula ia pada gilirannya
menerima pesan persuasi dari lawannya, apakah lawannya itu sendirian ataupun lebih
dari satu orang. Berikut ini adalah beberapa faktor yang perlu diperhatikan bagi
pemimpin sebagai negosiator:
1. Ethos
24
Dalam suatu perundingan penting, seorang pemimpin akan sukses apabila ia
berhasil menunjukkan “source credibility”, artinya ia mendapat kepercayaan dari
lawannya. Timbulnya kepercayaan disebabkan adanya “ethos” pada dirinya, yaitu apa
yang pernah dikatakan oleh Aristoteles dan yang hingga kini tetap dijadikan
pedoman, yakni “good sense, good moral character and good will” dan oleh para
cendikiawan modern diterjemahkan menjadi “itikad baik (good intentions), dapat
dipercaya (trustworthiness) dan kecakapan atau kemampuan (competence or
expertness).
Jadi selagi menjadi negosiator, seorang pemimpin perlu menunjukkan bahwa
dirinya mempunyai itikad baik, dapat dipercaya dan memang mempunyai kecakapan
atau keahlian.
Freeley selanjutnya menyarankan agar seorang negosiator memperhatikan apa
yang ia sebut “ethical standards” sebagai berikut:
1) Hendaknya menguasai subjeknya; hendaknya melakukan persiapan secara matang;
dan hendaknya mendasarkan kasusnya pada bukti dan argumen yang sebaik-baiknya.
2) Hendaknya menyajikan fakta dan opini secara seksama.
3) Hendaknya menyebutkan sumber informasi.
4) Hendaknya menyambut setiap perbedaan paham dengan baik, dan kendaknya
memelihara dan membina perdebatan sebagai sarana pengambilan keputusan yang
rasional.
Demikianlah hendaknya seorang pemimpin manakalah ia dalam suatu perundingan
mengemban misi untuk membawakan suatu pesan dengan harapan dapat
menghasilkan keputusan yang menyenangkan kedua belah pihak.
2. Peranan Mendengarkan
Dalam suatu perundingan, terutama perundingan politik yang hasil
keputusannya menyangkut kepentingan negara dan rakyat, peranan seorang
pemimpin bukan saja membawakan pesan dan mempersuasikannya kepada lawan,
tetapi juga sebagai pendengar. Mungkin misinya gagal disebabkan ia tidak
25
memperhatikan peranannya sebagai pendengar, sehingga bukannya ia mampu
mempersuasikan pesannya, melainkan ia sendiri menjadi sasaran persuasi lawan.
Dalam hubungan dengan peranan mendengarkan ini, Harold P. Zelko dalam
artikelnya yang berjudul “An Outline of the Role of Listening in Communication”,
diantaranya memberikan saran sebagai berikut:
1) Dengarkan semua peserta, jangan yang hanya anda sukai saja.
2) Konsentrasikan perhatian ada pada pembicaraan orang. Tataplah dia.
3) Pikirkan mengapa dia mengetengahkan suatu point khusus.
4) Dalam menjawab atau menyangkal, hormatilah pendapatnya.
5) Hubungkanlah dan nilailah jalannya perundingan.
6) Hindarkanlah prasangka pribadi.
7) Bersikaplah objektif. Hindarkanlah argumen yang panas.
Sebagai pendengar yang baik dalam suatu perundingan menurut Zelko, seorang
negosiator akan dapat:
a) membedakan fakta dari opini
b) mengerti, menilai kesimpulan dan melakukan pertimbangan
c) meneliti prasangka dan propaganda
d) merekonstruksi pembahasan yang samar sehingga menjadi jelas.
Tetapi dalam suatu perundingan – juga termasuk jumpa pers atau dengar
pendapat – bukan tidak mungkin seorang pembicara terpojokkan sehingga kehilangan
akal. Kalau ini terjadi, maka ethosnya akan menurun. Dalam situasi seperti ini,
hendaknya dipergunakan “metode red-heering” yaitu mengelakkan argumentasi dari
bagian-bagian yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke
bagian yang kuat dan dikuasai. Cara ini disebut juga “mengkanalisasikan argumentasi
(canalizing of argumentation)”.
Yang dimaksudkan dengan “more abstract” oleh Bettinghause dalam contoh
yang dikemukakannya, mempunyai makna “lebih luas”. Demikianlah, maka
berdasarkan pendapat Bettinghause itu, buah lebih luas dari pada mangga, tubuh lebih
26
luas daripada hidung, manusia lebih luas daripada orang, karyawan lebih luas
daripada jurutulis, politik lebih luas daripada demokrasi, dan sebagainya.
27
2.11.Peranan Komunikasi Dalam Kepemimpinan
Tanpa adanya komunikasi yang benar dan baik dapat mempersulit proses
yang ada dalam ruanglingkup perusahaan atau organisasi yang nantinya akan
menghambat rencana atau tujuan perusahaan, maka dari itu pentingnya
berkomunikasi dengan baik dan benar sangat diperlukan dalam membantu perusahaan
mencapai tujuannya tersebut.
(Sudirman,2012)
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui kesimpulan bahwa:
1. Kepemimpinan merupakan kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing,
mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkahlaku orang lain.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui suatu karya, seperti buku, tulisan, dsb.,
atau melalui kontak pribadi antara seseorang dengan orang lain secara tatap-muka
(face-to-face).
2. Komunikasi merupakan mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antar
manusia dan yang memperkembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama
dengan alat-alat untuk menyiarkannya dalam ruang dan merekamnya dalam waktu.
Ini mencakup wajah, sikap dan gerak-gerik, suara, kata-kata tertulis, percetakan,
kereta-api, telegrap, telephon, dan apa saja yang merupakan penemuan mutakhir
untuk menguasai ruang dan waktu.
3. Komunikasi merupakan bagian terpenting yang perlu mendapat perhatian ekstra bagi
pemimpin ketika ingin mempengaruhi orang lain untuk mau mengerjakan perintahnya
ataupun dalam proses pengambilan keputusan. Keberhasilan pemimpin sangatlah
ditentukan dalam keterampilan berkomunikasi. Meskipun komunikasi bukan sebagai
panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena
persoalan atau konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Namun
paling tidak, dengan adanya komunikasi kepemimpinan yang baik dan yang
menyenangkan, diharapkan benturan-benturan psikologis dan konflik-konflik antara
kepentingan pribadi dan kepentingan organisasi yang sering terjadi, baik antara
manajer atau pemimpin dengan karyawan, karyawan dengan karyawan, yang
mengganggu jalannya roda organisasi dalam mencapai tujuannya bisa dihindari.
4. Komunikasi kepemimpinan merupakan aktifitas penyampaian pesan, informasi, dan
tugas (secara verbal ataupun non verbal) melalui media tertentu yang dilakukan oleh
29
seorang pemimpin kepada bawahannya, dengan tujuan tertentu. Inti komunikasi
kepemimpinan sesungguhnya adalah bagaimana memberikan instruksi atau tugas
yang jelas dan mudah dipahami oleh bawahan, bagaimana mengkomunikasikan
kebijakan organisasi atau perusahaan kepada semua unsur di dalamnya, bagaimana
frekuensi komunikasi pemimpin dengan bawahan dan bagaimana memotivasi pada
bawahan, membangkitkan motif bawahan atau karyawan, menggugah daya gerak
mereka untuk bekerja lebih giat.
3.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Onong, Uchjana Effendy, Drs. MA. 2014. Kepemimpinan Dan Komunikasi. Bandung:
Penerbit Alumni.
Abdullah Masmuh, Drs. M.Si. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan
Praktek. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Asmawi, Rewansyah, Dr. MSc. 2012. Kepemimpinan Dalam Pelayanan Publik. Jakarta
Timur: PT. Rizky Grafis.
Sudirman,Yogi.2015. “ Kepemimpinan dan Komunikasi “( http://yogisudirman22.blogspot.
com/2015/05/kepemimpinan-dan-komunikasi.html). Diakses pada tanggal 25 Maret
2020 pukul 12.00 WIB.
31