MAKALAH
Oleh,
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Implementasi Pembelajaran Konstruktuvisme”.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Model-model Pembelajaran di Sekolah Dasar pada Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan pembaca tentang Implementasi Model
Pembelajaran Konstukrivisme di SD, Strategi Pembelajaran Konstuktivisme di SD,
Pengelolaan Kelas Model Pembelajaran Konstruktivisme di SD dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran Model Konstruktivisme di SD untuk pembaca
Penulis ucapkan terima kasih kepada Drs. H. Sadjaruddin Nurdin, M.Pd. selaku
dosen mata kuliah Model-model Pembelajaran di Sekolah Dasar yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan studi yang
penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis
menyadari makalah yang ditulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun untuk penulis akan dinantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB II PEMBAHASAN
A. Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivisme Di Sd......................... 4
B. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme Di Sd ............................................ 4
C. Pengelolaan Kelas Model Pembelajaran Kontruktivisme Di Sd .................. 10
D. Rencana Pembelajaran Model Kontruktivisme Di Sd ................................. 11
BAB III PENUTUP
A. SIMPULAN ............................................................................................... 21
B. SARAN ...................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sehingga peserta didik nyaman dalam belajar. Hakikat belajar yaitu suatau
proses pengarahan untuk pencapaian tujuan dengan melakukan perbuatan
melalui pengalaman yang diciptakan
Bahan ajar berguna membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Bagi pendidik bahan ajar digunakan untuk mengarahkan semua
aktivitasnya dan yang seharusnya diajarkan kepada siswa dalam proses pembelajaran.
Pengalaman belajar tersebut perlu adanya standarisasi penilaian hasil belajar.
Penilaian hasil belajar memerlukan sebuah pengolahan dan analisis yang akurat.
Sehingga pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. Melihat realitas serta fakta
tentang pendidikan, dapat kita tarik simpulan bahwa pendidikan memiliki peranan
penting dalam membangun negara. Peran penting dari pendidikan adalah menciptakan
sumber daya manusia yang modern dan bermoral. Suatu negara akan hancur ketika
bidang pendidikan tidak tertata dengan baik, sehingga moral bangsa akan terpuruk dan
terjadi masalah besar dalam bidang lainnya. Hal ini tidak dipungkiri bahwa dalam
menciptakan teknologi membutuhkan pemahaman atas berbagai macam disiplin ilmu,
termasuk didalamnya adalah pemahaman akan ilmu yang paling mendasar
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik, menurut penulis
dapat dilakukan dengan mempelajari serta menguasai teori-teori pendidikan sehingga
dapat membaca kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran. Beberapa teori pendidikan
yang sering kita jumpai baik di sekolah maupun di sebuah lembaga pendidikan lainnya
adalah teori pembelajaran behaviorisme dan teori pembelajaran konstruktivisme. Teori
behaviorisme yang menitik beratkan perubahan terhadap tingkah laku peserta didik
dapat terjadi setelah adanya proses belajar dalam dirinya. Menurut pandangan slavin,
seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya
Oleh karena itu kelompok 10 menitik beratkan pada Pembelajaran Berbasis
Konstruktivisme serta implementasinya dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Pembelajaran
Berbasis Konstruktivisme Pada Pembelajaran di SD.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Seperti apa implmentasi pembelajaran konstruktivisme di SD?
2. Bagaimana pengelolaan pembelajaran konstruktivisme di SD?
3. Bagaimana RPP pelaksanaan pembelajaran konsturktivisme di SD?
2
C. TUJUAN MAKALAH
1. Memahami implementasi pembelajaran konstruktivisme di SD
2. Mengetahui secara mendalam mengenai implementasi pembelajaran
konstruktivisme di SD
3. Memahami pengaplikasian RPP dan pembelajaran konstruktivisme di SD
3
BAB I
PEMBAHASAN
4
a) Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian peserta
didik kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan
sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa. Pembelajaran
tidak sekedar untuk membuat siswa menguasai sejumlah konsep
pengetahuan atau keterampilan, apalagi hanya keterampilan
dalam menyelesaikan soal soal tes.
5
Pada kegiatan proses pembelajaran, guru hendaknya
menggunakan bahan bahan kongkrit kalau mungkin benda
aslinya. Hal ini penting agar pembelajaran sesuai dengan Taraf
perkembangan anak usia sekolah dasar. Sesuai pendapat Piaget
bahwa siswa sekolah dasar masih tergolong pada masa
operasional kongkrit.
f) Menilai hasil belajar siswa secara kon perhensif.
Dalam menilai hasil belajar siswa, guru tidak hanya
menekankan kepada aspek kognitif saja dengan menggunakan tes
tulis mainkan semua aspek perilaku siswa secara menyeluruh,
kognitif, afektif dan Psikomotor. Sesuai dengan penilaian
berbaris kelas, guru menggunakan berbagai jenis penilaian yang
relevan dengan kebutuhan siswa. Baik dengan penilaian proses
maupun nilai hasil belajar siswa.
g) Guru Berperan Sebagai Fasilitator Dan Mediator Pembelajaran
Pada pembelajaran konstruktivisme, guru berperan
sebagai fasilisator artinya memberikan fasilitas terhadap kegiatan
belajar siswa, pada saat siswa membangun pengetahuan dan
mengaplikasikannya terhadap kehidupan. Sebagai indikator, saat
siswa membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk melakukan
aktivitas dalam pembelajaran. Guru memiliki keinginan yang
kuat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelasnya,
dengan mengubah sikap strategi pembelajaran yang lebih
menekankan kepada aktivitas dan kreativitas siswa dalam belajar.
Strategi yang umum dan paling sesuai dan paling esensial
yang dapat diturunkan dari kontruktivitasme, ialah bahwa anak-
anak memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah dan
pendidikan seharunya memperhatikan hal itu serta menunjang
proses ilmiah ini. Dibawah ini disarankan beberapa prinsip
mengajarkan sains di SD oleh Piaget :
1) Menyiapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa
Misalnya untuk mengetahui apakah sebuah bola yang
6
dibuat dari tanah liat yang dapat terapung dalam air, siswa itu
harus berbuat sesuatu pada benda-benda itu, dan memperoleh
jawaban dari benda benda itu, sambil mengubah perbuatan
atau tindakannya, Ia menghubungkan perubahan dalam
perbuatannya, dan perubahan dalam reaksi benda itu, bukan
hanya mengetahui fisik yang dikembangkannya, melainkan
juga pengetahuan logika matematika. Alasan kedua para
siswa harus bekerja dengan benda-benda, bahwa inilah
satunya cara mereka dapat menglogika matematikawan
kenyataan. Bukan dengan cara belajar kata-kata para siswa
menjadi lebih baik berpikir mengetahui alam nyata.
2) Memperhatikan empat cara berbuat terhadap benda-benda
Terdapat empat cara berbuat terhadap benda-benda yakni:
a. Berbuat terhadap benda-benda dan melihat bagaimana
benda tersebut bereaksi.
b. Berbuat terhadap benda untuk menghasilkan suatu
efek yang diinginkan.
c. Menjadi sadar begaimana seorang menghasilkan efek
yang diinginkan.
d. Menjelaskan.
Mengenai pendekatan ketiga, Piaget menemukan
bahwa disekitar umur empat atau lima tahun, anak-anak
dapat melakukan banyak hal pada tingkat intelegasi
praktis, tetapi mereka tidak menyadari begaimana
menghasilkan hasil yang diinginkan itu. Cara yang
keempat dapat berupa penjelasan langsung dari suatu
peristiwa atau berupa menguji suatu hipotesis secara
sistematis. Bila dipusatkan kepada penjelasan sering
terjadi verbalisme.
Bila digunakan dua pendekatan yang pertama,
para siswa dapat diminta menjelaskan yang menyebabkan
mereka berpikir. Dalam pelajaran “terapung” melayang-
7
layang dan “ tenggelam” misalnya waktu mereka disuruh
membuat “kapal-kapal dari tanah liat” guru menggunakan
pendekatan kedua. Bila ia minta para siswa untuk
membuat kapal tanah liat yang dapat terapung dalam air.
Kemudian, bila guru bertanya apa yang terjadi bila anak-
anak menempatkan benda-benda dalam kapal tanah liat
itu, maka guru menggunakan pendekatan pertama. Kedua
pendekatan ini dan juga pendekatan yang ketiga,
mengandung unsur-unsur penjelasan dan pada umumnya
lebih baik dari pada mengajar menjelaskan, yang
bagaimanapun sulit bagi para siswa dalam periode-
periode kongkrit.
Pendekatan ketiga yaitu menjadi dasar bagaimana
seseorang menghasilkan efek yang diinginkan, dapat
digunakan bila menyelesaikan tugasnya. Ini merupakan
suatu contoh situasi yang secara edukatif baik siswa yang
mengajarkan sesuatu dan bagi siswa yang diajar sesuatu.
3) Memperkenalkan kegiatan
Kegiatan-kegitan itu mungkin menarik bagi para
siswa, tetapi jangan dipaksakan pada mereka. Para siswa
hendaknya mempunyai kebebasan untuk mengikuti perhatian
mereka sendiri, oleh karena pikiran itu hanya akan dapat
berkembang bila siswa itu terlibat, berilah para siswa
kebebasan untuk menolak saran guru.
4) Menciptakan pertanyaan masalah dan pemecahannya
Dewasa ini pendidik kerap kali menganjurkan
pemecahan masalah, tetapi jarang kita dengar tentang
pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan
pertanyaan-pertanyaan. Selain para siswa mencoba menjawab
pertanyaan atau memecahkan masalah yang mereka hadapi,
mereka juga termotivasi untuk bekerja keras. Menurut Piaget
perumusan pertanyaan pertanyaan merupakan satu dari
8
bagian-bagian yang paling penting dan paling kreatif dari
sains yang diabaikan dalam pendidikan sains.
5) Siswa saling berinteraksi
Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak
dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walapun
penularan tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat di stimulasi oleh konfrontasi kritis,
khususnya dengan teman-teman sekelas. Selanjutnya Piaget
mengemukakan bahwa para siswa hendaknya dianjurkan
untuk mempunyai pendapat sendiri (walaupun pendapat itu
“salah”). Mengemukakannya, mempertahankannya dan
merasa bertanggung jawab atasnya. Ungkapan keyakinan
secara jujur, akhirnya memupuk ekulibrasi kontrusif dan
membuat para siswa lebih cerdas dan lebih termotivasi untuk
terus belajar dibandingkan dengan belajar jawaban “benar”.
Adakalanya guru dapat menganjurkan kepada para siswa
untuk membandingkan berbagai gagasan, pada kesempatan
lain. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil untuk
memecahkan masalah tertentu. Cara ketiga untuk
membangkitkan interaksi dengan meminta seluruh kelas
membandingkan berbagai masalah, pengamatan dan
interpretasi.
6) Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat
memperjelas dan memperkaya gagasan-gagasan, bila para
siswa sudah pada tingkat perkembangan yang tinggi. Tetappi
kerap kali kata-kata merintangi berpikir, karena itu guru
hendaknya dapat membangkitkan gagasan untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
7) Memperkenalkan kembali materi kegiatan.
Siswa yang sama bisa melihat mobil atau benda lain
apapun juga atau peristiwa, tidak akan melihat kenyataan
9
yang sama pada usia 6, 10, 14 tahun. Alasannya karena siswa
yang lebih tua mengasimilasikan benda- benda ke dalam
pengetahuan tersrtuktur yang lebih baik dari pada siswa yang
lebih muda. Jadi pengurutan ketat dari isi, tidak perlu menurut
Piaget. Kecuali itu penelitian piaget menunjukkan bahwa
anak-anak memperoleh pengetahuan dengan cara-cara yang
amat berbeda dari cara orang dewasa.
Piaget dan para kontruktivitas pada umunya
berpendapat bahwa mengajar seharusnya diperhatikan
pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan
demikian mengajar dianggap bukan sebagai proses dimana
gagasan-gagasan guru dipindahkan pada siswa, melainkan
sebagai proses untuk mengubah gagasan siswa yang sudah
ada yang mungkin “salah” itu.
10
c. Siswa memusatkan perhatian berpikir pada proses mental. Siswa
akan menjadi kritis menganalisis sesuatu hal, karena berpikir bukan
meniru.
d. Siswa mengkontruksi pemahamannya melalui interaksi dengan guru,
teman dan materi kurikulum.
e. Siswa melakukan kegiatan belajar dengan memperhatikan peranan
dan inisiatif serta keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar
f. Siswa diharapkan tumbuh mandiri dalam memecahkan masalah.
g. Siswa didorong untuk belajar mandiri, melalui keterlibatan aktif
dengan konsep dan prinsip dalam hal ini.
Untuk merealisasikan hal tersebut, guru harus melakukan
upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu
dan kelompok kecil siswa bukan dalam bentuk klasikal. Selanjutnya
kondisi kelas diharapkan mampu menciptakan hubungan kooperatif
antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas
yang sulit, dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah
yang efektif. Kegiatan guru dalam membimbing kegiatan
pembelajaran di kelas, diarahkan agar siswa semakin lama semakin
bertanggungjawab terhadap pembelajaran sendiri.
Dengan demikian pengelolaan kelas yang dilakukan dalam
pembelajaran kontruktivisme yaitu :
1) Lebih difokuskan kepada penciptaan dan pemeliharaan belajar
yang optimal
2) Pengendalian kondisi belajar yang optimal
3) Menghindari campur tangan guru yang berlebihan dalam
menangani perilaku siswa.
11
invention, dan fase discovery. Pada perkembanganya para pendukung
model siklus belajar menamai fase-fase pembelajaran sebagi mana tertera
di bawah ini. Adapun rincian kegiatan tiap fase sebagi berikut:
1. Fase Eksplorasi
Siswa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam suatu
situasi baru.
Siswa menyelidiki suatu fenomena melalui bimbingan guru
Menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk menyuarakan
gagasan-gagasan yang bertentanagan dan dapat menimbulkan
perdebatan, serta analisis mengenal mengapa mereka mempunyai
gagasan.
12
mengkomunikasikan pengalaman konkrit siswa. Strategi bertanya,
diskusi kelas, penggunaan media, dan kegiatan ulang yang dirancang
untuk meneguhkan pemahaman siswa juga digunakan oleh guru.
Fase Aplikasi Konsep, siswa menggunakan konsep yang telah
mereka pahami untuk menyelidiki atau memecahkan masalah baru
yang masih berhubungan. Mereka diminta untuk memperlakukan
benda atau fenomena lain melalui kegiatan mengobservasi,
memprediksi, menghipotesis dan mengkomunikasikan hasilnya, guru
membantu siswa berdasarkan menginterprestasikan dan
menggeneralisasikan hasil observasi berdasarkan pengalaman siswa
melalui kegiatan diskusi kelas atau diskusi kelompok.
Karakteristik kegiatan belajar pada masing-masing fase
siklus belajar, benar-benar mencerminkan pengalaman belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam mengkontruksi dan mengembangkan
pemahaman konsep mereka. Selain itu model siklus belajar telah
memberikan suatu format yang relavan bagi beragam konteks
pengajaran di sekolah dasar, serta menekankan pada pemberian
pengalaman nyata kepada siswa.
Menurut Lawson (1988) terdapat 3 macam siklus belajar,
yakni deskriptif, empiris induktif dan hipotesis deduktif. Ditinjau
dari segi penalaran, siklus belajar deskriftif menghendaki hanya pola-
pola deskriptif (misalnya seriasi, klasifikasi, konservasi). Siklus
belajar hipotesis deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi
(misalnya mngendalikan variable, penalaran, korelasional, penalaran
hipotesis deduktif) siklus belajar empiris induktif, bersifat
intermediate, menghendaki pola-pola penalaran deskriptif tetapi juga
umumnya melibatkan pola tingkat tinggi.
Pada siklus belajar deskriftif, para siswa menemukan dan
memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus
(eksplorasi). Guru memberi nama pada pola itu (pengenalan istilah
atau konsep), kemudian pola itu ditentukan dalam konteks lain
(aplikasi konsep). Bentuk siklus belajar ini disebut deskriptif sebab
13
siswa dan guru hanya memberikan apa yang mereka amati, tanpa
usaha untuk melahirkan hipotesis untuk menjelaskan hasil
pengamatan mereka, siklus deskriptif hanya menjawab pertanyaan
apa.
Pada siklus belajar empiris induktif pada siswa menemukan
dan memberikan suatu pola empiris dalam konteks khusus
(ekplorasi), tetapi selanjutnya mengemukakan sebab yang mungkin
tentang terjadinya pola itu. Dengan bimbingan guru para siswa
menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk
melihat apakah sebab di hipotesiskan ajak dengan data dan
fenomenan lain dikenal dengan (aplikasi konsep).
Pada siklus belajar hipotesis deduktif dimulai dengan
pernyataan berupa suatu pertanyaan sebab. Para siswa dimulai untuk
menjerumuskan jawaban (hipotesis) yang mungkin terhadap
pertanyaan itu. Analisi hasil eksperimen menyebabkan beberapa
hipotesis ditolak, sedangkan yang lain diterima dan konsep
diperkenalkan (perkenalan konsep).
Keterampilan guru dalam menggunakan siklus belajar sangat
bergantung kepada :
1. Pemahaman dan menguasaan guru terhadap materi pelajaran
2. Pengetahuan dan keterampilan guru dalam menghubungkan
komponen-komponen kegiatan pembelajaran
3. Pandangan guru sendiri terhadap metode pengajaran yang layak.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan pembelajaran IPA di
sekolah dasar, model siklus belajar yang berorientasi pada
kontruktivisme sangat memperhatikan pengalaman dan pengetahuan
awal siswa, serta bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep
siswa. Oleh karena itu pada setiap fase pembelajarannya guru
dituntut untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang beranjak dari
isu-isu sains yang relavan dengan lingkungan siswa, memicu proses
berpikir pada siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
14
berinteraksi dengan orang lain dalam mengemukakan dan
mengembangkan pemahamannya tentang fenomena sains.
15
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
16
kalor
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Melalui bimbingan guru, siswa mampu mengtahui mengai perpindahan
panas atau kalor yang meliputi (konduksi, konveksi dan radiasi) serta
contoh kongkrit dalam kehidupan sehari-hari
2. Melalui bimbingan guru, siswa mampu melaporkan hasil pengamatan
praktik tentang perpindahan kalor secara tepat
D. MATERI PEMBELAJARAN
1. Panas atau kalor
2. Perpindahn panas secara konduksi, konveksi dan radiasi
F. KEGIATAN PEMBELAJARAN
17
Isi A. FASE EKSPLORSI: 80 Menit
Guru menyampaikan pembelajaran, tujuan
dan kegiatan yang akan dilakukan pada saat
pembelajaran
a. Menyampaikan KD dan IPK
Pembalajran
b. Menyampaikan Metode
Pembelajaran
Guru membentuk kelompok kecil untuk
melakukan proses diskusi kelompok
(kelompok 1, kelompok 2, dan kelompok 3)
B. Fase Pengenalan Konsep:
Guru menjelaskan hal-hal yang harus
dilakukan oleh siswa :
1. Menyimak video pembelajaran
2. Mencatat materi pembelajaran
3. Guru memberikan kesempatan untuk
siswa menanyakan hal yang tidak
dipahami dan kelompok lain menanggapi
lalu dilanjut dengan menjelasan dari guru.
4. Guru memberikan contoh kongkrit
mengenai konduksi, konveksi dan radiasi.
C. Fase Aplikasi Konsep
Guru mempaktikan perindahan panas atau
kalor melalui praktik dengan peserta didik:
1. Konduksi
2. Konveksi
3. Radiasi
Guru meminta siswa untuk berhati-hati saat
melakukan praktik
Guru meminta perwakilan setiap kelompok
untuk mendemostrasikan hasil pembelajaran
18
yang diperoleh, yang meliputi:
1. Konduksi
2. Konveksi
3. Radisi
Penutup Guru mengevaluasi hasil belajar siswa 15 Menit
dengan memerikasa soal hasil diskusi
kelompok
Guru memberikan apresiasi dan penghargaan
kecil kepada setiap peserta didik atas
dedikasi pembelajaran yang dicapai
Guru meminta siswa untuk duduk seperti
semula
Guru menyimpulkan hasil pembelajaran
Guru menutup pembelajaran dan meminta
km memimpin doa untuk menutup
pembelajaran.
G. PENILAIAN
1) Sikap
No Tgl Nama Catatan Butir Tindak
siswa Prilaku Sikap lanjut
1.
2.
2) Pengetahuan
Pengamatan Kelompok
No Jenis Perpindahan Deskripsi Hasil Pengamatan
Panas/Kalor Ptaktik dan Contoh Kongkrit
Hail Pengamatan Kelompok
1. Konduksi
19
2. Konveksi
3. Radiasi
Refleksi Guru
Menetahui
20
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan dari data yang diperoleh dari analisis yang dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Implementasi model pembelajaran konstruktivisme di SD
Implementasi pembelajaran kontruktivisme pada proses
pembelajaran di sekolah dasar saat ini, baik guru maupun siswa dalam
melaksanakan pembelajaran Konstruktivisme, tidak lepas dari prinsip
ataupun konsep kurikulum itu sendiri. Guru harus menggunakan
pembelajaran yang membuat siswa berupaya untuk menemukan dan
memperoleh materi pelajaran dengan cara discovery atau inquiry
2. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme di SD
21
Siswa mengkontruksi pemahamannya melalui interaksi dengan guru,
teman dan materi kurikulum.
B. SARAN
Melalui pembuatan makalah ini penulis berharap akan ada manfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan, baik untuk pengajaran lanjutan maupun
sebagai perbandingan dan bisa dimanfaatkan sebagai referensi dalam mengajar
di dunia pendidikan. Adanya pembuatan makalah ini juga dimungkinkan
terdapat kekurangan maupun kesalahan analisis yang penulis lakukan selama
pembuatan. Oleh karena itu penulis mengahrap akan ada koreksi serta saran
untuk dapat menyempurnakan penelitian inidi masa yang akan datang
22
DAFTAR PUSTAKA
23