Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PERMINTAAN BERAS DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERIODE 2013-2019
(Analysis of Demand for Rice in the Province of Central Java 2013-2019 Period)

Susi Ramadhani, Djeimy Kusnaman, Sri Widarni


Program Studi Agribisnis Universitas Jenderal Soedirman
Susiramadhani72@gmail.com

Abstrak
Beras adalah salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi dan mempunyai peran
sebagai sumber tenaga bagi tubuh manusia. Permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah belum
bisa digantikan oleh bahan makanan lainnya. Produksi beras di Jawa Tengah cukup fluktuatif,
dengan demikian usaha untuk terus meningkatkan produksi komoditas pertanian secara ekstensi,
melalui dikembangkannya program diversifikasi untuk mendapatkan suatu pola konsumsi
pangan yang beragam dengan mutu gizi yang seimbang, lembaga bulog menstabilkan harga dan
pasokan beras di pasar dan meningkatkan produksi lokal padi dapat dilakukan oleh pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dalam rangka memenuhi permintaan beras yang terus meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor harga beras, harga tepung terigu,
produksi beras dan jumlah penduduk yang mempengaruhi permintaan beras di Provinsi Jawa
Tengah dan untuk mengetahui elastisitas permintaan dan elastisitas silang beras di Provinsi Jawa
Tengah.
Metode digunakan penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Data digunakan
penelitian ini adalah data historis runtut waktu (time series) periode 2013 sampai dengan 2019.
Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (BPS), dan Dinas Ketahanan Pangan
Jawa Tengah (Dishanpan Jateng). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harga beras, harga
tepung terigu, jumlah produksi dan jumlah penduduk secara simultan dan bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap permintaan beras di Provisi Jawa Tengah. Permintaan beras di
Provinsi Jawa Tengah bersifat in-elastis dan tepung terigu merupakan barang substitusi dari
beras.
Kata Kunci: Beras, Analisis Permintaan, Elastisitas

Abstract
Rice is one of the food ingredients with nutritional value and has a role as a source of
energy for the human body. Other food ingredients cannot replace the demand for rice in
Central Java Province. Rice production in Central Java is quite volatile. Thus efforts to continue
to increase the production of agricultural commodities by extension, through the development of
a diversification program to obtain a diverse food consumption pattern with balanced
nutritional quality, the Bureau of Logistics Agency stabilizes rice prices and supply in the
market and increases production. The Central Java Provincial government can do local
government for rice to meet the increasing demand for rice. This study aims to analyze the
factors of rice prices, wheat flour prices.
The method used in this research is descriptive-analytical. The data used in this study are
historical time series data for the period 2013 to 2019. The data were obtained from the Central
Java Statistics Agency (BPS), and the Central Java Food Security Service (Dishanpan Jateng).
The results showed that rice price, wheat flour, the amount of production, and the total
population simultaneously and jointly have a significant effect on the demand for rice in the

1
Central Java Province. The demand for rice in Central Java Province is inelastic, and wheat
flour substitutes rice.
Keywords: Rice, Demand Analysis, Elasticity

PENDAHULUAN
Indonesia berperan sebagai penghasil makanan pokok merupakan salah satu indikator pada
pembangunan pertanian dalam sektor pertanian tanaman pangan. Peran tersebut tidak dapat
digantikan secara sempurna oleh sub sektor pertanian lainnya. Makanan pokok yang tersedia di
lingkungan masyarakat sangat beraneka ragam dan bukan hanya nasi/beras. Gandum merupakan
salah satu tanaman serealia yang menjadi sumber kalori. Gandum mempunyai keunggulan yaitu
mengandung protein yang mempunyai sifat khas gluten yang tidak dimiliki tanaman serealia lain
seperti padi dan jagung, disamping itu tanaman gandum bisa dikembangkan menjadi tepung
sementara padi dan jagung dimakan sebagai biji dan kurang dikembangkan, kebutuhan gandum
terus meningkat terutama untuk diversifikasi pangan (Saaroh Nisrina, 2020). Data konsumsi
tepung terigu dan konsumsi beras nasional selengkapnya tersaji pada tabel 1:
Tabel 1. Konsumsi tepung terigu dan konsumsi nasional tahun 2013 - 2019
Konsumsi tepung Konsumsi beras
Tahun
terigu (kg/kap/tahun) (kg/kap/tahun)
2013 1,251 96,3
2014 1,356 96,2
2015 2,138 96,9
2016 2,346 99,1
2017 2,586 95,4
2018 2,638 97,1
2019 2,856 94,9
Rata-rata 2,167 96,56
Sumber: Pusdatin, 2020
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional mengalami
peningkatan, sedangkan konsumsi beras nasional mengalami perubahan yang fluktuatif. Hal ini
dikarenakan tepung terigu mempunyai efek substitusi terhadap beras, dengan demikian dapat
mengurangi tekanan terhadap konsumsi beras.
Jumlah penduduk Jawa Tengah yang terus meningkat setiap tahun, maka permintaan akan
konsumsi beras akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini karena
beras merupakan makanan pokok yang penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Jawa
Tengah merupakan salah satu wilayah yang potensial di Pulau Jawa, khususnya dalam hal
produksi padi. Dari potensi tersebut, Jawa Tengah tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan
pangan penduduknya, akan tetapi di setiap daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah juga masih
ada yang belum bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk wilayahnya sendiri, maka dari itu
wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang tanaman pangannya berlimpah bisa menopang
wilayah yang rawan ketahanan pangan. Jumlah produksi padi, ketersediaan beras, kebutuhan
beras dan konsumsi beras di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2019 selengkapnya tersaji pada
tabel 2:
Tabel 2. Produksi padi, ketersediaan beras, kebutuhan beras dan konsumsi beras pada Provinsi
Jawa Tengah tahun 2013 – 2018
Tahun Produksi Padi Ketersediaan Kebutuhan Konsumsi Beras Surplus
(ton) Beras (ton) Beras (ton) (kg/kap/tahun) (ton)

2
2013 9.294.475 5.414.762 3.226.641 95,80 2.188.121
2014 11.006.570 5.732.400 2.906.310 88,60 2.826.089
2015 11.176.039 6.816.753 3.170.580 97,00 3.554.322
2016 11.067.247 6.125.774 3.262.431 95,90 2.955.195
2017 11.052.782 6.901.674 3.214.546 93,20 3.687.128
2018 10.499.588 6.006.781 3.615.577 96,80 2.036.215
2019 9.655.653 5.523.969 3.217.981 92,10 2.620.822
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, 2020.
Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi beras masyarakat di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2013-2018 sebesar 86,28 kg/kap/tahun. Kebutuhan konsumsi penduduk
masih dapat terpenuhi oleh ketersediaan beras. Ketersediaan beras di Provinsi Jawa Tengah
berfluktuatif. Ketersediaan beras di pasaran sangat mempengaruhi harga beras itu sendiri. Selain
itu, harga barang lain dalam penelitian ini adalah harga tepung terigu juga mempengaruhi
permintaan beras yang ada.
Produksi beras pada tahun 2013-2019 di Provinsi Jawa Tengah berfluktuatif dan cenderung
mengalami penurunan. Disisi lain permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah cenderung
meningkat setiap tahunnya. Permintaan konsumen terhadap beras dipengaruhi oleh banyak hal
seperti harga beras itu sendiri, selera konsumen, harga barang substitusi dan komplementer,
ekspektasi masa depan serta jumlah penduduk. Akan tetapi untuk faktor selera dan ekspektasi
masa depan sulit diukur secara kuantitatif, sehingga dalam penelitian ini variabel yang akan
dianalisis hanya harga beras, harga barang substitusi, jumlah produksi padi dan jumlah
penduduk. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras dapat mempengaruhi elastisitas
permintaan beras, karena elastisitas permintaan merupakan perubahan persentase dalam kuantitas
yang diminta dibagi dengan persentase dalam salah satu variabel yang menjadi dasar permintaan.
Tingkat kemampuan barang substitusi untuk menggantikan barang pokok, apabila beras sebagai
barang pokok mempunyai banyak barang substitusi, maka permintaan atas dasar barang tersebut
cenderung akan bersifat elastis.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah
dan bagaimana elastisitas permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis harga beras, harga tepung terigu, produksi beras dan jumlah penduduk
yang mempengaruhi permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah serta mengetahui elastisitas
permintaan dan elastisitas silang beras di Provinsi Jawa Tengah.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis.
Metode deskriptif analitis adalah metode yang digunakan menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2013). Data digunakan
dalam penelitian ini adalah data historis runtut waktu (time series) dengan periode waktu tujuh
tahun terhitung dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2019. Daerah penelitian dipilih adalah
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penyangga pangan nasional, produktivitas
padi lebih diutamakan untuk terus dipacu. Data digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (BPS) dan Dinas Ketahanan Pangan Jawa
Tengah (Dishanpan Jateng). Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan secara
online pada website resmi dinas dan badan terkait dengan topik penelitian, serta dilakukan pula
studi pustaka dengan mempelajari berbagai literatur, hasil penelitian terdahulu, serta sumber

3
sumber lain yang masih terkait dengan penelitian ini. Variabel digunakan dalam penelitian ini
adalah permintaan beras (Y), harga beras (X1), harga tepung terigu (X2), jumlah produksi beras
(X3), dan jumlah penduduk (X4).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis faktor yang
mempengaruhi permintaan beras menggunakan Analisis regresi linier berganda yang digunakan
untuk mengetahui hubungan antara permintaan beras dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Secara sistematis model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Qd = a + b1 X1 + b2 X2 + … + bn Xn +e
Keterangan:
Qd : variabel dependen
a : konstanta
b1 : koefisien regresi untuk X1
b2 : koefisien regresi untuk X2
bn : koefisien regresi untuk Xn
X1 : variabel bebas pertama
X2 : variabel bebas kedua
Xn : variabel bebas ke n
e : error
Uji penyimpangan asumsi klasik dilakukan untuk memenuhi syarat analisis regresi linier,
yaitu penaksiran tidak bias dan terbaik atau sering disingkat BLUE (Best Linier Unbiased
Estimate). Ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi agar kesimpulan dari hasil pengujian tidak
bias, di antaranya adalah uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji
heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Menurut Sugiyono, 2017 Uji analisis regresi linier berganda
yang dilaksanakan adalah uji koefisien determinasi (R2), uji hipotesis secara simultan (uji F) dan
secara parsial (uji t).
Elastisitas permintaan digunakan untuk menguji tingkat kepekaan jumlah permintaan
terhadap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang akan diteliti.
a. Elastisitas Harga
Elastisitas harga merupakan persentase perubahan barang yang diminta yang disebabkan oleh
perubahan harga barang itu sendiri sebesar satu persen, dapat dihitung menggunakan rumus.
δQ P
Ep= ×
δP Q
Keterangan:
Ep= Elastisitas permintaan harga (price)
δQ
=¿ perubahan nilai rata-rata dari variabel terikat Y dengan perubahan nilai rata-rata
δP
variabel bebas X
P = rata-rata harga
Q = rata-rata jumlah permintaan
Kriteria pengambilan keputusan dalam elastisitas permintaan terhadap harga sebagai berikut:
1. Jika Ep > 1, maka permintaan elastis
2. Jika Ep < 1, maka permintaan inelastic
3. Jika Ep = 1, maka permintaan elastisitas tunggal (Unitary elasticity)
4. Jika Ep = 0, maka permintaan inelastis sempurna
5. Jika Ep = ~, maka permintaan elastis sempurna (Hartono, 2016)
b. Elastisitas Silang (Cross elasticity)

4
Elastisitas silang adalah persentase perubahan permintaan suatu barang terhadap perubahan
harga barang lain. Besarnya elastisitas silang dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
δQ Px
Ec= ×
δP Qy
Keterangan:
Ec = elastisitas silang
δQ
=¿ perubahan nilai rata-rata dari variabel terikat Y dengan perubahan nilai rata-rata
δP
variabel bebas X
Px = rata rata harga terkait
Qy = rata-rata jumlah permintaan
Kriteria elastisitas permintaan silang adalah:
Jika nilai elastisitas silangnya positif, maka barang tersebut dinamakan barang pengganti
(substitusi), sedangkan jika nilai elastisitas silangnya adalah negatif, maka barang tersebut
dinamakan barang pelengkap (komplementer) (Riyanti, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah
tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen
dari luas Indonesia). Kondisi topografi wilayah Jawa Tengah beraneka ragam, meliputi
daerah dataran tinggi dan juga pegunungan yang membujur sejajar dengan panjang pulau
Jawa di bagian tengah, dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh Jawa Tengah, dan
juga pantai di bagian Utara dan Selatan.
Penduduk Jawa Tengah berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2019 sebanyak
34.718.204 jiwa yang terdiri atas 17.212.454 jiwa penduduk laki-laki dan 17.505.750 jiwa
penduduk perempuan. Di Provinsi Jawa Tengah tahun 2019, persentase penduduk yang
masih sekolah pada kelompok umur 7-12 tahun (kelompok usia SD/MI) sebesar 99,77
persen, kelompok umur 13-15 tahun (kelompok usia SMP/MTs) sebesar 96,11 persen,
kelompok umur 16-18 tahun (kelompok usia SMA/MA) sebesar 69,65 persen, dan
kelompok umur 19-24 tahun (kelompok usia PT) sebesar 21,41 persen. Secara keseluruhan
pada kelompok umur 7-24 tahun persentase penduduk yang masih sekolah sebesar 68,93
persen. Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2019 mencapai
18,26 juta. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 68,62
persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebesar 4,49 persen.
Jumlah petani di Jawa Tengah pada tahun 2019 mencapai 2,88 juta jiwa dan mengelola
lahan panen seluas 1.678.479 hektar, dengan modernisasi berhasil meningkatkan produksi,
tahun 2013 petani hanya mampu memproduksi beras sebesar 5.414.762 ton. Sedangkan,
tahun 2019 produksi beras sebesar 5.838.803 ton dengan luas panen seluas 1.678.479 hektar.
Capaian tersebut lebih besar dibandingkan dengan capaian 2013. Modernisasi pertanian
merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil produksi.

5
B. Permintaan Beras di Provinsi Jawa Tengah
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000

Ton
1,500,000
1,000,000
500,000
0
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Gambar 1. Grafik Perkembangan Permintaan Beras di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 –
2019
Permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun relatif berfluktuasi.
Tahun 2018 permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan yang tinggi
sebesar 12,47%. Hal tersebut dikarenakan konsumsi beras pada tahun 2018 meningkat dari
tahun sebelumnya, berdasarkan data BPS Jawa Tengah (2019) tingkat rata – rata konsumsi
beras pada tahun 2018 sebesar 96,80 kg/kap/th lebih besar jika dibandingkan tingkat rata –
rata konsumsi beras pada tahun 2017 sebesar 93,20 kg/kap/th. Tahun 2019 permintaan beras
di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 10,99%. Hal ini dikarenakan
konsumsi beras pada tahun 2019 menurun dari tahun sebelumnya, berdasarkan data BPS
Jawa Tengah (2020) tingkat rata – rata konsumsi beras pada tahun 2019 sebesar 92,10
kg/kap/th lebih kecil jika dibandingkan tingkat rata – rata konsumsi beras pada tahun 2018
sebesar 96,80 kg/kap/th
Menurut Penelitian Pujianti (2020) pada permintaan beras (barang pokok), para
konsumen non-petani cenderung mengabaikan faktor harga. Artinya ketika harga tinggi para
konsumen tetap melakukan permintaan, dapat juga ada pengurangan tetapi tidak signifikan.
Karena pada dasarnya beras adalah kebutuhan pokok dan utama bagi keluarga. Pada
permintaan beras (barang pokok), untuk para petani melakukan banyak permintaan saat
belum musim panen dan pada saat musim paceklik karena masa panen masih lama, namun
ketika musim panen tiba mereka mengurangi bahkan tidak melakukan permintaan beras.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beras
Pengujian permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah dilakukan dengan uji regresi
linier berganda menggunakan software Eviews 10. Hasil pengujian regresi linier berganda
disajikan pada Tabel 3:
Tabel 3. Hasil analisis regresi linier berganda terhadap fungsi permintaan beras
Koefisien Probabilitas 
Variabel Regresi Std. Error t-Statistic  
C 87,83450 39,64416 2,215572 0,0297
Harga Beras (X1) -1,244420 6,987481 2,086672 0,0472**
Harga Tepung Terigu (X2) 0,022070 0,012850 2,334628 0,0137**
Jumlah Produksi (X3) -0,194862 0,839591 4,250122 0,0000*
Jumlah Penduduk (X4) 2,925263 0,406064 7,203952 0,0000*
R-squared 0,698466 F-statistic 45,74831
Adjusted R-squared 0,683198 Durbin-Watson stat 1,646929
Prob(F-statistic) 0,000000

6
Sumber: Data sekunder diolah, 2020.
Keterangan:
* : significant/signifikan pada taraf nyata 1 %
** : significant/signifikan pada taraf nyata 5 %
Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 3
adalah sebagai berikut: Y = 87,83450 – 1,24420 X1 + 0,022070 X2 – 0,194862 X4 +
2,92563 X4 + e
Keterangan:
Y : permintaan beras (kg/bulanan)
X1 : harga beras (Rp/kg)
X2 : harga tepung terigu (Rp/kg)
X3: produksi beras (kg)
X4 : jumlah penduduk (Jiwa)
Syarat-syarat pengujian regresi linier berganda harus memenuhi penaksiran tidak bias
dan terbaik atau sering disingkat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate). Hasil analisis
regresi linier berganda dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengujian normalitas melalui Histogram – Normality Test menggunakan software Eviews
10. Hasil pengujian normalitas nilai Jarque-Bera sebesar 1,063176 dan nilai probabilitas
sebesar 0,587671 > 0,05 maka Ha diterima atau data terdistribusi normal.
b. Uji autokorelasi dilihat melalui angka Durbin-Watson pada tabel 3, yaitu sebesar
1,646929. berada diantara nilai d 1,1769 – 2,2677, maka dapat diambil kesimpulan tidak
terdapat autokorelasi dalam model regresi.
c. Pengujian multikoliniaritas melalui Variance Inflation Factor menunjukkan bahwa uji
multikoliniaritas Variance Inflation Factor menunjukan nilai centered VIF masing-
masing variabel kurang dari 10, dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda
tidak terjadi multikoliniaritas.
d. Pengujian heteroskedastisitas melalui Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
menunjukan bahwa nilai Obs*R-squared sebesar 0,1117 Prob. Chi-square > 0,05 maka
dapat disimpulkan model regresi linier berganda tidak mengandung heteroskedastisitas.
Uji analisis regresi linier berganda yang dilaksanakan adalah uji koefisien determinasi
2
(R ), uji hipotesis secara simultan (uji F) dan secara parsial (uji t) (Sugiyono, 2017).
1. Uji koefisien determinasi (R2 )
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur tingkat proporsi sumbangan
variabel independen yang masuk ke dalam model terhadap variabel dependen secara
bersamaan. Nilai koefisien determinasi diperoleh hasil dari analisis regresi pada tabel 3,
yaitu sebesar 0,698466 atau 69,84 persen yang berarti bahwa 69,84 persen variasi
variabel dependen yaitu permintaan beras dapat dijelaskan oleh variasi variabel
independen seperti harga beras, harga tepung terigu, jumlah produksi dan jumlah
penduduk, sedangkan sisanya 30,16 persen dijelaskan oleh variabel diluar model yang
tidak diteliti.
2. Uji F
Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah keempat variabel independen yang digunakan
dalam model secara bersama–sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hasil
analisis menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 45,74831 > Ftabel sebesar 2,49 maka
H0 ditolak dan Ha diterima, artinya variabel harga beras, harga tepung terigu, jumlah

7
produksi dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel
permintaan beras.
3. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji apakah masing – masing variabel independen yang
dimasukkan dalam model berpengaruh nyata secara parsial (sendiri – sendiri) terhadap
variabel dependen. Uji t (uji parsial) diperoleh t tabel sebesar 1,99. Pengujian Uji t two
tailed test dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Konstanta
Model regresi menunjukkan nilai konstanta sebesar 87,83450 artinya, tanpa
dipengaruhi oleh variabel – variabel seperti harga beras (X1), harga tepung terigu
(X2), produksi beras (X3), jumlah penduduk (X4).
b. Harga beras
Nilai koefisien regresi harga beras (X1) sebesar -1,244420. Hal ini berarti
setiap kenaikan harga beras sebesar Rp100,00 akan mengurangi jumlah permintaan
beras sebesar 1,244420 kilogram. Harga beras memiliki nilai t hitung sebesar
2,086672 lebih besar dari t tabel sebesar 1,99 dan harga beras memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,0472 lebih kecil dari α sebesar 0,05 maka H 0 ditolak dan Ha
diterima, artinya harga beras berpengaruh terhadap permintaan beras di Provinsi
Jawa Tengah. Pada konsumsi beras, ketika harga meningkat konsumsi beras akan
mengalami penurunan namun tidak signifikan, hal ini dikarenakan beras merupakan
barang yang bersifat inelastis. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Asa
(2018) yang menunjukkan bahwa permintaan beras untuk dikonsumsi dipengaruhi
secara signifikan oleh harga beras.
c. Harga tepung terigu
Nilai koefisien regresi harga tepung terigu (X3) sebesar 0,022070. Hal ini
berarti setiap kenaikan harga tepung terigu sebesar Rp100,00 akan menngkatkan
jumlah permintaan beras sebesar 0,022070 kilogram. Harga tepung terigu memiliki
nilai t hitung sebesar 2,334628 lebih besar dari t tabel sebesar 1,99 dan harga tepung
terigu memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0137 lebih kecil dari α sebesar 0,05 maka
H0 ditolak dan Ha diterima, artinya harga tepung terigu berpengaruh terhadap
permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah.
Riyanto et al,. (2013) yang menyatakan bahwa tepung terigu merupakan barang
substitusi bagi beras karena harga tepung terigu memberi pengaruh positif terhadap
permintaan beras. Dimana untuk setiap kenaikan harga tepung terigu akan
meningkatkan permintaan beras dengan asumsi variabel lain memiliki nilai tetap.
d. Jumlah produksi
Nilai koefisien regresi jumlah produksi (X3) adalah sebesar -0,194862.
Produksi beras memiliki nilai t hitung sebesar 4250122 lebih besar dari t tabel
sebesar 1,99 dan produksi beras memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil
dari α sebesar 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya produksi beras
berpengaruh terhadap permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa
Tengah termasuk salah satu sentra produksi beras di Indonesia, berdasarkan data
Pusat Statistik Jawa Tengah (2019) jumlah produksi beras beras terbesar di Indonesia
urutan pertama yaitu Jawa Tengah sebanyak 5.539.448 ton beras.
Menurut Dudi Septiadia dan Umbu Jokab dalam penelitiannnya Analisis
Respon dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beras Indonesia

8
(Septiadi & Joka, 2019: 44) yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis
respon menunjukkan bahwa respon permintaan beras terhadap produksi beras
bersifat inelastis. Hal ini dapat dibuktikan berdasar pada hasil analisis respon yang
menunjukkan bahwa nilai elastisitas jangka pendek sebesar 0,55 dan elastisitas
jangka panjang sebesar 0,97.
e. Jumlah penduduk
Nilai koefisien regresi jumlah penduduk (X4) adalah sebesar 2,925263. Jumlah
penduduk memiliki nilai t hitung sebesar 7,203952 lebih besar dari t tabel sebesar
1,99 dan jumlah penduduk memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil dari
α sebesar 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya jumlah penduduk
berpengaruh terhadap permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah.
Jumlah penduduk menggambarkan potensi banyaknya konsumen yang
membeli suatu barang. Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk maka kebutuhan juga akan meningkat khususnya kebutuhan akan pangan
karena setiap orang membutuhkan pangan untuk pertumbuhan dan pemenuhan gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan Nuryanti (2005) yang menjelaskan bahwa peningkatan
jumlah penduduk memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan permintaan
dan harga beras
D. Elastisitas Permintaan
Nilai elastisitas permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah yang diukur adalah
elastisitas harga dan elastisitas silang. Nilai elastisitas permintaan beras di Provinsi Jawa
Tengah tersaji pada tabel 17:
Tabel 17. Nilai elastisitas permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah
Variabel Elastisitas Permintaan
Harga Silang
Harga Beras (X1) -1,244420
Harga Tepung terigu (X2) 0,022070
Sumber: Data diolah, 2020
1. Elastisitas permintaan harga
Nilai elastisitas permintaan harga yaitu sebesar -1,244420 menunjukkan bahwa
permintaan beras di Provinsi Jawa tengah bersifat in elastis (|Ed|< 1). Artinya jika harga
beras naik sebesar satu persen, maka permintaan beras akan turun sebesar -1,244420
persen atau Artinya, perubahan harga beras yang relatif besar tidak akan mengubah
permintaannya dalam jumlah yang banyak. Hal ini sesuai dengan teori permintaan,
dimana harga berbanding terbalik dengan jumlah yang diminta. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Ritonga (2004) menjelaskan bahwa elastisitas harga beras yang rendah
memiliki makna bahwa upaya dalam mengendalikan harga ternyata memiliki pengaruh
yang lemah terhadap permintaan beras. Permintaan beras lebih ditentukan oleh
pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan daripada perubahan harga.
2. Elastisitas Silang
Nilai elastisitas silang tepung terigu yaitu sebesar 0,022070. Tanda positif pada
nilai elastisitas silang menunjukkan bahwa tepung terigu merupakan barang pengganti
atau substitusi dari beras. Artinya, apabila harga tepung terigu naik sebesar satu persen,
maka permintaan beras akan naik sebesar 0,022070 persen. Hal ini sejalan dengan
Sugiyanto (2006) pada penelitiannya menunjukkan hasil Elastisitas silang untuk beras

9
dan tepung adalah 0,044, angka ini menunjukkan bahwa beras dan tepung adalah saling
mengganti tetapi dengan tingkat pergantian yang relatif kecil.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Harga beras, harga tepung terigu, jumlah produksi dan jumlah penduduk secara simultan dan
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap permintaan beras di Provisi Jawa Tengah.
2. Permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah bersifat in elastis dan tepung terigu merupakan
barang substitusi dari beras.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diberikan saran bahwa:
1. Mengingat beras merupakan bahan makanan pokok sehingga permintaan beras meningkat
setiap tahunnya, maka perlu adanya upaya untuk menjaga ketersediaan beras agar kebutuhan
beras selalu terpenuhi. Dalam upaya menjaga dan memenuhi kebutuhan beras perlu
diperhatikan adalah proses distribusi beras agar permintaan beras di Provinsi Jawa Tengah
terpenuhi, selain proses distribusi, perlu diperhatikan bahwa permintaan beras dipengaruhi
oleh harga beras, harga tepung terigu, jumlah produksi dan jumlah penduduk.
2. Diperlukan adanya program diversifikasi pangan dari produk lokal selain beras seperti
jagung, ketela pohon dan ubi jalar yang produksinya cukup tinggi sebagai alternatif
pengganti beras guna pemenuhan sumber energi dalam kehidupan sehari-hari, mengingat
adanya kecenderungan masyarakat yang mulai sering mengkonsumsi produk olahan tepung
terigu seperti mie instan dan roti sebagai pengganti nasi.

REFERENSI
Asa, Andreas. 2018. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Beras di Desa Babotin
Maemina Kecamatan Botin Leobele Kabupaten Malaka. Jurnal Agribisnis Lahan Kering,
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kafamenanu.

Ghozali,I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS
Regresi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Nuryanti, Sri. 2005. Analisa Keseimbangan Sistem Pewacanan dan Permintaan Beras di
Indonesia. Jurnal Agri Ekonomi Vol. 23 No. 1.

Pujiyanti, Naning. 2020. Pengaruh Fluktuatif Harga Barang Pokok dan Non Pokok Terhadap
Permintaan dan Penawaran. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan Vo. 17 No.2

Ritonga E. 2004. Analisis Keefektifan Kebijakan Harga Dasar Beras. Tesis (unpublish). Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Riyanti, H.E. 2008. Matematika Ekonomi Bisnis dengan 50 Soal dan Jawaban. Cetakan 2.
Grasindo, Jakarta.

Riyanto, W., M. Ridwansyah., & Etik, U. 2013. Permintaan Beras Di Provinsi Jambi (Penerapan
Partial Adjustment Model). Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol.
1 No. 1.

10
Saajidah, Saaroh Nisrina dan I Wayan Sukadana. 2020. Elastisitas Permintaan Gandum dan
Produk Turunan Gandum di Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan.Vol.13 No. 1.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta, Bandung.

_______. 2017. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta, Bandung.

Septiadi, Dudi. Harianto, dan Suharno. 2016. Dampak Kebijakan Harga Beras dan Luas Areal
Irigasi Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia Vol.4
No.2.
Sugiyanto, Catur. 2006. Permintaan Beras di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia
Vo. 21 No. 2.

11

Anda mungkin juga menyukai