Anda di halaman 1dari 12

Nama:Meilinda Luasunaung

Nim :19142010220

Kls :A2

Smster : Empat(4)

Trend Dan Issue Dalam Keperawatan Jiwa Global

A. Trend curent issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa


Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang
sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat
dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan
jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Ada beberapa trend penting yang
menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa di antaranya adalah sebagai berikut:
 Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Dahulu bila berbicara masalah keschatan jiwa biasanya dimulai pada saat
onset terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak
gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat
fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini menyimpulkan
bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi
atau bahkan harus dimulai dari masa pranikah. Banyak penelitian yang
menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan
fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian
berikut membuktikan bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa
konsepsi. Mednick membuktikan bahwa mereka vang pada saat epidemi
sedang berada pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang
leih tinggi untuk menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting
ini menunjukkan bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu
dalam kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia. Mednick
menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan
bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan
neurokognitif sejak dalam kändungan. Beberapa kelainan neurokognitif seperti
berkurangnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian, membedakan
suara rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-fungsi eksekusi
sering dijumpai pada penderita skizofrenia. Dipercaya kelainan neurokognitif
di atas didapat sejak dalam kandungan dan dalam kehidupan selanjutnya
diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam- kehidupan, infeksi
otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi fungsi seperti
narkoba.
 Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah
penderita sakit jiwa di provinsi lain dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus
meningkat. Penderita tidak lagi didominasi masyarakat kelas bawah, kalangan
pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga tersentuh gangguan
psikotik dan depresif. Kasus-kasus gangguan yang ditangani oleh para
psikiater dan dokter di RSJ menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal
baik strata sosial maupun usia. Ada orang kaya yang mengalami tekanan
hebat, setelah kehilangan semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu
kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan
meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan
penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur,
dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis
menyebabkan merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin
bekerja, rajin belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat
kecenderungan penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus
trauma fisik dan nonfisik. Trauma nonfisik bisa berbentuk musibah,
kehilangan orang tua, atau masalah keluarga. Tipe gangguan jiwa yang lebih
berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan gejala perilaku
yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh tidak
karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang
lain, seperti mengamuk.
 Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan
salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan
kesehatan jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization
(WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah
menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyataan, paling tidak ada
satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita
gangguan keschatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari
sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta
orang diantaranya meninggal bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan
kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan
yang mencapai juta jiwa setiap tahunnya. Adanya gangguan kesehatan jiwa ini
sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun, menurut Aris Sudiyanto, (Guru
Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini.
Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara lain
berasal dari faktor keturunan, kelainan otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis,
malaria dan lain-lain). kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua,
gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam
pola pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara
anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga,
gangguan sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor
psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan antarpersonal dalam
pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan,
hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).
 Kecenderungan situasi di era globalisasi
Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri
globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat
dituntut mampu memberikan askep yang profesional dan dapat
mempertanggung jawabkan secara ilmiah. Perawat dituntut senantiasa
mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan khususnya
keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus membekali diri dengan
bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan teknologi
komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.
 Perubahan Orientasi Sehat
Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesehatan termasuk
keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan
penyelenggaraan pelayanan. (persaingan kualitas). Tenaga kesehatan (perawat
"jiwa" ) harus mempunyai standar global dalam memberikan pelayanan
kesehatan, jika tidak ingin ketinggalan. Fenomena masalah keschatan jiwa,
indicator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan lagi masalah klinis seperti
prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada konteks kehidupan
sosial, Fokus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan
pada peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa buka lagi sehat
atau sakit, tetapi kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan
fungsi social Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif untuk
pencegahan daripada menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih
pada pencegahan (preventif) dan promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser
dari hospital base menjad community base. Empat Ciri Pembentuk Struktur
Masyarakat Yang Sehat :
a. Suatu masyarakat yang di dalamnya tak ada seorang manusia pun yg
diperalat oleh orang lain. Oleh karena itu seharusnya tidak ada yang diperalat/
memperalat diri sendiri, dimana manusia itu menjadi pusat dari semua
aktivitas ekonomi maupun politik diturunkan pada tujuan perkembangan diri
manusia.
b. Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya,
merangsang perkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu membuat
manusia untuk mengungkapkan kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku
normatif kolektif.
c. Masyarakat terhindar dari sifat-sifat rakus, eksploitatif, pemilikan
berlebihan, narsisme, tidak mendapatkan kesempatan meraup keuntungan
material tanpa batas. Kor masyarakat yang memungkinkan orang bertindak
dalam dimensi- dimensi yang dapat dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif
dan bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan
struktur masyarakat sehat, kuncinya : Setiap orang harus meningkatkan
kualitas hidup yang dapat menjamin terciptanya kondisi sehat yang
sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan
orientasi paradigma kesehatan jiwa
 Kecenderungan Penyakit
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of disease"
(Michard & Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi "Public
Health Policy" yang secara tradisional memberi perhatian yang lebih pada
penyakit infeksi. Standar pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara
tradisional adalah angka kematian akibat penyakit. Ini telah menyebabkan
gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah. Dengan adanya indikator baru,
yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Lfe Year) diketahuilah bahwa gangguan
jiwa merupakan masalah kesehatan utama secara internasional. Perubahan
sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik yang tidak menentu
menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran, kemiskinan, dan
kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan
jiwa dalam kehidupan manusia ( Antai Otong, 1994). Untuk menjawab
tantangan ini diperlukan tenaga-tenaga- kesehatan seperti psikiater, psilolog,
social Worker, dan perawat psikiatri yang memadai baik dari segi kuantitas:
Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa
ancaman kematian atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera
serta yang dalam ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain.
Respons yang terjadi berupa rasa takut yang kuat serta tidak berdaya,
sedangkan bagi anak-anak apa yang menghadapinya akan dieksperikan dengan
perilaku yang kacau. Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu
trauma diluar rentang. Pengalaman trauma yang umum dialami manusia dalam
kejadian sehari-hari. Pengalaman katastropik dalam berbagai bentuk, baik
peperangan (memang sedang terjadi), pemerkosaan (banyak dialami sebagian
wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa dan bencana tsunami),
sungguh mengerikan. Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress
berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang sedemikian.
Dalam kriteria klinik seperti yang disusun dalam Diagnostic and Statical
Manual Of Mental Disorder lll dan Ly serta Pedoman Pengggolongan dan
Diagnosis gangguan jiwa III di Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan
pada mereka itu menggambarkan suatu yang stress yang terjadi berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun. Dengan demikian mereka menjadi manusia
yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat dan resultante akhir
penderita ini akan menjadi tidak produktif. Padahal seperti diketahui ada
diantara mereka yang berkali-kali telah mengalami pengalaman katastropik
yaitu saat daerah tersebut ada dalam kondisi berlangsungnya Daerah Operasi
Militer dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Kondisi itu memang amat
melumpuhkan tidak hanya ragawi, tetapi juga kondisi kejadian masyarakat di
daerah NAD. Di kemudian hari, mereka menjadi manusia yang tanpa alasan
selalu berusaha menghindar terhadap kejadian yang mirip, terutama terhadap
kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi. Mereka juga menjadi manusia
yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-ulang.
 Meningkatnya Masalah Psikososial
Lingkup masalah kesehatan jiwa, sangat luas dan kompeks juga saling
berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Kedokter Jiwa
(psychitri), secara garis besar masalah kesehatan jiwa digolongkan menjadi :
a. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas,
hidup yaitu masalah kejiwaan yang berkait dengan makna dan nilai-nilai
kehidupan manusia, misalnya: Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan
lifecycle kehidupan manusia, mulai dari persiapan pranikah, anak dalam
kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, usia lanjut.Dampak dari menderita
penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas. Pemukiman yang sehat.
Pemindahan tempat tinggal.
b. Masalah Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai
aikbat terjadinya perubahan sosial, misalnya : Psikotik gelandangan
(seseorang yang berkeliaran di tempat umum dan diperkirakan menderita
gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu ketertiban/keamanan
lingkungan). Pemasungan penderita gangguan jiwa. diperkirakan menderita
gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu ketertiban/keamanan
lingkungan). Pemasungan penderita gangguan jiwa. Masalah anak jalanan.
Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan). Penyalahgunaan Narkotika dan
psikotropika.
c. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual, dan lain-lain).
Tindak kekerasaan sosial (kemiskinan, penelataran tidak diberi nafkah, korban
kekerasaan pada anak dan lain-lain). Stress pascatrauma (ansietas, gangguan
emosional, berulangkali merasakan kembali suatu pengalaman traumatik,
bencana alam, ledakan, kekerasaan, penyerangan/penganiyaan secara fisik
atau seksual, termasuk pemerkosaan, terorisme dan lain-lain).
Pengungsi/imigrasi (masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya suatu perubahan sosial, seperti cemas, depresi, stress pascatrauma,
dan lain-lain,
d. Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik,
gangguan psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan,
perubahan minat, gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada daya
ingat, dll).
e. Masalah kesehatan tenaga kerja ditempat kerja (kesehatan jiwa tenaga kerja,
penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dan lain-lain). 9. Trend Bunuh
Diri pada Anak dan Remaja Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia
yang sangat mengancam Sejak tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25
orang diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk negara
Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama diduduki
Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24
menit seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang
sebenarnya 10 kali lebih besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong.
 Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam
Sejak tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya
meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan
Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka 37
orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit seorang meninggal
akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih
besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan
trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak- anak dan remaja.
Di Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang séring diberitakan
bahwa warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau
merobek perut sendiri) sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama baik
atasannya. Sebagai contoh, sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri
Takeshita melakukan bunuh diri, ketika skandal suap perusahaan Reeruits
Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau yang paling terkenal kasus bunuh
dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri Tanaka, ketika skandal suap
Lockheed terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga
kehormatan pimpinannya. Data dari Badan Keschatan Dunia (WHO) pada
tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap
tahunnya atau terjadi dalam seiap 40 detiknya. Bunuh diri juga termasuk satu
dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain faktor
kecelakaan.
 Masalah Napza dan HIV/AIDS
Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan dampak
dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal
terpenting yang mendukung merebaknya NAPZA di negara kita adalah
perangkat hukum yang lemah bahkan terkadang oknum aparat hukum
seringkali menjadi backing, ditambah dengan keragu-raguan penentuan
hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga dampaknya SDM Indonesia
kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap pengedar dan
pemakai NAPZA. Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang akan
datang khususnya dalam era globalisasi. Dalam era globalisasi tersebut
terdapat gerakan yang sangat besar yang disebut dengan istilah "Gerakan
Kafirisasi“. Bila beberapa dekade yang lalu kita mengenal istilah zionisme,
maka dengan ini sejalan dengan globalisasi kita berhadapan dengan dengan
ideologi kafirisasi yang disebut dengan Neozionisme, sebuah ideologi yang
ingin meneiptakan tatanan dunia global yang sekuler dan terlepas sama sekali
dari ajaran agama yang mereka anggap sebagai kepals uan, racun, dan
dogmatis fundamentalis. Gerakan konspirasi mereka telah membuat carut
marut dan tercabiknya wajah kaum beragama, utamanya umat muslim, mereka
menuduh umat islam sebagai fundamentalis, ekstrimis, dan tiran. Bahkan
Hungtington (Misionaris Yahudi) pernah mengatakan : "Musuh Barat terbesar
setelah Rusia hancur adalah Islam". Salah satu program mereka adalah
menghancurkan islam melalui penghancuran generasi mudanya dengan cara
menebarkan narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Sekarang para
imperalis dan konspirasi Yahudi telah memanfaatkan energi yang tersimpan
dalam generasi negeri ini (1,3 juta orang pemuda) yang berusia 15-25 tahun
melalui NAPZA (Narkotik dan Zat Adikif lainnya) dan telah membunuh 30
orang perbulannya. Masalah lainnya muncul seiring dengan merebaknya
pemakaian NAPZA. Menjelang tahun 2008 pertumbuhan HIV AIIDS di dunia
dapat mencapai 4 orang permenit. Ini merupakan ancaman hilangnya
kehidupan dan runtuhnya peradaban. Kita semua, khususnya tim kesehatan
harus merasa terpanggil menyelamatkan generasi penerus bangsa dari
cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol, psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya). Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim kesehatan,
maka upaya-upaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan menjadi
hal yang sangat penting karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam
kesehatan.

 Pattern Of Parenting dalam Keperawata Jiwa


Dengan banyaknya bunuh diri dan depresi pada anak, maka saat ini pola asuh
keluarga menjadi sorotan. Pola aush yang baik adalah pola asuh dimana orang
tua menerapkan kehangatan tinggi yang disertai dengan kontrol yang tinggi.
Kehangatan adalah bagaimana orang tua menjadi teman curhat, teman bemain,
teman yang menyenangkan bagi anak terutama saat rekreasi, belajar, dan
berkomunikasi. Adakalanya kehangatan diwujudkan dengan mendekap,
mencium, menggendong atau mengajak anak menjalajahi alam sambil belajar.
Kehangatan adalah upaya-upaya yang dilakukan orang tua agar anak dekat dan
berani bicara pada orang tuanya pada saat anak mendapatkan masalah. Orang
tua menjadi teman dalam express feeling anak sehingga anak menjadi sehat
jiwanya. Kontrol yang tinggi adalah bagaimana anak dilatih mandiri dan
mengenal disiplin di rumahnya. Kemandirian ini menjadi hal yang sangat
penting dalam kesehatan jiwa. Anak mandiri terbiasa menyelesaikan
masalahnya, ia akan memiliki self confidence yang cukup. Contoh kontrol
yang diterapkan orang tua adalah kapan anak harus bangun pagi, kapan
belajar, kapan anak berlatih memakai kaos kaki sendiri, makan sendiri dan
berpakaian secara mandiri. Orang tua juga melatih anak bertanggung jawab
mengerjakan tugas-tugas di rumah seperi mencuci, menyiram bunga, dan
sebagainya. Tipe pola asuh : • Autoriatif Bila orang tua menerapkan pola asuh
dengan kontrol yang tinggi dan kehangatan tinggi. • Otoriter : Bila orang tua
menerapkan pola asuh dengan kontrol tinggi kehangatan rendah. • Permisif :
Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah kehangatan
tinggi. • Neglected : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol
rendah kehangatan rendah.

B. Trend dalam Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri

Sejarah Keperawatan mental psikiatri muncul sebagai sebuah profesi pada awal abad ke- 19.
Kemudian sejak tahun 1940 keperawatan mental psikiatri mulai berkembang pesat, tetapi
pelayanan masih terpusat di Rumah Sakit (Antai Otong, 1994). Hal ini terjadi sejalan dengan
program deinstitusionalisasi. Deinstitusionalisasi adalah suatu program pembebasan klien
gangguan jiwa kronik dari institusi rumah sakit dan mengembalikan mereka ke lingkungan
rehabilitas di masyarakat (Lefley 1996). Angka kejadian gangguan jiwa dapat diminimalkan
dengan menggunakan cara-cara preventif seperti menemukan kasus-kasus secara dini,
diagnosa dini da intervensi krisis (Gerald Kaplan dikutip oleh Antai Otong, 1994).

C. Trend Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri Globalisasi

Leininger (1973) mengemukakan 3 kunci utama dalam proses tersebut : pengalaman dan
pendidikan perawat, peran, dan fungsi perawat serta hubungan perawat dengan profesi lain di
komunitas. Reformasi dalam pekayanan kesehatan ini te;ah menuntut perawat untuk
merendefenisi perannya. Intervensi keperawatan yang menekankan pada aspek pencegahan
dan promosi kesehatan sudah saatnya mengembangkan “community based care” (Lefley,
1996). Kurangnya dukungan tenaga, biaya, dan fasilitas yang tersedia menantang perawat
mental psikiatri dan profesi lain untuk memaksimalkan sumber-sumber yang tersedia dan
mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam memenuhi kebuuhan masyarakat (Antai Otong,
1994). Sehubungan dengan hal itu, adalah penting untuk mengembangkan pendidikan
keperawatan (Suhaemi, 1997), terutama keperawatan mental psikiatri yang bekerja di rumah
sakit jiwa maupun di komunitas paling rendah pada level universitas. (Jintana, 2002).

D. Issue Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri

 Stuart Sundeen (1998) mengemukakan bahwa hasil riset Keperawatan Jiwa


masih sangat kurang.
 Perawat psikiatri yang ada kurang siap menghadapi pasar bebas karena
pendidikan yang rendah dan belum adanya licence untuk praktek yang bisa
diakui secara Internasional.
 Perbedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman sering
kali tidak jelas dalam “Position Description," job responsibility dan system
reward dakam pelayanan keperawatan dimana mereka bekerja (Stuart Sudeen,
1998).
 Di negara lain pun mempunyai kecendenungan yang sama, hasil penelitian di
Ireland menunjukkan bahwa mahasiswa mempunyai yang salah tentang peran
perawat psikiatri (Wells, 2000).

E. Upaya Profesi Keperawatan Mental Psikiatri di Indonesia

Dalam menghadapi trend dan issue yang berkembang, profesi keperawatan mental psikiatri di
Indonesia telah melakukan berbagai upaya seperti membuat standar praktek keperawatan jiwa
di rumah sakit, membuat model prakek keperawatan professional (MPKP) di rumah sakit
jiwa, dan mengadakan berbagai pelatihan seperti pelatihan asuhan keperawatan jiwa dan
pelatihan "clinical instructur" bagi perawat mental psikiatri. Akan tetapi, mungkin masih
banyak yang masih perlu dibenahi dan ditingkatkan agar mampu menghadapi segala
tantangan di masa depan. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus menjadi perhatian
profesi keperawatan mental psikiatri dalam menghadapi trend dan issue pelayanan
keperawatan mental psikiatri di era globalisasi :

1. Fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas (community
based care) yang memberi penekanan pada preventif dan promotif.

2.Meningkatkan penelitian tentang keperawatan mental psikiatri, terutma keperawatan jiwa


klinik.

3. Seharusnya ada "licence" bagi perawat yang bekerja di pepelayanan

4. Estin (1999), menekankan bahwa untuk membina trust dan hubungan terapeutik dengan
klien dan untuk mencegah penundaan dalam mendiagnosa kebutuhan klien, perawat perlu
memahami budaya, nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap klien terhadap penyakitnya.

Daftar pustaka
Id.scribd..com Trend issue keperawatan jiwa

Anda mungkin juga menyukai