Aziza Inayah - 1B (Komunikasi Gangguan Jiwa)
Aziza Inayah - 1B (Komunikasi Gangguan Jiwa)
Nim : P05120220050
Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses
berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan
stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa
dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial dan
ekonomi.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-
macam. Gangguan Jiwa ada yang bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak
memuaskan, misalnya seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak
terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada
juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan.
Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya
keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat, serta
berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang
jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi
dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau
lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh tegangguanya
emosi. Proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra), penyakit mental ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita(dan keluarga).
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan dari suatu
konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-
gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text revision). Kendati
demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan
jiwa:
Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai waham
(delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
Gangguan jiwa neurotik: tanpa ditandai kehilangan kemampuan menilai realitas, terutama
dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan
(ansietas), dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.
Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi biologis yang
diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.
Gangguan jiwa organik: ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh suatu penyebab
spesifik yang membuahkan perubahan struktural di otak, biasanya terkait dengan kinerja
kognitif, delirium, atau demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini tidak
digunakan dalam DSM-IV-TR karena ia merangkum pengetian bahwa beberapa
gangguan jiwa tidak mengandung komponen biologis.
Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik atau
fungsional.
Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik dari suatu
gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang disebabkan oleh
penyakit infeksi otak.
Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat
dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (day dreaming).
Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita
tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa (delusional).
Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut
telah dijalani selama bertahun-tahun.
Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti
atau dicemaskan.
Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
Sulit dalam berpikir abstrak.
Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas
dan selalu terlihat sedih.
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada
beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan
akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan
penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik,
ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita penyakit
fisik membutuhkan support dari orang lain.
Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya
sehat tetapi bisa juga jiwa ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan
antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan
tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat,
fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata –
kata bisa saja kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:
Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau
kegiatan yang bersama – sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.
Sebagai contoh : Komunikasi pada pasien gangguan jiwa dengan masalah resiko bunuh
diri.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2OOO), bunuh diri memiliki 4 pengertian,
antara lain:
Jauhkan pasien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet gunting tali
kaca dan lain-lain).
Tempatkan kllen di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
Awasi pasien secara ketat Setiap saat
Kita sebagai Pengobat dalam menghadapi pasien yang ingin bunuh diri ,kita harus dapat
mengekspresikan perasaannya dengan cara :
Perawat 1 : Bapak kan belum makan pagi,mari saya bantu untuk makan ya pak?
Perawat 2 : Bapak kenapa? Bapak kan harus makan agar bapak tidak lemas.
Perawat1 : Kenapa bapak menangis? Bapak cerita saja apa yang bapak rasakan
sekarang.
Pasien : Kamu tidak mengerti perasaan saya,kamu tidak tahu kan betapa menderitanya
saya sekarang ini,hidup dengan satu tangan seperti saya !!!!!
Pasien : saya sedih sus, saya hanya jadi beban untuk keluarga saya. Saya benar-benar
tidak berguna.
Perawat 2 : Bapak tidak boleh seperti itu. Bapak itu kepala rumah tangga, bapak harus
tegar untuk menghadapi semua itu. Saya yakin bapak dapat melakukannya dan melewati
cobaan ini. Sekarang saya bantu untuk makan ya pak.
Istri : Sus, tolong berikan pengarahan pada suami saya, agar dia semangat kembali.
Perawat 2 : Iya kami akan berusaha tapi kami juga butuh bantuan dari anda dan
keluarganya untuk memberi support untuk pak Ronggo.
Perawat 2 segera keluar dan berbicara dengan Istri pak Ronggo di luar ruangan
Istri : Sebenarnya apa yang terjadi pada suami saya sus? Akhir-akhir ini dia sangat
sensitif dan sering murung?
Perawat 2 : Maaf bu, bukan kewenangan saya untuk memberi tahu keadaan pasien. Nanti
akan saya diskusikan dulu dengan dokter ya bu.
Perawat 1 : Baiklah bu,sekarang bapak sudah selesai makan. Nanti siang saya akan
kembali untuk mengantarkan makan siang ya bu.
Sementara itu perawat segera ke ruang dokter untuk mendiskusikan keadaan pasien
Perawat 2 : Saya akan melaporkan kondisi pak Ronggo dok,sejauh ini kondisinya
baik,namun kejiwaannya masih belum stabil. Dia masih sering diam dan masih sensitif.
Dokter : Baik sus,tentunya keadaan kejiwaan seperti itu merupakan hal yang wajar.
Nanti saya akan memberikan penjelasan lebih kepada keluarga pasien. Untuk itu, tolong
hubungi salah satu keluarga pasien untuk ke ruangan saya sus,
Akhirnya perawat kembali ke ruangan pak Ronggo untuk menghubungi istrinya agar datang
ke ruangan dokter.
Istri : Ya sus..
Istri : Ya dok,terima kasih. Sebenarnya apa yang terjadi pada suami saya Dok?
Akhir-akhir ini dia sangat sensitif dan sering terdiam ?
Dokter : Ibu tidak perlu khawatir,tentunya itu hal yang wajar ketika seseorang
kehilangan salah satu anggota tubuhnya. Hal itu membuat harga diri rendah yang dialami
pasien. Beliau sering sensitif karena beliau merasa sudah tidak berguna,terlebih beliau
sebagai kepala keluarga,sehingga merasa menjadi beban untuk keluarga.
Istri : Ooohhh…
Dokter : Ibu dan keluarga cukup membuat bapak nyaman dan selalu memberikan
dukungan agar pak Ronggo menjadi lebih semangat dan bangkit untuk tidak berputus asa.
Istri : Ya dok..
Keesokan harinya, di dalam ruangan ditunggui oleh istri dan keluarganya sementara itu
perawat masuk lagi ke ruangan pasien untuk memberi sarapan lagi.
Perawat 2 : Syukurlah…
Saya senang mendengar kabar ini,semoga dengan keadaan yang sudah semakin membaik,
membuat bapak semakin bangkit dan tidak putus asa.
Mungkin bapak akan lebih nyaman apabila ibu yang menyuapi bapak ya bu,
Ibu pasien : Lalu apa yang harus kami lakukan jika saat di rumah, bapak kembali berputus
asa?
Perawat 1 : Ibu tenang saja, tentunya hal itu tidak akan terjadi jika Ibu dan keluarga
selalu memberikan semangat dan selalu membuat nyaman pak Ronggo.
Semampunya kami akan terus memberikan dukungan agar dia bisa semangat seperti dulu.
Perawat 1 : Menurut catatan kami,pak Ronggo sudah boleh pulang,tetapi lebih jelas lagi
menunggu pengarahan dan ijin dari dokter bu,karena dokter yang lebih bertanggung jawab
dan memiliki kewenangan untuk memutuskan kepulangan pasien.
Perawat 2 : Baik bu,saya pamit dulu. Nanti siang saya akan datang lagi untuk mengantar
makan siang.