Anda di halaman 1dari 10

Nama : Dwi Suci Julianti

Bp : 19011135

Kelas : 2019 C

TUGAS : teknologi farmasi 3 (resume 8 jurnal).

Judul artikel 1: TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DI DAERAH


JOYOBOYO TENTANG PENYAKIT MATA DAN SEDIAAN OBAT MATA

Latar belakang : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat
Joyoboyo tentang iritasi mata dan penggunaan serta penyimpanan obat mata. Iritasi mata
merupakan salah satu gangguan pada mata yang banyak di alami oleh masyarakat. Ada beberapa
hal yang menjadi penyebab iritasi mata, salah satunya adalah seringnya terkena polusi udara.
Penting diketahui oleh pasien tata cara dalam penggunaan dan penyimpanan obat mata, karena
ketidaktahuan pengguna obat mata dalam menggunakan dan menyimpan obat mata yang benar
dapat memperburuk keadaan mata. Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
penggunan obat untuk mengatasi gangguan mata, menyebabkan masyarakat mengabaikan
kesehatan mata.

Metoda : Pengambilan data dilakukan dengan metode survei dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengambilan data.

Cara kerja : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian yaitu ibu
rumah tangga yang ada di daerah sekitar Joyoboyo dengan besar sampel sebanyak 120
responden.

Hasil : Hasil menunjukkan bahwa 13,3% responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah,
77,5% memiliki tingkat pengetahuan sedang dan sisanya 9,2% memiliki tingkat pengetahuan
yang tinggi. Sehingga perlu dilakukan edukasi dalam bentuk promosi kesehatan terkait obat tetes
mata antibiotika, aturan pemakaian obat tetes mata, cara penggunaan obat tetes mata pada orang
dewasa dan anak-anak, pembuangan obat tetes mata dan cara penggunaan obat salep mata.
Kesimpulan : Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa pengetahuan Ibu Rumah Tangga yang
bertempat tinggal di RW 6 Kelurahan Sawunggaling Surabaya (daerah sekitar terminal
Joyoboyo) terkait penyakit mata dan sediaan obat mata masih kurang. Fakta ini didasari oleh
hasil kuesioner yang telah kami sebar kepada para Ibu disekitar terminal Joyoboyo. Padahal, ibu
memiliki peran penting dalam keluarga, terutama dalam bidang kesehatan. Ibu berperan agar
anggota keluarga yang lain bisa tetap sehat (Zahrok dan Suarmini, 2018). Oleh sebab itu, perlu
dilakukan edukasi berupa promosi kesehatan (promkes) terkait penyebab iritasi mata dan
penanganannya serta cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang

Judul artikel 2 : Formulasi dan Uji Stabilitas Tetes Mata Sulfasetamida

Latar belakang : Sulfasetamida (Gambar 1) atau N-(4aminophenyl) sulfonyl-acetamide, adalah


serbuk hablur putih yang tidak berbau dan memiliki rasa pahit. Senyawa ini termasuk golongan
sulfonamida, merupakan turunan N-tersubstitusi dari senyawa sulfanilamid, berkompetisi dengan
p-amino benzoat di dalam sintesis enzimatik asam folat. Tetes mata natrium sulfasetamid dapat
disterilkan dengan beberapa cara, misalnya dengan autoklaf, pemanasan, bakterisida, dan
penyaringan menggunakan penyaring bakteri. Larutan sulfasetamida mengalami hidrolisis oleh
pemanasan, akan mengubah sulfasetamida menjadi sulfanilamida yang dapat mengkristal dan
mengendap Analisis sulfasetamida dapat dilakukan menggunakan metode spektrofotometri,
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT),voltametri,kromatografi cair dan deteksi secara
spektrofotometri,KCKT dengan deteksi fluoresensi.

Metode : . Metode sterilisasi yang digunakan adalah uap air mengalir 98100 oC, penyaring
bakteri, dan autoklaf 120-121 oC selama 15 menit.

Cara kerja: Sediaan tetes mata dibuat tiga formula dengan konsentrasi natrium sulfasetamid
(formula I: 10%, II: 15%, III: 30%) seperti pada Tabel 1. Setiap formula disterilisasi dengan tiga
cara yaitu dengan uap air mengalir 98-100 oC selama 30 menit (cara A), penyaring bakteri (cara
B), dan autoklaf 120-121 oC selama 15 menit (cara C). Dapar yang digunakan adalah larutan
dapar fosfat pH 7. Prosedur pengukuran serapan natrium sulfasetamida dengan spektrofotometer
UV menggunakan metode standar adisi meliputi pembuatan larutan baku/standar natrium
sulfasetamid dan penentuan kadar natrium sulfasetamid Uji sterilitas media dilakukan dengan
mengambil media Tioglikolat dan Soybean Casein Digest steril masing-masing dua tabung dan
diinkubasikan pada suhu 3035 oC (untuk Tioglikolat) dan suhu 2025 oC (untuk Soybean-
Casein Digest) dalam waktu tidak kurang dari 7 hari. Sisa media disimpan di dalam lemari
pendingin pada suhu 10 oC sampai waktu penggunaan. Pertumbuhan bakteri atau jamur dapat
diketahui dengan timbulnya kekeruhan pada media

Hasil: Hasil pengamatan terhadap endapan dari ketiga formula sediaan tetes mata natrium
sulfasetamida dapat dilihat pada Tabel 3. Ketiga sediaan yang telah disterilisasi dengan autoklaf
menunjukkan adanya endapan pada hari ke-28, sediaan lain yang disterilisasikan dengan uap air
mengalir dan penyaring bakteri tidak menunjukkan adanya perubahan. Hasil pemeriksaan pH
dari ketiga formula sediaan tetes mata sulfasetmida natrium dapat dilihat pada Tabel 4, dapat
diketahui bahwa pada masing-masing formula terjadi kenaikan pH. Hasil penetapan kadar
natrium sulfasetamid pada masing-masing formula sediaan tetes mata natrium sulfasetamida
dapat dilihat pada Tabel 5. Dapat diketahui bahwa kadar natrium sulfasetamida akan mengalami
penurunan bila disimpan pada waktu tertentu. Kadar maksimum dicapai pada pengukuran hari
pertama dan terus menurun hingga hari ke-28.

Kesimpulan : Formula natrium sulfasetamida dengan kadar 10% yang disterilisasi menggunakan
penyaring bakteri merupakan formula yang paling stabil.

Judul artikel 3 : Strategi peningkatan Objek tivitas Hasil Uji Inspeksi Visual Sediaan
Injeksi

Latar belakang : Sediaan injeksi merupakan sediaan steril yang bebas dari kontaminasi
pirogenik, endotoksin, partikulat, stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan
isohidris. Salah satu faktor penting untuk memastikan sediaan injeksi terbebas dari partikulat
adalah inspeksi visual oleh seorang operator, keakuratan dari hasil inspeksi visual ini sangat
bergantung kepada ukuran partikel dan pengalaman dari operator Tujuan literature review ini
menjelaskan prosedur pelaksanaan inspeksi visual dengan tepat dan tahapan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan objektifitas hasil inspeksi, sehingga hasil yang ditetapkan tidak
bias.

Metode :. Metode yang digunakan pada Literature Review ini adalah dengan mengumpulkan
data dari beberapa compendial, buku ilmiah dan referensi jurnal ilmiah yang berkaitan dengan
inspeksi visual sediaan injeksi.

Cara kerja: Beberapa metode yang berpengaruh terhadap inspeksi visual ini diantaranya kontras
background pengujian, cahaya, pergerakan partikel, waktu dan kecepatan inspeksi, serta jumlah
operator. Pembuatan analisis bagan pareto yang cacat, pembuatan persetujuan spesifikasi cacat,
evaluasi kinerja inspeksi, hingga sertifikasi operator dapat diterapkan untuk meningkatkan
objektifitas dari hasil visual inspeksi

Hasil: Pelaksanaan inspeksi visual dan hasilnya dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu kontras
antar cacat dan latar belakang item, pencahayaan, waktu dan kecepatan uji, serta pergerakan
sampel. Faktor tersebut jika dipenuhi sesuai persyaratan yang ditentukan pada saat uji dapat
memudahkan seorang operator dalam mendeteksi adanya partikel dalam sediaan

Kesimpulan : Peningkatan objektivitas hasil uji inspeksi visual dapat dilakukan dengan
memperhatikan parameter–parameter pengujian seperti kontras background, cahaya, pergerakan
partikel, waktu dan kecepatan inspeksi, waktu istirahat operator, serta jumlah operator. Selain itu
untuk mengoptimalkan keakuratan keputusan lulus/gagal dari hasil inspeksi dapat dilakukan
dengan membuat analisis bagan, dilanjutkan dengan penentuan spesifikasi cacat, evaluasi
kinerja, hingga sertifikasi operator.

Judul artikel 4 : TEKNIK INJEKSI INTRAMUSKULAR TANPA ASPIRASI UNTUK


MENURUNKAN INTENSITAS NYERI SAAT PROSEDUR INJEKSI VITAMIN
NEUROBION 5000 PADA PASIEN POLI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ADVENT
BANDUNG .

Latar belakang : Pemberian obat melalui lapisan otot disebut intramuskular, dapat menjadi
satusatunya rute pemberian obat bila pasien mengalami iritasi saat diberikan secara intravena dan
pengganti pemberian oral karena beberapa obat rusak oleh sistem pencernaan Salah satu
komplikasi yang ditimbulkan pada prosedur injeksi intramuskular adalah nyeri oleh adanya
trauma jaringan akibat luka tusuk. Beberapa penelitian menunjukkan adanya dampak nyeri
terhadap kenyamanan pasien.

Metode : Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi
experimental dengan model nonequivalent control group. pada model nonequivalent control
group kelompok eksperimental dan kelompok kontrol dibandingkan, dimana pemilihan
masingmasing kelompok tidak dilakukan secara random.

Cara kerja: Responden terbagi menjasi dua kelompok yaitu: 22 pasien kelompok penerima
tindakan penyuntikan dengan teknik aspirasi dan 22 pasien kelompok penerima tindakan
penyuntikan dengan teknik tanpa aspirasi yang mendapat order dokter untuk penyuntikan
intramuskular vitamin neurobion 5000. Data yang dikumpulkan diolah untuk menjawab
identifikasi masalah pertama sampai ketiga.

Hasil: Hasil penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hogan,
Kikuta, Taddio (2009) yang menyatakan bahwa teknik injeksi intramuskular tanpa aspirasi dapat
mengurangi nyeri penyuntikan.

Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa teknik injeksi intramuskular tanpa aspirasi efektif dapat
menurunkan skala nyeri penyuntikan intramuskular di Rumah Sakit Advent Bandung. Peneliti
merekomendasikan agar perawat dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
dengan menerapkan dan menggunakan teknik tanpa aspirasi saat memberikan terapi obat secara
intramuskular.

Judul artikel 5 : UJI STABILITAS FISIK DAN DAYA ANTIBAKTERI SUSPENSI


ERITROMISIN DENGAN SUSPENDING AGENT PULVIS GUMMI ARABICI

Latar belakang : Suspensi banyak digunakan karena mudah penggunaannya terhadap anak- anak,
bayi, dan juga untuk orang dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul. Suspensi juga dapat
diberi zat tambahan untuk menutupi rasa tidak enak dari zat aktifnya. Umumnya bentuk cair
lebih disukai daripada bentuk tablet atau

kapsul karena mudah ditelan dan mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 1989).
Suatu suspensi dari mulai diolah sampai menjadi produk yang pada akhirnya sampai ke pasien
membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, sediaan tersebut harus tetap stabil, baik
dalam penyimpanan maupun dalam penggunaan. Hal ini dimaksudkan agar obat dalam bentuk,
bau, dan rasanya dapat diterima pasien dalam keadaan yang baik. Faktor yang mempengaruhi
stabilitas fisik suspensi adalah volume sedimentasi, sifat alir, dan ukuran partikel. Pembuatan
sediaan farmasi dalam bentuk suspensi mempunyai beberapa alasan diantaranya karena obat
tersebut tidak larut dalam air.

Metode : Data hasil evaluasi stabilitas fisik suspensi eritromisin (volume sedimentasi, mudah
tidaknya dituang, ukuran partikel, viskositas, dan redispersibilitas) dan pengukuran diameter
zona hambat pada media agar diuji distribusi normalnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data
kemudian dilakukan uji anava dua jalan dengan taraf kepercayaan 95%. Analisis dilanjutkan
dengan t independent -test.

Cara kerja: Suspensi eritromisin dibuat dengan bahan-bahan pada Tabel 1. PGA dilarutkan
dengan air sebanyak 7 kalinya kemudian eritromisin dilarutkan dengan asam sitrat. Larutan PGA
dicampurkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan eritromisin. Sodium benzoat yang telah
dilarutkan dengan air ditambahkan pada campuran PGA dan eritromisin. Sirup simplek dan
natrium hidroksida yang telah dilarutkan dengan air dicampurkan pada campuran PGA dan
eritromisin. Diaduk sampai homogen, suspensi ditempatkan dalam tabung berskala yang
kemudian dilakukan pengamatan selama 2 bulan, pengamatannya mencakup volume
sedimentasi, viskositas, mudah tidaknya dituang, redispersibilitas, ukuran partikel, dan daya
antibakteri.

Hasil: Hasil pengamatan volume sedimentasi dari suspensi eritromisin dapat dilihat dari Gambar
1 bahwa formula III memiliki volume sedimentasi yang lebih besar dari formula I dan formula II
dan semakin lama penyimpanan, volume sedimentasi semakin kecil. Pengendapan partikel
dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel maka semakin cepat
pengendapan terjadi yang juga berkaitan dengan kemampuan mendispersi kembali karena
sedimen yang terbentuk akan menjadi cake yang keras yang sukar terdispersi kembali. Ini
menyebabkan suspensi sukar terdispersi kembali.

Kesimpulan : 1.Suspensi formula I yang mengandung PGA konsentrasi 5% memiliki stabilitas


yang paling baik, karena memiliki ukuran partikel yang kecil dan konstan selama penyimpanan,
volume sedimentasi yang terbentuk lambat, memberikan waktu tuang dan waktu untuk suspensi
terdispersi kembali cepat. 2. Suspensi masih memiliki daya antibakteri sampai penyimpanan hari
ke-60. Formula II yang mengandung PGA konsentrasi 7,5% mempunyai diameter yang konstan
selama penyimpanan.

Judul artikel 6 : FORMULASI SUSPENSI KERING KOMBINASI EKSTRAK ETANOL


KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN SERBUK DAGING BUAH PISANG KEPOK (Musa
balbisiana Colla.) DENGAN VARIASI BAHAN PENSUSPENSI

Latar belakang : Sifat-sifat kunyit yang dapat menyembuhkan luka sudah dilaporkan sejak tahun
1953. Penelitian terhadap ekstrak kunyit dalam melindungi tukak lambung dan memperoleh hasil
bahwa ekstrak kunyit dapat menghambat tukak lambung dengan memblok reseptor histamin H2
Selain kunyit, pisang (Musa balbisiana Colla.) dari keluarga Musaceae pun secara empiris
digunakan sebagai obat sakit lambung. Pengobatan tradisional India Ayurveda menggunakan
bubuk pisang untuk mengobati penderita maag disertai tukak. Dari penelitian yang dilakukan tim
gabungan Inggris dan India terhadap hewan percobaan, yaitu tikus yang diinduksi aspirin,
terbukti bubuk pisang mentah dapat melindungi lambung dari tukak.

Metode :

Cara kerja: Sampel yang digunakan adalah rimpang kunyit (Curcuma longa L.) dan daging buah
pisang kepok (Musa balbisiana Colla) asal kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan. Rimpang
kunyit yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian dimaserasi dan diuapkan sampai
kering untuk memperoleh ekstrak keringnya. Sedangkan daging buah pisang kepok diiris-iris
tipis kemudian dikeringkan dan diserbukan untuk memperoleh serbuk buah pisang kepok. Lalu
dilakukan Penyiapan Suspensi Kering, Pengujian Secara Farmaseutik, Pemeriksaan
Organoleptis, Pengujian Kadar Air, Penentuan Sudut Baring dan Waktu Alir, Penentuan Bobot
Jenis dan Porositas, Pengukuran Viskositas dan Tipe Aliran, Pengamatan Partikel Tersuspensi,
Penetuan pH Sediaan, Penentuan Volume Sedimentasi.
Hasil: Hasil penelitian menunjukan dengan kunyit laju penyembuhan meningkat 23,3% pada
kelinci dan 24,4% pada tikus. Usaha identifikasi kunyit mengarah kepada penemuan kurkumin.
Kurkumin meningkatkan mucus lambung sehingga aktivitas nyeri lambung dapat dijelaskan
melalui stimulus produksi mucus. Selain kunyit, pisang dari keluarga Musaceae secara empiris
juga digunakan sebagai obat sakit maag. Kandungan kimia dari buah pisang yang dapat
mengobati penyakit adalah sitoindosin, tannin dan amilum.

Kesimpulan : Bahan pensuspensi yang menghasilkan suspensi kering yang stabil secara
farmaseutika adalah magnesium aluminium silikat dengan konsentrasi 4%

Judul artikel 7 : ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI


NOSOKOMIAL FLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA

Latar belakang : Flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial yang sangat berkaitan
dengan berbagai prosedur tindakan invasif. Salah satu tindakan invasif yang sering dilakukan di
rumah sakit adalah pemasangan infus. Flebitis dapat menyebabkan trombus yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kematian. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor yang
mempengaruhi kejadian infeksi nosokomial flebitis di RSUD Kabupaten Muna.

Metode : Desain penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-
sectional. Sampel penelitian ini adalah 60 pasien rawat inap yang terpasang infus di RSUD
Kabupaten Muna dan memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Teknik pengambilan
sampel menggunakan Proportional Random Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi langsung dan analisis data menggunakan uji statistik chi-square dengan interval
kepercayaan 95% ( = 0,05)

Cara kerja: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional yang
dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2017 terhadap 60 pasien rawat inap di
RSUD Kabupaten Muna yang diambil dengan teknik Proportional Random Sampling.
Pengukuran kejadian infeksi nosokomial flebitis dilakukan dengan menggunakan Visual Infusion
Phlebitis (VIP) Score yang menilai kondisi area penusukan terhadap tanda dan gejala berupa
nyeri pada area penusukan, adanya eritema di area penusukan, pembengkakan, indurasi, venous
chord yang teraba, dan adanya demam
Hasil: Usia rata-rata responden adalah 37 (rentang 20 – 50) tahun dan 31 responden (51,7%)
adalah perempuan. Lama pemakaian infus kurang dari atau sama dengan 3 hari sebanyak 39
orang (65%), responden dengan 1 jenis cairan infus sebanyak 55 orang (91,7%), responden yang
mendapatkan terapi injeksi dengan antibiotik atau Nonsteroidal AntiInflammatory Drugs
(NSAID) sebanyak 38 orang (63,3%), dan sebanyak 20 responden (33,3%) mengalami infeksi
flebitis. Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi
nosokomial flebitis adalah lama pemakaian infus (p-value = 0,000), jumlah jenis cairan infus (p-
value = 0,038), dan terapi injeksi (p-value = 0,014).

Kesimpulan : Lama pemakaian infus, jumlah jenis cairan infus dan terapi injeksi yang diberikan
mempengaruhi kejadian infeksi nosokomial flebitis di RSUD Kabupaten Muna.

Judul artikel 8 : PENENTUAN NATRIUM DALAM SEDIAAN RINGER LAKTAT


SECARA MICROWAVE PLASMA ATOMIC EMMISION SPECTROSCOPY (MP-AES)

Latar belakang : Sediaan ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida,
natrium klorida dan natrium laktat dalam air untuk injeksi. Tiap 100 mL mengandung 285,0-
315,0 mg Na (sebagai NaCl dan C3H5NaO3), 14,1-17,3 mg K (sebagai KCl), 4,90-6,00 mg Ca
(setara dengan 18,0-22,0 mg CaCl2.2H2O), 368,0-408,0 mg Cl (sebagai NaCl, KCl, dan
CaCl2.2H2O), dan tidak kurang dari 231,0-261,0 mg laktat (C3H5O3, setara dengan 290,0-330,0
mg C3H5NaO3). Injeksi ringer laktat tidak boleh mengandung anti mikroba

Metode : Metode analisis penentuan natrium (Na) dalam sediaan ringer laktat secara MP-AES
telah dikembangkan. Tahap penelitian meliputi optimasi, tervalidasi dan penentuan natrium
pada sampel. Optimasi alat meliputi pump speed, plasma viewing position, dan nebulizer
pressure

Cara kerja: Pembuatan Pelarut Pelarut dibuat dengan cara melarutkan 6,75 mL HCl pekat dengan
air deion hingga volume 3000 mL. Pembuatan Larutan Seri Baku Pembanding Natrium
Sebanyak 760,0 mg NaCl yang sudah dikeringkan selama 2 jam pada suhu 105 °C (atau setara
berat dikali 0,39339 mg natrium) dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
air deion. Larutan tersebut selanjutnya dipipet 5 mL dan dimasukkan dalam labu takar 100 mL
dan diencerkan dengan pelarut sampai tanda. Dan dipipet kembali 3, 4, 5, 6, dan 7 mL masing-
masing ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan pelarut sampai tanda.

Pembuatan Sampel Simulasi Sebanyak 30,135 mg kalium klorida (KCl) yang telah dikeringkan
pada 105 oC selama 2 jam dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan
611,119 mg natrium klorida (NaCl) yang telah dikeringkan pada 105 oC selama 2 jam.
Selanjutnya ditambahkan 21,60 mg kalsium klorida (CaCl2) yang telah dikeringkan sebelumnya
pada 105 oC selama 2 jam, dan ditambahkan 302,82 mg natrium laktat (C3H5NaO3).
Selanjutnya diencerkan dengan air deion sampai tanda.

Hasil: Hasil validasi metode menunjukkan metode analisis yang dikembangkan mempunyai
presisi dengan RSD 1,46%, linearitas dengan koefisien determinasi (r2) 0,999, sensitifitas
dengan batas deteksi (LoD) sebesar 9,92 × 10-6 mg/mL, batas kuantitasi (LoQ) sebesar 3,31 ×
10-5 mg/mL, dan akurasi dengan nilai trueness 97,0%. Penentuan natrium dalam sediaan ringer
laktat telah lakukan menggunakan metode analisis yang telah dikembangkan terhadap 5 sampel
yang beredar di pasaran di Bandar Lampung dengan hasil memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia edisi V.

Kesimpulan : Metode analisis penentuan natrium secara MP-AES yang telah dikembangkan
dengan kondisi pengukuran pada plasma viewing position 0, nebulizer pressure 240 kPa. Panjang
gelombang emisi 588,995 nm, Read time 10 detik, replicate 6, pump speed 15 rpm, blank
substraction, stabilization time 15 detik, uptake time 15 detik. Hasil validasi metode analisis
menunjukkan presisi sebesar RSD 1,46 %. Linieritas dengan dengan koefisien determinasi (r2)
0,999, sensitifitas dengan batas deteksi (LoD) sebesar 9,92 × 10-6 mg/mL, batas kuantitasi
(LoQ) sebesar 3,31 × 10-5 mg/mL, dan akurasi dengan nilai trueness 97,0%. Menggunakan
metode yang telah dikembangkan, dilakukan pengujian terhadap 5 sampel yang ada di pasaran
dengan hasil memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi V.

Anda mungkin juga menyukai