Anda di halaman 1dari 10

Rangkuman Sosio Politik

Dosen Pengampu

Dr. A.F. Sigit Rochadi, M.Si.

Disusun oleh:

NAMA : NICHOLAS PANGGABEAN

PRODI : SOSIOLOGI

NPM : 203503516074

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

2020/2021
BAB 3 : KEKUASAAN
A. APA ITU KEKUASAAN?
Kekuasaan merupakan suatu kemampuan untuk menguasai atau memengaruhi orang
lain untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari
orang lain dalam mencapai tujuan, khususnya untuk memengaruhi perilaku orang lain.
B. Pemikiran Sosiologi tentang Kekuasaan
1. Max Weber
Weber menggunakan konsep herrschaft dalam menjelaskan kewenangan, yang
dibedakan dengan kekuasaan, seperti yang telah didiskusikan sebelumnya. Pada
saat menjelaskan kewenangan, Weber membuat tipologi tentang konsep ini, yaitu:
1. Kewenangan tradisional,
yaitu kewenangan yang didasarkan atas tradisi, kebiasaan,
kekudusan aturan dan kekuatan zaman dulu
2. Kewenangan karismatik,
yaitu kewenangan yang diperoleh seseorang karena dipandang
memiliki kualitas kepribadian individu yang extraordinary (luar
biasa) dan diperlakukan sebagai orang yang dianugerahi
kekuatankekuatan dan kualitas supernatural (adiduniawi),
superhuman (adiinsani), dan exceptional (pengecualian).
3. Kewenangan legalrasional,
yaitu kewenangan didasarkan atas komitmen terhadap
seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur
secara impersonal.
2. Bertrand Russel
Bertrand Russel (1988: 23), mendefinisikan kekuasaan sebagai hasil pengaruh
yang diinginkan..
3. Charles F. Andrain
Bagi Charles F. Andrain (1992: 130131), kekuasaan dimengerti sebagai
penggunaan sejumlah sumber daya (aset, kemampuan) untuk memperoleh
kepatuhan (tingkah laku menyesuaikan) dari orang lain
4. Michel FoucaultFoucault (1980), melihat relasi pengetahuan dan kekuasaan
sangat erat, di mana dia melihat pengetahuan adalah kekuasaan.
C. (RE)PRODUKSI KEKUASAAN
1. Analisis Pertukaran
Analisis pertukaran merupakan salah satu analisis yang secara serius dan tegas
membicarakan bagaimana kekuasaan bisa muncul dalam suatu proses hubungan
pertukaran
2. Analisis Konflik
Analisis konflik tentang asal kekuasaan tidak seragam. Paling tidak terdapat tiga
sudut pandangan dalam analisis konflik, yaitu pandangan Karl Marx, pandangan
Ralf Dahrendorf, dan Gaetano Mosca.
3. Analisis Fungsional
Kekuasaan atau kewenangan memiliki fungsi bagi bertahannya suatu masyarakat
atau bertahannya struktur sebagai suatu sistem sosial.
D. Distribusi Kekuasaan
1. Konsep distribusi kekuasaan
Distribusi dapat dipahami sebagai suatu perangkat hubungan sosial yang
melaluinya orang mengalokasikan barang dan jasa yang dihasilkan. Melalui
cara seperti itu maka distribusi kekuasaan dipahami sebagai suatu perangkat
hubungan sosial yang melaluinya terjadi proses yang mengantarai (re)
produksi kekuasaan dengan proses konsumsinya.
2. Stratifikasi Sosial sebagai Suatu Fenomena Distribusi Kekuasaan
Distribusi kekuasaan dalam masyarakat dapat dilihat melalui stratifikasi
sosial (Lenski, 1966 dan Kartono, 2007).
3. Proses dalam Distribusi Kekuasaan
Secara umum proses distribusi kekuasaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu
distribusi melalui pemberian (distribution by ascription) dan distribusi
melalui usaha (distribution by achievement).
E. Konsumsi Kekuasaan
1. Konsep kekuasaan
Menurut Don Slater (1997), konsumsi adalah bagaimana manusia dan aktor
sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu
(dalam hal ini material, barang simbolis, jasa, atau pengalaman) yang dapat
memuaskan mereka
2. Tujuan Konsumsi Kekuasaan
Berikut ini diajukan beberapa alasan mengapa orang atau kelompok orang
mengonsumsi kekuasaan:
a. Untuk menyejahterakan dan memakmurkan bangsa.
b. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Untuk memberikan rasa adil dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat
d. Untuk menegakkan hak asasi manusia.
e. Untuk menghadirkan rasa aman dan tenteram dalam masyarakat.
f. Untuk menjaga kedaulatan negara, martabat, dan muruah bangsa
g. Untuk menciptakan perdamaian umat manusia
h. Untuk melangggengkan kekuasaan
i. Untuk meraih kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan

Tujuan mengonsumsi kekuasaan dapat bersifat eksternal maupun internal dari


diri pemegang kekuasaan

3. Cara konsumsi kekuasaan


a. Kerja sama
Kerja sama merupakan interaksi dari orangorang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama
b. Persaingan
Dalam aktivitas politik, termasuk kekuasaan, juga memerlukan persaingan
sehat dan adil sehingga tidak dimungkinkan terjadinya “yang kuat
memakan yang lemah, yang lemah mencurangi yang kuat”. Dalam
aktivitas politik terdapat berbagai macam aktivitas persaingan kekuasaan,
yaitu antara lain pemilihan (legislatif, presiden, kepala daerah, atau desa),
ujian saringan, penjagaan citra, dan lain sebagainya.
c. Konflik
Konflik mencakup usaha untuk menetralkan, merusak, dan mengalahkan
lawan. Konflik menghasilkan perpecahan di satu sisi, tetapi juga dapat
meningkatkan solidaritas atau integrasi
Bab 5
SOSIALISASI POLITIK
A. PENGERTIAN SOSIALISASI
Berikut beberapa pengertian sosialisasi yang dibuat oleh berbagai pakar:
1. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Horton dan Hunt (1989: 100) memberi batasan sosialisasi sebagai “suatu proses
dengan mana seseorang menghayati (mendarahdagingkan, internalize) norma-
norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah ‘diri’ yang unik.”
2. David B. Brinkerhoff dan Lynn K. White
Brinkerhoff dan White (1989: 90) memberikan penekanan yang berbeda dengan
apa yang dikatakan oleh Horton dan Hunt. Bagi Brinkerhoff dan White,
sosialisasi diberi pengertian sebagai “suatu proses belajar peran, status dan nilai
yang diperlukan untuk keikutsertaan (partisipasi) dalam institusi sosial.
3. James W. Vander Zanden
Berbeda dengan dua definisi di atas, Zanden (1986: 60) mendefinisikan
sosialisasi sebagai “suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh
pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi)
efektif dalam masyarakat.”
B. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK
Pengertian sosialisasi politik, secara sederhana, dapat di pahami melalui
menambahkan atau mengaitkan definisi yang ada tentang sosialisasi dengan politik,
misalnya definisi Brinkerhoff dan White. Bagi Brinkerhoff dan White sosialisasi
diberi pengertian sebagai “suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan
untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam institusi sosial.” Sedangkan apabila
definisi sosiologi politik dikonstruksi berdasarkan kesimpulan kita tentang sosialisasi
di atas, maka sosialisasi politik adalah suatu transmisi pengetahuan, sikap, nilai,
norma, dan perilaku esensial dalam kaitannya dengan politik, agar mampu
berpartisipasi efektif dalam kehidupan politik. Namun untuk pemahaman yang lebih
dalam ada baiknya untuk mendiskusikan beberapa pengertian ahli tentang sosialisasi
politik, yaitu antara lain Michael Rush dan Phillip Althoff, A. Thio, dan Gabriel A.
Almond.
1. M. Rush dan P. Althoff
Dalam bukunya Sosiologi Politik (2003), Rush dan Althoff memberikan batasan
sosialisasi politik sebagai “suatu proses memperkenalkan sistem politik pada
seseorang, dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta
reaksireaksi terhadap gerak gejala politik.”
2. A. Thio
Dalam bukunya Sociology: An Introduction, Thio (1989: 412) membuat batasan
sosialisasi politik sebagai “proses dengan mana individuindividu memperoleh
pengetahuan, kepercayaankepercayaan, dan sikap politik.”
3. Gabriel A. Almond
Dalam buku Perbandingan Sistem Politik, Muchtar Mas’oed dan Collin
MacAndrews menyunting tulisan Gabriel A. Almond tentang “Sosialisasi,
Kebudayaan, dan Partisipasi Politik.” Dalam tulisan tersebut Almond membuat
batasan tentang sosialisasi politik: “Sosialisasi politik adalah bagian dari proses
sosialisasi yang khusus membentuk nilainilai politik, yang menunjukkan
bagaimana seharusnya masingmasing anggota masyarakat berpartisipasi dalam
sistem politiknya.
C. AGEN SOSIALISASI POLITIK
Dalam sosialisasi politik, terdapat beberapa agen yang dipandang memegang peranan
penting, yaitu antara lain keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, dan media
massa.
1. Keluarga
Bagaimana sosialisasi dilakukan? Pola sosialisasi politik dapat berlangsung dalam
dua bentuk umum: pertama, sosialisasi represif, yaitu sosialisasi yang
menekankan pada kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang
keliru. Kedua, sosialisasi partisipasif, yaitu sosialisasi yang menekankan pada
otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak yang baik.
Sosialisasi partisipatif akan menghasilkan anak yang lebih mandiri, memiliki
kemampuan memimpin dan bekerja sama yang lebih baik dibandingkan apabila
diasuh dengan pola sosialisasi yang represif.
2. Sekolah
Dalam mendiskusikan sekolah sebagai agen sosialisasi, berikut beberapa hal yang
bisa diperhatikan, yaitu antara lain:
a) Sekolah sebagai Sistem Sosial
1. Robert M. Z. Lawang
Dalam buku modul Universitas Terbuka, Pengantar So siologi, Robert
M.Z. Lawang (1985a: 56) menjelaskan definisi sistem sosial. Adapun inti
gagasan Lawang tentang sistem sosial sebagai berikut: “Sejumlah kegiatan
atau sejumlah orang yang hubungan timbal baliknya kurang lebih bersifat
konstan.”
2. Talcot Parsons
Parsons merupakan salah seorang tokoh utama yang memopularkan
pendekatan sistem dalam sosiologi kontemporer. Ada empat persyaratan
fungsional yang dibutuhkan oleh suatu sistem, yaitu: Adaptation/ adaptasi
(A), Goal attainment/pencapaian tujuan (G), Integration/integrasi (I), dan
Latent pattern maintenance/pola pemeliharaan laten (L).
b) Gaya Kepemimpinan Guru
Gaya kepemimpinan guru dapat memengaruhi produktivitas anakanak di
ruang kelas. Gaya kepemimpinan guru di sekolah dapat dibagi sedikitnya
dalam 3 jenis, yaitu otokratik, demokratik, dan laisserfaire. Gaya
kepemimpinan guru di sekolah dapat memengaruhi cara berpikir, cara merasa,
dan cara bertindak siswa di kemudian hari.
c) Learner-Centered Versus Teacher-Centered
Pola hubungan gurumurid yang disebut pertama dikenal sebagai teacher-
centered. Sedangkan hubungan gurumurid yang disebut terkahir dikenal
sebagai learner-centered. Semakin cenderung hubungan gurumurid ke arah
teacher-centered, maka semakin cenderung pula ketergantungan murid
terhadap guru dan semakin kecil kemandirian murid. Sebaliknya, apabila
hubungan gurumurid semakin cenderung ke arah learnercentered, maka
semakin kurang ketergantungan terhadap guru dan semakin tinggi
kemandirian murid.
3. .Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya (peer group) merupakan suatu kelompok dari
orangorang yang seusia dan memiliki status yang sama, dengan siapa
seseorang umumnya berhubungan atau bergaul (Horton dan Hunt, 1987:
115). Sosialisasi politik melalui kelompok teman sebaya bersifat informal
dan langsung. Kelompok teman sebaya yang menjadi kelompok rujukan
bisa beragam. Kelompok teman sebaya bisa terbentuk karena seprofesi,
sehobi, sekantor, selingkungan tempat tinggal, dan sebagainya.
4. Media massa
Media massa merupakan agen sosialisasi politik yang semakin menguat
peranannya. Media massa, baik media cetak seperti surat kabar dan
majalah maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan internet,
semakin memegang peranan penting dalam memengaruhi cara pandang,
cara pikir, cara tindak, dan sikap politik seseorang. Pengaruh media massa
cenderung bersifat masif, berskala besar, dan segera.
D. MEKANISME SOSIALISASI POLITIK
Transmisi nilainilai, pengetahuan, kepercayaankeperca yaan, sikap politik, dan
harapan politik kepada individu atau kelompok orang tertentu dilakukan melalui
beberapa cara, antara lain:
1. Imitasi
Peniruan (imitasi) merupakan mekanisme sosialisasi yang paling dikenal oleh
umat manusia. Proses peniruan merupakan suatu bentuk transmisi awal terhadap
nilainilai, pengetahuan, kepercayaankepercayaan, sikap, dan harap an, termasuk
dalam aspek politik dari kehidupan kepada anakanak oleh orang yang lebih
dewasa, terutama orang tua dalam keluarga. Proses ini dikenal sebagai sosialisasi
primer, yaitu proses pembentukan identitas seorang anak menjadi pribadi atau diri
(self).
2. Instruksi
Perintah (instruksi) merupakan penyampaian sesuatu yang berisi amar atau
keputusan oleh orang atau pihak yang memiliki kekuasaan (ordinat) kepada orang
yang tunduk atau dipengaruhi orang yang memiliki kekuasaan (subordinat) untuk
dilaksanakan
3. Desiminasi
Desiminasi politik sering dilakukan oleh para anggota legislatif dan aparat
birokrasi untuk memberi tahu atau menyebarluaskan informasi tentang suatu
agenda politik. Desiminasi lebih bersifat penyebarluasan informasi politik,
sehingga kelompok sasaran memiliki pengetahuan tentang apa yang didiseminasi.
4. Motivasi
Motivasi politik merupakan suatu mekanisme sosialisasi politik untuk
membentuk sikap, kalau bisa pada tahap perilaku, seseorang atau kelompok orang
tentang suatu nilainilai, pengetahuan, kepercayaankepercayaan, sikap politik, dan
harapan politik tertentu.
5. Penataran
Pada masa Orde Baru dahulu, kita telah diperkenalkan dengan suatu mekanisme
sosialisasi politik bernama penataran, yang dimasyhurkan dengan nama penataran
P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sesuai dengan namanya,
penataran P4 merupakan suatu bentuk sosialisasi politik untuk menanamkan nilai-
nilai, pengetahuan, kepercayaankepercayaan, sikap, dan perilaku yang sesuai
dengan Pancasila. Persoalan utama yang dihadapi oleh para penatar adalah
rujukan good practices dari agen atau aktor yang telah menerapkan nilainilai,
pengetahuan, kepercayaankepercayaan, sikap, dan perilaku yang diharapkan
tersebut.
E. PERKEMBANGAN SOSIALISASI POLITIK
Untuk memahami perkembangan sosialisasi politik kita mencoba melalui teori yang
dikembangkan oleh Charles Horton Cooley dan George Herbert Mead.
1. Cermin Diri Politik
Charles Horton Cooley (18641929) menyelesaikan program doktornya di Uni
versitas Michigan pada 1894. Diri, sebagai sisi khas dari kemanusiaan
(humanness), dibangun secara sosial; maksudnya, perasaan mengenai di ri kita
berkembang melalui interaksi dengan orang lain. Cooley (1964) mengusulkan
konsep looking-glass self (cermin diri) untuk menggambarkan suatu analogi
perkembangan diri melalui cermin, di mana cermin memantulkan apa yang
terdapat di depannya, dari sana seseorang melihat dirinya: gagah, cantik, perkasa,
dan sebagainya.
2. Pengambilan Peran Politik
George Herbert Mead (18631931) memperoleh pendidikan di bidang filsafat dan
mengaplikasikannya dalam kajian psikologi sosial. Di dalam buku Mind, Self, and
Society, Mead menjelaskan tahap pengembangan diri (self) manusia. Ketika anak
manusia lahir, dia belum memiliki diri. Diri manusia berkembang secara bertahap
melalui interaksi dengan orang lain. Pengembangan diri manusia berlangsung
melalui beberapa tahap, yaitu tahap prepatory atau tahap play stage, tahap
pertandingan (game stage), dan tahap the generalized other.
.

Anda mungkin juga menyukai