Anda di halaman 1dari 3

JAWABAN UAS KAJIAN ORIENTALISME TERHADAP AL-QUR’AN

Nama : M. Rifki Hidayah


Nim : 192510066
Mata Kuliah : Kajian Orientalisme Terhadap Al-Qur’an
Kelas : III D
Program : Magister Ilmu Al-Quran dan Tafsir

1. Jelaskan yang Anda ketahui tentang ‘sejarah Mushaf Al-Qur’an perspektif Orientalis’!
Berikan respon Anda!
Orientalis pada umumnya tidak percaya pada fakta tentang kebenaran dan keberadaan Al-
Qur’an dalam bentuk lisan dari tradisi hapalan. Dengan memberi penekanan pada substansi Al-
Qur’an sebagai sebuah teks, kalangan Orientalis berusaha menepis sejarah penulisan dan
kompilasinya di masa Muhammad dan di masa khalifah Abu Bakar, namun menerima upaya
kompilasi yang dilakukan oleh Utsman. Hanya saja mereka kemudian menduga adanya
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam teks Al-Qur’an pada masa itu.
Jeffrey mengatakan terdapat beragam mushaf yang beredar di berbagai wilayah
kekuasaan Islam. Mushaf-mushaf tersebut berbeda dengan Mushaf Utsman. Jadi, ketika Mushaf
Utsmani dijadikan satu teks standar yang resmi dan digunakan di seluruh wilayah kekuasaan
Islam, maka kononisasi tersebut tidak terlepas dari alasan-alasan politis (political reasons).
Serangan Orientalis terhadap Mushaf Utsmani datang dari tiga jurusan: a). Melalui periwayatan,
b). Melalui penemuan manuskrip lama, c). Melalui tafsiran dan kekuatan intelektual.
Sebagian besar orientalis menyatakan keputus asaan terhadap berbagai riwayat mengenai
bacaan-bacaan yang mereka telah kumpulkan sekian lama tetapi kemudian mereka sendiri tidak
mendapat manfaat apa-apa dari kajian mereka.

2. Jelaskan secara singkat teori-teori penting para orientalis berikut, kemudian berikan
respon terhadapnya:
a. Pandangan Watt tentang kenabian yaitu Nabi Muhammad harus dipandang sebagai seorang
yang tulus serta telah mengemukakan secara jujur pesan-pesan yang diyakininya berasal
dari Tuhan. Sedangkan pemahaman Watt tentang proses pewahyuan Al-Qur’an terbagi
menjadi dua. Pertama, wahyu tersebut berarti perintah untuk berbicara dan bukan proses
penerimaan wahyu dari Tuhan kepada dirinya. Kedua, ketika proses bicara itu dilakukan
oleh Nabi Muhammad Saw ada isyarat yang berasal dari luar ke dalam diri Nabi
Muhammad dan kemudian diserahkan kepada Nabi Muhammad untuk membahasakannya.
Selanjutnya, Watt meragukan dengan perantara pewahyuan Al-Qur’an karena Jibril hanya
disebutkan dua kali dalam Al-Qur’an. Salah satu yang menarik dari Watt ialah ia mengakui
bahwa Al-Qur’an yang diterima oleh Nabi Muhammad itu merupakan firman Allah atas
Nabi Muhammad dan ia tidak bisa mengarang firman Allah tersebut. Tetapi analisa Watt
berkesimpulan bahwa Nabi Muhammad menerima pengetahuan dari konsepsi Bibel secara
umum, dari lingkungan terpelajar Makkah seperti Waraqah bin Naufal.

Menurut saya, William Montgomery Watt merupakan seorang yang simpatik terhadap Islam
dan obyektif dalam mengungkap tentang Islamic Studies. Oleh sebab itu, W. Montgomery Watt
dikategorikan sebagai orientalis dengan aliran Midle Ground, yakni orientalis yang mengakui
kebenaran Al-Qur’an namun di beberapa aspeknya juga menolak terhadap Al-Qur’an.
Sebagaimana pandangan Watt terhadap kenabian dan kewahyuan Al-Qur’an serta kritik yang ia
tawarkan tidak terlalu menyimpang dari mainstream pendapat mayoritas akademisi ilmu-ilmu
Al-Qur’an.
b. Secara eksplisit Richard Bell mengakui Naskh Al-Qur’an dalam arti pembatalan,
penghapusan, dan penggantian ayat terdahulu dengan ayat yang datang kemudian. hanya
saja dalam teorinya dia mengembangkan arti derevisi revisi itu sendiri, yang cenderung
diartikan memasukkan, menambah, mengurangi, memaksakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada
ayat-ayat yang lain. Menurut Richard Bell bahwa Al-Qur’an memiliki kegandaan sumber
wahyu, yaitu Allah sebagai sumber utama dan Muhammad SAW. Menurut Bell, unit-unit
wahyu orisinal terdapat dalam bagian-bagian pendek Al-Qur’an. Hal ini disebabkan
pandangannya yang menempatkan Muhammad sebagai revisor Al-Qur’an, walaupun dalam
koridor inisiatif illahi.

Richard Bell, merupakan salah satu dari sekian banyak orientalis yang secara tegas
memploklamirkan teori Nasikh Mansukh terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, hal ini membuat para
cendikiawan muslim menjadi gerah terhadap apa yang dilakukan oleh Richard Bell terkait
dengan penafsiran ayat yang di anggapnya mengalami revisi, para ulama sepakat dan menilai
bahwa Richard Bell, sekali lagi cenderung untuk memaksakan ayat-ayat Al-Qur’an (takalluf)
agar masuk dalam konsepnya, di samping itu para cendikiawan juga menilai bahwa apa yang
dilakukannya cenderung menyelewengkan (iltifat) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, baik dalam
bentuk ayat yang mengalami korelasi (munasabah) suatu ayat terhadap ayat yang lain.

Hemat saya Kelemahan teori revisi Richard Bell ini adalah bahwa ia hanya dapat diterapkan
untuk memehami ayat-ayat hukum dan sulit atau bahkan tidak bisa diterapakan untuk
menafsirkan ayat-ayat non hukum. lagi pula, terdapat jarak yang terlalu jauh antara situasi
sekarang dengan saat diturunkannya Al-Qur’an
c. Ada beberapa hal yang menarik untuk digaris bawahi terkait metode semantik Al-Qur’an
Toshihiko Izutsu. Pertama, analisis semantik Al-Qur’an didasarkan asumsi bahwa Al-
Qur’an merupakan teks. Teks Al-Qur’an adalah susunan dari kata kemudian ayat yang
membentuk sekumpulan surah sehingga menjadi satu kesatuan yaitu Al-Qur’an. Untuk
mempermudah memahami Al-Qur’an, Toshihiko membedakan makna “dasar” dan makna
“relasional” sebagai konsep metodologi semantik.
Makna dasar adalah kandungan kontekstualnya sendiri yang akan tetap melekat pada kata itu
meskipun kata itu diambil di luar konteks Al-Qur’an. Contohnya seperti kata kitab yang makna
dasarnya sama baik dalam Al-Qur’an maupun umum. Sedangkan makna relasional adalah
sesuatu konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan
meletakkan kata itu pada posisi khusus dalam bidang khusus, berada pada relasi yang berbeda
dengan semua kata-kata penting lainnya dalam sistem tersebut.

Menurut saya, Metode penafsiran ini sangatlah menarik karena menunjukkan bahwa dengan
pendekatan linguistik, Toshihiko Izutsu berhasil mengurai problem pewahyuan Al-Qur’an dari
sudut pandang ilmiah dan dari segi linguistiknya.

3. Berikan kesan Anda tentang mata kuliah ‘Kajian Orientalis terhadap Al-Qur’an’..!
Kesan setelah saya belajar mata kuliah ini selama satu semester, saya merasa bahwa
kajian orientalisme ini sangatlah penting terutama bagi para pengkaji Al-Qur’an. Karena dengan
kajian ini kita akan menemukan pemikiran ataupun gagasan yang mungkin belum pernah kita
dengar dan kita temui selama ini.
Adapun terkait pemikiran-pemikiran para tokoh orientalisnya, tentu saja kita tidak akan
sepenuhnya setuju dengan cara yang mereka gunakan. Akan tetapi kita bisa tahu bagaimana kita
memahami cara berfikir mereka sehingga sampai kepada temuan yang mereka dapatkan. Dengan
cara yang sama seperti yang mereka lakukan, mungkin kita akan menemukan temuan yang
berbeda.
Kita di sini tidak akan menilai pendapat para orientalis yang boleh saja dikatakan oleh
sebagian kalangan sebagai “salah”, tetapi kita akan mendapatkan manfaat dengan meneliti
gagasan itu dan merangkainya bersama latar belakang yang memotivasi mereka melakukan
penelitian itu, lalu apa pendekatan keilmuan yang mereka lakukan, dan bagaimana sikap kita
terhadap cara pandang Barat terhadap Islam. Dengan tidak hanya berputar pada aspek gagasan,
ide, pemikiran, tesis dan teori yang mereka kemukakan, tetapi juga memahami pendekatan dan
latar belakang yang menjadi motif penelitian mereka, maka pada titik akhirnya kita bisa
memberikan kesimpulan, respon, serta sikap yang lebih berimbang, tidak emosional, atau
menolak. Dengan cara itu, kita akan bisa mengambil “manfaat” dalam kaitan aspek metodologis
yang bisa ditiru jika memang ada dan berguna, sekaligus sebagai wujud keterbukaan sikap kita
terhadap siapapun yang melakukan penelitian terhadap ajaran Islam secara umum.

Anda mungkin juga menyukai