Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN JIWA

“ Proses Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan “

OLEH :

SYAIFIL MAZANA
203110156
2A

Dosen Pembimbing :

Heppi Sasmita, M.Kep,Sp.Jiwa

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puji dan syukur atas kehadiranya, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Jiwa
yang membahas tentang “Proses Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan “
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak hambatan dan kekurangan
di dalamnya, namun saya sangat bersyukur karena saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.
Oleh karena itu Kritik dan Saran yang membangun akan saya terima dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya, serta bagi dunia pendidikan umumnya.

Padang, 14 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 4
A. Latar Belakang ..........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................5
A. Konsep Dasar Tentang Perilaku Kekerasan...............................................................5
a) Pengertian.........................................................................................................5
b) Rentang Respon Marah....................................................................................5
c) Faktor Predisposisi............................................................................................6
d) Faktor Presipitasi..............................................................................................7
e) Tanda dan Gejala..............................................................................................7
f) Penatalaksanaan................................................................................................8
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan.............................................10

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................25
A. Kesimpulan................................................................................................................25
B. Saran..........................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 26
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara
negara maju, meskipun masalah kesehatan jiwa tidak di anggap sebagai gangguan yang
menyebabkan kematian secara langsung, data menghitung bahwa sebanyak 2% penduduk dunia
menderita gangguan jiwa sedangkan di negara kita sendiri yaitu Indonesia 1 dari 4 penduduk
mengalami gangguan jiwa.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan di bawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.
Sering terlihat klien di ikat dengan tidak manusiawi di sertai bentakan dan pengawalan dari
sejumlah anggota keluarga bahkan melibatkan anggota kepolisian.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga atau orang lain, merusak alat
rumah tangga dan marah – marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan
oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama
perawatan klien sewajarnya keluarga sudag mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang di berikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan
perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan
perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol
perilaku kekerasan nya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana Konsep Dasar Mengenai Perilaku Kekerasan ?
 Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan ?

C. Tujuan Penulisan
• Untuk Mengetahui Konsep Dasar Dari Perilaku Kekerasan
• Untuk Mengetahui Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga
disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor
dengan gerakan motoric yang tidak terkontrol. (Yosep,2013)

Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan hilangnya kendali perilaku


seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk
penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku
merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. (Sutejo,2019)

Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan
(panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu
rentang, dimana agresi verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi lain.
(Yosep,2011)

b. Rentang Respon Marah


Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh
perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang respon adaptif dan maladaptif. (Yusuf,
2015)
1) Assertif merupakan perilaku mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2) Frustasi merupakan respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan.
3) Pasif merupakan respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami, sifat tidak berani mengemukakan keinginan dan pendapat sendiri,
tidak ingin terjadi konflik karena takut akan tidak disukai atau menyakiti perasaan
orang lain.
4) Agresif merupakan sikap membela diri sendiri dengan cara melanggar hak orang
lain dengan memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang
lain dengan ancaman.
5) Kekerasan disebut sebagai gaduh gelisah atau amuk. Klien tidak mampu
mengendalikan diri.

c. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami oleh
individu. ( Muhith,2015)
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
menyenagkan atau perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau sanksi penganiayaan.

b. Sosial Budaya
Marah dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan, maka semakin besar kemungkinan terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya
c. Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan kemarahan
mengakibatkan terjadinya kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interpretasi indera penciuman dan memori).
d. Perilaku
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

d. Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik injuri fisik,
psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus sebagai berikut : ( Muhith,2015)

a. Klien: kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh


agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Lingkungan: rebut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi
sosial.

e. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat, sering memaksakan kehendak, merampas makanan dan
memukul bila tidak sengaja.
a. Motor Agitation
Gelisah, mondar-mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang
mengencang, pernafasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.

b. Verbal
Memberi kata-kata ancaman melukai, disertai melukai pada tingkat ringan,
bicara keras, nada suara tinggi, berdebat.
c. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasana berat, efek labil, mudah tersinggung.

d. Tingkat kesadaran
Bingung, kacau, perubahan status mental, disorientasi dan daya ingat menurun.

f. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
 TERAPI INDIVIDU
 TERAPI KELUARGA
 TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Stimulasi Persepsi : Perilaku Kekerasan

a) Sesi 1: Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

b) Sesi 2: Mencegah perilaku kekerasan

c) Sesi 3: Mencegah perilaku kekerasan sosial

d) Sesi 4: Mencegah perilaku kekerasan spiritual

e) Sesi 5: Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat

 TERAPI OKUPASI

Terapi ini sering disebut dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau

kegiatan sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan

berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk

kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat dijadikan media yang penting setelah mereka

melakukan kegiatan itu diajak untuk berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti

kegiatan bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas

terhadap rehabilitasi.
b. Medis

1) Farmakologis
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya:
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka
dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

2) Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik atau elektronik convulsi therapi (ECT) adalah bentuk terapi kepada
klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini adalah awalnya untuk menangani klien
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah 2-3 kali sekali (dua
minggu sekali).
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan
1. Pengkajian 
a. Identitas klien
Biasanya melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang nama, nama
panggilan, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat
usia klien dan nomor mr, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
b. Alasan masuk
Biasanya alasan masuk pasien ke rumah sakit adalah melakukan kekerasan pada diri
sendiri dan juga pada orang lain, pada saat berkomunikasi muka merah dan tegang, pandangan
mata tajam, otot tegang, nada suara tinggi, sering memaksakan kehendaknya sendiri, merusak
barang atau benda disekitarnya. Biasanya tindakan yang dilakukan oleh keluarga yaitu dengan
mengurung pasien dan mengikatnya. Sengan melakukan hal tersebut keluarga berfikir bahwa
bisa merubah perilaku pasien tetapi malah sebaliknya membuat keadaan pasien memburuk.
c. Faktor presdiposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu
2) Biasanya klien sudah pernah diberikan perawatan di rumah sakit. Tetapi
klien putus obat sehingga mengakibatkan penyakitnya kambuh lagi
3) Biasanya klien pernah mengalami penganiaayaan fisik, aniaya seksual,
penolakan dalam keluarga dan masyarakat, kekerasan dalam keluarga, dan
pernah meihat tindakan kriminal atau pernah mengalaminya
4) Biasanya klien/keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa, hubungan
klien/keluarga sebagai keluarga inti.
d. Pemeriksaan fisik
Biasanya pada saat pemeriksaan tanda tanda vital tekanan darah pasien meningkat,
denyut nadi dan pernaasan cepat, tonus otot meningkat, mata pasien merah, rambut acak-acakan,
penampilan tidak rapi, gigi kotor. Keluhan fisik yang didapatkan pada klien perilaku kekerasan
seperti dada berdebar-debar.
e. Psikososial
1) Genogram
Biasanya menggambarkan keturunan tiga generasi dari keluarga pasien
apakah anggota keluarga ada yang pernah mengalami gangguan jiwa atau
tidak.
2) Konsep Diri
a) Gambaran diri
Biasanya klien tidak ada keluhn pada bagian tubuhnya. Klien dengan
perilaku kekerasan mengenai gambaran dirinya ialah pandangan tajam,
tangan mengepal, muka memerah.
b) Identitas diri
Biasanya pasien dengan erilaku kekerasan tidak merasa puas karena
interaksi pasien dengan keluarga dan lingkungan masyarakat terhambat
dikarenakan pasien mengalami gangguan jiwa. Pasien merasa puas
dengan kodratnya baik perempuan ataupun laki laki
c) Ideal diri
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan jika kenyataannya tidak sesuai
dengan kenyataan maka ia cenderung menunjukkan amarahnya, serta
untuk pengkajian perilaku kekerasan mengenai ideal diri harus dilakukan
pengkajian yang berhubungan dengan harapan klien terhadap keadaan
tubuh yang ideal, posisi, tugas peran dalam keluarga, pekerjaan atau
sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya
d) Harga diri
Biasanya penilaian tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
dirinya. Harga diri yang dimiliki klien perilaku kekerasan ialah harga diri
rendah karena penyebab awal klien perilaku kekerasan marah yang tidak
bisa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil yang tidak terkontrol
beranggapan dirinya tidak berharga.
3) Hubungan sosial
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan hubungan social terganggu
karena adanya resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta
memiliki amarah yang tidak dapat terkontrol, selanjutnya dalam pengkajian
dilakukan observasi mengenai adanya hubungan kelompok apa saja yang
diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan
kelompok atau masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain,
minat dalam berinteraksi dengan orang lain.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan.
5) Status mental
a) Penampilan
Biasanya pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien tidak
mampu merawat penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi,
penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya,
rambut kotor, rambut seperti tidak pernah di sisir gigi kotor dan kuning,
kuku panjang dan hitam.
b) Pembicaraan
Biasanya pada klien pembicaraan cepat, keras, terburu-buru, gagap,
sering terhenti/blocking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak
mampu memulai pembicaraan. Pada klien perilaku kekerasan cara bicara
klien kasar, suara tinggi, membentak, ketus berbicara dengan kata-kata
kotor.

c) Aktivitas motoric
Biasanya agresif, menyerang diri sendiri orang lain maupun menyerang
objek yang ada di sekitarnya. Klien perilaku kekerasan terlihat tegang
dan gelisah, muka merah dan jalan mondar-mandir.
d) Afek dan Emosi
Biasanya klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi klien
cepat berubah-ubah cenderung mudah mengamuk, membanting barang-
barang atau melukai diri sendiri, orang lain maupun objek sekitar dan
berteriak-teriak.
e) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya
mudah marah, defensif bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis
dan menolak dengan kasar. Bermusuhan dengan kata-kata atau
pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah. Curiga dengan
menunjukkan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau
orang lain
f) Persepsi/sensori
Biasanya pasien berniatt untuk melukai orang yang berada disekitarnya
jika pasien mendengar bisikan-bisikan yang membuat emosi pasien
meningkat dan tidak terkendali.

g) Proses pikir (arus dan bentuk pikir)


Biasanya pasien berbicara berbelit belit dan pembicaraan pasien terhenti
tiba tiba dikarenakan emosi yang meningkat tanpa ada gangguan.
h) Isi pikir
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki pemikiran
curiga dan tidak percaya kepada orang lain dan merasa dirinya tidak
aman.
i) Tingkat Kesadaran
Biasanya klien tidak sadar, bingung dan apatis terjadi disorientasi orang,
tempat dan waktu.
j) Memori
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat
kejadian jangka pendek maupun panjang terutama terhadap perlakuan
orang lain kepada dirinya sehingga menimbulkan dendam.
k) Tingkat Konsentrasi
Biasanya pasien tidak ada gangguan berhitung, tetapi tingkat konsentrasi
klien perilaku kekerasan mudah beralih dari satu objek ke objek lainnya
l) Kemampuan penilaian/pengambilan keputusan
Biasanya pasien tidak ada memiliki ganggua dalam penilaian, pasien
mampu mengambil keputusan seperti lebih memilih mandi terlebih
dahulu baru makan.
m) Daya tilik
Biasanya mengingkari penyakit yang diderita, klien tidak menyadari
gejala penyakit atau perubahan fisik dan emosi pada dirinya dan merasa
tidak perlu minta pertolongan.
f. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
2) BAB/BAK
3) Mandi
4) Berpakaian
5) Istirahat dan tidur
6) Penggunaan obat
7) Pemeliharaan kesehatan
8) Kegiatan dalam rumah
9) Kegiatan diluar rumah
Biasanya pasien melakukan kegiatan secara mandiri untuk keperluan sehari-
hari.
g. Mekanisme Koping
Menurut [ CITATION Muh15 \l 1057 ], biasanya pasien melampiaskan amarahnya
pada obyek lain yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marahnya. Beberapa mekanisme koping yang dipakai untuk melindungi diri
antara lain:
1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik.
3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar.
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
5) Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu.

h. Masalah Psikososial
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki masalah dengan kejiwaan
yang membuat orang lain ketakutan sehingga pasien tdak mampu berinteraksi
dengan masyarakat.
i. Pengetahuan
Biasanya pasien memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit dan
gangguan jiwa serta penyebab marah.
2. Pohon Masalah

Menciderai diri sendiri, orang lain


Effect
dan lingkungan

Perilaku Kekerasan Core Problem

Harga Diri Rendah Cause

3. Diagnosa Keperawatan

1) Perilaku Kekerasan

2) Harga diri rendah

3) Resiko menciderai (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan)

4. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1: resiko perilaku kekerasan


Tujuan Umum: klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

 Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan

 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan


 Bantu klien mengungkapkan perasaan jemgkel/kesal
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan tenang

3. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal


 Observasi tanda perilaku kekerasan
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan


 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan


 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
 Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik: tarik napas dalam jika sedang kesal,
berolahraga,
memukul kasur/bantal. Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah, kesal,
tersinggung. Secara spiritual: berdoa, memohon pada Tuhan agar diberi kesabaran
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
 Bantu memilih cara yang tepat
 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
 Bantu mensimulasi cara yang telah dipilih
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah

8. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga


 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)

 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping)
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, obat, dosis, waktu, cara
pemberian)
 Anjurkan untuk membicarakan efek daan efek samping obat yang dirasakan

Diagnosa 2: gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum: klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


 Hindari penilaian negatif pada setiap pertemuan dengan klien
 Utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah

4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
 Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

 Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan


 Beri pujian atas keberhasilan klien
 Diskusikan kemampuan pelaksanaan dirumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien


 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 3: resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Tujuan Umum: klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus:
 Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
 Klien mampu mengungkapkan perasaannya
 Klien mampu meningkatkan harga dirinya
 Klien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah dengan baik
Tindakan:
1. Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
2. Meningkatkan harga diri klien dengan cara:

a. Memberikan kesempatan klien mengngkapkan persaannya

b. Memberi pujian jika klien dapat mengatakan perasaan positif

c. Meyakinkan klien bahwa dirinya penting

d. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien


e. Merencanakan yang dapat dilakukan klien

3. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:

a. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya

b. Mendiskusikan dengan klien efektifitas dari masing-masing cara


penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi yaitu perawat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
memanajemen perilaku kekerasan .

5. Evaluasi Keperawatan
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mengobservasi

perilaku klien. Di bawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang

positif:

1) Mengidentifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien

2) Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
3) Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada yang lain

4) Buatlah komentar yang kritikal

5) Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda

6) Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi perasaan

marahnya

7) Mampu mentoleransi rasa marahnya

8) Konsep diri klien sudah meningkat

9) Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.


Contoh Satuan Pelaksanaan (SP) 1

A. Proses Keperawatan

Kondisi Klien
Klien tampak selalu emosi dan marah

Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan

Tujuan SP 1
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta mengontrol
secara fisik

SP 1 Pasien
 Mengidentifikasi penyebab, tanda gejala resiko perilaku kekerasan serta mengontrol
secara fisik
 Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
 Mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang dilakukan
 Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
 Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
 Membantu pasien cara mempraktikkan dan mengontrol perilaku kekerasan

B. Strategi Keperawatan

FASE ORIENTASI (PERKENALAN)

1) Salam Terapeutik

“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya.......biasa

dipanggil..........”saya mahasiswa STIKES Kusuma Husada yang akan


merawat bapak.
“nama bapak siapa? Suka dipanggil siapa?

2) Evaluasi/Validasi

“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Masih ada perasaan marah atau
kesal?”

3) Kontrak Waktu

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan marah Bapak?


Dimana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana jika 20 menit?”

FASE KERJA

”Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak pernah marah?
Penyebabnya apa? Sama kah dengan yang sekarang? Kalau marah biasanya sering memukul
sesuatu atau tidak? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik
tanpa menimbulkan kerugian?”

“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan Pak, salah satunya adalah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”

“Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu? Begini Pak, kalau tanda-
tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka Bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.
Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.
Bagus sekali, Bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”

“Nah sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul Bapak sudah biasa melakukannya.”
FASE TERMINASI

1) Evaluasi Subjektif

”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan


Bapak?
2) Evaluasi Objektif

“Ya, jadi ada 2 penyebab Bapak marah ....(sebutkan) dan yang Bapak rasakan
...(sebutkan) dan yang Bapak lakukan...(sebutkan) serta akibatnya...
(sebutkan). Bapak sudah bisa memperagakan tarik nafas dalam tadi dengan
baik.”
3) Rencana Tindak Lanjut

“Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Berapa kali bapak mau
latihan dalam sehari? Mau jam berapa saja latihannya?”
4) Kontrak

 Topik

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan rasa marah?”

 Waktu

”Nanti 2 jam lagi saya akan datang ke sini. Bagaimana, Bapak mau kan?”
 Tempat

”Tempatnyadisini saja ya Pak. Sampai jumpa besok”


BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan di anggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan
(panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri di pandang sebagai suatu rentang,
dimana agresive verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence ) di sisi yang lain.

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat lebih
memperdalam lagi pengetahuan tentang Proses Keperawatan Pada Perilaku Kekerasan serta
dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-Jiwa-
Komprehensif.pdf

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa (edisi refisi). Bandung: Refika Aditama.

YOSEP, I. (2013). Keperawatan Jiwa (edisi refisi). Bandung: Refika Aditama.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai