Anda di halaman 1dari 18

Konseling Ibu Hamil

(Komunikasi Terapeutik dalam Konseling)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Kehamilan, Persalinan dan Nifas

Oleh Kelompok 9 :
1. Zafitri Nulandari (P102202034)
2. Nur Mufidah Alfi (P102202035)
3. Amik Rahayu W (P102202036)
4. Irmawati (P102202047)
5. Wadi Renah (P102202049)

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Komunikasi Terapeutik dalam Konseling” ini dalam bentuk maupun isinya
yang sederhana. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembacanya.
Ucapan terima kasih selalu kami haturkan kepada :
1. Dr, Muh Tamar, M.Psi. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Psikologi
Kehamilan, Persalinan dan Nifas.
2. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu manambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
kedepannya sehingga dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun.

Makassar, 14 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah...............................................................................................2
1.4 Manfaat............................................................................................................3
1.5 Metode Penulisan.............................................................................................3
1.6 Ruang Lingkup................................................................................................3
1.7 Sistematika Penulisan......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Komunikasi Terapeutik ....................................................................4
2. Fungsi Komunikasi Terapeutik.......................................................................4
3. Tujuan Komunikasi Terapeutik......................................................................5
4. Konsep Dasar Komunikasi Terapeutik...........................................................5
5. Ciri-ciri Komunikasi Terapeutik.....................................................................6
6. Jenis Komunikasi Terapeutik.........................................................................6
7. Faktor yang Memperngaruhi Komunikasi Terapeutik...................................7
8. Komponen dalam Komunikasi Terapeutik.....................................................8
9. Karakteristik Komunikasi Terapeutik.............................................................9
10. Fase-fase Komunikasi Terapeutik................................................................10
11. Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik...................................................10
12. Kebutuhan Komunikasi Terapeutik..............................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................12
3.2 Saran..............................................................................................................12
Daftar Pustaka......................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
tujuan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik dianggap sebagai
proses yang khusus dan memiliki arti dalam hubungan antar manusia. Pada praktik
kebidanan komunikasi terapeutik lebih bermakna karena merupakan modal utama dalam
mengimplementasikan asuhan kebidanan. Artinya, dalam komunikasi terapeutik bidan
tidak hanya dituntut memiliki pengalaman ilmu, intelektual, dan teknik menolong pasien,
tetapi juga didukung kasih sayang, peduli dan berkomunikasi dengan baik (Machfoedz:
2009).
Bidan yang memiliki keterampilan komunikasi terapeutik yang baik,
memungkinkan dia mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan kebidanan, dan meningkatkan citra profesi
kebidanan. Namun yang terpenting adalah mengamalkan ilmunya untuk menolong
terhadap sesama manusia. Komunikasi terapeutik ini bertujuan untuk mengurangi beban
perasaan dan rasa takut yang ada pada pasien, mengurangi keraguan pasien serta dapat
mempengaruhi orang lain, lingkungan dan dirinya sendiri (Mahfud 2009).
Pentingnya komunikasi terapeutik dalam membantu menurunkan rasa sakit dan
takut dalam proses persalinan sangat diperlukan. Oleh karena itu bidan dalam persalinan
harus bisa membuat pasien lebih percaya diri karena bila pasien itu grogi atau gugup dalam
persalinanannya baik secara fisik maupun mental belum siap maka timbul rasa ketakutan
sehingga rasa sakit dan takut iti akan bertambah, maka dengan komunikasi terapeutik
inilah dapat mengatasi masalah pasien tersebut.
Kemampuan atau keterampilan bidan untuk membantu pasien beradaptasi terhadap
stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang
lain, (Stuart G.W. dalam Damaiyanti: 2010). bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar bidan dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini
adalah adanya saling membutuhan antara bidan dan pasien, sehingga dapat dikategorikan
ke dalam komunikasi pribadi di antara bidan dan pasien, bidan membantu dan pasien
menerima bantuan (Damaiyanti, 2010).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai
karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam
latar belakang dan masalahnya. (Machfoed, 2009). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan
yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan
profesional. Akan tetapi, M. Lukman Hakim dan Kukuh Sinduwiatmo, Pengaruh
Komunikasi jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien
sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya. (Machfoed, 2009).
Dengan empati seorang bidan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah
bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya,
1
tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga bidan dapat memikirkan masalah yang
dihadapi klien secara objektif. Menurut Willkie (dalam Tjiptono: 1997) , kepuasan
pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi
suatu produk atau jasa.
Dari latar belakang tersebut penulis ingin menjelaskan pentingnya dan bagaimana
pengaplikasian komunikasi teraputik antara petugas Kesehatan dengan pengguna layanan
atau pasien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi komunikasi teraputik?
2. Bagaimana fungsi komunikasi teraputik?
3. Bagaimana tujuan komunikasi teraputik?
4. Bagaimana prinsip dasar komunikasi teraputik?
5. Bagaimana ciri- ciri komunikasi teraputik?
6. Bagaimana jenis komunikasi teraputik?
7. Bagaimana factor yang mempengaruhi komunikasi teraputik?
8. Bagaimana komponen dalam komunikasi teraputik?
9. Bagaimana karakteristik komunikasi teraputik?
10. Bagaimana fase-fase komunikasi teraputik?
11. Bagaimana sikap dan Teknik komunikasi teraputik?
12. Bagaimana kebutuhan komunikasi teraputik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana pengaplikasian komunikasi teraputik oleh petugas pemberi
layanan kepada penerima layanan
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi komunikasi teraputik.
2. Mengetahui fungsi komunikasi teraputik.
3. Mengetahui tujuan komunikasi teraputik.
4. Mengetahui prinsip dasar komunikasi teraputik.
5. Mengetahui ciri- ciri komunikasi teraputik.
6. Mengetahui jenis komunikasi teraputik.
7. Mengetahui factor yang mempengaruhi komunikasi teraputik.
8. Mengetahui komponen dalam komunikasi teraputik.
9. Mengetahui karakteristik komunikasi teraputik.
2
10. Mengetahui fase- fase komunikasi teraputik.
11. Mengetahui sikap dan Teknik komunikasi teraputik.
12. Mengetahui kebutuhan komunikasi teraputik.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Ilmiah
1. Memberikan kemudahan dalam mengetahui penjabaran tentang komunikasi
teraputik agar kedepannya dapat melaksanakannya dalam sehari- hari
sebagai pemberi pelayanan Kesehatan.
2. Memberikan kemudahan untuk mengetahui bagaimana dalam melaksanakan
komunikasi teraputik yang tepat.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dibidang Kesehatan terutama
dalam komunikasi teraputik serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi
penulis selanjutnya.
1.5 Metode Penulisan
Makalah ini di ambil dari berbagai sumber materi yaitu text book, jurnal
Internasional dan jurnal Nasional tentang komunikasi teraputik.
1.6 Ruang Lingkup
Makalah ini membahas seputar komunikasi teraputik.
1.7 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan,
sistematika penulisan.
BABII :Pembahasan: definisi komunikasi teraputik, fungsi komunikasi
teraputik, tujuan komunikasi teraputik, prinsip dasar komunikasi
teraputik,ciri- ciri komunikasi teraputik, jenis komunikasi teraputik,
factor yang mempengaruhi komunikasi teraputik, komponen dalam
komunikasi teraputik, karakteristik komunikasi teraputik, fase- fase
komunikasi teraputi, sikap dan Teknik komunikasi teraputik,
kebutuhan komunikasi teraputik.
BAB III : Penutup : Kesimpulan dan saran
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi adalah proses manusiawi yang melibatkan hubungan interpersonal.
Komunikasi mencakup hubungan yang lebih luas dari sekedar wawancara. Semua
bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, itu disebut juga sebagai bentuk
komunikasi (Amfo, Ọmọniyì, Teigo, Kambon, & Saah, 2018). Komunikasi
terapeutik adalah suatu sarana bagi perawat dalam menjalin hubungan saling percaya,
sehingga dapat meningkatkan citra yang baik bagi tenaga kesehatan khususnya untuk
profesi keperawatan. Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi
perawat dalam berinteraksi dengan pasien. Komunikasi menjadi tidak efektif karena
terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Kesalahan dalam
menafsirkan pesan dapat disebabkan karena persepsi yang berbeda, hal ini sering
terjadi dalam institusi pelayanan kesehatan (D Prasanti & Fuady, 2017).
Hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan pasien dalam
pelayanan keperawatan disebut juga sebagai komunikasi terapeutik perawat yang
merupakan komunikasi profesional perawat (Amfo et al., 2018). Komunikasi
termasuk dalam komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara perawat dengan pasien dengan tujuan untuk membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat mengurangi atau
menghilangkan kecemasan pasien.
Disimpulkan komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal antara perawat
dengan klien untuk membina hubungan saling percaya sehingga dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada pasien.
2. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan
pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya antara perawat dan pasien, apabila
tidak diterapkan akan mengganggu hubungan terapeutik yang akan berdampak pada
ketidakpuasan pasien. Komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai terapi untuk

4
menurunkan tingkat kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya pasien
terhadap perawatnya (Amfo et al., 2018). Dengan pemberian komunikasi terapeutik
diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien karena pasien merasa bahwa
interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan,
perasaan dan informasi dalam rangka mencapai tujuan perawatan yang optimal,
sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.
Pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat pada pasiennya
berisi tentang diagnosa penyakit, manfaat, urgensinya tindakan medis, resiko,
komplikasi yang mungkin dapat terjadi, prosedur alternatif yang dapat dilakukan,
konsekuensi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan medis, prognosis
penyakit, dampak yang ditimbulkan dari tindakan medis serta keberhasilan atau
ketidakberhasilan dari tindakan medis tersebut. Dengan begitu pasien dapat
mengetahui informasi tindakan yang akan dilakukan oleh dokter ketika pasien dalam
posisi tidak sadar. Karena yang menangani tindakan tersebut adalah orang-orang yang
ahli dalam bidangnya pasien akan merasa lebih nyaman dan tenang dalam menjalani
tindakan invasif bedah sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan yang
dialaminya (A. A. Sari & Saragih, 2019).
3. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk menegakkan hubungan terapeutik antara
petugas kesehatan dengan pasien atau klien, mengidentifikasi kebutuhan pasien atau
klien yang penting (client-centeredgoal) dan menilai persepsi pasien atau klien
terhadap masalahnya. Tujuan komunikasi terapeutik untuk membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran pasien; membantu
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien; membantu memengaruhi seseorang,
lingkungan fisik dan diri sendiri (Banul, Agnesia, & Nanda, 2020).
4. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya
hubungan yang konstruktif diantara bidan dengan klien. Tidak seperti komunikasi
sosial, komunikasi ini mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu
tujuan dalam asuhan kebidanan. Oleh karena itu sangat penting bagi bidan untuk
memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini :
5
a. Hubungan bidan dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’
b. Bidan harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan keunikan setiap .individu.
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini bidan harus mampu menjaga harga dininya
dan harga diri klien.
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan
alternatif pemecahan masalah (Martin et al., 2016). Hubungan saling percaya
antara bidan dan klien adalah kunci dan komunikasi terapeutik.
e. Bidan harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta
nilai yang dianut.
f. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
g. Bidan harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
h. Bidan harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
i. Bidan haruis menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh
makin matang dan dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.
j. Bidan harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun
fungsi.
5. Ciri - Ciri Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Terjadi antara bidan dengan pasien
b. Mempunyai hubungan akrab
c. Berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan
d. Bidan dengan aktif, mendengarkan dan memberikan respon pada pasien
6. Jenis Komunikasi Terapeutik
(Martin et al., 2015) jenis komunikasi terapeutik dapat dibedakan sesuai dengan
6
respon klien sebagai berikut:
a. Mendengar dengan penuh perhatian
Hal ini perawat harus mendengarkan masalah yang disampaikan oleh klien untuk
mengetahui perasaan, pikiran dan persepsi klien itu sendiri. Sikap yang
dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah menatap matanya saat
berbicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari gerakan yang tidak perlu
dan condongkan tubuh kearah lawan bicara.
b. Menunjukkan penerimaan
Mendukung dan menerima dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan
dan tidak menilai. Menerima bukan berarti menyetujui. Menerima berarti
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai masalah yang telah disampaikan oleh klien. Oleh sebab itu, sebaiknya
pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien.
d. Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, seorang perawat memberikan
umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi
dilanjutkan.
e. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi pada saat perawat menjelaskan dalam kata-kata mengenai ide
atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini untuk
menyamakan pengertian.
f. Memfokuskan
Tujuan dari memfokuskan untuk membatasi pembicaraan sehingga pembicaraan
menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak
memutuskan pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah yang sedang
dihadapi.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Komunikasi
(Ditha Prasanti & Indriani, 2017), faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah:
a. Postur dan gaya berjalan

7
Postur dan gaya berjalan juga mempengaruhi dalam proses komunikasi. Cara
orang berdiri atau bergerak adalah bentuk ekspresi diri yang dapat dilihat, karena
postur dan gaya berjalan dapat mencerminkan emosi, konsep diri dan kondisi fisik
seseorang. Untuk itu penting sekali sebagai perawat memperhatikan postur dan
gaya berjalan dalam berkomunikasi dengan klien.
b. Pandangan mata
Pandangan mata dalam komunikasi mempunyai peran yang sangat penting karena
pandangan mata mengartikan kesederhanaan dan perawat yang dapat menjaga
kontak mata selama komunikasi berlangsung dapat diartikan sebagai dapat
dipercaya.
c. Isyarat tangan

Didalam pemberian gerakan tangan dapat juga diartikan sebagai usaha, pemberian
tanda baca, klarifikasi kata yang harus diucapkan. Isyarat dapat menjelaskan arti
khusus dalam sebuah komunikasi.

d. Pengaturan jarak dan wilayah komunikasi


Selama seseorang melakukan interaksi sosial, orang secara sadar akan
mempertimbangkan jarak antara meraka. Seorang perawat sering
mempertimbangkan dan menjadikan ruang sebagai faktor yang amat penting
dalam komunikasi. Jarak antara perawat dengan pasiennya dapat ditetapkan
sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada, jarak intim antara perawat dengan
pasien kurang lebih 45 cm atau kurang dari itu dan dalam posisi duduk biasanya
hanya membutuhkan jarak antara 18 inchi atau kurang lebih 1,5 m.
8. Komponen dalam Komunikasi
Komponen dasar komunikasi terapeutik menurut (Isa, Novadela, & Wahyuni, 2017)
adalah sebagai berikut:
a. Kerahasiaan
b. Keterbukaan diri (selfdisclosure)
c. Privasi

8
d. Sentuhan
e. Mendengarkan aktif
f. Melakukan pengamatan
9. Karakteristik Komunikasi terapeutik
Maulana (2009) dalam bukunya menjelaskan bahwa karakteristik komunikasi
terapeutik dibagi menjadi tiga, yaitu keikhlasan (genuineness), empati (empathy), dan
kehangatan (warmth).
a. Keikhlasan (genuineness).
Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan
perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan
rasakan tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu
dikomunikasikan pada individu, baik secara verbal maupun nonverbal. Perawat
yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap
yang dipunyai terhadap pasien sehingga dapat belajar untuk
mengomunikasikannya secara tepat. Sehingga perawat dapat menyampaikan
segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat tanpa menyalahkan atau
menghukum klien.
b. Empati (empathy).
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi pasien”.
Empati adalah suatu perasaan yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (objektif)
yang didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung
dengan kesamaan pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi. Empati
dapat diekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan
seperti memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami oleh
pasien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian
berdasarkan kata hati (impulsivejudgement).
c. Kehangatan (warmth).
Hubungan yang saling membantu (helpingrelationship) dilakukan untuk
memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas.
Dengan kehangatan perawat akan mendorong pasien untuk mengekspresikan ide-

9
ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau di
konfrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya penerimaan perawat terhadap klien.
10. Fase-fase Komunikasi Terapeutik
Arwani (2003) dalam bukunya fase komunikasi terapeutik dapat dibagi menjadi
empat, diantaranya sebagai berikut:
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam komunikasi yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi. Dalam fase pengkajian perawat menyatu dengan
pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya untuk mengidentifikasi
kebutuhan kesehatan dan menentukan prioritas tindakan keperawatan.
b. Rencana keperawatan
Perawat berinteraksi dengan klien untuk menentukan tindakan keperawatan yang
tepat pada klien.
c. Tindakan keperawatan
Tahap tindakan keperawatan perawat aktif dalam tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Membutuhkan keterampilan komunikasi perawat untuk
memenuhi kebutuhan psikososial dan fisik pasien.
d. Menilai kemajuan dan hasil akhir dari tindakan yang diberikan
Komunikasi sangat penting dalam tindakan keperawatan, tanpa komunikasi
perawat akan kesulitan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
diberikan berhasil atau tidak. Dalam tahap ini perawat harus mendiskusikan
rasional dari usulan perubahan tindakan.
11. Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik menurut (R. K. Sari, 2020) meliputi interaksi sosial,
menyimak dengan penuh perhatian, menunjukkan penerimaan, mengajukan
pertanyaan yang berhubungan, parafrase, menjelaskan, fokus, menetapkan observasi,
memberikan informasi yang dibutuhkan, mempertahankan ketenangan, dan
memberikan kesimpulan.

10
Teknik komunikasi terapeutik yang dpat diterapkan kepada pasien, (Patimah & Iriana,
2015) :
Menjadi pendengar yang baik adalah keterampilan dasar dalam melakukan
hubungan antara perawat dengan klien. Dengan demikian perawat dapat
mengetahui perasaan dan pikiran pasien. Selama mendengarkan perawat secara
aktif mengikuti apa yang dibicarakan oleh pasiennya.
a. Memberi kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambl inisiatif dalam memilih
topik pembicaraan. Ciptakan suasana dimana pasien merasa terlibat penuh dalam
pembicaraan.
b. Memberi penghargaan.
Memberi salam kepada pasien dengan menyebutkan namanya, menunjukkan
kesadaran tetang perubahan yang terjadi dan menghargai pasien sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai
individu.
c. Mengulang kembali.
Perawat mengulang sebagai pertanyaan pasien dengan menggunakan kata-kata
sendiri, yang menunjukkan bahwa perawat mendengar apa yang dikatakan atau
yang dikemukakan oleh pasien.
d. Refleksi.
Perawat mengulang kembali apa yang telah dibicarakan oleh pasien untuk
menunjukkan bahwa perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan oleh
pasien.
12. Kebutuhan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi, komunikasi juga
dapat dilakukan oleh perawat dengan pasien, dengan keluarga pasien dan dengan tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini komunikasi antara perawat dengan pasien sangat
dibutuhkan karena dengan proses komunikasi perawat mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien secara signifikan dan perawat juga dapat memberikan tindakan
keperawatan sesuai dengan informasi yang telah didapatan. Seorang perawat juga
dapat menyimpulkan rasional dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan secara

11
tepat.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah suatu sarana bagi tenaga kesehatan dalam menjalin
hubungan saling percaya, sehingga dapat meningkatkan citra yang baik bagi tenaga
kesehatan khususnya untuk profesi kebidanan. Komunikasi termasuk dalam komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara bidan dengan pasien
dengan tujuan untuk membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta
diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan kecemasan pasien.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal
antara bidan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya sehingga dapat
menurunkan tingkat kecemasan pada pasien.
2. Saran
Adapun saran yang dapat diajukan oleh kelompok kami melalui tulisan ini, penulis
menyarankan kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Bagi Lahan Pendidikan
Tetap mempertahankan proses pembelajaran yang dapat menambah ilmu dan
wawasan bagi mahasiswa dalam mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan tentang
ruang lingkup kebidanan.
2. Bagi Petugas dan klinik

Diharapkan pemberi layanan kesehatan terutama bidan harus melaksanakan


komunikasi teraputik untuk meningkatkan rasa saling percaya antara bidan dan pasien
serta perlu kiranya memfungsikan sarana dan prasarana yang telah tersedia ditempat
pelayanan praktek semaksimal mungkin
3. Bagi Pembaca
Lebih meningkatkan minat membaca dan mempelajari ilmu yang sudah
didapatkan sehingga dapat dikembangkan dan menjadi referensi bagi orang lain.

12
Daftar Pustaka
Arwani. (2003). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Amfo, N. A. A., Ọmọniyì, T., Teigo, N. T., Kambon, O., & Saah, K. K. (2018). Therapeutic
Communication Competencies for Nurses and Midwives. 97–103.

Banul, M. S., Agnesia, C., & Nanda, P. (2020). Hubungan Komunikasi Terapeutik Bidan
Dengan Tingkat Kepuasan Ibu Hamiltrismester Iii Dalam Antenatal Care Di Puskesmas
Kota. Jurnal Wawasan Kesehatan, 5(2), 49–55.

Isa, N., Novadela, T., & Wahyuni, E. (2017). Pengaruh Senam Dismenore Terhadap Tingkat.
X(1), 65–70.
Maiti, & Bidinger. (1981). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Martin, L., Gitsels-van der Wal, J. T., Pereboom, M. T. R., Spelten, E. R., Hutton, E. K., & van
Dulmen, S. (2016). Clients’ psychosocial communication and midwives’ verbal and
nonverbal communication during prenatal counseling for anomaly screening. Patient
Education and Counseling, 99(1), 85–91. https://doi.org/10.1016/j.pec.2015.07.020

Martin, L., Hutton, E. K., Gitsels-van der Wal, J. T., Spelten, E. R., Kuiper, F., Pereboom, M.
T. R., & van Dulmen, S. (2015). Antenatal counselling for congenital anomaly tests: An
exploratory video-observational study about client-midwife communication. Midwifery,
31(1), 37–46. https://doi.org/10.1016/j.midw.2014.05.004

Patimah, S., & Iriana, A. (2015). Pengaruh Komunikasi Interpersonal/Konseling Oleh Bidan
Terhadap Kepuasan Pelayanan Antenatal Care. Jurnal Kesehatan Holistik, 9(1), 47–50.

Prasanti, D, & Fuady, I. (2017). HAMBATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK BIDAN

13
KEPADA IBU HAMIL DALAM UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU
(AKI) DI SERANG (Studi Deskriptif …. Jurnal Nomosleca. Retrieved from
http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/n/article/view/606

Prasanti, Ditha, & Indriani, S. S. (2017). Komunikasi Terapeutik Bidan Dan “Paraji” Sebagai
Kader Dalam Optimalisasi Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil. Komunikator, 9(1). Retrieved
from http://journal.umy.ac.id/index.php/jkm/article/view/2605
Putri, M. R. (2018). Jurnal Bidan Komunitas. Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Status
Gizi Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulang Kota Batam, I(2), 99–106.
Sari, A. A., & Saragih, R. B. (2019). Penerapan Komunikasi Terapeutik Dalam Pelayanan
Kesehatan. Jurnal Kaganga, Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 3(1), 13–21.

Sari, R. K. (2020). Komunikasi Terapeutik Bidan dan Pasien dalam Menghadapi Risiko
Persalinan. Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(September), 159–168.
Sataloff, R. T., Johns, M. M., & Kost, K. M. (n.d.). No 主観的健康感を中心とした在宅高
齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. 1–12.

14
15

Anda mungkin juga menyukai