Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN PERAWATAN PADA PENDERITA SINDROMA NEFROTIK

A. Konsep Penyakit Sindroma Nefrotik


1. Definisi
Gangguan klinis yang disebabkan rusaknya membran kapiler
glomerulus yang disebabkan peningkatan permeabilitas glomerolus
(Taufan,2011:100).
Kondisi klinis yang ditandai dengan proteiuniria berat, terutama
albuminuria (>1 g/m2/24 jam). Hipoproteinemia (albumin serum <2,5 g/dL),
edema, dan hiperkolesterolemia (>250 mg/dL). Berdasarkan penyebab,
sindroma nefrotik pada anak dapat di bagi menjadi sindrom nefrotik
kongenital, primer (idiopatik), atau sekunder. Dalam tulisan ini hanya akan di
bahas mengenai SN yang paling sering ditemukan adalah nefrotik sindrom
primer (Tanto dkk,2014:93).
2. Etiologi
Sindrome nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
protenia masif (terutama albumin) (>40 mg/m2/jam);hipoproteinemia
(albumin serum <3,0 g/dL); hiperkolesterolemia (>250 mg/dL); dan edema,
insidens sindrome nefrotik dipengaruhi oleh usia, ras, dan geografis. Tipe
HLA tertentu (HLA-DR7, HLA-B8, dan HLA-B12) behubungan dengan
insidens sindrome nefrotik yang meningkat. Peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein disebabkan perubahan muatan negatif di
membran basalis glomerulus yang pada keadaan normal membatasi filtrasi
protein serum. Proteinuria masif menyebabkan penurunan kadar protein
serum, terutama albumin. Selanjutnya tekanan onkotik plasma turun dan
menyebabkan perpindahan cairan dari intravaskular ke ruang interstial
sehingga volume plasma berkurang. Pada keadaan ini, aliran darah ginjal dan
LFG tidak serta merta terganggu. Edema diperberat dengan berkurangnya
volume darah efektif yang bersikulasi serta peningkatan reabsorpsi natium
klorida di tubulus yang terjadi sekundar akibat aktivasi sistem renin-
angiotensis-aldesteron. Sementara itu, keadaan hipoproteinemia akan
merangsang sintesis lipoprotein dan mengurangi metabolisme lipoprotein oleh
hepar, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan kadar lipit serum
(kolesterol, trigiliserida) dan lipoprotein.
Sindrome nefrotik dapat terjadi primer atau sekunder. Anak yang in
menderita SN idiopatik. Pada anak, kelainan patologi anatomi yang paling
sering ditemukan adalah adalah sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM.
Lebih dari 80% penderita SN berusia kurang dari 7 tahun menunjukkan
kelainan SNKM. Pada anak berusia 7-16 tahun yng menderita SN, memiliki
peluang 50% untuk menderita SNKM, dan anak lelaki tekena lebih sering dari
pada perempuan.
Sindroma nefrotik kongetial muncul dalam 2bulan pertama kehidupan.
Terdapat 2tipe yaitu tipe finnish suatu kelainan autosomal resesif yang sering
ditemukan pada keturunan Scandinavia dan disebabkan oleh mutasi komponen
protein nphrin di glomerulus. Tipe kedua adalah tipe heterogen yaitu
kumpulan yang meliputi kelainan sklerosis mesangial, dan kondisi yang terkait
dengan obat atau infeksi. Awitan prenatal ditandai dengan peningkatan kadar
alfa-fetoprotein ibu.
Sindroma nefrotik sekunder dapat ditemukan pada penderita lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein, infeksi (hepatitis B,
hepatitis C, malaria),penyakit Wegener, dan vaskulitis sebab lainnya,reaksi
alergi, diabetes, amiloidosis, keganasan, gagal jantung kongestif,perikaditis
konstriktif,dan trombosis vena renalis (karen:2011:658)

3. Manifestasi klinis sindroma Nefrotik


Manifestasi klinis paling sering sindrom nefrotik pada anak adalah edema
pitting atau asites. Anoreksia, Malaise, dan nyeri perut seringkali ditemukan,
terutama pada anak dengan asites tekanan darah meningkat pada 25% anak
sedangkan tubular nekrosis akut dan hipotensi dapat terjadi pada keadaan
hipoalbuminea dan hipovolumia yang bermakna. Diare (akibat edema
intestinal) dan distres pernafasan (akibat edema pulmonal atau efusi pleura)
dapat ditemukan. Karakteristik SNKM adalah tidak disertai hematuria,
insufisiensi ginjal, hipertensi, atau hipokomplemenemia (Karen,2011:659)
4. Patofisiologi
a. Meningkatkan permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskular berpindah kedalam intersititial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi
anti deuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi
retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan
edema.
c. Terjadi peningkatan kolestrol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma.
d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
e. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng. ( Smeltzer,2002:217)
5. Patway

penyebap yang tidak di ketahui

permeabilitas dinding glomerulus

protein plasma

hipoalbumenia lipoprotein

osmotik plasma kolesterol dan


trigliserit
cairan intravaskuler cairan interstinal
lipiduria
edema
hipovolemi

Kekurangan cairan dan elektrolit

volume darah ginjal


Resti kerusakan
integritas kulit dan
renin angiostenin
kelebihan volume
cairan
aldosteron & ADH

reabsorsi air dan natrium


5. Komplikasi
Komplikasi utama adalah infeksi. Kejadian infeksi serius meningkat,
bacteremia dan peritonitis (khususnya infeksi straptococcus
pheneumoniae, escherichiacoli, atau klebsiella), disebabkan oleh hilangnya
imunuglobulin dan klompemen diurin. Efek samping steroid juga banyak
ditemukan pada pasien yang resisten steroid atau relaps sering.
Hipofolemia dapat terjadi akibat diare atau penggunaan diuretik. Selain
itu, hilangnya faktor koagulasi anti trombin dan plasminogen dapat
menyebabkan keadaan hiperkoogulasi dengan resiko tromboemboli (TE).
Pemberian warfaren lofenox aspirin dosis rendah, atau dippirit damol
dapat meminimalkan resiko pembentukan trombus pada pasien sindrom
nefrotik yang memiliki riwayat tromboemboli atau beresiko tinggi untuk
terjadi tromboemboli. Keadaan hiperlipidemia juga meningkatkan resiko
penyakit anterok klerotik (Karen:2011:560)
Trombosit vena, akibat kehilangan anti-trombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis. Trombosis vena ini sering terjadi pada
vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan
pemberian hepari.
Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia),
akibat kehilangan immunoglobulin. Gagal ginjal akut, akibat hipovolemia.
Di samping terjadinya penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga
kehilangan cairan di dalam intravaskuler. Edema pulmonal, akibat
kebocoran cairan, kadang-kadang masuk ke dalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispenea (Toto:2013:142)

B. Konsep Asuhan Nefrotik Sindrom


1. Pengkajian Nefrotik Sindroma
a) Identitas
Umumnya dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun rasio laki laki dan
perempuan 2:1.(Donna L,Wong,2004:111)
b) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK terpapar bahan
kimia. (Donna L,Wong.2004;111)
c. Riwayat penyakit sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan menurun,
konstipasi, diare, urin menurun. (Donna L,Wong.2004;111)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosomresesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.(Donna L,Wong.2004;111)

2. Pemeriksaan Fisik Nefrotik Sindroma


a. Sistem pernafasan
Pada sistem pernafasan Frekuensi pernafasan 15-32 X/menit, efusi pleura
karena distensi abdomen,edema pulmona atau efusik.(Karen,2011:659)
b. Sistem kardiovaskuler
Nadi 70-110X/menit,tekanan darah 95/65-100/60 mmHg, hipertensi
ringan.(Karen,2011:659)
c. Sistem persyarafan
Pada sistem persyarafan tidak terjadi apa-apa melaikan normal saja.
(Karen,2011:659)
d. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria,
oiguri.(Karen,2011:659)
e. Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan mengakibatkan diare dan nafsu makan menurun,
anoreksis, hepatomegali, nyeri daerah perut,diare,asites. (Karen,2011:659)
f. Sistem muskuloskeletal
Di bagian eksternitas terdapat pembekakan pada labia atau
skrotum,malaise.(Karen,2011:659)
g. Sistem integumen
Pada sistem integumen terjadi edema periorbital,ascites.(Karen,2011:659)
h. Sistem endokrin
Pada pasien nefrotik sindroma tidak di dapatkan kelainan
(Karen,2011:659)
i. Pemeriksaan Sistem Imun
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng ( Smeltzer,2002:217)
j. Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi urinia berat. Selain itu
biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpasi
jantung, cheste pain, dyspnue, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada
gangguan anemia karena penurunan eritophoetin. (prabowo dan
pranata,2014:206)
k. Sistem reproduksi
Pada sistem reproduksi tidak ditemukan tidak ditemukan kelainan
(Karen,2011:659)

3. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindroma
nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3+ atau 4+ pada dipstik
bacaan, atau dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic.
Sebuah 3+ merupakan 300 mg/dl dari protein urin atau lebih, yaitu 3g/L
atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Albumin adalah
protein utama yang diuji.
a. Protein >3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinal cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstik positif untuk protein dan darah
d. Berat jumlah urin menigkat normal : 285 mosmol
2) Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun (N:6,2-8,1 mg/100ml)
b. Albumin menurun (N:4-5,8 mg/100 ml). Hal ini disebut sebagai
hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/100
ml). Pada sindroma nefrotik ternyata kata bolisme protein meningkat
akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan
katabolisme ini merupakan factor tambahan terjadinya
hipoalbuminemia (albuminuria). Pada sindroma nefrotik sering pula
dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake
berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia.
Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2
gram /100 ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar <
1gram/100 ml (Amin,2015:23)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Rotngen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b. USG ginjal CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis
kronis atau pembentukan jaringan parut yang tidak spesifik pada
glomeruli (Amin,2015:23)

4. Penatalaksanaan
Pengobatan sindroma nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang
ditunjukkan terhadap penyakit dasar pengobatan non-spesifik untuk
mengurangi protenuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi.
Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan diberi terapi, dan obat
obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.
a. Diuretik
Deuretik furosemid 1-2mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari.
Diuretik kuat (loop diuteric) misalnya furosemid (dosis awal 20-
40mg/hari) atau golongan tiazid dengan tanpa kombinasi dengan
potassium sparing diuretic ( spinronolakton) digunakan untuk mengobati
edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi
0,5kg/hari.
b. Diet
Diet untuk pasien sindrom nefrotik adalah 35kal/kgbb./hari, sebagian
besar terdiri dari karbohidrat. Diet rendah garam (2-3gr/hari) rendah lemak
harus diberikan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0gr/kgBB/hari dapat
mengalami kekurangan vitamin ini.
c. Terapi antikoagulan
Bila didiagsis adanya peristiwa tromboebolism, terapi antiokoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk
mencapai waktu tromboplastin parsial (PPT) terapeutik mugkin
meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin lll. Setelah terapi
heparin intravena, antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.
d. Terapi obat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pembeirian kortikosteroid
yaitu prednisone 1-1,5mg/hari dosis tunggal pagi hari selama 4-6 minggu.
Kemudian dikurangi 5mg/minggu sampai terjadi dosis maintenance (5-
10mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2
minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita memburuk kembali
(timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu
kemudian tapering off kembali.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan
nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi
sintesis protagladin yang menyebabkan dilatasi. Ini menyebabkan
vasokontriksi kasus penurunan proteinuria sampai 75.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon,
kambuh yang berulang kali atau timbul afek samping kortikosteroid. Dapat
diberikan siklofosfamid 1,5mg/kbBB/hari.
Obat penurunan lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastin dan
lovastatin dapat menurunkan kolestrol LDL. Trigliserida dan
meningkatkan kolestrol HDL.
Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (captopril 12,5mg), kalsium
antagonis (Herbeaser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim
konversi angiotensin ( angiotensin converting enzyme inhibitors) dan
antagonis reseptor angiotensin ll dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan
proteinuria (Amin:2015:18)

e. Nutrisi dan cairan


Pasien harus membatasu intake natrium pasa kisaran 3gr per hari, dan
mungkin butuh restriksi intake cairan (<1,5liter per hari).(hull
RP,Goldsmith,2008:336)

5. Diagnosa Syindroma Nefrotik


a. Kelebihan volume cairan
Definisi: peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakeristik
1) Subjektif
a) Ansietas
b) Dispnea atau pendek napas
c) Gelisah
2) Objektif
a) Suara napas tidak normal (rale atau crakle)
b) Perubahan elektrolit
c) Anasarka
d) Anseetas
e) Azotemia
f) Perubahan tekanan darah
g) Perubahan status mental
h) Perubahan pola pernafasan
i) Penurunan hemoglobin dan hematokrit
j) Edema
k) Peningkatan tekanan vena sentral
l) Asupan melebihi keluaran
m) Distensi fena jugularis
n) Oliguria
o) Ortopnea
p) Efusi pleura
q) Refleks hepato jugularis positif
r) Perubahan tekanan ateri pulmonal
s) Kongesti paru
t) Gelisah
u) Bunyi jantung S
v) Perubahan berat jenis urin
w) Kenaikan berat badan dalam periode singkat

Faktor yang berhubungan gangguan mekanisme pengukuran

a) Gangguan mekanisme pengaturan


b) Asupan cairan yang berlebihan
c) Asupan natrium yang berlebihan
d) Peningkatan asupan cairan sekunder akibat hiperglikemia,
pengobatan, dorongan komplusit untuk minum air dan aktifitas
lainnya
e) Ketidak cukupan protein sekunder akibat penurunan asupan atau
peningkatan kehilangan
f) Difusi ginjal, gagal jantung, retensi natrium, imobilitas, dan aktifitas
lainnya.(Wilkinson,2013:317-318)

b. Pola nafas tidak efektif


Definisi : inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak member ventilasiadekuat
Batasan karakteristik :
a) Perubahan ekskursi dada
b) Melakukan posisi tiga titik
c) Bradipnea
d) Penurunan tekan ekspirasi, inspirasi, dan kapasitas vital
e) Dispenia
f) Pernafasan cuping hidung
g) Ortopnea
h) Fase ekspitasi memanjang
i) Pernafasan bibi mecucu
j) Takipnea
k) Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas
Faktor yang berhubungan :

a) Ansietas
b) Posisi tubuh
c) Drformitas tulang
d) Deformitas dinding dada
e) Penurunan energi dan kelelahan
f) Hiperfentilasi
g) Sindroma hipoventilasi
h) Kerusakan muskulus skeletel
i) Imaturitas neurologis
j) Disfungsi neuromuskular
k) Obesitas
l) Nyeri
m) Kerusakan persepsi atau kognitif
n) Kelelahan otot-otot pernafasan
o) Cedera medula spinalis(Wilkinson,2013:99)

c. Resiko infeksi
Definisi : berisiko terhadap invasi organisme patogen
Fakto-faktor resiko :
a) Penyakit kronis
b) Penekanan sistem imun
c) Ketidak adekuatan imunitas dapatan
d) Pertahanan primer tidak adekuat (mis, kulit luka, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, perubahan pH sekresi, dan
gangguan peristalsis)
e) Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (mis, hemoglobin turun,
leukopenia, dan supresi respons inflamasi)
f) Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen
g) Pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen
h) Prosedur invasif
i) Malnutrisi
j) Agens farmasi (mis, obat imunosupresi)
k) Pecah ketuban
l) Kerusakan jaringan (wilkinson,2013:423)

d. Kerusakan itegritas kulit


Definisi : kulit berisiko terhadap kerusakan
Catatan : Risiko harus ditentukan oleh perawat menggunakan instrumen
pengkajian risiko (misalnya, skala Braden)
Faktor resiko
1) Eksternal (lingkungan)
a) Zat kimia
b) ekskresi dan sekresi
c) Usia ekstrem muda atau ekstrem tua
d) Kelembapan
e) Hipertermia
f) Hipotermia
g) Faktor mekanis (misalnya,friksi,penekanan,restrain)
h) Obat
i) Kelembapan kulit
j) Imobilisasi fisik
k) Radiasi
2) Internal (somatik)
a) Perubahan pigmentasi
b) Perubahan turgor kulit (yaitu perubahan elastisitas)
c) Faktor perkembangan
d) Ketidak seimbangan nutrisi(misalnya, obesitas,kekeksia)
e) Faktor imunologis
f) Gangguan sirkulasi
g) Gangguan status metabolik
h) Gangguan sensasi
i) Faktor psikogenik
j) Penonjolan (Wilkinson,2013:709-710)
6. Intervensi Nefrotik Sindroma
1) Intervensi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil :
a) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan dan
diet
b) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang di
programkan
c) Mempertahankan tanda vital dalam batas normal untuk pasien
d) Tidak mengalami pendek nafas
e) Hematokrit dalam batas normal

Aktifitas Keperawatan

a) Tentukan lokasi dan derajat edema parifer, sakral, dan periorbital pada
skala 1+ sampai 4+
b) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskuler yang diinfeksikan
dengan peningkatan tanda gawat napas, pningkatan frekuensi nadi,
peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak normal, atau suara
nafas tidak normal
c) Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan
sirkulasi dan integritas kulit
d) Kaji efek pengobatan (misalnya, steroid,diuretik,dan litium) pada
edema
e) Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstermitas
f) Manajement cairan (NIC):
1) Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
2) Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat
3) Pantau hasil laboratorium yang relavan terhadap retensi cairan
(misalnya, peningkatan berat jenis urine, peningkatan BUN,
penurunan hematokrit, dan peningkatan kadar osmolalitas urine)
4) Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan (misalnya, crakle,
peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler paru,edema,distensi
vena leher,dan asites),sesuai dengan keperluan.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga

a) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema,


pembatasan diet, dan penggunaan, dosis, dan efek samping obat yang
diprogramkan.
b) Manajemen cairan (NIC) : anjurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan
kebutuhan.

Aktivitas kolaboratif

a) Lakukan dialisis, jika diindikasikan


b) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai
penggunaan stoking antiemboli atau balutan Ace
c) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan
kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium
d) Manajement cairan (NIC):
Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan
menetap atau memburuk berikan dierutik, jika perlu

Aktifitas lain

a) Ubah posisi setiap


b) Tinggikan ekstermitas untuk meningkatkan aliran balik vena
c) Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien
d) Manajement cairan (NIC) : distribusikan asupan cairan selama 24 jam,
jika perlu (Wilkinson,2013:320)

2) Pola nafas tidak efektif


Kriteria hasil
Pasien akan :
a) Menunjukkan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator
mekanis
b) Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal
c) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d) Meminta bantuan pernafasan saat dibutuhkan
e) Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
f) Mengidentifikasi faktor (mis, alergen) yang memicu ketidakefektifan
pola napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
(wilkinson,2013:101)

Aktifitas keperawatan

Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada


pengkajian penyebab ketidakefektifan pernapasan, pemantauan status
pernapasan, penyuluhan mengenai penatalaksanaan mandiri trhadap alergi,
membimbing pasien untuk memperlambat pernapasan dan mengendalikan
respons dirinya, membantu pasien menjalani pengobatan pernapasan, dan
menenangkn pasien selama periode dispnea dan napas pendek.

a) Pantau adanya pucat dan sionisis


b) Pantau efek obat pada status pernafasan
c) Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
d) Kaji kebutuhan insersi jalan napas
e) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien
yang terpasang ventilator
f) Pemantauan pernapasan (NIC) :
Pantau kecepatan, irama,kedalamam dan upaya pernapasan
Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta
Pantau pernafasan yang berbunyi, seperti mendengkur
pantau pola pernapasan :
bradipnea,takipnea,hiperventilasi,pernapasan,kussmaul,pernapasan
cheyne-stokes, dan pernapasan apneastik.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga :

a) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi


untuk memperbaiki pola pernapasan.
b) Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah, meliputi
pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi
yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
c) Diskusikan cara menghindari alergen,sebagai contoh :
1) Memeriksa rumah untuk adanya jamur didinding rumah
2) Tidak menggunakan karpet di lantai
3) Menggunakan filter elektronik alat perapian dan AC
d) Ajarkan tekhnik batuk efektif
e) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh
merokok di dalam ruangan
f) Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus
memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola
pernapasan

Aktivitas Kolaboratif

a) Konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan


keadekuatan fungsi ventilator mekanis
b) Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilain
GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
c) Berikan obat (misalnya,bronkodilator) sesuai dengan program atau
protokol
d) Berikan terapi nebuliser ultrasonik dan udara atau oksigen yang
dilembabkan sesuai program atau protokol institusi
e) Memberikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan.
Uraikan jadwal (Wilkinson,2013:103)

Aktifitas Lain :

a) Hubungakan dan dokumentasikan semua data hasil pengkajian


(misalnya, sensori, suara napas, pola pernapasan, nilai GDA,
sputum, dan efek obat pada pasien)
b) Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, jika perlu
c) Tenangkan pasien selama periode gawat napas
d) Untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan, bimbing
pasien menggunakan teknik pernapasan bibir mencucu dan
pernapasan terkontrol (Wilkinson,2013:104)
4) Resiko Infeksi
Kriteria hasil :
Contoh Menggunakan Bahasa NOC
1) Faktor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian
resiko komunitas,penyakit menular, status imun, keparahan infeksi,
keparahan infeksi, bayi baru lahir, pengendalian resiko, penyakit
menular seksual, dan penyembuhan luka,primer dan sekunder
2) Pasien akan memperlihatkan pengendalian resiko : penyakit
menular seksual (PMS), yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu) memantau perilaku seksual terhadap resiko pajanan
PMS, mengikuti strategi pengendalian pemajanan, menggunakan
metode pengendalian penularan PMS
Contoh lain
Pasien dan keluarga akan :
1) Terbatas dari tanda dan gejala infeksi
2) Memperlihatkan higiene personal yang adekuat
3) Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan,
genitourinaria, dan imun dalam batas normal
4) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
5) Melaporkan tanda dan atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur
skrining dan pemantauan.

Aktifitas keperawatan

1) Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut


jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu
kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise)
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
(misalnya usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan
malnutrisi)
3) Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulasit,
absolut, hitung jenis, protein serum, (dan albumin)
4) Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan
terhadap infeksi.
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga

1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi


meningkatkan resiko terhadap infeksi.
2) Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi (misalnya mencuci tangan)
3) Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
4) Berikan pasien dan keluarga metode untuk mencatat imunisasi
(misalnya, formulir imunisasi, buku catatan harian)
5) Pengendalian infeksi( NIC) :
Ajarkan pasien mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepada pengunjung mencuci tangan suatu masuk dan
meninggalkan ruang pasien.

Ativitas kolaboratif
1) Ikuti protokol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau
kultur positif
2) Pengendalian infeksi (NIC):
Berikan antibiotik

Akifitas lain :
1) Lindungi pasien terhadap kontasminasi dengan tidak menugaskan
perawat yang sama untuk pasien lain yang mngalami infeksi dan
memisahkan ruang perawatan pasien dengan pasien yang
terinfeksi.
2) Pengendalian infeksi (NIC):
Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-
masing pasien.
Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan
Terapkan kewaspadaan universal
Batasi jumlah pengunjung (Wilkinson,2013:424-427)
5) Kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
Contoh menggunkan bahasa NOC
a) Menunjukkkan bahasa imobilitas: fisiologi, yang ditandai oleh
indikator berikut ( sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
b) Menunjukkan interegitas jaringan Intergritas jaringan kulit: kulit
dan membran mukosa, yang dibuktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringam, atau tidak
ada gangguan):
1) Sensai
2) Elastisitas
3) Hidrasi
4) Tekstur
5) Ketebalan
6) Keutuhan kulit

Contoh lain:
Pasien akan
1) Mendemostrasikan aktivitas perawatan kulit rutin yang efektif
2) Memiliki nadi kuat dan simetris
3) Memiliki warna kulit normal
4) Tidak mengalami nyeri di ekstremitas
5) Mengonsumsi makanan secara adekuat untk meningkatkan intergritas
kulit.

Aktifitas Keperawatan

a) Pada saat masuk rumah sakit dan ketika terjadi perubahan kondisi
fisik, kaji adanya faktor resikao yang dapat menyebabkan kerusakan
kulit (misalnya, harus terbaring ditempat tidur atau kursi, kehilangan
kendali sus atau kandung kemih, gizi buruk, dan kesadaran mental)
b) Identifikasi sumber penekanan dan friksi (misalnya, gips, linen, tempat
tidur, dan pakaian)
c) Pencegahn ilkus dikubitus (NIC)
Pantau kulit terhadap :
1) Ruam dan lecet
2) Warna dan suhu
3) Kelembapan dan kekeringan yang berlebihan
4) Area kemerahan dan rusak

Aktivitas kolaboratif

Rujuk keperawat ahli terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan


dalam pencegahan, pengkajian, dan penanganan luka atau kerusukan
kulit.

Aktivitas lain:

1) Gunakan kasur penuru tekanan (misalnya, busa poliuretn)


2) Hindari massa penonjolon
3) Pencegahan ulkus dikubitus (NIC)
Gunakan pelindung siku dan lutut, jika diperlukan pertahankan
tempat tidur, kering, dan bebas kerutan.

Pasien Defisit Mobilitas/Aktivits


Kaji tingakat keterbatasan kemampuan untuk berpindah atau bergerak
dari tempat tidur.

Aktivitas lain :
1) Berikn bantalan pada ujung gips dan sambung traksi
Untuk individu ang hanya duduk dikursi
2) Pertimbangkan pertimbangkan kesejajaran postur, distribusi berat,
keseimbangan, dan kestabilan: dan pengurangan tekanan saat
memindahkan pasien kekursi atau kursi roda.
3) Ganti titik berat pasien setip 15jika mampu
4) Gunakan alat bantu penurun tekanan pada alat kursi, jangan
gunakan alat bantu berbentuk seperti donat Untuk pasien yang
hanya dapat berbaring ditempat tidur;
5) Hindari posisi langsung pada trokanter
6) Tinggalkan bagian kepala tempat tidur seminimal dan secepat
mungkin.
7) Gunakan kasur atau tempat tidur penurunan tekanan (misalnya,
busa, udara, egg-crate)
8) Gunakan teknik yang benar dalam mengubah posisi, memindahkn,
dan memiringkan.
9) Gunakan alat pengungkit, bukan menarik pasien saat pemindahan
dsn pengubshsn posisi.
10) Pengubahan ulkus dekubitus (NIC):
Ubah posisi setiap 1 sampai 2 jam secara teratur, jik perlu
Pasang palng sejajar untuk membantu pasien mengganti titik berat
secra sering.
Atur posisi dengan bantal untuk menaikkan titik penekanan dari
tempat tidur.
Gunakan pelindung dari siku, jika perlu (Wilkinson,2013:711-713)
DAFTAR PUSTAKA

Bare, S. (2002). keperawatan medikal bedah edisi keperawatan. jakarta: EGC.

Chris Tanto, d. (2014). Kapital Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapios.

Dkk, K. m. (2011). Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi Enam. Singapura: saunder selselvier.

Donna L, W. (2004). Pedoman Klinis Anak. Jakarta: EGC.

Hull, R. (2008). Nephrotic Syndrome. BMJ.

Judith M. Wilkinson, N. (2013). buku saku diagnosis keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC.

Majid, T. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: CV.Trans Info Media.

Nugroho, D. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, anak bedah, dan penyakit dalam.
yogyakarta: Nuha Medica.

Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic-
Noc. yogyakarta: Media Hardy.

Pranata, E. P. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Medical Book.


Soal Kasus Nefrotik Sindroma

1. Seorang anak berusia 2 tahun mengidap penyakit nefrotik sindroma wajahnya sembab
atau edema dapat di hubungkan dengan ...
a. Hipoalbumin
b. Hipoproteinemia
c. Albuminuria
d. Hipertensi
e. Hematuria

2. Seorang anak berusia 5 tahun mengidap penyakit sindroma nefrotik di bawa ke


puskesmas dengan keluhan nyeri perut, anoreksia,diare, asites, dengan tanda-tanda
vital RR 15x/menit, TD 100/60 mmHg CRT >3 detik. Berdaarkan kasus di atas
diagnosa keperawatan yang utama adalah ...
a. Kelebihan volume cairan
b. Resiko infeksi
c. Pola nafas tidak efektif
d. Kerusakan integritas kulit
e. Gangguan tumbuh kembang

3. An. A berusia 3 tahun di bawa ke UGD dengan keluhan nyeri pada bagian perut, tidak
nafsu makan, perut buncit, diare, N= 70x/menit, TD 90/65 mmHg,RR 16x/menit.
Pada pemeriksaan diagnostik ditemukan adanya hipoalbumin. Berdasarkan kasus
tersebut pemeriksaan yang paling menunjang adalah...
a. Darah
b. Pemeriksaan urin
c. Rontgen dada
d. USG ginjal
e. Biopsi Ginjal
4. Seorang anak berusia 4 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan tidak nafsu makan
perutnya buncit,diare, nyeri pada perut. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
ditemukan N: 70x/menit, TD: 80/60 mmHg, S: 36,5 0c, RR: 15x/menit. Pada kasus
tersebut tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah...
a. Pantau pola pernafasan
b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat bronkodilator
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Pantau hasil laboratorium
e. Pantau secara teratur lingkar abdomen

5. Pasien datang ke RS usia 10 tahun datang ke RS dengan badan bengkak luka


sembab ,muntah ,nafsu makan menurun dan konstipasi dengan N: 80x/menit,
TD:95/65 mmHg. Terapi yang paling tepat diberikan pada kasus di atas adalah...
a. Diuretik
b. Diet
c. Terapi antikoogulan
d. Terapi obat
e. Nutrisi dan Cairan

6. Nyoya A masuk rumah sakit dengan keluhan edema diseruluh badan, kemudian
Nynya A mendapat terapi deuretik frusoemid 1-2kali perhari pasien juga dianjurka
untuk diet 35kkal/kgbb/hari sebagian besar terdiri dari karbohidrat ,rendah garam 2-
3gr/hari termasuk juga rendah lemak dan juga pembatasan protein 0,8-
1,0gr/kgBB/hari.
Dari data diatas Nyoya A sedang mengalami perawatan untuk.
a.Mengurangi proteinuria dan mengontrol edema
b.Mengurangi nyeri
c.Memberi terapi obat-obatan
d.Memberi makanan TKTP
e.Memjaga keseimbangan volume cairan
7. Pasien masuk rumah sakit dengan keadaan proteinuria berat, terutama albuminuria
1g/m2/24am pasien juga mengalami hipoproteinemia (albumin serum <2,5g/dl)
edema dan hiperkolestrolemia (>250mg/dl).Pasien juga mendapat terapi berupa
pemberian kortikosteroid yaitu prednisone 1-1,5mg/hari.
Dari data diatas diagnose medis yang tepat untuk pasien tersebut adalah.
a.Menderita DBD
b.Menderita kanker mame
c.Mederita sindrom nefrotik
d.Gangguan keseimbangan nutrisi
e.Gangguan pencernaan

8. Anak usia 7 tahun masuk rumah sakit dengan edma pitting ata asites. Anoreksia,
malaise, dan nyeri perut tekanan darah meningkat 25% sedangkan tubular nekrosis
akut dan hipotensi akut dapat terjadi pada keadaan hipoalbumia da hipovolumia.
Diagnose keperawata yang paling utama pada pasien tersut adalah.
a.kekurangan kebutuhan cairan
b.Ketidak efektifan pola napas
c.Anoreksia
d.kelebihan volume cairan
e.Gangguan sitem imun

9. Anak D datang bersama keluarganya dengan keadaan edema, rr 15x/menit, anoreksia ,


nyeri perut . setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui Anak D harus dirawat dirumah
sakit tersebut. Aktifitas kolaboratif dari diagnose utama pada kasus tersebut adalah.
a. Memberikan obat bronkodilator sesuai dengan program dan protocol
b. Membantu untuk menenangkan pasien selama preiode gawat panas
c. Bombing pasien untuk menggunakan teknik pernapasan bibir dan memecu
pernapasan terkontrol
d. Menghubungkan dan mendokumentasikan semua data hasil pengkajian suara
napas . pola pernapasan dan efek obat pada pasien
e. Bantu pasien menggunakan spirometen insentif.
10. Anak S datang kerumah sakit bersama keluarganaya, setelah dilakukan pemeriksaan
muncul diagnose . aktivitas kolaboratif yang tepat adalah.
a. Konsultasi kedokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan
menetap dan memburuk
b. Distribusikan asupan cairan selama 24 jam jika perlu
c. Anjurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan kebutuhan
d. Pantau indikasi kelebihan/ retensi cairan
e. Pertahankan catatan asupan dan cairan yang akurat.

Anda mungkin juga menyukai