Anda di halaman 1dari 17

Sastra Sastra profetik diawali oleh gagasan


Kuntowijoyo tentang perlunya ilmu sosial
SELINGAN

Profetik profetik yang ia kemukakan pada acara Daftar


Perspektif Temu Budaya di Taman Ismail Marzuki Selingan
(TIM) Jakarta pada tahun 1986
Kuntowijoyo (1991:286-291). Sebelumnya,
zoonosis
= zoonosis
Kuntowijoyo mengemukakan gagasan work from office
tentang perlunya sastra transendental = kerja dari
dalam kesempatan “Temu Sastra 6-8 kantor (KDK)
work from home
Desember 1982” di Taman Ismail Marzuki
= kerja dari
(TIM) Jakarta. Gagasan tersebut dapat rumah (KDR)
menjadi rujukan, baik untuk ilmu sosial ventilator
profetik maupun sastra profetik. = ventilator
tracing =
Kuntowijoyo adalah seorang sastrawan penelusuran;
sekaligus sejarawan dan budayawan yang pelacakan
lahir di Yogyakarta, 18 September 1943 throat swab test
= tes usap
dan wafat di usia 62 tahun pada tanggal
tenggorokan
22 Februari 2005. Dia menjadi guru besar
thermo gun
di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, = pistol
Universitas Gadjah Mada. Kuntowijoyo termometer
meraih gelar doktor (Ph.D.) pada tahun swab test = uji
usap
1980 dari Universitas Columbia dengan
survivor =
disertasi yang berjudul Social Change in
penyintas
an Agrarian Society: Madura 1850-1940.
specimen
Sebagai sastrawan, dia mendapatkan = spesimen;
sejumlah penghargaan, antara lain contoh
Penghargaan Kebudayaan dari ICMI social
restriction =
(1995) dan SAE Write Award dari
pembatasan
pemerintah Thailand (1999). Dia menulis sosial
puisi, cerpen, novel, naskah drama, dan social media
telaah-telaah kritis terhadap masalah distancing
sosial, budaya, dan sejarah. Selain = penjarakan
media sosial
sastrawan, Kuntowijoyo adalah
social
cendekiawan muslim yang sangat distancing =
diperhitungkan keberadaannya. penjarakan
D LK KBBI LAPOR! WBS sosial;
GLN jarak
Hal yang mendasari Kuntowijoyo sosial
ARING LABORATORIUM
menganjurkan
KAMUS BESAR
SISTEMperlunya ilmu-ilmu
PENGADUAN
SISTEM sosial
PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
profetik adalah ilmu sosial yang ada self-quarantine
= swakarantina;
mengalami kemandegan dan hanya
 karantina
menjelaskan fenomena sosial, tetapi mandiri
tidak berusaha untuk self isolation =
mentranformasikannya. Sementara itu, isolasi mandiri
realitas sosial yang berkembang menurut screening
= penyaringan
Kuntowijoyo (1991:289):
respirator =
Kita tahu bahwa kita sekarang respirator
rapid test = uji
mengalami proses dehumanisasi
cepat
karena masyarakat industrial kita
rapid strep tes
menjadikan kita sebagai bagian =t uji strep
dari masyarakat abstrak tanpa cepat
wajah kemanusiaan. Kita protocol =
mengalami objektivasi ketika protokol
physical
berada di tengah-tengah mesin
distancing
politik dan mesin-mesin pasar. = penjarakan
Ilmu dan teknologi juga telah fisik
membantu kecenderungan pandemic
reduksionistik yang melihat = pandemi

manusia dengan cara parsial. new normal


= kenormalan
baru
 
massive test =
Dari latar realitas sosial yang demikian tes serentak

itu, Kuntowijoyo menyatakan (1991:288): mask = masker


lockdown
bahwa yang kita butuhkan = karantina
wilayah
sekarang adalah ilmu-ilmu sosial
local
profetik, yaitu yang tidak hanya transmission
menjelaskan dan mengubah = penularan
fenomena sosial, tetapi juga lokal
memberi petunjuk ke arah mana isolation =
isolasi
transformasi itu dilakukan, untuk
incubation
apa, dan oleh siapa. Oleh karena
= inkubasi
itulah, ilmu sosial profetik tidak imported case
sekadar mengubah demi = kasus impor
perubahan, tetapi mengubah Lainnya...
berdasarkan cita-cita etik dan
profetik tertentu.

D LK KBBI
Hal tersebut
LAPOR!
mendasari
WBS
paradigma
GLN

ARING LABORATORIUM
profetik
KAMUS BESAR
yang digagas
SISTEM oleh Kuntowijoyo.
PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
Sebelumnya, paradigma profetik yang
sama diilustrasikan dengan tepat oleh

seorang penyair filosof dari Pakistan,
Muhammad Iqbal, untuk mengidentifikasi
perbedaan antara kesadaran profetik dan
kesadaran mistik. Muhammad Iqbal
dilahirkan di Sialkot, Punjab, 22 Februari
1873 dan wafat di Lahore, 21 April 1938
pada usia 65 tahun. Kuntowijoyo
mengaku bahwa ia diilhami oleh gagasan
Muhammad Iqbal ketika berbicara
tentang peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad
SAW berikut ini.

“Muhammad telah naik ke langit


tertinggi lalu kembali lagi. Demi
Allah aku bersumpah, bahwa kalau
aku yang telah mencapai tempat
itu, aku tidak akan kembali lagi”.
Inilah kata-kata yang telah
diucapkan oleh Abdul Quddus,
seorang sufi besar Islam dari
Ganggoh. Dalam semua rangkaian
sumber-sumber sufi, agaknya
sukarlah kita bisa mendapat kata-
kata yang dalam satu kalimat saja
dapat menyimpulkan sebuah
tanggapan yang begitu tajam
mengenai perbedaan psikologis
antara kesadaran dunia rasul dan
dunia mistik. Mistik sudah tidak
ingin kembali lagi dari suasana
tentramnya “pengalaman tunggal”
itu dan kalau pun ia kembali
karena mesti demikian, maka
kembalinya itu pun tidaklah
memberi arti yang besar bagi umat
manusia. Akan tetapi, kembalinya
seorang nabi memberi arti kreatif.
Ia kembali akan menyisipkan diri
ke dalam kancah zaman dengan
D LK KBBI maksud LAPOR!
mengawasi WBS
kekuatan- GLN

kekuatan sejarah dan dengan itu


ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
pula ia ingin menciptakan suatu
dunia ide baru (Terj. Audah, dkk.,

1982:136).

Muhammad Iqbal tidak menafikan


kesadaran sufi tersebut. Pengalaman
tunggal sebagai bentuk kesadaran sufi itu
ditujukan untuk melampaui perbatasan-
perbatasan dalam mencari kesempatan
pembentukan kembali kekuatan-kekuatan
hidup yang bersifat kolektif. Menurutnya,
pusat hidup yang terbatas itu hanyut ke
dalam pusat hidup yang tak terbatas,
hanya sekadar persiapan untuk melompat
lagi dengan tenaga baru dan dapat
menghancurkan yang lama serta
membukakan tujuan-tujuan hidup baru
(Terj. Audah, dkk., 1982:137). Demikian
pula Kuntowijoyo (2013:9) memiliki
persepsi bahwa kesadaran ketuhanan
barulah sepertiga dari kebenaran sastra
profetik. Kalau Tuhan itu Maha Kuasa,
mengapa menggugah kesadaran
ketuhanan saja tidak cukup? Kuntowijoyo
menjawab:

Justru Tuhanlah yang


menginginkan supaya manusia
bekerja untuk manusia, tidak
hanya mengabdi pada Tuhan.
Bagi-Nya kesadaran ketuhanan
belum berarti kaffah kalau tidak
disertai kesadaran kemanusiaan.
Sastra profetik menghendaki
keduanya, kesadaran ketuhanan
dan kesadaran kemanusiaan
(2013:14).

D LK Ajaran
KBBI Islam LAPOR!
memang mengharuskan
WBS GLN
adanya hablum minallah wa hablum
LABORATORIUM
KAMUS BESAR

ARING
KEBINEKAAN minannas SISTEM
BAHASA INDONESIA (Q.S.,PENGADUAN

PELAYANAN 3:112).
PUBLIK
SISTEM PELAPORAN

Sekali pun
PELANGGARAN
GERAKAN

LITERASI NASIONAL
UJ
BERBA
Kuntowijoyo tidak pernah menyebut hasil
sastranya sebagai sastra Islam karena

selama ini orang mendefinisikan sastra
Islam terlalu sempit, yaitu sastra yang
hanya diposisikan sebagai seni yang
menggugah kesadaran ketuhanan saja.
Dalam hal kaffah, Kuntowijoyo meniatkan
sastranya sebagai ibadah dan sastra
yang murni dengan penjelasan sebagai
berikut.

Sastra ibadah saya adalah


ekspresi dari penghayatan nilai-
nilai agama saya, dan sastra murni
adalah ekspresi dari tangkapan
saya atas realitas, objektif dan
universal. Demikianlah, sastra
ibadah saya sama dan sebangun
dengan sastra murni. Sastra
ibadah adalah sastra. Tidak
kurang dan tidak lebih (2013:9).

Bagaimanakah tangkapan sastra profetik


terhadap realitas? Sastra profetik tidak
hanya menyerap dan mengekspresikan
sesuatu, tetapi juga memberi arah
realitas. Untuk hal itu, sastra profetik
merupakan sastra dialektik karena
berhadap-hadapan dengan realitas,
melakukan penilaian dan kritik sosial-
budaya secara beradab, dan terlibat
dalam sejarah kemanusiaan. Akan tetapi,
sastra hanya bisa berfungsi sepenuhnya
jika dia sanggup memandang realitas dari
suatu jarak. Dengan begitu, sastra
membawa manusia dari belenggu realitas
dan membangun realitasnya sendiri.
Realitas sastra adalah realitas simbolik,
bukan realitas aktual dan historis. Melalui
simbol itulah, sastra memberi arah dan
D LK KBBI LAPOR! WBS GLN
melakukan kritik terhadap realitas
ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
sebagai bagian dari collective intelligence
(2013:10).

Dalam memberi arah realitas itu,
Kuntowijoyo mengatakan bahwa sastra
profetik mempunyai kaidah-kaidah yang
memberi dasar kegiatannya. Kaidah-
kaidah itu sebagai berikut.

Kaidah pertama, Epistemologi


Strukturalisme Transendental.

Sastra profetik bermaksud


melampaui keterbatasan akal-
pikiran manusia dan mencapai
pengetahuan yang lebih tinggi.
Untuk keperluan itu sastra profetik
merujuk pada pemahaman dan
penafsiran kitab-kitab suci atas
realitas dan memilih epistemologi
strukturalisme transendental
karena dua hal. Pertama, kitab-
kitab suci itu transendental karena
merupakan wahyu dari Yang Maha
Transenden, Yang Abadi, al-Baqi.
Kitab-kitab suci juga melampaui
zaman karena meskipun sudah tua
umurnya, tetapi masih
dipergunakan sebagai petunjuk
bagi orang beriman. Kedua, kitab-
kitab suci itu adalah struktur dan
agama-agama yang diajarkan juga
merupakan struktur. Struktur kitab-
kitab suci dan agama-agama itu
selalu koheren (utuh) ke dalam
dan konsisten ke luar. Utuh ke
dalam, artinya struktur itu
merupakan sebuah kesatuan.
Konsisten (taat asas) ke luar,
artinya struktur yang satu tidak
bertentangan dengan struktur lain.
Selanjutnya, kitab suci yang satu
D LK KBBI LAPOR! WBS GLN
juga tidak lebih tinggi daripada
ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
kitab suciPENGADUAN

SISTEM lainnya. Mereka


SISTEMsejajar.
PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
Islam mengajarkan (Q.S. 3:64)
tentang adanya kalimah sawa’ (titik

temu, konsensus, common
denominator). Tidak ada
pertentangan tentang hal-hal yang
fundamental, meskipun ada
perbedaan dalam detailnya ...
(2013:11).

Kaidah Kedua, Sastra sebagai


Ibadah.

Al-Qur’an adalah struktur. Islam


adalah struktur. Struktur adalah
keutuhan (wholeness),
sebagaimana dikatakan oleh Jean
Piaget dalam Structuralism. Dalam
Islam, utuh adalah kaffah (Q.S.
2:208). Keutuhan Islam itu tak
dapat disusutkan ke dalam unsur-
unsurnya yang disebut rukun
(syahadat, shalat, zakat, puasa,
dan haji). Islam yang utuh itu
harus juga meliputi seluruh
mu’amalahnya. Pengarang yang
shalat dengan rajin, zakat dengan
ajeg, haji dengan uang halal,
Islamnya tidaklah kaffah kalau
pekerjaan sastranya tidak
diniatkan sebagai ibadah...
(2013:12).

Kaidah Ketiga, Katerkaitan Antar-


Kesadaran.

Dari Tuhan ke manusia. Suatu


loncatan? Tidak. Sebab memang
ajaran agama mengharuskan
adanya hablun minallah wa hablun
D LK KBBI LAPOR!
minannas (Q.S. 3:112), hubungan
WBS GLN

ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
dengan Tuhan, dan SISTEM
SISTEM PENGADUAN
hubungan
PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
dengan manusia. Lagi pula
keterkaitan (inter-connectedness)

adalah salah satu ciri dari
strukturalisme, maka kesadaran
ketuhanan harus mempunyai
continuum kesadaran
kemanusiaan, dan sebaliknya ...
(2013:14-15).

Sekalipun sastra profetik memiliki tiga


kaidah tersebut, tetapi dalam pandangan
Kuntowijoyo, sastra profetik tetap sebagai
sastra yang demokratis, tidak otoriter
dengan memilih satu premis, tema,
teknik, dan gaya (style), baik yang bersifat
pribadi maupun yang baku. Keinginan
sastra profetik hanya sebatas bidang
etika dan sukarela, tidak memaksa.

Kuntowijoyo menyebut etika itu adalah


profetik karena ingin meniru perbuatan
Nabi, Sang Prophet. Adapun etika profetik
itu bersumber dari Alquran (3:110):

“Kalian adalah umat terbaik yang


dilahirkan di lingkungan manusia,
memerintah kepada yang baik dan
mencegah dari yang mungkar
serta beriman kepada Allah.”

Setelah menyatakan keterlibatan manusia


dalam sejarah (ukhrijat linnas), ayat
tersebut berisi tiga hal, yaitu ‘amar ma’ruf
yang berarti menyuruh manusia untuk
berbuat kebaikan atau humanisasi, nahi
munkar yang berarti mencegah
kemungkaran atau liberasi, dan tu’minuna
billah yang berarti beriman kepada Tuhan
atau transendensi. Ketiga etika profetik
D LK KBBI LAPOR!
tersebut menjadi pelayan bagi seluruh
WBS GLN

ARING LABORATORIUM
umat manusia,
KAMUS BESAR
SISTEMrahmatan
PENGADUAN
lil ‘alamin. Jika
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
liberalisme akan memilih humanisasi,
marxisme memilih liberasi, dan

kebanyakan agama memilih
transendensi, menurut Kuntowijoyo, etika
profetik menginginkan ketiganya
(2013:16-17).

Humanisasi sangat diperlukan karena


ada tanda-tanda bahwa masyarakat kita
sedang menuju ke arah dehumanisasi.
Dalam hal ini Kuntowijoyo menjelaskan
bahwa dehumanisasi ialah objektivikasi
manusia (teologis, budaya, massa,
negara), agresivitas (kolektif, perorangan,
kriminalitas), loneliness (privatisasi,
individualisasi), dan spiritual alienation
(keterasingan spiritual). Dalam
dehumanisasi perilaku manusia lebih
dikuasai oleh bawah sadarnya daripada
oleh kesadarannya. Tanpa kita sadari
dehumanisasi sudah menggerogoti
masyarakat Indonesia, yaitu terbentuknya
manusia mesin, manusia dan masyarakat
massa, dan budaya massa (2013:17).

Sementara itu, liberasi dapat diidentifikasi


dari apa yang disebut oleh Kuntowijoyo
sebagai kekuatan eksternal dan kekuatan
internal. Dalam Maklumat Sastra Profetik,
Kuntowijoyo tidak membicarakan liberasi
dari kekuatan eksternal, seperti
kolonialisme, agresi oleh negara
adikuasa, dan kapitalisme yang menyerbu
negara berkambang. Akan tetapi,
Kuntowijoyo membicarakan penindasan
dan ketidakadilan internal yang ada atau
pernah ada di Indonesia, seperti
penindasan politik atas kebebasan seni
sebelum tahun 1965, penindasan negara
atas rakyatnya yang dilakukan oleh rezim
D LK KBBI LAPOR! WBS GLN
orde Baru, ketidakadilan ekonomi, dan
ARING LABORATORIUM
ketidakadilan
KAMUS BESAR
gender
SISTEM (2013:22).
PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
Bagi Kuntowijoyo, semua karya sastra
yang dia tulis adalah transendensi karena

baginya hidup adalah misteri yang
mengagumkan. Dengan mengutip
Alquran (7:172), Kuntowijoyo
menjelaskan bahwa sebelum diturunkan
ke dunia, ruh-ruh dimintai kesaksian
mereka atas eksistensi Tuhan. Ruh-ruh itu
menjawab, “Betul ya Tuhan, kami menjadi
saksi”. Oleh karena itu, seorang
sastrawan mempunyai kewajiban ganda.
Sebagai manusia, sastrawan harus
menjadi saksi eksistensi Tuhan dan saksi
rahasia Tuhan Yang Maha Rahasia, al-
Bathin. Hal itulah yang menjadi alasan
Kuntowijoyo memunculkan transendensi
dalam seluruh karya sastranya (2013:33).

Transendensi tidaklah harus berarti


kesadaran ketuhanan melalui agama saja,
tetapi bisa kesadaran terhadap makna
apa saja yang melampaui batas
kemanusiaan. Namun demikian,
Kuntowijoyo meyakini bahwa hanya di
tangan orang beragamalah transendensi
itu efektif bagi kemanusiaan.
Transendensi teistik merupakan
konsekuensi dari postmodernisme yang
menghendaki penggabungan kembali
institusi agama dan institusi dunia,
setelah Renaissance dahulu melakukan
pemisahan keduanya. (2013:30). Akan
tetapi, sampai zaman postmodernisme
ini pun peradaban Barat tetap melakukan
sekularisme walaupun reaksi agama-
agama terhadap sekularisme berbeda-
beda. Dalam hal ini, Roger Garaudy (Cet.II,
1984:109) menyatakan bahwa sampai
saat ini pun filsafat barat terombang-
ambing antara kubu idealis dan kubu
materialis. Oleh karena itu, dia
D LK KBBI LAPOR!
menganjurkan supaya Barat yang telah WBS GLN

ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
membunuh Tuhan itu kembali kepada
filsafat kenabian dan mengakui wahyu.

Semua agama setuju bila dikatakan
bahwa peradaban Barat, peradaban dunia,
termasuk Indonesia sedang mengalami
krisis. Menurut Muhammad Iqbal (Terj.
1982), Roger Garaudy (Terj. 1982), Seyyed
Hosein Nasr (Terj. 1994), Kuntowijoyo
(1991 dan 2013), dan Abdul Hadi W.M.
(1999 dan 2004), krisis peradaban itu
dapat diatasi melalui transendensi.
Menurut Roger Garaudy dalam buku
Mencari Agama Abad XX (Terj. H.M.
Rasjidi, 1986:256-261), unsur
transendensi ada tiga, yaitu (1)
pengakuan ketergantungan manusia
pada Tuhan, (2) ada perbedaan yang
mutlak antara Tuhan dan manusia, dan
(3) pengakuan akan adanya norma-norma
mutlak dari Tuhan yang tak berasal dari
akal manusia.

Ketiga unsur kesadaran transendensi


tersebut dalam perspektif etika sastra
profetik Kuntowijoyo dipertegas, harus
mempunyai continuum kesadaran
kemanusian, dan sebaliknya. Karena etika
sastra profetik bersumber dari kitab-kitab
suci, maka sastra profetik bisa menjadi
senjata budaya orang beragama untuk
melawan musuh-musuhnya, yaitu
materialisme dan sekularisme.

Di mana letak konsep-konsep etika


profetik ini sebagai tema-tema dalam
sebuah karya sastra? Pertanyaan ini
dilontarkan oleh Kuntowijoyo. Ia
menyadari bahwa dengan memakai
konsep-konsep, sastra bukan lagi
konstruksi imajiner tentang realitas,
melainkan pemikiran sosial budaya. Hal
D LK KBBI LAPOR! WBS GLN
lain yang menjadi kegelisahan
ARING LABORATORIUM
Kuntowijoyo
KAMUS BESAR
ialah
SISTEM etika
PENGADUAN
profetik telah
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
melupakan tema-tema penting yang khas
Indonesia, seperti perubahan sosial-

budaya, adat-istiadat dan kedaerahan,
keresahan sosial-ekonomi, masyarakat
pedesaan, dan kesejarahan masa lalu.
Dengan maklumat sastra profetik,
Kuntowijoyo hanya menginginkan supaya
sastra Indonesia lebih cendekia dalam
ekspresinya sehingga sastra mendapat
pengakuan sejajar dengan ilmu dan
teknologi. Apa pun penyebab sastra yang
seolah menjadi beban masyarakat tanpa
sumbangan apa-apa, bagi Kuntowijoyo,
kandungan sastra tetaplah harus
adiluhung sehingga tidak terjebak ke
dalam budaya massa (2013:34). Oleh
karena itu, dimengerti orang atau tidak,
kandungan sastra perlu ditingkatkan dan
menurut Kuntowijoyo, etika profetik yang
menyuguhkan tema-tema sosial-budaya
adalah salah satu cara untuk
meningkatkan hal itu.

Konsep-konsep etika profetik yang telah


dipaparkan itu memang analitis, seperti
halnya mesin politik, marjinalisasi, kelas
sosial, dan spiritual alienation. Akan
tetapi, bagi Kuntowijoyo, sastra harus
tetap deskriptif-naratif dan tidak analitis.
Hal itu karena sastra bukanlah reportase
jurnalistik, bukanlah tulisan ilmiah, dan
bukan pula buku filsafat. Dalam konteks
sastra profetik Kuntowijoyo, sastra
tetaplah sastra.

Kuntowijoyo menawarkan dua cara yang


dapat dikerjakan agar sastra tetap
deskriptif-naratif sekaligus
mengekspresikan konsep-konsep etika
profetik. Pertama, menulis sastra dari
dalam dan kedua, menulis sastra dari
D LK bawah.
KBBI Menurut
LAPOR!Kuntowijoyo, yang
WBS GLN
dimaksud sastra dari dalam adalah
ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN peristiwa-peristiwa
BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK dipahami
PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
sebagaimana tokoh-tokohnya memahami
dunianya sendiri dan bukan sebagaimana

konsep etika profetik. Pengarang harus
membiarkan tokoh-tokoh imajinernya
mereaksi peristiwa-peristiwanya sendiri.
Dengan kata lain, the I tokoh imajinerlah
yang berpikir, berbicara, dan berbuat,
bukan sang pengarang. Pengarang harus
menjauh dari tokoh-tokohnya, melakukan
detachment. Kalau tokoh-tokoh imajiner
itu orang sederhana, pikiran, perkataan,
dan perbuatannya juga harus sederhana
(2013:35).

Sementara itu, menulis sastra dari bawah


artinya pengarang tidak berangkat
dengan teori dan konsep etika profetik,
seperti teori konflik dan konsep kelas
yang merangkai karya sastra. Pengarang
hanya dituntut untuk konsisten dalam
pelukisannya dan koheren dengan tema
pada konsep etika profetik serta plotnya
(penuturan yang runtut, jalan cerita yang
masuk akal). Intuisilah yang akan
membimbing pengarang menuju
koherensi itu. Hal ini sangat berbeda
dengan ilmuwan yang dituntut menulis
berdasarkan teori dan konsep yang dapat
menuntun penelitiannya. Misalnya, teori
collective behavior dan konsep structural
conduciveness dari sosiologi Nell J.
Smelser untuk tulisan tentang revolusi
(2013:36).

Baik menulis sastra dari dalam maupun


menulis sastra dari bawah, keduanya
tampak cocok untuk penulisan prosa fiksi,
seperti cerpen, novel, roman, naskah
drama, dan naskah film karena keduanya
berhubungan dengan tokoh dan
D LK KBBI LAPOR! WBS GLN
penokohannya, peristiwa-peristiwanya,
ARING LABORATORIUM
pelukisannya,
KAMUS BESAR
tema,
SISTEM PENGADUAN
danSISTEM
plotnya.
PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
Setidaknya, substansi dari sudut pandang
menulis sastra dari dalam dan menulis

sastra dari bawah juga menjadi jiwa bagi
penulisan puisi. Kedua sudut pandang
tersebut menjadi perspektif aku-lirik
dalam puisi liris melalui tokoh dan
penokohannya dalam puisi balada,
walaupun tidak setajam pelukisannya
dalam prosa fiksi.

Dengan demikian, konsep-konsep etika


profetik dalam sebuah karya sastra yang
dimaksud oleh Kuntowijoyo dilihat dari
struktur sastra. Dengan mengutip
Webster’s New World College Dictionary,
struktur adalah “manner of organizing.”
Bagi Kuntowijoyo, sastra adalah
strukturalisasi dari pengalaman,
imajinasi, dan nilai. Kuntowijoyo
menjelaskan tiga hal tersebut sebagai
berikut.

Imajinasi selalu ada dalam setiap


struktur sastra sehingga struktur
itu terdiri dari dua atau tiga unsur.
Pengalaman dapat berupa
pengalaman sendiri, pengalaman
orang lain, dan hasil riset.
Imajinasi ialah kemampuan
mental untuk membayangkan
sesuatu secara unit, sadar, dan
aktif, tidak seperti bayangan
dalam mimpi yang tak runtut, tak
sadar, dan pasif. Nilai itu dapat
apa saja: agama, filsafat, ilmu,
adat, dan gugon-tuhon. Letakkan
konsep-konsep etika profetik
(tema) sebagai nilai yang akan
dikerjakan (2013:38).

D LK KBBI
Nilai yang LAPOR! dikerjakan
akan WBS
itulah GLN

partisipasi sastra profetik untuk


ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN
meningkatkan PUBLIK
kualitas sastra PELANGGARAN
Indonesia LITERASI NASIONAL BERBA
supaya lebih berperan dalam kehidupan
bangsa. Krisis peradaban yang bersifat

global dan universal yang juga dialami
oleh bangsa Indonesia modern tidak
mungkin diselesaikan oleh politik.
Mengutip Martin Heidegger, Kuntowijoyo
mengatakan bahwa penyebab krisis itu
adalah karena manusia sudah kehilangan
makna hidup. Tugas sastrawan yang
sangat relevan dan fungsional ialah
mengambangkan makna hidup pada
kemanusiaan. Akhirnya, Kuntowijoyo
setuju dengan ungkapan Paul Goodman
tentang puisi, yaitu “Inilah cara bagi saya
untuk mengabdi kepada Tuhan dan tanah
air” (2013:40).*****

Daftar Pustaka

Al-Qur’an dan Terjemahannya.


1983/1984. Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an
Departemen Agama RI.

Dewan Kesenian Jakarta. 1984.


Dua Puluh Sastrawan Bicara.
Jakarta: Sinar Harapan.

Garaudy, Roger. 1984. Janji-janji


Islam. Cet.II. Jakarta: Penerbit
Bulan Bintang.

________. 1986. Mencari Agama


Abad XX, Wasiat Filsafat Roger
Garaudy, Terj. H.M. Rasjidi.
Jakarta: Bulan Bintang.

Hadi W.M., Abdul. 1999.


Kembali ke Akar Kembali ke
Sumber. Jakarta: Pustaka
Firdaus.

________. 2004. Hermeneutika,


D LK KBBI LAPOR! WBS GLN
Estetika, dan Religiusitas, Esai-
ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
esai Sastra Sufistik dan Seni
Rupa. Yogyakarta: Mahatari.

Iqbal, Muhammad. 1982.
Membangun Kembali Pikiran
Agama dalam Islam. Terj. Ali
Audah, Taufiq Ismail, Goenawan
Mohamad. Jakarta: Tintamas.

_________. 2008. Rekonstruksi


Pemikiran Agama dalam Islam.
Yogyakarta: Jalasutra.

Kuntowijoyo. 1991.Paradigma
Islam Interpretasi untuk Aksi.
Bandung: Mizan.

_______. 1995. Makrifat Daun


Daun Makrifat. Jakarta: Gema
Insani Press.

_______. 1997. Identitas Politik


Umat Islam. Bandung: Penerbit
Mizan.

_______. 2005. Islam sebagai


Ilmu. Cet.II. Jakarta: Teraju.

_______. 2013. Maklumat Sastra


Profetik. Yogyakarta: Multi
Presindo bekerjasama dengan
Lembaga Seni, Budaya, dan
Olahraga Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.

_______. 2018. Muslim Tanpa


Masjid. Cet.I-2001. Yogyakarta:
MataBangsa.

Marcuse, Herbert. 2000.


Manusia Satu Dimensi. Terj.
Silvester G Sukur dan Yusup
Priyasudiarja. Yogyakarta:
Bentang Budaya.
D LK KBBI LAPOR! WBS GLN

Nasr, Sayyid Husein. 1994.


ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA Tasauf Dulu
PELAYANAN dan Sekarang.
PUBLIK Terj.
PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA
Abdul Hadi W.M. Jakarta:
Pustaka Firdaus.

_________. 2004. Intelegensi dan
Spiritualitas Agama-agama.
Yogyakarta: Inisiasi Press.

Tillich, Paul. "Dimensi


Kedalaman yang Hilang dalam
Agama", Terj. Soe Hok Djin.
Horison. Jakarta. No. 2 Juli
1966.

Wachid B.S., 2015. “Puisi Sufi A.


Mustofa Bisri”, dalam Jurnal
Ibda’, Vol. 13, No. 1, Januari –
Juni 2015. Purwokerto:
Lembaga Kajian Kebudayaan
AKAR Indonesia bekerja sama
dengan P3M STAIN
Purwokerto.

*Penulis adalah penyair, lulus Doktor


Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas
Sebelas Maret (UNS), dan menjadi dosen
negeri di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Purwokerto.

D LK KBBI LAPOR! WBS GLN

ARING LABORATORIUM
KAMUS BESAR
SISTEM PENGADUAN
SISTEM PELAPORAN
GERAKAN
UJ
KEBINEKAAN BAHASA INDONESIA PELAYANAN PUBLIK PELANGGARAN LITERASI NASIONAL BERBA

Anda mungkin juga menyukai