Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisis kestabilan didefinisikan sebagai ketahanan blok di atas suatu
permukaan miring (diukur dari garis horizontal) terhadap runtuhan (collapsing)
dan gelincir (sliding) (Kliche, 2003). Jika gaya penggerak tersebut sangat besar
dan kekuatan geser dari material penyusun lereng relatif kecil, dapat terjadi
longsoran (Terzaghi and Peck, 1967 dalam Arif, 2016).
Kegiatan operasi penambangan, masalah kestabilan lereng akan ditemukan
pada penggalian tambang terbuka (Suyartono, 2003 dalam Arif, 2016).
Permasalahan pada lereng merupakan masalah penting, karena menyangkut
masalah keselamatan manusia, peralatan dan bangunan yang berada di sekitar
lereng tersebut. Oleh karena itu sangat diperlukan analisis kestabilan lereng, baik
pada tahap perancangan maupun tahap penambangan dan pasca tambang. Analisis
kestabilan lereng tersebut bertujuan untuk mencegah ataupun meminimalisir
terjadinya bahaya keruntuhan atau longsoran yang dapat menyebabkan kerugian
materil dan bahkan dapat menimbulkan korban jiwa (Harries dkk., 2009).
Penelitian ini dilakukan di wilayah konsesi pertambangan batubara PT.
Indomining tepatnya pada lereng side wall PIT B. Side wall merupakan istilah
yang digunakan pada tambang yang berarti dinding yang terdapat pada area sisi
samping suatu bukaan tambang. Pada lereng side wall ini ditemukan banyak
keterdapatan bidang diskontinuitas. Bidang diskontinuitas ini merupakan salah
satu parameter untuk menentukan kestabilan suatu lereng. Satu cara yang umum
untuk menyatakan kestabilan suatu lereng adalah faktor keamanan. Faktor ini
merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil,
dengan gaya penggerak yang mnyebabkan terjadinya longsor.
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Lokasi penelitian dilakukan pada lereng tambang terbuka side wall PIT B PT.
Indomining, Sanga-sanga, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
2. Data karakteristik massa batuan yang digunakan didapatkan dari data
penyelidikan lapangan dengan menggunakan metode scanline.
3. Parameter yang digunakan untuk menentukan nilai faktor keamanan lereng
yang akan diteliti meliputi kuat tekan batuan utuh, Rock Quality Designation
(RQD), jarak diskontiniutas, kondisi diskontinuitas, dan kondisi airtanah.
4. Untuk melengkapi data penyelidikan lapangan digunakan data sekunder yang
diperoleh dari PT. Indomining.
5. Analisis kestabilan lereng dengan menggunakan Software Rocscience Slide
V6.009 dengan tipe kekuatan Generalized Hoek and Brown dan Mohr-
Coloumb dan metode Bishop Simplified dan Janbu.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui litologi, struktur geologi dan potensi longsoran yang mungkin
terjadi pada lokasi penelitian.
2. Mendapatkan nilai pembobotan massa batuan.
3. Mengetahui nilai faktor keamanan dari lereng yang diteliti.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat yang banyak pihak baik PT. Indomining,
peneliti maupunmasyarakat setempat.
1. PT. Indomining
 Sebagai bahan referensi untuk melakukan pengupasan yang aman pada
lokasi penelitian.
2. Bagi Peneliti
 Mengetahui mekanisme pekerjaan penyelidikan geoteknik tambang terbuka
khususnya pada lokasi penelitian dalam rangka analisis kestabilan lereng
kegiatan penambangan.
3. Bagi masyarakat daerah Sanga-sanga
 Dapat dijadikan sebagai acuan untuk penanggulangan awal sebelum terjadi
longsor
1.6 Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah
Lokasi penelitian merupakan wilayah konsesi pertambangan batubara PT
Indomining yang terletak di Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai
Kertanegara, Kalimantan Timur (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian (PT. Indomining, 2018)


Untuk mencapai lokasi penelitian dari Kota Semarang, Jawa Tengah dengan
menggunakan transportasi udara melalui Bandara Internasional Ahmad Yani
menuju Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Kota
Balikpapan, Kalimantan Timur selama 1 jam 40 menit. Untuk mencapai Sanga-
Sanga, Kabupaten Kutai Kertanegara sebagai kantor dan sekalgius lokasi
pertambangan batubara PT. Indomining dapat ditempuh selama 4 jam perjalanan
darat dengan menggunakan kendaraan mobil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stratigrafi Regional


Sukardi dkk. (1995) membagi litostratigrafi Cekungan Kutai dari umur yang
paling tua sampai muda adalah sebagai berikut:
a. Formasi Pemaluan (Tmp): Batulempung dengan sisipan napal,
batupasir dan batubara. Fosil penunjuk terdiri dari Globigerinoides
primordius, Globigerinoides trilobus, Globigerinita sp. yang berumur
N.4
– N.5 atau Te5 Bawah (Miosen Awal).
b. Formasi Bebuluh (Tmbe) : Batugamping dengan sisipan batulempung,
batulanau, batupasir dan sedikit napal. Batugamping mengandung koral
dan foraminifera besar.
c. Formasi Pulau Balang (Tmpb) : Perselingan antara grewake dan
batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara,
dan tuff dasit. Formasi ini ditutupi selaras oleh Formasi Balikpapan.
d. Formasi Balikpapan (Tmbp) : Batupasir, batulempung, lanau, tuff dan
batubara. Pada perselingan batupasir kuarsa, batulempung dan batulanau
memperlihatkan struktur silang siur. Setempat mengandung sisipan
batubara dengan ketebalan 20-40cm. Batulempung berwarna kelabu,
getas, mengandung muskovit, bitumen dan oksida besi.
e. Formasi Kampungbaru (Tpkb) : Batulempung pasiran, batupasir
dengan sisipan batubara dan tuff, setempat mengandung lapisan tipis
oksidasi besi dan bintal limonit. Berumur Miosen Akhir hingga Plio-
plistosen, dengan lingkungan pengendapan delta sampai laut dangkal
dengan tebal formasi antara 500-800 meter.
f. Endapan Aluvial (Qal) : Material lepas berupa lempung dan lanau ,
pasir, lumpur dan kerikil, merupakan endapan pantai, rawa dan sungai.
5
Gambar 2.1 Peta geologi regional Sangata, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur (Sukardi, dkk., 1995)
6

2.2 Kestabilan Lereng


Lereng adalah bagian dari permukaan bumi yang berbentuk miring
sedangkan kestabilan / kemantapan lereng adalah suatu kondisi atau keadaan
yang mantap atau stabil terhadap suatu bentuk dan dimensi lereng (Sumantha,
2002 dalam Budiman, 2011). Kestabilan lereng dapat didefinisikan sebagai
ketahanan blok di atas suatu permukaan miring (diukur dari garis horizontal)
terhadap runtuhan (collapsing) dan gelinciran (sliding) (Kliche, 2003).
Bowles (1984) membagi nilai faktor keamanan menjadi tiga kelompok yaitu
seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai Faktor Keamanan menurut (Bowles, 1984)
No Nilai Faktor Keamanan Kondisi Lereng
1 FK < 1.07 Lereng tidak stabil
2 1,07< FK < 1,25 Lereng rawan longsor/kritis
3 FK > 1,25 Lereng stabil
2.3 Bidang Diskontinuitas
Menurut Wyllie dan Mah (2004) pengertian dari bidang diskontinuitas
merupakan setiap bidang lemah yang terdapat pada bagian yang memiliki kuat
tarik yang paling lemah dalam batuan. Beberapa macam bidang diskontinuitas
sebagai berikut (Wyllie dan Mah, 2004):
1. Bidang perlapisan
2. Lipatan
3. Patahan/ Fault
4. Shear Zone
5. Dike/Dykes
6. Joint atau kekar
7. Vein
2.4 Klasifikasi Massa Batuan
Menurut Palmstrom (2001) massa batuan merupakan susunan dari sistem
berbagai fragmen dan blok batuan yang dipisahkan oleh bidang-bidang
diskontinuitas yang saling bergantung sebagai satu kesatuan unit (Gambar 2.2).
Klasifikasi massa batuan digunakan sebagai alat dalam menganalisis kemantapan
lereng yang menghubungkan antara pengalaman di bidang massa batuan dengan
kebutuhan pemantapan di berbagai kondisi lapangan yang dibutuhkan.

Gambar 2.2 Fitur utama pembentuk massa batuan (Palmstrom, 2001)


Bieniawski (1989) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa batuan
yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating
(RMR). Sistem klasifikasi massa batuan RMR menggunakan lima parameter
berikut ini dimana bobot setiap parameter dijumlahkan untuk memperoleh nilai
pembobotan klasifikasi massa batuan, yaitu :
1. Kuat Tekan Batuan Utuh
Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari Uji Kuat Tekan
Uniaksial/Uniaxial Compressive Strength (UCS) dan Uji Point Load/ Point
Load Test (PLI). UCS menggunakan mesin tekan yang berguna untuk
menekan sampel batuan dari satu arah.
2. Rock Qualitiy Deisignation (RQD)
Ada dua metode yang dapat dilakukan dalam mendapatkan nilai RQD
yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Nilai RQD didapatkan
dengan metode langsung apabila core logs tersedia sedangkan metode tidak
langsung digunakan apabila core logs tidak tersedia.
Beberapa metode perhitungan RQD metode tidak langsung:
• Menurut Priest dan Hudson (1976)
RQD = 100e-0.1λ (0.1λ+1) (2.1)
dimana, λ = jumlah total kekar per meter
• Menurut Palmstrom (1982)
RQD = 115 – 3,3 Jv (2.2)
dimana, Jv = jumlah total kekar per meter3
3. Jarak Diskontinuitas
Jarak spasi antar bidang diskontinuitas merupakan jarak yang diukur
secara tegak lurus antara bidang diskontinuitas yang satu dengan yang
lainnya yang berurutan yang ada di sepanjang garis pengamatan yang
disebut dengan scanline (Kramadibrata, 1996).
Untuk menentukan jarak kekar yang sebenarnya diperlukan koreksi
antara orientasi kekar terhadap orientasi scanline dengan menggunakan
Persamaan
2.3 (Kramadibrata, 1996)

Cos ϴ = [Cos (αn-αs) Cosβn Cosβs + Sinβn Sinβs]


d (im) = j (im) Cos [ (ϴi + ϴn) / 2] (2.3)

4. Kondisi Diskonitinuitas
Ada lima karakteristik diskontinuitas yang masuk dalam pengertian
kondisi diskontinuitas, yaitu sebagai berikut kemenerusan (persistence),
celah atau bukaan (separation/aperture), kekasaran (roughness), material
pengisi (infilling/gouge), dan tingkat kelapukan (weathering)
(Bieniawski,1989).
5. Kondisi Airtanah
Kondisi airtanah secara umum dapat digambarkan dengan kondisi seperti
berikut: kering (completely dry), lembab (damp), basah(wet), terdapat tetesan
air (dripping), atau terdapat aliran air(flowing). Semakin minim keterdapatan
airtanah nya, maka semakin stabil lereng.
2.5 Pemetaan Scanline
Pemetaan scanline merupakan pemetaan geoteknik yang melibatkan
pengukuran dan pencatatan atribut dari semua bidang diskontinuitas yang
terdapat disepanjang dengan garis sampling. Menurut ISRM (1981) dalam Arif
(2016), panjang scanline yang disarankan harus diantara 10 sampai 50 kali
perkirakan nilai rata-rata jarak antar diskontinuitas. Panjang scanline yang
digunakan tergantung dari tujuan pengukuran scanline-nya.
2.6 Geological Strength Index (GSI)
Hoek dkk., (1995) mengusulkan metode untuk mendapatkan estimasi
kekuatan massa batuan terkekarkan (joint rock mass), berdasarkan pada penilaian
ikatan antar struktur pada massa batuan dan kondisi permukaan struktur geologi
yang dikenal sebagai Original Hoek-Brown Criterion. Kriteria ini terus
dikembangkan dan dimasukkan ke dalam konsep Geological Strength Index
(GSI).
Berdasarkan Hoek dkk., (1995) nilai GSI (Geological Strength Index) dapat
diperkirakan berdasarkan nilai Rock Mass Rating (RMR) dengan menggunakan
persamaan 2.4
GSI = RMR89’- 5 (2.4)
2.7 Slope Mass Rating (SMR)
Slope Mass Rating (SMR) adalah perkiraan sudut kemiringan lereng
pengupasan yang aman yang didasarkan dari nilai RMR. Ada beberapa klasifikasi
Slope Mass Rating (SMR) yaitu:
1. Laubscher (1975) dalam (Zakaria dkk., 2012) membahas hubungan RMR
dan SMR sebagai berikut (Tabel 2.2):
Tabel 2.2 Hubungan nilai RMR dan SMR (Laubscher (1975) dalam (Zakaria dkk., 2012)
SMR RMR
75° 81 – 100
65° 61 – 80
55° 41 - 60
45° 21 - 40
35° 0 - 20

2. Hall (1985) dalam (Djakamihardja, 2009) memberikan hubungan SMR


dan RMR dengan persamaan 2.5
SMR = 0,65 RMR+25 (2.5)
3. Orr (1992) dalam (Djakamihardja, 2009) memberikan hubungan SMR
dan RMR dengan Persamaan 2.6
SMR = 35 ln RMR – 71 (2.6)
2.8 Jenis Longsoran
Menurut Hoek dan Bray (1981), tipe longsoran dapat dibagi menjadi 4
macam yaitu tipe longsoran bidang, longsoran baji, longsoran guling, dan
longsoran busur.
1. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan tipe longsoran yang terjadi ketika orientasi
bidang diskontinuitas sejajar dengan arah kemiringan lereng (Hoek dan Bray,
1981)
2. Longsoran Baji
Menurut Hoek dan Bray (1981), longsoran baji merupakan longsoran
yang terjadi akibat adanya dua bidang lemah yang berpotongan. Dikatakan
longsoran baji karena longsoran disepanjang bidang lemah tersebut
menghasilkan bentuk membaji.
3. Longsoran Busur
Longsoran busur banyak terjadi pada lereng batuan lapuk atau sangat
terkekarkan dan di lereng-lereng timbunan. Bentuk bidang gelincir pada
longsoran busur akan menyerupai bentuk busur. Longsoran busur sering
terjadi jika ukuran fragmen tanah atau massa batuan sangat kecil
dibandingkan dengan ukuran lereng (Arif, 2016).
4. Longsoran Guling
Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada
batuan yang keras dengan struktur bidang lemahnya yang berbentuk kolom.
Longsoran guling terjadi apabila bidang-bidang lemah yang terdapat pada
lereng mempunyai kemiringan yang berlawanan dengan kemiringan lereng
(Hoek dan Bray, 1981).
2.9 Kriteria Keruntuhan Hoek & Brown
Hoek memperkenalkan konsep kriteria Generalized Hoek dan Brown (2002)
yang didefinisikan pada persamaan di bawah ini, dimana bentuk plot dari
tegangan utama dalam lingkaran Mohr dapat disesuaikan dengan adanya nilai
konstanta σ1’ dan σ3’ adalah tegangan efektif maksimum dan minimum pada saat
runtuh, mb konstanta Hoek-Brown, m untuk massa batuan, s dan a adalah
konstanta yang
tergantung kepada karakteristik massa batuan, dan σci adalah nilai kuat tekan
batuan utuh (Hoek dkk., 2002).
2.10 Kriteria Keruntuhan Mohr & Coloumb
Parameter geoteknik yang digunakan untuk kriteria keruntuhan
MohrColoumb, adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ) untuk setiap
massa batuan. Hal ini dilakukan dengan cara mencocokan kurva hasil perhitungan
kriteria keruntuhan Hoek-Brown untuk berbagai nilai tegangan principal
minimum. Nilai kohesi, sudut geser dalam, dan nilai 𝜎3𝑛 dapat dihitung melalui
persamaan berikut dibawah ini (Hoek dkk., 2002)
2.11 Metode Janbu
Janbu merupakan metode irisan (slice) pertama dimana seluruh
keseimbangan gaya dan keseimbangan momen dipenuhi. Janbu merumuskan
persamaan umum keseimbangan dengan menyelesaikan secara vertikal dan
sejajar pada dasar tiap-tiap irisan.
2.12 Metode Simplified Bishop
Metode Simplified Bishop merupakan metode yang sangat populer dalam
analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan
memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Metode ini
digunakan untuk mengetahui stabilitas lereng cekung dengan bidang gelincir
melingkar dan menghilangkan pengaruh perbedaan bentuk dalam stabilitas lereng
(Zhang dkk, 2017).
2.13 Faktor Kerusakan (Disturbance Factor, D)
D adalah faktor kerusakan (disturbance factor) yang tergantung kepada
derajat kerusakan massa batuan yang disebabkan oleh peledakan maupun
pelepasan tegangan Kerusakan massa batuan dapat disebabkan oleh peledakan
dan pelepasan tegangan (stress relief) akibat lepasnya overburden.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai

Tahap Pendahuluan
Proposal dan Perizinan
Studi Literatur
Pengumpulan Data

Data Sekunder
Data Primer
Dept. Mine Operation Pt. Indomining
Penyelidikan Lapangan Pengamatan GeologiLapangan Metode Scanline
Penyelidikan

bidang diskontinuitas
Jenis Litologi
kondisi bidang diskontinuitas -Peta Lokasi Penelitian
Struktur Geologi -Peta Lokasi
kondisi airtanah -DPaetnaeLliatibaonratorium
-Seperti Pengujian m
SDifaattaMLeakbaonraiktoriu

Pengolahan Data
Perhitungan Jarak Bidang Diskontinuitas

Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)

Nilai Bobot Rock Mass Rating (RMR)

Nilai Geological Strenght Index


(GSI) dan Slope Mass Rating (SMR)

Desain Lereng

Analisis Kestabilan Lereng dengan


Software Rocscience Slide V6.009

Lereng Stabil dengan Nilai


Faktor Keamanan ≥ 1,25 Tidak Rekomendasi

Ya

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Daerah Penelitian


4.1.1 Litologi
Dari hasil pemetaan scanline yang telah dilakukan pada lereng Side Wall
PIT B PT. Indomining, didapatkan litologi berupa batubara, batupasir, dan
batulempung. Dalam pengambilan data di lapangan, lereng daerah penelitian
dibagi menjadi dua bagian yaitu domain 1 dan domain 2. Pembagian domain ini
dilakukan untuk mempermudah dalam pengambilan data.
4.1.2 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa struktur primer
yaitu perlapisan batuan dan struktur sekunder berupa kekar. Kekar yang terdapat
pada domain 1 juga memiliki kemenerusan yang lebih panjang dari pada domain 2
yaitu sekitar 10 – 20 meter sedangkan pada domain 2 memiliki kemenerusan
sekitar 30-50 mm.
4.1.3 Kondisi Lapangan Penelitian
Lapangan yang dijadikan tempat pengambilan data terletak di wilayah
pertambangan PT. Indomining yaitu pada Side Wall PIT B. Pada Tabel 4.1 hingga
Gambar 4.4 diperlihatkan kondisi lapangan dan sketsa pada bidang 2D.
Tabel 4.1 Orientasi Lereng dan Orientasi Scanline Domain 1 dan Domain 2
Domain 1 Domain 2
Informasi
Nilai
9925552 9925528
Kordinat (UTM)
527772 527818
Panjang Scanline (m) 44 33
Arah Scanline (0) N 1190E N 1190E
Kemiringan Scanline (0) 2 2
Tinggi Lereng (m) 70 70
Arah Kemiringan Lereng (0) N 2050E N 2050E
Kemiringan Lereng (0) 40 40
Tinggi Lereng (m) 70 70
Elevasi (mdpl) -30 -30
Gambar 4.1 Kenampakan Lereng Domain 1 Dari Sisi Samping

Gambar 4.2 Sketsa Diskontinuitas Domain 1 Dari Sisi Samping

Gambar 4.3 Kenampakan Lereng Domain 2 Dari Sisi Samping

Gambar 4.4 Sketsa Diskontinuitas Domain 2 Dari Sisi Samping


4.3 Klasifikasi Massa Batuan pada Lereng Side Wall PIT B
Dalam penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan untuk analisis
kestabilan lereng adalah klasifikasi massa batuan RMR oleh Bieniewski (1989).
Klasifikasi massa batuan inimemiliki beberapa parameter yang digunakan yaitu
kuat tekan batuan utuh, jarak spasi bidang diskontinuitas, RQD, kondisi
diskontinuitas, dan kondisi airtanah.
Berdasarkan pembobotan yang sudah dilakukan terhadap kelima parameter
diatas, dapat dilakukan kalkulasi nilai bobot dari masing masing parameter, dan
kemudian didapatkan nilai bobot total ataupun nilai dari Klasfikasi Massa Batuan
atau yang sering disebut dengan Rock Mass Rating (RMR) dari ketiga domain
seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai Bobot Tiap Parameter dan Nilai Klasifikasi Massa Batuan pada Lereng
Sidewall PIT B
Parameter (Bobot)

R)M(RbotBoal Tot
Kuat Rock
Domain

Orientasi

Jarak Spasi
Tekan Quality Kondisi Kondisi
Bidang
Batuan Designatio Diskontinuitas Airtanah
Diskontinuitas
Utuh n
(RQD)
1 2 15 20 20 10 67

1 2 2 10 20 18 10 65

3 2 20 20 20 10 72

2 1 2 20 20 20 10 72

2 2 20 20 18 10 70

Nilai RMR Keseluruhan 69,2

Tabel 4.3 Kelas Massa Batuan dari Klasifikasi RMR pada Lereng Sidewall PIT B
Bobot
Total 100 – 81 80 – 61 60 – 41 40 – 21 0 – 20

Nomor
I II III IV V
Kelas
Deskripsi Sangat Sangat
Baik Sedang Buruk
Batuan baik buruk
4.4 Geological Strength Index (GSI)
Nilai GSI yang didapatkan diperlihatkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Nilai Geological Strength Index (GSI) pada Lereng Sidewall PIT B
Domain Orientasi RMR GSI

1 67 62
1 2 65 60
3 72 67
2 1 72 67
2 70 65
Nilai Rata - Rata 69,2 64,2

4.5 Slope Mass Rating (SMR)


Nilai SMR pada Lereng Side Wall PIT B yang diperlihakan pada Tabel 4.5
yang menggunakan persamaan Laubscher (1975), Hall (1985) dan, Orr (1922).
Tabel 4.5 Nilai SMR dengan Persamaan Laubscher (1975), Hall (1985), dan Orr
(1922)
Menurut Pendapat Ahli RMR SMR
Laubscer (1975) 80 –100 75
60 – 80 65
40 – 60 55
20 – 40 45
00 - 20 35
Hall (1985) 69,2 69,98
Orr (1922) 69,2 77,29

4.6 Kemantapan Lereng Daerah Penelitian


Untuk mengetahui kemantapan suatu lereng, ada banyak faktor yang perlu
diperhatikan. Dalam penelitian ini, faktor yang perlu diperhatikan untuk
mengetahui kemantapan lereng yaitu kondisi geologi dan curah hujan.
4.6.1 Kondisi Geologi
Dari hasil pemetaan scanline yang telah dilakukan, diketahui litologi yang
terdapat pada daerah penelitian tersusun atas batuan sedimen berupa batulempung,
batupasir, dan batubara. Struktur geologi yang ditemukan di daerah penelitian
yaitu berupa kekar. Batuan yang terkekarkan merupakan zona lemah yang
merupakan salah satu jalan masuknya air kedalam tanah. Dari kondisi litologi
dan struktur
kekar tersebut, sehingga ada kemungkinan terjadinya pergerakan massa batuan
pada lereng daerah penelitian.
4.6.2 Kondisi Curah Hujan
Berdasarkan data curah hujan selama sepuluh tahun (1998 – 2007), curah
hujan di daerah penyelidikan berkisar antara 888 – 2459 mm/tahun. Jumlah hari
hujan setiap tahunnya berkisar antara 88 – 181 hari, dengan rata-rata 145
hari/tahun (Department of Enviroment and Safety PT Indoming).
4.7 Analisis Streografis
Dari data diskontinuitas yang telah didapatkan dari lapangan, kemudian
dilakukan pengeplotan ke dalam streonet. Setelah dilakukan, makan didapatkan
arah umum dari orientasi diskontinuitas serta tegasan utama, tegasan kedua dan
tegasan ketiga. Hasil analisis streografis ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Analisis Kekar dan Jenis Longsoran Daerah Penelitian


4.8 Analisis Kestabilan Lereng dengan Software rocscience Slide V6.009
Untuk menganalisis kestabilan nilai faktor keamanan pada lereng Side Wall PIT B,
langkah pertama yang dilakukan dengan membuat permodelan dari litologi bawah
permukaan pada lereng penelitian. Permodelan tersebut didapatkan berdasarkan
data bor yang kemudian di korelasikan dengan data litologi yang didapat di
lapangan, sehingga dapat menghasilkan gambaran litologi bawah permukaan
daerah penelitian.
Dalam penelitian ini, analisis kestabilan lereng dilakukan dengan
menggunakan software Rocscience Slide V6.009 dengan tipe kekuatan
Generalized Hoek and Brown dan Mohr-Coloumb dan metode Bishop Simplified
dan Janbu. Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui faktor
keamanan dari lereng daerah penelitian.

Gambar 4.6 Nilai FK dengan Metode Bishop Generalized Hoek-Brown


Gambar 4.7 Nilai FK dengan Metode Janbu Generalized Hoek-Brown

Gambar 4.8 Nilai FK dengan Metode Bishop Mohr-Coloumb


Gambar 4.9 Nilai FK dengan Metode Janbu Mohr-Coloumb

Faktor keamanan yang didapatkan dari hasil analisis kestabilan lereng dengan
menggunakan Software Rocscience Slide V6.009 terhadap sayatan A-A’ dapat
dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai faktor keamanan terhadap sayatan A-A’
Tipe Kekuatan Metode Nilai FK
Generalized Hoek-Brown Bishop 2,421
Janbu 2,269
Mohr-Coloumb Bishop 3,075
Janbu 2,811

Dari nilai SMR yang didapatkan melalui klasifikasi Laubscher (1975) yaitu
sebesar 650, maka dapat dibuktikan lereng Side Wall PIT B PT. Indomining masih
tergolong stabil dengan nilai faktor keamanan yang dihasilkan > 1,25. Pada Tabel
4.7 sampai dengan Gambar 4.13 diperlihatkan nilai faktor kemanan dan hasil
desain ulang lereng dengan menggunakan nilai SMR.
Tabel 4.7 Nilai faktor keamanan terhadap sayatan A-A’
Tipe Kekuatan Metode Nilai FK
Bishop 1,908
Generalized Hoek-
Brown Janbu 1,888

Bishop 2,608
Mohr-Coloumb
Janbu 2,556

Gambar 4.10 Nilai FK dengan Metode Bishop Generalized Hoek-Brown


Gambar 4.11 Nilai FK dengan Metode Bishop Mohr-Coloumb

Gambar 4.12 Nilai FK dengan Metode Janbu Generalized Hoek-Brown


Gambar 4.13 Nilai FK dengan Metode Janbu Mohr-Coloumb
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil yang dapat disimpulkan dari analisis kestabilan lereng side wall Pit B
PT. Indomining adalah sebagai berikut:
1. Litologi yang terdapat pada daerah penelitian adalah batulempung, batupasir,
dan batubara. Struktur geologi yang terdapat pada lereng penelitian berupa
kekar. Dari hasil analisis kestabilan lereng yang telah dilakukan, dapat
diketahui lereng lokasi penelitian tidak berpotensi untuk terjadinya longsoran.
2. Dari hasil kalkulasi data lapangan, dilakukan pembobotan massa batuan dan
didapatkan nilai RMR 69, 2 (tergolong baik), nilai GSI 64,2, nilai SMR 65 0
(Laubscer, 1975), 69, 980 (Hall, 1985), dan 77,290 (Orr, 1922).
3. Dari hasil analisis kestabilan lereng dengan menggunakan Software
Rocsience Slide V6.009, didapatkan nilai faktor keamanan dengan tipe
kekuatan Generalized Hoek-Brown 2,421 (Bishop), 2,269 (Janbu) dan untuk
tipe kekuatan Mohr Coloumb 3,075 (Bishop), 2,811 (Janbu). Dari semua nilai
faktor keamanan yang didapatkan, 2,269 merupakan hasil yang paling
minimum dan sekaligus acuan untuk menentukan lereng ini masuk dalam
golongan lereng stabil.

5.2 Saran
Dari hasil analisis kestabilan lereng side wall Pit B PT. Indomining,
didapatkan faktor keamanan yang cukup baik, yaitu 2,269, sehingga lereng ini
cukup kuat untuk menahan beban yang ada diatasnya seperti lepasan hasil
pengerukan. Dari nilai SMR yang didapatkan tergolong cukup besar, yaitu 65 0,
sehingga nilai ini dapat dijadikan sebagai acuan sudut kemiringan lereng
maksimal untuk pengoptimalisasian pengambilan batubara.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, I. 2016. Geoteknik Tambang: Mewujudkan Produksi Tambang yang


Berkelanjutan dengan Menjaga Kestabilan Lereng. PT. Gramedia Utama
Pustaka Utama: Jakarta
Bieniawski, Z. T. 1989. Engineering Rock Mass Classifications. A
WileyInterscience Publicaion:Canada.
Bowles, J. E. 1984. Physical and Geotechnical Properties of Soil: Second Edition.
McGraw-Hill,Inc.
Budiman. 2011. Geologi dan Studi Kestabilan Lereng Daerah Dlingo dan
Sekitarnya Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. (Skripsi). Diambil dari
http://repository.upnyk.ac.id/2181/1/Project.pdf
Djakamihardja, A. 2009. The Analysis of Rock Mass Characteristics Used for
Design on Slope Cutting at Sections of Liwa Roadway , Sumatera , Indonesia.
Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 1(1), 25–33.
Harries, N., Noon, D., Pritchett, H., & Bates, D. (2009). Slope Stability Radar for
Managing Rock Fall Risks in Open Cut Mines. Proceedings of the 3rd
CANUS Rock Mechanics Symposium, 2009(May), 1–8.
Hoek, E. dan Bray, J. W. 1981. Rock Slope Engineering 3rd Ed., Institution of
Mining and Metallurgy, London.
Hoek, E., Carranza, C., dan Corkum, B. 2002. Hoek-brown failure criterion –
2002 edition. Narms-Tac, 267–273. Diambil dari
https://www.researchgate.net/publication/282250802.
Hoek, E., Kaiser, P. K., dan Bawden, W. F. 1995. Stength of Rock and Rock
Masses. Support of Underground Excavations in Hard Rock, 91–106.
Kliche, C. A. 2003. Rock Slope Stability. USACE Engineer Manual. Society for
Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc. USA.
Kramadibrata, S. 1996. The Influence of Rock Mass and Intact Rock Properties
on The Design of Surface Mines with Particular Reference to The
Excavatability of Rock.
Palmstrom, A. 1982. The Volumetric Joint Count - A Useful and Simple Measure
of The Degree of Rock Mass Jointing. Proc. of the 4th Congr. Int. Assoc, of
Engng. Geology, 2(3), 221–228.
Palmstrom, A. 2001. Measurement and characterizations of rock mass jointing,
InSitu Characterization of Rocks - Chapter 2.
Priest, S. D., & Hudson, J. A. 1976. Discontinuity spacings in rock. International
Journal of Rock Mechanics and Mining Sciences & Geomechanics Abstracts,
13(5), 135–148.
Sukardi, Sikumbang, N., Umar, I., dan Sunaryo, R. 1995. Peta Geologi Lembar
Sangatta, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Wyllie, D., & Mah, C. 2004. Rock Slope Engineering Civil And Mining 4th Edition
(Vol. 13). Spon Press Taylor and Francis Group: London.
Zakaria, Z., Muslim, D., Jihadi, L. H., dan Sabila, Z. S. 2012. Koreksi SMR pada
Desain Lereng Tambang Terbuka Batubara pada Formasi Balikpapan dan
Formasi Kampungbaru, Sangasanga, Kalimantan Timur. Buletin Sumber
Daya Geologi, 7, 1–8.
Zhang, T., Cai, Q., Han, L., Shu, J., dan Zhou, W. 2017. 3D stability analysis
method of concave slope based on the Bishop method. International Journal
of Mining Science and Technology, 27(2), 365–370. Diambil dari
https://doi.org/10.1016/j.ijmst.2017.01.020

Anda mungkin juga menyukai