Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi Saluran Penapasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu
penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di Negara
berkembang.ISPA umumnya ditularkan melalui droplet. Namun demikian,
pada sebagian patogen ada juga kemungkinan penularan melalui cara lain,
seperti melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi.
World Health Organization (WHO) memperkirakan menurut kelompok
umur balita terjadi pneumonia 0,29 kasus per anak/tahun di negara
berkembang dan 0,05 kasus per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukan
bahwa terdapat 156 juta kasus baru di dunia per tahun dimana 151 juta kasus
(96,7%) terjadi di negara berkembang dan 8,7% atau 13,1 juta diantaranya
adalah pneumonia berat. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China
(21 juta) dan Pakistan (10 juta) sedangkan di Indonesia terjadi 6 juta kasus.
Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan
memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di
Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun. Infeksi saluran pernafasan
akut merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) (Kemenkes RI
P2PL,2012).
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak
disbanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di
dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena
pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara
5 kematian balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan
karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai
pandemi yang terlupakan (the forgotten pandemic). Namun, tidak
banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga
pembunuh balita yang terlupakan (the forgotten killer of children). Di
2

Negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri,


menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi kematian Balita karena pneumonia
menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Sedangkan menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 proporsi kematian balita karena
pneumonia menempati urutan pertama (Kemenkes RI P2PL,2012).
Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2017, perkiraan presentase
kasus penemuan pneumonia pada Provinsi Sumatera Selatan sebesar 3,61%,
cakupan penemuan pneumonia pada balita di indonesia adalah 63,45%.
Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,16%, lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu sebesar 0,08%. sedangkan pada
kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu 0,17% dibandingkan pada
kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,15%. Pneumonia juga selalu
berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas
kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama dan berkontribusi tinggi
terhadap angka kematian balita di Indonesia (Balitbangkes Kemenkes RI,
2013).
Target yang ingin dicapai pemerintah Indonesia pada tahun 2017 adalah
Angka Kematian Balita (AKBAL) sebanyak 32/1000 kelahiran hidup atau
2/3 dari AKBAL tahun 1990 dengan AKBAL 1990 yaitu 91/1000 kelahiran
hidup. Berdasarkan data Riskesdas 2007, insidens pneumonia di Sumatera
Selatan tahun 2008 adalah 23,63%, tahun 2010 adalah 40,63%, tahun 2011
adalah 25,5% (DEPKES RI, 2017).
Upaya pemerintah dalam menekan angka kematian akibat pneumonia
diantaranya melalui penemuan kasus pneumonia balita sedini mungkin di
pelayanan kesehatan dasar, penatalaksanaan kasus dan rujukan. Adanya
keterpaduan dengan lintas program melalui pendekatan MTBS di Puskesmas
serta penyediaan obat dan peralatan untuk Puskesmas Perawatan dan di
daerah terpencil (DEPKES, 2011).
Salah satu upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang
berhubungan dengan pneumonia pada balita ditentukan oleh keberhasilan
3

upaya penemuan dan tatalaksana penderita, pada tahun 2014 cakupan


nasional yang telah ditetapkan Kemenkes adalah 100%. Setiap wilayah
mempunyai perkiraan kasus pneumonia pada balita sebesar 10% dari jumlah
balita di wilayah tersebut. Untuk menjalankan upaya tersebut diperlukan
kerja sama dan kinerja yang baik antara unit-unit fungsional kesehatan mulai
dari yang cakupan wilayah kerjanya dari yang kecil sampai besar
(KemenkesRI, 2017).
Puskesmas merupakan unit fungsional yang cakupan wilayah kerjanya
kecil dan merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia karena Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatanma syarakat yang setinggi-
tingginy adi wilayah kerjanya. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan
pokok menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu kinerja Puskesmas haruslah
baik (Azwar, 2002).
Di Puskesmas Keramasan, berdasarkan perhitungan Standar Pelayanan
Minimal, cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan tahun 2018
adalah 32%. Berdasarkan pencapaian jumlah Program Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dengan pneumonia yang ditemukan di Puskesmas
Keramasan Palembang tahun 2018 belum memenuhi target di wilayah kerja
Puskesmas Keramasan Palembang, penulis tertarik mengangkat topik ini
sebagai tugas akhir Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas di Puskesmas Keramasan
Palembang.

1.2. Rumusan Masalah


Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan penemuan
balita dengan pneumonia di Puskesmas Keramasan Palembang tahun 2018.
4

1.3. TujuanPenulisan

1.3.1 TujuanUmum
Mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis penyebab serta
menyusun rencana tindak lanjut penyelesaian masalah penemuan
kasus pneumonia di Puskesmas Keramasan dan tatalaksana penyakit
pneumonia.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui penyebab belum tercapainya target cakupan penemuan
kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Keramasan Palembang
tahun 2018
2. Mengidentifikasi penyebab belum tercapainya target cakupan
penemuan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Keramasan
Palembang tahun 2018 dengan metode Fish Bone.
3. Menganalisa prioritas penyebab masalah yang telah diidentifikasi
dengan USG.
4. Memberikan alternatif penyelesaian masalah yang prioritas.

1.4. Manfaat

1.4.1 Bagi Masyarakat Setempat


Masyarakat khususnya yang mempunyai balita diharapkan dapat lebih
mengetahui tentang penyakit pneumonia dan bahaya penyakit tersebut
bila tidak ditangani secara baik.

1.4.2 Bagi Puskesmas


5

Dapat menjadi acuan dan evaluasi dalam mengatasi permasalahan


program penderitan pneumonia sehingga pelaksanaan program
kesehatan menjadi efektif.

1.4.3 Bagi Mahasiswa


1. Adanya pengalaman dalam mencari penyebab dan cara pencapaian
target cakupan penumonia
2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah
yang ada
3. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pneumonia khususnya
pada balita.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ISPA dan Pneumonia


2.1.1 Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan
Akut, yang meliputi saluran pernafasan bagian atas dan bawah.
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung yang merupakan saluran atas
hingga alveoli yang merupakan saluran bagian bawah, termasuk
jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Istilah akut yang dimaksud adalah infeksi berlangsung sampai dengan
14 hari, batas 14 hari dipakai untuk menunjukan proses akut (IDAI,
2012).

2.1.2 Definisi Pneumonia


Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada
pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting
adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia
seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus kemudian mengalami
infeksi sekunder. Secara klinis pada anak sulit membedakan
pneumonia bakterial dengan pneumonia viral.
7

Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia


merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
membuat suatu definisi tunggal yang universal. Pneumonia
didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan
penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapatkan pada
pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan (Kementrian
Kesehatan RI, 2012).
Pada penderita pneumonia, alveoli terisi nanah dan cairan
menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen terjadi kesulitan
bernapas. Anak dengan pneumonia menyebabkan kemampuan paru
mengembang berkurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas
cepat agar tidak terjadi hipoksia. Apabila pneumonia bertambah parah,
paru akan menjadi kaku dan timbul tarikan dinding bawah ke dalam.
Akibatnya kemampuan paru untuk menyerap oksigen menjadi
berkurang sehingga sel-sel tidak dapat bekerja (Kementrian Kesehatan
RI, 2011).

2.1.3 Klasifikasi ISPA dan Pneumonia


Kejadian pneumonia pada balita ditandai dengan adanya gejala
batuk, pilek, kesukaran bernafas seperti nafas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), serta sianosis pada
infeksi yang berat. Gambaran radiologi foto thoraks/dada menunjukan
infiltrat paru akut. Demam bukan merupakan gejala yang spesifik
pada balita. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam terjadi
karena gerakan paru yang mengurang atau decreased lung compliance
akibat infeksi pneumonia yang berat. Pada usia di bawah 3 bulan,
kejadian pneumonia diikuti dengan penyakit pendahulu seperti otitis
media, conjuctivitis, laryngitis dan pharyngitis (Kementrian Kesehatan
RI, 2011).
8

Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA)


mengkalsifikasikan penyakit pneumonia menjadi dua golongan, yakni
golongan umur 2 bulan - <5 tahun dan golongan umur < 2 bulan.
Untuk anak berumur 2 bulan - <5 tahun, klasifikasi dibagi atas batuk
bukan pneumonia, pneumonia, dan pneumonia berat sedangkan untuk
anak berumur kurang dari 2 bulan, maka diklasifikasikan atas bukan
pneumonia dan pneumonia berat. Dalam pendekatan manajemen
terpadu balita sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur < 2
bulan adalah infeksi bakteri sistemik dan infeksi bakteri lokal
(Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan - <5 tahun dilihat
dari adanya batuk dan atau kesulitan bernapas dan disertai tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), sedangkan pada anak
umur <2 bulan diikuti dengan adanya napas cepat lebih atau sama
dengan 60 kali/menit atau tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (TDDK) yang kuat. Klasifikasi pneumonia didasarkan pada
adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat.
Batas nafas cepat pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun adalah 50
kali/menit dan 40 kali/menit untuk anak usia 1 - < 5 tahun. Klasifikasi
batuk bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi nafas dan
tidak menunjukan TDDK. Dengan demikian klasifikasi ini mencakup
penyakit ISPA lain diluar pneumonia (Kementrian Kesehatan RI,
2012).

Tabel 2.1. Klasifikasi ISPA menurut kelompok umur


Umur Kriteria Gejala Klinis
Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak
ada tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam yang kuat
< 2 bulan
Penumonia Berat Adanya napas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke
dalam yang kuat
9

Batuk bukan Tidak ada napas cepat dan tidak


pneumonia ada tarikan dinding dada bagian
bawah
2 bulan -
Pneumonia Adanya napas cepat dan tidak ada
<5 tahun tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam

Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada


bagian bawah ke dalam

(Kementrian Kesehatan RI, 2012)

2.1.4 Penyebab Terjadinya Pneumonia


Penyebab pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab
infeksi, baik itu bakteri, virus, maupun parasit. Pada umumnya terjadi
akibat adanya infeksi bakteri pneumokokus (Streptococcus
pneumoniae). Beberapa penelitian menemukan bahwa kuman ini
menyebabkan pneumonia hampir pada semua kelompok umur dan
paling banyak terjadi di negara-negara berkembang. Bakteri-bakteri
lain seperti Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophylus
influenzae, serta virus dan jamur juga sering menyebabkan
pneumonia. Salah satu penelitian yang dilakukan pada 2000 anak di
Bandung tahun 2000 ditemukan adanya 30% positif pneumonia
berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan apus tenggorokan dengan 65%
di antaranya adalah kuman pneumokokus (IDAI, 2012).

Tabel 2.2 Etiologi pneumonia menurut umur


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri an aerob
Streptococcus grup B Haemophillus influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyctims
Virus
3 minggu -3 bulan Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza
tipe B
10

Virus Moraxella cathralis


Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyctims
Respiratory syncytial Virus
virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza
tipe B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidis
Virus adeno Virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial
virus
Virus rinovirus
parainfluenza
5 tahun- remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza
tipe B
Streptococcus pneumonia Legionella
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial
virus
Virus rinovirus
parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster

Penyebab pneumonia adalah sebagai berikut: (Feriani, 2016)


1. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab pneumonia adalah
virus, terutama Respiratory Synsial Virus (RSV) yang mencapai 40%.
Golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus Pneumonis
dan Haemofillus Influenza type B (HIB). Awalnya mikroorganisme
masuk ke dalam percikan ludah (droplet) kemudian terjadi penyebaran
11

mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan (parenkim


paru) dan sebagian lagi karena penyebaran melalui aliran darah.

2. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada balita adalah:
a. Umur
Umur mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh seseorang. Bayi
dan balita mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang masih
lemah dibandingkan dengan orang dewasa sehingga balita masuk
dalam kelompok yang rawan terkena infeksi, misalnya diare, ISPA
dan pneumonia.
b. Status Gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita yang
mempunyai status gizi baik maka akan mempunyai daya tahan tubuh
yang baik dibandingkan dengan balita status gizi kurang maupun
buruk. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai bagian dari faktor
risiko kejadian pneumonia.
c. Status Imunisasi
Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
pneumonia. Cara yang paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi DPT dan campak. Pemberian imunisasi campak dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, sedangkan imunisasi
DPT dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.
d. Jenis Kelamin
Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa anak laki-laki
adalah faktor risiko mempengaruhi kesakitan pneumonia. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Koblinski (1997) bahwa anak
perempuan mempunyai kebutuhan biologis dan pada lingkungan yang
optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali
lebih diatas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian.
12

e. ASI Ekslusif
Kolustrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari
susu buatan. Zat kekebalan pada ASI melindungi bayi dari diare,
alergi dan infeksi saluran napas terutama pneumonia. Bayi yang diberi
ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi
yang tidak menapatkan asupan ASI eksklusif.
f. Defisiensi Vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea
dan paru mengalami kreatinisasi sehingga mudah dimasuki oleh
kuman dan virus yang menyebabkan infeksi saluran napas terutama
pneumonia.
g. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
pada masa balita. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian
yang lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal
terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi terutama penumonia dan infeksi saluran pernapasan lainnya
(DEPKES, 2007).

3. Faktor Ektrinsik
Faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada balita, kondisi fisik rumah yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia antara lain adalah mengenai
kelembaban udara, ventilasi atau proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, luas penghawaan atau ventilasi yang permanen minimal 10%
dari luas lantai. Kepadatan hunian, berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas ruang tidur
minimal (panjang x lebar) 8 meter 2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih
13

dari 2 orang tidur dalam satu ruangan tidur kecuali anak umur dibawah 5
tahun. Polusi udara didalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena
asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat
pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor. Pendidikan
ibu mempunyai pengaruh besar dalam tumbuh kembang bayi dan balita,
karena pada umumnya pola asuh anak ditentukan oleh ibu. Tingginya
mortalitas dan morbiditas pneumonia lenih disebabkan oleh kurangnya
informasi dan pemahaman yang diperoleh dari seorang ibu. Tingkat
jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah sangat mempengaruhi
risiko morbiditas dan mortalitas pneumonia karean akan terlambat
memperoleh diagnosa sehingga mempengaruhi upaya pertolongan yang
dibutuhkan (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2015).

2.1.5 Patologi dan Patogenesis


Pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan
melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam
bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman
penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama
udara yang dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan
langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang disekitar
penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang
dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita (Feriani, 2016).
Umumnya mikoorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat
reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman
ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut hepatisasi
14

merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin


dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofage meningkat dialveoli, sel ini akan mengalami degenerasi,
fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut
stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak
terkena tetap akan normal (IDAI, 2012).

2.1.6 Gambaran Klinis Pneumonia


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia balita berkisar
antara ringan sampai sedang hingga dapat berobat jalan. Hanya
sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam kehidupan dan perlu
rawat inap. Secara umum gambaran klinis pneumonia dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu gejala umum dan gejala respiratorik.
Gejala umum pada pneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
napas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400 Celcius dan mungkin disertai kejang demam
yang tinggi, sakit kepala, malaise, nafsu makan kurang, adanya gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare, anak tampak gelisah.
Gejala respiratorik berupa batuk, dispnu, pernapasan cepat dan
dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar
hidung dan mulut. Hipoksia merupakan tanda klinis dari pneumonia
berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia berisiko lima kali lebih
sering meninggal dibandingkan anak pneumonia tanpa hipoksemia.
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukkan infiltrasi melebar (Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2015).

2.1.7 Penatalaksanaan
15

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian


antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena
beberapa alasan yaitu:
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai
penyebab pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab
pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
1) Golongan Penisilin
2) TMP-SMZ
3) Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
1) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
2) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
3) Marolid baru dosis tinggi
4) Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
1) Aminoglikosid
2) Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
3) Tikarsilin, Piperasilin
4) Karbapenem : Meropenem, Imipenem
5) Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
1) Vankomisin
2) Teikoplanin
3) Linezolid
Hemophilus influenzae
16

1) TMP-SMZ
2) Azitromisin
3) Sefalosporin gen. 2 atau 3
4) Fluorokuinolon respirasi
Legionella
1) Makrolid
2) Fluorokuinolon
3) Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
1) Doksisiklin
2) Makrolid
3) Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
1) Doksisikin
2) Makrolid
3) Fluorokuinolon
(Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003)

2.2 Pengendalian Pneumonia di Indonesia


2.2.1 Pencegahan dan Penanggulangan Pneumonia
1. Pencegahan penyakit menular Pneumonia
Upaya pencegahan penyakit pneumonia meliputi kelengkapan
imunisasi, perbaikan gizi anak termasuk promosi ASI, peningkatan
kesehatan ibu hamil untuk mencegah BBLR, mengurangi
kepadatan hunian rumah, dan memperbaiki ventilasi rumah
(IDAI,2012).
2. Penanggulangan penyakit menular pneumonia
Suatu upaya untuk menekan penyakit menular di masyarakat
serendah mungkin sehingga tidak menjadi gangguan kesehatan
bagi masyarakat. Ada tiga kelompok sasaran yaitu: (IDAI,2012).
a. Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu
17

Sumber penularan pneumonia adalah manusia maka cara


paling efektif adalah dengan memberikan pengobatan.
b. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Penularan penyakit pneumonia dapat berlangsung melalui
perantara udara maupun kontak langsung. Upaya pencegahan
melalui kontak langsung bisasanya dititik beratkan ada
penyuluhan kesehatan. Pencegahan penularan melalui udara
dapat dilakukan dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran
udara dalam potensial.
c. Sasaran ditujukan pada pejamu potensial
Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi dasar sebagai bagian dari program
pembangunan kesehatan yang ternyata cukup berhasil dalam
usaha meningkatkan derajat kesehatan serta menurunkan angka
kematian bayi dan balita. Saat ini vaksinasi yang dapat
mencegah pneumonia pada bayi dan balita yang diterapkan
Indonesia sebagai program imunisasi dasar baru DPT dan
Campak saja. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi
fokus kegiatan utama program P2 ISPA. Program ini
mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal di
masyarakat sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan
penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia.

2.2.2 Program Pemberantasan Penyakit ISPA di MTBS


Program P2 ISPA adalah suatu program pemberantasan
penyakit menular yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian akibat infeksi saluran pernapasan akut, terutama
pneumonia pada usia di bawah lima tahun. Program P2 ISPA
dikembangkan dengan mengacu pada konsep manajemen terpadu
pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan
berbasis wilayah. Konsep terpadu meliputi penanganan pada sumber
18

penyakit, faktor risiko lingkungan, faktor risiko perilaku, faktor


risiko perilaku dan kejadian penyakit dengan memperhatikan kondisi
lokal. Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung
jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi
keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya (IDAI,2012).

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:


a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan
dana atau sarana dan tenaga yang tersedia.
b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan
penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau
paramedis.
c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia
berat ataupun penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk
oleh perawat atau paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila
dianggap perlu.
d. Memberikan pengobatan kasus penumonia berat yang tidak bisa
dirujuk ke rumah sakit.
e. Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada
ibu-ibu yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-
tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah.
f. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang
diberi wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.
g. Melatih kader untuk bisa mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyakit ISPA.
h. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi
keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA.
i. Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk
aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:


19

a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai


petunjuk yang ada.
b. Melakukan konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-
kasus ISPA tertentu seperti pneumonia berat, penderita dengan
wheezing dan stridor.
c. Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader.
d. Memberikan penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
e. Melakukan tugas-tugas lain yang diberika oleh pimpinan
Puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program
pemberantasan penyakit ISPA

Kader Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut:


a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (penumonia
berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan
pneumonia.
b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk
pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada
ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang
anaknya menderita penyakit.
c. Merujuk kasus penumonia berat ke Puskesmas atau rumah sakit
terdekat.
d. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.
20

Gambar 2.1: Penilaian, Klasifikasi dan Tindakan Anak Sakit 2 bulan – 5 tahun

2.2.3. Kegiatan Pokok pengendalian ISPA


Secara rinci kegiatan-kegiatan pokok Pengendalian ISPA
dijabarkan sebagai berikut:
1. Advokasi dan Sosialisasi
Advokasi dan sosialisasi merupakan kegiatan yang penting
dalam upaya untuk mendapatkan komitmen politis dan kesadaran
dari semua pihak pengambil keputusan dan seluruh masyarakat
dalam upaya pengendalian ISPA dalam hal ini Pneumonia
sebagai penyebab utama kematian bayi dan Balita.
 Advokasi Dapat dilakukan melalui pertemuan dalam rangka
mendapatkan komitmen dari semua pengambil kebijakan.
 Sosialisasi Tujuannya adalah untuk meningkatkan
pemahaman, kesadaran, kemandirian dan menjalin
kerjasama bagi pemangku kepentingan di semua jenjang
melalui pertemuan berkala, penyuluhan/KIE.
(KEMENKES. 2011)

2. Penemuan dan Tatalaksana Pneumonia Balita.


21

Penemuan penderita pneumonia Penemuan dan tatalaksana


Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam pengendalian
Pneumonia Balita.
 Penemuan penderita secara pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatanseperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah
Sakit dan Rumah sakit swasta.
 Penemuan penderita secara aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan
penderita baru dan penderita pneumonia yang seharusnya
datang untuk kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai
berikut:
 Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
 Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas.
 Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <
2 bulan dan 2 bulan - < 5 tahun
 Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran
bernapas; pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan
pneumonia
(KEMENKES. 2011)

Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita


Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas
didasarkan pada angka insidens Pneumonia Balita dari jumlah
Balita di wilayah kerja Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka
insidens pneumonia untuk suatu daerah belum diketahui maka
dapat digunakan angka perkiraan (nasional) insidens pneumonia
Balita di Indonesia yang dihitung 10 % dari total populasi balita.
Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari
22

jumlah total penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten/kota


memiliki data jumlah Balita yang resmi/riil dari pencatatan
petugas di wilayahnya, maka dapat menggunakan data tersebut
sebagai dasar untuk menghitung jumlah penderita pneumonia
Balita.
Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di suatu
wilayah kerja per tahun adalah sebagai berikut :
 Bila jumlah Balita sudah diketahui
Insidens pneumonia Balita = 10% jumlah balita

 Bila jumlah balita belum diketahui


Perkiraan jumlah balita = 10% jumlah penduduk

Target
Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah
penderita pneumonia Balita yang harus ditemukan/dicapai di
suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan kebijakan yang
berlaku setiap tahun secara nasional.

Tatalaksana
pneumonia Balita Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam
pelaksanaan Pengendalian ISPA untuk pengendalian pneumonia
pada Balita didasarkan pada pola tatalaksana penderita ISPA
yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami
adaptasi sesuai kondisi Indonesia.
Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan
tatalaksana sebagai berikut:
a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik:
kotrimoksazol, amoksisilin selama 3 hari dan obat
simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,
salbutamol (dosis dapat dilihat pada bagan terlampir).
23

b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang


yaitu penderita 2 hari setelah mendapat antibiotik di
fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit
sangat berat. (KEMENKES. 2011)

3. Ketersediaan Logistik
Meliputi ketersediaan obat, alat contohnya oxymetri, media KIE,
pedoman dan media pencatatan dan pelaporan. (KEMENKES.
2011)

4. Supervisi
Supervisi dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pengendalian
ISPA berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan/ditetapkan
dalam pedoman baik di provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan
rumah sakit menggunakan instrumen supervisi (terlampir).
Supervisi dilakukan secara berjenjang difokuskan pada propinsi,
kab/kota, Puskesmas yang:
 pencapaian cakupan rendah
 pencapaian cakupan tinggi namun meragukan
 kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik
(KEMENKES. 2011)

5. Pencatatan dan Pelaporan


Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan
data dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan akurat.
Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :
 Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan
hingga ke pusat setiap bulan. Pelaporan rutin kasus
24

pneumonia tidak hanya bersumber dari Puskesmas saja tetapi


dari semua fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun
pemerintah.
 Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan
umur dari lokasi sentinel setiap bulan.
 Laporan kasus influenza pada saat pandemi
Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk
memperkuat data dasar diperlukan referensi hasil survei dan
penelitian dari berbagai lembaga mengenai pneumonia. Data
yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri maupun dari
institusi luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis.
Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh Puskesmas,
kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat Puskemas
pengolahan dan analisis data diarahkan untuk tujuan tindakan
koreksi secara langsung dan perencanaan operasional tahunan.
Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan
bantuan tindakan dan penentuan kebijakan pengendalian serta
perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah kerjanya masing-
masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat
menghasilkan kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga
tindakan koreksi yang tepat dan perencanaan tahunan dan
menengah (5 tahunan) dapat dilakukan. Kecenderungan atau
potensi masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi dengan
baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia (KEMENKES.
2011)

6. Kemitraan dan Jejaring


Kemitraan merupakan faktor penting untuk menunjang
keberhasilan program pembangunan. Kemitraan dalam program
Pengendalian ISPA diarahkan untuk meningkatkan peran serta
25

masyarakat, lintas program, lintas sektor terkait dan pengambil


keputusan termasuk penyandang dana. Dengan demikian
pembangunan kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan,
sehingga pendekatan pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya
Pneumonia dapat terlaksana secara terpadu dan komprehensif.
Intervensi pengendalian ISPA tidak hanya tertuju pada penderita
saja tetapi terhadap faktor risiko (lingkungan dan
kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui
dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.
Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan
peningkatan jejaring kerja (networking) dengan pemangku
kepentingan. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari
jejaring antara lain pengetahuan, keterampilan, informasi,
keterbukaan, dukungan, membangun hubungan, dll dalam upaya
pengendalian pneumonia di semua tingkat.
(KEMENKES. 2011)

7. Peningkatan Kapasitas SDM


Dilakukan dengan cara:
 Pelatihan pelatih (TOT)
 Pelatihan bagi tenaga kesehatan
 Pelatihan autopsi verbal
 Pelatihan pengendalian ISPA bagi tenaga kesehatan

8. Monitiring dan Evaluasi


Monitoring atau pemantauan pengendalian ISPA dan
kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza perlu dilakukan
untuk menjamin proses pelaksanaan sudah sesuai dengan jalur
yang ditetapkan sebelumnya. Apabila terdapat ketidaksesuain
maka tindakan korektif dapat dilakukan dengan segera.
Monitoring hendaknya dilaksanakan secara berkala (mingguan,
26

bulanan, triwulan). Evaluasi lebih menitikberatkan pada hasil


atau keluaran/output yang diperlukan untuk koreksi jangka waktu
yang lebih lama misalnya 6 bulan, tahunan dan lima tahunan.
Keberhasilan pelaksanaan seluruh kegiatan pengendalian ISPA
akan menjadi masukan bagi perencanaan tahun/periode
berikutnya. (KEMENKES. 2011)

2.2.4 Tahap Penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas


Penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dilakukan
melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut : (DEPKES RI, 2016).
1. Tahap Persiapan
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam
proses penyusunan PTP agar memperoleh persamaan pandangan
dan pengetahuan tentang tahap perencanaan. Tahap ini dilakukan
dengan cara :
1) Kepala Puskesmas membentuk Tim penyusun PTP yang
anggotanya staf puskesmas
2) Kepala puskesmas menjelaskan pedoman PTP kepada tim
3) Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan

2. Tahap Analisis Situasi


Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai
keadaan dan permasalahan yang dihadapi Puskesmas melalui
proses analisis terhadap data yang dikumpulkan. Tim yang telah
disusun oleh Kepala Puskesmas melakukan pengumpulan data.
Ada 2 (dua) kelompok data yang perlu dikumpulkan yaitu data
umum yang terdiri dari peta wilayah kerja serta fasilitas
kesehatan, data sumber daya, data peran serta masyarakat, data
penduduk dan sasaran program, data sekolah dan data kesehatan
27

lingkungan serta ada pula data khusus yang terdiri dari status
kesehatan, kejadian luar biasa, cakupan program pelayanan
kesehatan 1 (satu) tahun terakhir di tiap desa/kelurahan dan hasil
survey (bila ada).

3. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Penyusunan RUK ini terdiri dari 2(dua) langkah, yaitu Analisa
Masalah dan Rencana Usulan Kegiatan
1) Analisa Masalah
Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan
kelompok tim penyusun PTP dan konsil kesehatan
kecamatan/Badan Penyantun Puskesmas melalui tahap :
a) Identifikasi Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan
kenyataan. Identifikasi masalah dilaksanakan dengan
membuat daftar masalah yang dikelompokkan menurut
jenis program, cakupan, mutu, ketersediaan sumber daya.
Contoh tabel Identifikasi Masalah
No. Program Target Pencapaian Masalah
1
2
3
dst

b) Menetapkan Urutan Prioritas Masalah


Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi
masalah secara sekaligus, maka perlu dipilih prioritas
masalah dengan jalan kesepakatan tim. Dalam penetapan
urutan prioritas masalah dapat menggunakan berbagai
macam metode seperti kriteria matriks, MCUA, Hanlon,
CARL dsb.
28

Contoh kriteria matriks : masing-masing kriteria


ditetapkan dengan nilai 1-5. Nilai semakin besar jika
tingkat urgensinya sangat mendesak, atau tingkat
perkembangannya dan tingkat keseriusan semakin
memprihatinkan bila tidak diatasi. Kemudian kalikan
tingkat urgensi (U) dengan tingkat perkembangan (G), dan
tingkat keseriusan (S). Prioritas masalah diurutkan
berdasarkan hasil perkalian yang besar dan disusun dalam
matriks.

Masalah Masalah 1 Masalah 2 Masalah 3


Kriteria
Tingkat Urgensi (U)
Tingkat Keseriusan (S)
Tingkat Perkembangan (G)
UxSxG

c) Merumuskan Masalah
Hal ini mencakup apa masalahnya, siapa yang terkena
masalahnya, berapa besar masalahnya, dimana masalah itu
terjadi dan bilamana masalah itu terjadi (what, who, when,
where, how)
d) Mencari Akar Penyebab Masalah
Mencari akar penyebab masalah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode diagram sebab akibat dari Ishikawa
(disebut juga diagram tulang ikan karena digambarkan
membentuk tulang ikan). Kemungkinan penyebab masalah
dapat berasal dari :
 Input (sumber daya) : Jenis dan jumlah alat, obat,
tenaga serta prosedur kerja manajemen alat, obat dan
dana
29

 Proses (Pelaksanaan kegiatan) : frekuensi, kepatuhan


pelayanan medis dan non medis
 Lingkungan
Kategori yang dapat digunakan antara lain adalah man,
money, material dan methode.

Gambar 2.2. Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa (Fishbone)

MANUSIA METODE

Masalah

SARANA DANA LINGKUNGAN

e) Menetapkan Cara-Cara Pemecahan Masalah


Untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat
dilakukan dengan kesepakatan diantara anggota tim. Bila
tidak terjadi kesepakatan dapat digunakan kriteria matriks.
Untuk itu harus dicari alternatif pemecahan masalahnya.
Contoh tabel Cara Pemecahan Masalah
No Prioritas Penyebab Alternatif Pemecahan Ket
. Masalah Masalah Pemecahan Masalah Masalah
Masalah Terpilih
1.
30

2.
3.
Dst

2) Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan


Meliputi upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan
pengembangan dan upaya kesehatan penunjang, yang meliputi
kegiatan tahunan yang akan datang, kebutuhan sumber daya
berdasarkan ketersediaan sumber daya yang ada, rekapitulasi
rencana usulan kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan ke
dalam format RUK puskesmas.
4. Tahap Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Tahap penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan baik upaya
kesehatan wajib, upaya pengembangan upaya kesehatan
penunjang maupun upaya inovasi dilaksanakan secara bersama,
terpadu dan terintegritasi. Hal ini sesuai dengan azas
penyelenggaraan Puskesmas yaitu keterpaduan.

2.2.5 Klinik Pelayanan Kesehatan Anak (Klinik MTBS)


MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) suatu pendekatan
yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus
kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh.
MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS
merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan
kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak
balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu,
Polindes, Poskesdes, dll. Klinik MTBS ini melayani pasien anak, yaitu
usia 0-5 tahun. Pada pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh perawat
terlatih. Pada klinik ini mulai dikembangkan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun dan
31

Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk anak usia 0-2 bulan.
Dengan sistem MTBS dan MTBM ini, penatalaksanaan terhadap anak
sakit dilakukan secara komprehensif, tidak hanya terfokus pada
keluhan sakit anak, namum juga dilakukan terhadap pemantauan
terhadap status gizi, riwayat kelahiran, riwayat atau pola makan dan
riwayat imunisasinya. Dengan demikian, apabila pada anak sakit ini
terdapat permasalahan gizi atau imunisasi, atau penyakitnya berbasis
lingkungan, maka akan dilakukan rujukan ke klinik gilinganmas,
disamping pengobatan (kuratif). Disamping itu, pada klinik MTBS ini
juga akan senantiasa dilakukan penyuluhan sesuai dengan
permasalahan anak (DEPKES RI, 2011).
Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
1. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan
dalam tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan,
petugas kesehatan)
2. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan
penyakit pada balita lebih efektif
3. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat
dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan
kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan
masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu Balita
Sakit berbasis masyarakat”).
Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS
oleh Petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang
disebut Algoritma MTBS. Untuk melakukan penilaian/pemeriksaan
dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-
keluhan/masalah anak kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan
dengar' atau 'lihat dan raba'. Setelah itu petugas akan
mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan
pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit, petugas akan
menentukan tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi
32

Pneumonia Berat atau Penyakit Sangat Berat akan dirujuk ke dokter


Puskesmas (DEPKES RI, 2011).

2.3 Penemuan Penderita Pneumonia


Penemuan dan tatalaksana pneumonia merupakan kegiatan inti
dalam pengendalian pneumonia balita. Penemuan penderita pneumonia
dapat dilakukan secara pasif yaitu penderita datang ke fasilitas kesehatan
seperti Puskesmas, puskesmas pembantu dan rumah sakit atau dapat pula
secara aktif yaitu petugas kesehatan bersama dengan kader secara aktif
menemukan penderita baru dan penderita pneumonia yang seharusnya
datang untuk kunjungan ulang 2 hari setelah berobat (IDAI, 2012)
33

BAB III
PROFIL PUSKESMAS

3.1 Gambaran umum Puskesmas Keramasan

Puskesmas Keramasan terletak di Jalan Abicusno Cokrosuyoso RT.10


Kelurahan Kemang Agung Kecamatan Kertapati Palembang. Puskesmas ini
berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. Puskesmas Keramasan hanya
dapat ditempuh dengan mobil, ataupun speda motor pribadi, atau kendaraan
umum berupa becak atau bentor (becak motor). Secara ekonomis Puskesmas
Keramasan kurang strategis karena jauh dari jalur kendaraan umum.

Selain itu Puskesmas Keramasan yang sebenarnya cukup berdekatan


dengan pusat keramaian yaitu Pasar Sungki, tetapi pasar tersebut lebih dekat
dengan Puskesmas Kertapati. Pasien biasanya lebih menyukai sarana
kesehatan yang dekat dengan pusat keramaian. Ada sebagian wilayah kerja
cukup jauh dari lokasi Puskesmas Keramasan tapi lebih dekat dengan
Puskesmas Karyajaya. Pasien lebih memilih Puskesmas terdekat karena
berhubungan dengan masalah biaya transportasi. Puskesmas berlokasi di RT
07 Kelurahan Kemang Agung dan Puskesmas Karyajaya berlokasi di RT 23
Kelurahan Keramasan.
34

3.2 Sejarah Puskesmas Keramasan

Puskesmas Keramasan didirikan pada tahun 1981, dimulai dari pusat


pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Pengobatan Umum. Selanjutnya
seiring dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan kota Palembang, status
Puskesmas Keramasan pun turut berubah sesuai kebutuhan masyarakat dan
perkembangan fasilitas yang dimiliki oleh Puskesmas Keramasan.

Berdasarkan penilaian yang dilakukan pada tanggal 13-15 September


2018, maka Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan, Komisis Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melalui
surat pemberitahuan No. YM.01. 01./VI.12.1020/2018 tanggal 15 September
2018. Menetapkan bahwa Puskesmas Keramasan terakreditasi Utama.

Sejak berdirinya pada tahun 1981, puskesmas ini sudah mengalami


beberapa kali pergantian pimpinan, yaitu :
1. dr. Marni Rahim (Pimpinan Puskesmas Keramasan pertama kali,
tahun 1981-1987)
2. dr. Dewi Iriani (1987-1994)
3. dr. Hj. Ika Kartika (1994-2000)
4. dr. Ezrin Noer (2000-2005)
5. dr. Alfarobi (2005- 2009)
6. drg. H.M. Erwan Naupal (2009-2014)
7. drg. Andhika Sitasari (2 Januari 2015 – Sekarang)

3.3 Letak Geografi


Puskesmas Keramasan terletak di Jalan Abicusno Cokrosuyoso RT.10
Kelurahan Kemang Agung Kecamatan Kertapati Palembang. Puskesmas ini
berada di tengah-tengah pemukiman penduduk. Puskesmas Keramasan hanya
dapat ditempuh dengan mobil, ataupun speda motor pribadi, atau kendaraan
umum berupa becak atau bentor (becak motor). Secara ekonomis Puskesmas
Keramasan kurang strategis karena jauh dari jalur kendaraan umum.
35

Wilayah kerja Puskesmas Keramasan meliputi 2 (dua) kelurahan yaitu,


Kelurahan Kemang Agung dan Kelurahan Keramasan.

Tabel 3.1. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Keramasan


No Kelurahan Luas Wilayah
(Ha)
RT RW
1 Kemang Agung 302,5 51 9
2 Keramasan 3000 7
3302,5 88 16

Secara keseluruhan luas wilayah kerja Puskesmas Keramasan berkisar


sekitar ± 3.302,5 Ha. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Selatan : Kabupatan Muara Enim, Ogan Ilir


 Utara : Kelurahan Kertapati
 Timur : Kelurahan Kertapati
 Barat : Sungai Musi
Bangunan Puskesmas Keramasan dibangun di atas tanah seluas ±
904 m2 dan setelah mengalami renovasi dengan mengalihkan fungsi rumah
dinas menjadi ruang pelayanan di tahun 2017, maka luas bangunannya
menjadi ± 416 m2 saat ini. Puskesmas Keramasan memiliki 1 Puskesmas
Pembantu (Pustu) di RT 06 Kelurahan Keramasan yaitu Pustu Keramasan.

3.4 Keadaan Demografi


Wilayah kerja Puskesmas Keramasan meliputi 2 (dua) kelurahan yaitu,
Kelurahan Kemang Agung dan Kelurahan Keramasan dengan jumlah
penduduk 29.792 jiwa.

Berdasarkan data tahun 2018 keadaan sosial ekonomi dan mata


pencaharian pada dua kelurahan hampir sama, yaitu diantaranya :

 Buruh Kasar
 Pegawai Negeri
36

 Pedagang
 Pensiunan
 Petani
Pada demografi secara terperinci di wilayah kerja Puskesmas Keramasan
dapat dilihat pada table sebagai berikut:
37

Tabel 3.2. Peta Demografi di Wilayah Kerja Puskesmas Keramasan tahun


2018

KELURAHAN Jumlah
No Deskripsi Keramasan Kemang
Agung
1 Jumlah Penduduk 10,733 19,059 29,792
Laki-laki 5,513 9,801 15,314
Perempuan 5,220 9,258 14,478
2 Jumlah KK 2,898 5,065 7,963
Jumlah KK Gakin 1,464 4,021 5,485
Jumlah KK Non Gakin 1,434 1,044 2,478
3 Jumlah Ibu Bersalin 200 354 554
4 Jumlah Ibu Meneteki 563 1,001 1,564
(Buteki)
Jumlah Ibu Nifas 200 354 554
(Bufas)
5 Jumlah Wanita Usia 3,021 5,365 8,386
Subur (WUS)
6 Jumlah Wanita Peserta 1,464 4,021 5,485
KB akitif
7 Jumlah Bayi 191 339 530
8 Jumlah Anak Balita 746 1,325 2,071
9 Jumlah Balita 937 1,001 1,564
10 Jumlah Batita 563 538 3.396
11 Jumlah Baduta 378 671 1,049
12 Jumlah Remaja 1,966 3,492 5,458
13 Jumlah Usila 2,203 3,913 6,116
14 Jumlah Taman Kanak- 4 8 12
kanak (TK)
15 Jumlah SD/Madrasah 8 8 16
Ibtidaiyah
Negeri 6 8 14
Swasta 2 2
16 Jumlah SMP/Madrasah 1 1 2
Tsanawiyah
negeri 1 0 1
swasta 0 1 1
17 Jumlah SMA/ 0 0 0
38

Madrasah Aliyah
18 Jumlah Akademi 0 0 0
19 Jumlah Perguruan 0 0 0
tinggi
20 Jumlah kantor 1 3 4
21 Jumlah hotel 0 0 2
22 Jumlah Toko
23 Jumlah Pasar 1 1 2
24 Jumlah Restoran 1 5 6
25 Jumlah Salon 2 7 9
Kecantikan
26 Jumlah Mssjid 9 8 17
27 Jumlah Pesantren
28 Jumlah 10 12 22
Langgar/mushola
29 Jumlah Gereja - 1 1
30 Jumlah Pura - - -
31 Jumlah Kelenteng - - -
32 Jumlah Rumah 2,503 4,264 6,767
33 Jumlah Rumah Sehat 938 3,379 4,677
34 JumlahJamban Sehat 1,172 4,489 5,661
35 Sumber Air Bersih 47 3,284 3,331
(PDAM)
36 SAB Sumur Gali 884 165 1,049
37 SAB Sumur Tangan
38 SAB Sumur Artesis
39 SAB Air Hujan
40 SAB Air Sungai 2,344 43 2,387
41 Peserta Asuransi - - -
Kesehatan
42 Asuransi Jamsostek - - -
43 Asuransi Kesehatan - - -
Lainnya
44 Jumlah Panti Jompo - - -
45 Jumlah Panti Pijat - - -
46 Jumlah Praktek Bidan - 8 8
47 Jumlah Pengobatan - 1 1
Tradisional
48 Jumlah Rumah Sakit - - -
Pemerintah
49 Jumlah Rumah Sakit - - -
39

Swasta
50 Jumlah Balai - - -
Pengobatan
51 Jumlah Praktek Dokter - 1 1
Umum
52 Jumlah Praktek Dokter - - -
Gigi
53 Jumlah Praktek Dokter - - -
Bersama
54 Jumlah Laboratorium - - -
Kesehatan
55 Jumlah Apotik - - -
56 Jumlah Optik - - -
57 Jumlah Toko Obat - - -
58 Jumlah Panti Asuhan - - -

3.4.1 Penduduk
Tingkat pertumbuhan penduduk di suatu daerah dapat dilihat dari
angka pertumbuhan penduduk. Bila angka tersebut semakin tinggi berarti
tingkat pertumbuhan penduduk semakin cepat.

Tabel 3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Wilayah


Kerja Puskesmas Keramasan Tahun 2018
JUMLAH
NO KELOMPOK PENDUDUK
UMUR (TAHUN)
LAKI- PEREMPUAN TOTAL
LAKI
1 0-4 1.336 1.265 2.601
2 5-9 1.975 1.897 3.872
3 10-14 1.969 1.865 3.834
4 15-19 834 790 1.624
5 20-24
6 25-29
7 30-34
8 35-39 5.628 5.407 11.035
9 40-44
40

10 45-49
11 50-54
953 916 1.869
12 55-59 1.033 922 2.025
13 60-64 2.223
14 65-69
1.134 1.089
15 70-74 205 418
16 75+ 347 709
362
JUMLAH 15.223 14.569 29.792

3.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Puskesmas
Keramasan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatannya melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat Essensial, Upaya kesehatan pengembangan dan upaya
kesehatan perorangan.

Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial (UKM Essensial) meliputi :

1. Promosi Kesehatan (Promkes)


2. Sanitasi (Kesehatan Lingkungan)
3. Pelayanan Gizi KIA/KB
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
5. Surveilance dan Sentinel SKDR
6. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular

Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan (UKM Pengembangan)


meliputi:
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Jiwa
3. Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat
4. Upaya Kesehatan Tradisional dan Komplementer
5. Upaya Kesehatan Olahraga
6. Upaya Kesehatan Kerja
7. Upaya Kesehatan Indera
41

8. Upaya Kesehatan Lanjut Usia


9. Upaya Pelayanan Kesehatan Lainnya Sesuai Kebutuhan

Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dilaksanakan di dalam Gedung,


kegiatannya meliputi:

1. Pendaftaran, Informasi, Rujukan dan Rekam Medik


2. Pelayanan Kesehatan Umum
3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan KB
4. Pelayanan Kesehatan Anak dan Remaja
5. Pelayanan Imunisasi
6. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
7. Pelayanan DOTS
8. Konsultasi dan Konseling Gizi
9. Konsultai dan Konseling Kesehatan Lingkungan
10. Konsultai dan Konseling Kesehatan Masyarakat
11. Pelayanan Tindakan Kegawatdaruratan
12. Pelayanan Farmasi
13. Pelayanan Laboratorium
14. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Pembantu

Fasilitas yang disediakan di Puskesmas Keramasan ini adalah sbb :


1. Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (Poli KIA/KB)
Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayanan
kebidanan terhadap Ibu Hamil (Bumil), Ibu yang telah bersalin (Bufas),
Ibu Menyusui (Busui) dan imunisasi.
Untuk kegiatan KB, Puskesmas Kertapati melayani kebutuhan
masyarakat dalam hal KB berupa; Implant, Pil, Suntikan, dan Kondom.
Klinik ini dalam pelaksanaannya dilayani oleh tiga orang bidan terlatih.
42

2. Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (Poli Umum)


Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien dewasa, yaitu
pasien usia lebih dari >5 tahun. Pengobatan dilakukan terhadap pasien
umum, akses maupun pasien gakin (jamkesmas). Disamping itu, klinik
BP ini juga melayani tindakan kegawatdaruratan dan rujukan pasien dari
unit-unit fungsional lainnya yang tidak dapat ditangani di puskesmas
maupun terhadap pasien-pasien dengan kasus penyakit kronik yang
sudah berobat rutin di rumah sakit. Namun, sebelum dilakukan rujukan,
klinik BP dewasa juga akan melakukan perbaikan keadaan umum pasien,
baik kasus gawat darurat umum maupun kebidanan. Selayaknya
pelayanan kegawatdaruratan (UGD) dilaksanakn di tempat terpisah
dengan pelayanan BP dewasa (poliklinik). Namun karena keterbatasan
ruangan di Puskesmas, ruang BP dewasa dan UGD dijadikan satu.
Di klinik ini dilayani pula pengobatan terhadap penderita TB Paru dan
Kusta selain penyakit lainnya. Pada pelaksanaannya klinik ini dilayani
oleh seorang dokter umum, yang dibantu oleh perawat terlatih.

3. Klinik Pelayanan Kesehatan Anak (Poli Anak)


Klinik MTBS ini melayani pasien anak, yaitu usia 0-5 tahun. Pada
pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh seorang Dokter Umum yang
dibantu oleh para perawat terlatih. Pada klinik ini mulai dikembangkan
sistem Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) untuk anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk
anak usia 0-2 tahun. Dengan sistem MTBS dan MTBM ini,
penatalaksanaan terhadap anak sakit dilakukan secara komperhensif,
tidak hanya terfokus pada keluhan sakit anak, namun juga dilakukan
pemantauan terhadap status gizi, riwayat kelahiran, riwayat/pola makan
dan riwayat imunisasinya. Dengan demikian, apabila pada anak sakit ini
terdapat permasalahan gizi dan atau imunisasi, atau penyakitnya berbasis
lingkungan, maka akan dilakukan rujukan ke klinik gilinganmas,
disamping pengobatan (kuratif). Disamping itu pada klinik MTBS ini
43

juga akan senantiasa dilakukan penyuluhan sesuai dengan permasalahan


anak.
Disamping pengobatan, klinik MTBS juga melakukan pemantauan
terhadap tumbuh kembang anak usia 0-60 bulan melalui upaya Stimulasi,
Intervensi dan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (SIDDTK). Pada kegiatan
ini, dilakukan deteksi dini, stimulasi terhadap kasus dengan gangguan
tumbuh kembang. Kemudian juga dilakukan intervensi dengan kasus
gangguan tumbuh kembang dan rujukan kasus dengan gangguan tumbuh
kembang tersebut.

4. Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi (Poli Gigi)


Klinik ini melayani pengobatan dan perawatan gigi bagi seluruh
lapisan masyarakat yang membutuhkannya terutama pengobatan dasar
seperti pencabutan dan penembalan gigi.
Dalam pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh seorang Dokter Gigi
dan dibantu oleh para perawat gigi yang berpengalaman dan terlatih.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Puskesmas Kertapati
melaksanakan kegiatan umum terutama balita dan ibu hamil di posyandu-
posyandu. UKGS dan UKGMD dilaksanakan 3 kali setahun.

5. Klinik Promkes
Klinik ini melayani:
a. Gizi
Konsultasi Melayani konsultasi Gizi Masyarakat dan Gizi
Perorangan, baik didalam maupun diluar gedung.
Dilaksanakan oleh seorang Petugas Gizi, setiap hari.
b. Konsultasi Kesehatan Lingkungan (Sanitasi)
Memberikan konsultasi mengenai kesehatan dan keberhasilan
lingkungan Rumah Sehat, Jamban Sehat, Sarana Air Bersih,
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
44

Dilaksanakan oleh Sanitarian, setiap hari, baik didalam maupun


diluar gedung.

6. Laboratorium
Melayani pemeriksaan laboratorium sederhana seperti darah rutin,
tes widal, tes kolesterol, tes gula darah sewaktu, tes asam urat, test
kehamilan, HB dan HbsAG bagi ibu hamil, golongan darah dan BTA
sputum. Khusus untuk pemeriksaan BTA sputum, di Puskesmas
Kertapati petugas hanya membuat preparatnya saja, sedangkan
pembacaan hasilnya dilakukan oleh puskesmas lain yang telah ditunjuk.
Pelayanan dilakukan setiap hari bagi pasien yang membutuhkan.

7. Penyuluhan Kesehatan
Dilakukan pada perorangan ataupun perkelompok, baik
dilaksanakan di Puskesmas sekolah ataupun di tempat lain yang
membutuhkan.
Pelayanan ini akan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penyuluh yang
menguasai materi yang dibahas dan tenaga promotor kesehatan kontrak
dari dana DAK BOK yang direkrut oleh Dinas Kesehatan Kota.

8. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut


Puskesmas Kertapati khusus melayani pelayanan kesehatan
terhadap pasien lansia, yaitu pasien usia lebih dari 50 tahun. Puskesmas
santun Usia Lanjut ini merupakan program Puskesmas Kertapati yang
baru dilaksanakan tahun ini. Pelayanan kesehatan ini dilakukan dengan
mengutamakan pasien lansia, baik di loket pendaftaran, tempat
pemeriksaan kesehatan yang terpisah, maupun pelayanan di apotek. Hal
ini bertujuan agar pasien lansia tidak lama menunggu/mengantri,
mengingat keterbatasan fisik dan psikis pasien-pasien tersebut.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap pasien lansia adalah
pemeriksaan antropometri (BB,TB,Lingkar pinggung), tekanan darah,
45

Hb, gula darah, reduksi protein, disamping pemeriksaan terhadap


keluhannya (penyakit). Setiap pasien akan mendapat Kartu Menuju Sehat
Usia Lanjut (KMS Lansia). KMS ini bertujuan untuk memantau
kesehatan pasien lansia secara berkesinambungan. Disamping itu, juga
selalu dilakukan penyuluhan terhadap permasalahan kesehatan lansia
maupun penyakitnya.
Pada pelaksanaannya, pelayanan kesehatan lansia ini dilakukan
oleh seorang perawat terampil yang telah mendapat pelatihan khusus
kesehatan lansia. Namun, apabila terdapat kasus yang tidak dapat
ditangani, maka pasien tersebut akan dikonsulkan dengan dokter.
Untuk meningkatkan jangkauan pelayanannya, puskesmas santun
usia lanjut juga melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
terhadap pasien lansia melalui posyandu lansia. Pada saat ini Puskesmas
Kertapati telah memiliki 3 posyandu lansia, yang terdapat di masing-
masing kelurahan. Kegiatan Posyandu Lansia yang dilaksanakan sebulan
sekali ini meliputi pemeriksaan kesehatan berkala, pengobatan, arisan
lansia, pengajian, penyuluhan kesehatan dan senam lansia. Kegiatan di
posyandu lansia ini dilakukan oleh kader dan petugas dari puskesmas.

9. Klinik Kesehtan Reproduksi (Kespro)


Klinik Kesehatan Reproduksi (Kespro) merupakan salah satu
program puskesmas Kertapati yang khusus memberikan perhatian
terhadap permasalahan kesehatan reproduksi diwilayah kerja Puskesmas
Kertapati. Kegiatan ini dilaksanakan oleh seorang tenaga dokter umum,
perawat dan bidan.
Pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan didalam maupun
diluar gedung Puskesmas Kertapati. Kegiatan didalam gedung meliputi
pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasien dengan permasalahan
reproduksinya, baik terhadap kespro remaja, wanita usia subur dan pasien
lansia. Setelah itu, akan dilakukan pencatatan/register secara terpisah
terhadap pasien kespro, sehingga dapat diketahui pola kesakitan atau
46

permasalahan kespro di setiap kelompok usia. Pelayanan kesehatan


reproduksi didalam gedung dilakukan di unit BP dewasa, KIA dan ruang
santun usia lanjut. Disamping itu, juga akan dilakukan penyuluhan
terhadap pasien tersebut. Khusus terhadap pasien kespro WUS (wanita
usia subur), dilakukan konseling/penyuluhan terhadap pasangannya.
Sedangkan kegiatan kespro yang dilakukan diluar gedung meliputi
penyuluhan kesehatan reproduksi remaja di sekolah, yang biasanya
bersamaan dengan penyuluhan napza, dan skrining permasalahn kespro
remaja di sekolah.

10. Lain-lain
Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya,
Puskesmas Kertapati melakukan kegiatan-kegiatan secara jemput bola.
Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah Posyandu Balita di 23
Posyandu, Posyandu Lansia di 3 Posyandu, UKS/UKGS di 16 SD/MI, 7
SMP dan 5 SMA, UKGMD di 23 Posyandu serta melakukan kunjungan
ke rumah pasien bagi pasien-pasien yang membutuhkannya.

3.6 Fasilitas Penunjang Pelayanan Kesehatan


Untuk menunjang keberhasilan Puskesmas Keramasan dalam rangka
pelayanan kesehatan pada masyarakat, maka seluruh kegiatan harus
berpedoman pada Visi, Misi, Motto, dan Nilai Puskesmas Nagaswidak serta
pelaksanaannya harus berpedoman pada Protap-Protap (Standar Pelayanan)
yang telah dibakukan.

1. Visi
 Tercapainya Kecamatan Kertapati sehat Di Kelurahan Kemang Agung
dan Keramasan palembang
2. Misi
 Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
 Meningkatkan profesionalitas provider
47

 Memelihara dan meningkatkan upaya pelayanan kesehatan yang prima


 Menurunkan resiko kesakitan dan kematian
3. Motto
 “Melayani Dengan Hati”

3.7 Ketenagaan
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan sehari-harinya, Puskesmas Keramasan
di pimpin oleh seorang pimpinan Puskesmas yaitu drg. Andhika Sitasari (2
Januari 2015 – Sekarang) yang dibantu oleh 36 orang staf antara lain :
Tabel 3.4 Daftar Pegawai Puskesmas Keramasan Tahun 2018

No. NAMA NIP JABATAN

1 drg. Andhika Sitasari 19670311992032007 Pimpinan Puskesmas

2 dr. Rina Destriana 1621100114141817 Dokter Umum

3 dr. Selli Novita Belinda 1631220099230011 Dokter Umum

4 dr. Ade Pratiwi 1671102520080323 Dokter Umum

5 Ice Irawati 196007181980092000 Perawat Penyelia

6 Siti Asia 196308171985032009 Perawat Gigi Penyelia


Perawat Penyelia dan
7 Rojabiah 196312061988132006
KA.TU
8 Sri Gundarti,Am.Keb 196706261988112011 Bidan Penyelia

9 Syahrulina,SH 196805131990022001 Pelaksana

10 Meri Susanti,Am.Keb 197008091992032003 Bidan Penyelia

11 Kuswayuti,SKM 198103032011012004 Fungsional Umum

12 Sri Hartati, SKM 1982013120111012002 Fungsional Umum

13 Pebriyanti, Amg 197802202009032001 Nutrisionis Pelaksana

14 Suharyuni,AMKL 198602172009032001 Sanitarian Pelaksana

15 Mariana, Am.Kep 198612162009032001 Bidan Pelaksana


48

16 Yanti, AMKeb 197906162008012009 Perawat Pelaksana

17 RinaRomila, Am.Kep 197908122014072004 Bidan


Perawat Gigi
18 Dian Apgarini,AMKG 19820417200642006
Pelaksana
19 Elly Sumarni, Am.Kep Honda Perawat BP Umum
Staf TU
20 RM.Yudha Agustria,SIP Honda Bag.Administrasi
Rujukan
21 Abdul Kadir Honda Jaga Malam Pustu
Jaga Malam
22 Bunyani Honda
Puskesmas
23 Rudiyanto Honda Staf TU Bag. P care

24 Uta Gustriani, AMKG Honda Perawat Gigi

25 Reza Novita, Am.Keb Honda Bidan

26 Susilowati,Am.Kep Honda Perawat BP Umum

27 Suyanti,Am.Keb Honda Bidan

28 Henny Puspita Sari, Am.Keb Honda Bidan

29 Nurilla, Am.Keb Honda Bidan

30 Roma Uly G, Am.Keb Honda Bidan

31 Eka Lestari, Am.Kep Honda Perawat BP Umum

32 Sulastri,AMAK Honda Analis


Staf TU. Bag.
33 Yudiansyah Putra Daulay, S.E Honda Administrasi
Keuangan
34 Areiza Riana Sari, Am.Far Honda Asisten Apoteker

35 Ayu Wandari, Am.Keb Honda Bidan

36 Anggra Puspitasari, Am.Keb Honda Bidan


49

37 Niken Tri Gusti, SKM Honda Promosi Kesehatan

3.8 Struktur Organisasi

Untuk kelancaran tugas dan memenuhi kewajiban dalam memberikan


pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya berbagai
kegiatan administrasi lainnya, maka Puskesmas Keramasan menyusun
struktur Organisasi yang dipimpin oleh Pimpinan Puskesmas. Pelaksanaan
kegiatan disesuaikan dengan program kerja masing-masing di bawah
tanggung jawab pemegang program. Untuk lebih jelasnya Susunan
Organisasi Puskesmas Keramasan Tahun 2018 dapat dilihat pada gambar
berikut:

Pimpinan Puskesmas
drg. Andhika Sitasari

TIM AUDIT TIM


Wakil ketua manajemen mutu INTERNAL KESELAMATAN
dr.Selli Novita Belinda PASIEN
SkretarisSenna Audina,Am.Keb Niken Tri Gusti, dr. Rina Destriana
SKM

Yanti,Am.Kep
Elly Sumarni,
Dr.Selli Novita Belinda Am.Kep
Dian Apgarini, AMKG Suyanti, Am.Keb
TIM MUTU UKP Eka Lestari,Am.Kep Sulastri, AMAK
TIM MUTU ADMEN TIM MUTU UKM Ayu Wandari, Am.Keb
Yudiansyah Putra Suharyuni,AMKL Susilowati,Am.Kep
Daulay, S.E

Petugas Perkesmas Pebriyanti,AMG Nurila, Am.Keb


Sri Hartati,SKM Menni Puspita Sari, Anggra Puspita Sari, Am.Keb
Kuswayuti, SKM Am.Keb Areiza Riyana Sari, AmFar
Reza Novita, Am.Keb Marina, Am.Keb
Petugas Pengobatan
Dr. Ida Susanty Petugas Kes Olah Raga
Petugas Kes Jiwa Petugas KB
Dr. Siska Amelia Hj. Yuni Hartati,AMKG
Vivin Aryanti, Akper Nursyah Febriyanti, AMKeb
Neneng Sri Ahyani, S.Kep
Vivin Aryanti, Akper 50
Susanty, Akper
Sri Ayu Ningsih, AmKeb Petugas P2M/2TM Petugas Labor
Neneng Sri Ahyani, S.Kep Nurhayati, AMAK
Susanty, Akper
Sri Ayu Ningsih, AmKeb

Petugas Kamar Obat


Dwi Fitri Supriyanti
Petugas Pengobatan Edison
Dr. Ida Susanty,Dr. Siska Amelia
Neneng Sri Ahyani.S.Kep ,Vivin Aryanti,
Akper,Susanty, Akper, Deby Samelia
Sri Ayu Ningsih, AmKeb

3.9 Angka Kesakitan


Melalui pengamatan terhadap angka kesakitan dapat diketahui bahwa
sepuluh penyakit terbanyak pada kunjungan rawat jalan puskesmas
Keramasan adalah tersaji dalam table sebagai berikut:
Tabel 3.5 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Keramasan Tahun 2018

No Nama Penyakit Jumlah


1 ISPA 5.864
2 Hipertensi 4.273
3 Dermatitis dan Eksim 1.715
4 Cepalgia 1.708
5 Gastritis 1.460
6 Dispepsia 1.353
7 Atritis 1136
8 Mialgia 1.073
9 Diabetes Militus 1.053
10 Febris 254

Tabel 3.6 Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas KeramasanTahun 2018

No Nama Obat Jumlah


1 Parasetamol 500 Mg 56.600
2 Asam Mafenamat 500 mg 26.200
3 Amoxillin 500 Mg 18.800
4 Vitamin B 12 22.400
5 Antasida Doen Tablet 20.400
6 CTM 4 mg 16.320
7 Gliceryl Guaiacolate 26.000
8 Vit B Complex 30.000
9 Vit B12 (cyanocobalamin) 16.900
10 Vit C (Asam askorbat) 14.400

3.10 Program ISPA Pneumonia di puskesmas Keramasan tahun 2018


Program yang dilaksanakan meliputi :
1. Pengambilan data ISPA ke klinik swasta, DPM, di wilayah kerja
puskesmas
51

2. Penyuluhan tentang kasus pneumonia


Penyuluhan tentang penyakit pneumonia di puskesmas Keramasan tahun
2018 dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu :
Tabel 3.7. Kegiatan Penyuluhan Penyakit Pneumonia Di Puskesmas
Keramasan Tahun 2018
Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Care
Seeking 1 1 1

3.11 Program Care Seeking Penderita Pneumonia Di Puskesmas Keramasan


Pada puskesmas Keramasan tidak dilakukan care seeking. Menurut
pedoman pengendalian ISPA care seeking seharusnya petugas kesehatan
bersama kader secara aktif menemukan penderita baru dan penderita
pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2 hari setelah
berobat. Namun setelah dilakukan diskusi dengan petugas yang memegang
program P2ISPA care seeking ini tidak memberikan dampak yang besar
terhadap penemuan kasus baru pneumonia, mengingat penderita pneumonia
biasanya dirujuk oleh petugas kesehatan ke rumah sakit dengan diagnosis
asma, dan baru terdiagnosis pneumonia setelah di rumah sakit. Pasien baru
datang ke puskesmas untuk mengambil surat rujukan ke rumah sakit, dari
surat rujukan tersebut puskesmas baru tahu bahwa orang tersebut menderita
pneumonia. Care seeking tidak memberikan dampak yang besar karena rata-
rata penderita pneumonia sudah sembuh ketika datang ke puskesmas.
Belum dilakuakan care seeking penderita pneumonia di puskesmas
Keramasan didukung juga belum adanya pelatihan kepada petugas
puskesmas dan juga kader puskesmas, pelatihan tentang pneumonia
seharusnya dilakukan agar petugas dan kader dapat mengembangkan
promosi penanggulangan pneumonia dan diagnosis dini pneumonia secara
tepat. (Kemenkes, 2011)
52

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah


Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan, sehingga
untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada cakupan-cakupan program
Puskesmas Keramasan pada tahun 2018 perlu membandingkan antara
pencapaian dan target yang sudah dilakukan ditahun 2018.
Berdasarkan dari pencapaian cakupan-cakupan program di Puskesmas
Keramasan pada tahun 2018, ada beberapa program yang belum mencapai
target yang merupakan sebuah masalah dimana apabila tidak ditindaklanjuti
akan berdampak pada kesehatan masyarakat dilingkungan tersebut, sehingga
perlu mengidentifikasi beberapa masalah cakupan-cakupan program tersebut
seperti:

Tabel 4.1 Tabel Identifikasi Masalah

NO MASALAH Pencapaian (%) Target (%)


1 PHBS 45,6 67
2 TB Paru 38,7 75
3 Penemuan Kasus 32 100
Pneumoni
4 Pengawasan Tempat 84 25
Pengelolaan Makanan
5 Pencegahan dan 7,0 100
Penanggulangan PMS
dan HIV/AIDS
6 Cakupan Tempat- 11,3 84
Tempat Umum yang
memenuhi syarat
kesehatan
7 Cakupan Pengawasan 45,7 94
inspeksi sanitasi sarana
air bersih
53

4.2 Prioritas Masalah


Mengingat keterbatasan kemampuan mengatasi masalah secara
sekaligus maka akan dipilih prioritas dengan menggunakan matriks.
Dalam menentukan prioritas masalah diperlukan sebuah metode
pemecahan masalah. Penentuan prioitas masalah dapat di lakukan dengan
cara kuantitatif atau kualitatif berdasarkan data serta perhitungan kemudahan
dan kemampuan untuk dapat diselesaikan, keinginan masyarakat untuk
mengatasi masalah, berdasarkan situasi lingkungan sosial politik dan budaya
yang ada di masyarakat serta waktu dan dana yang diperlukan untuk
mengatasi masalah.
Untuk itu, dalam menentukan prioritas masalah, digunakan metode
Delbecq. Dalam menentukan kriteria prosesnya diawali dengan pembentukan
kelompok yang akan mendiskusikan, merumuskan, dan menetapkan kriteria.
Sumber data dan informasi yang diperlukan dalam penetapan prioritas
berdasarkan:
a. Pengetahuan dan pengalaman masing-masing anggota kelompok.
b. Saran dan pendapat para narasumber.
c. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan.
d. Analisa situasi.
e. Sumber informasi atau referensi lainnya.
Pada penggunaan Matriks USG, untuk menentukan suatu masalah yang
prioritas, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor
tersebut adalah urgency, seriuosness, dan growth (Depkes, 2006).
Urgency, seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan
dengan waktu yang tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi. Urgency dilihat dari
tersedianya waktu, mendesak atau tidak masalah tersebut diselesaikan
(Permenkes No 44 Tahun 2016).
Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut
terhadap organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi
organisasi seperti dampaknya terhadap produktivitas, keselamatan jiwa
54

manusia, sumber daya atau sumber dana. Semakin tinggi dampak masalah
tersebut terhadap organisasi maka semakin serius masalah tersebut.
Growth, Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau
dibiarkan (Permenkes No 44 Tahun 2016).
Untuk mengurangi tingkat subyektivitas dalam menentukan masalah
prioritas, maka perlu menetapkan kriteria untuk masing-masing unsur USG
tersebut. Umumnya digunakan skor dengan skala tertentu. Misalnya
penggunaan skor skala 1-5. Semakin tinggi tingkat urgensi, serius, atau
pertumbuhan masalah tersebut, maka semakin tinggi skor untuk masing-
masing unsur tersebut (Depkes, 2006)

Tabel 4.2 Matriks USG Prioritas Masalah


NO KRITERIA URGENC SERIOUSNES GROWT TOTAL
Y (U) S (S) H (G) (UxSxG)
MASALAH
1 PHBS 5 5 5 125
2 Cakupan 4 4 4 64
Pengawasan
inspeksi sanitasi
sarana air bersih
3 Pengawasan 5 5 4 100
Tempat
Pengelolaan
Makanan (TPM)
4 Cakupan Tempat- 4 5 4 80
Tempat Umum
(TTU) yang
memenuhi syarat
kesehatan
5 Pencegahan dan 5 4 4 100
Penanggulangan
PMS dan
HIV/AIDS
6 TB Paru 5 5 5 125
7 Penemuan Kasus 5 5 4 100
Pneumoni dan
55

Pneumoni berat
ditangani

Berdasarkan matriks USG diatas didapatkan urutan masalah adalah :


1. PHBS
2. TB Paru
3. Pnemuan kasus Pneumoni dan Pneumoni Berat ditangani
4. TPM
5. HIV/AIDS
6. TTU
7. Cakupan Pengawasan inspeksi sanitasi sarana air bersih

4.3 Perumusan Masalah


Rendahnya Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia (32%) di Puskesmas
Keramasan pada Tahun 2018.

4.4 Identifikasi Penyebab Masalah


Berdasarkan perhitungan penulis didapatkan angka cakupan pneumonia
di puskesmas Keramasan Palembang belum memenuhi target yaitu 32% dari
target yang ditetapkan yaitu sebesar 100%. Berdasarkan pendekatan sistem,
dapat ditelaah penyebab-penyebab dari kurangnya balita dengan pneumonia
yang ditemukan. Masalah tersebut dapat disebabkan oleh input, proses, dan
lingkungan. Input terdiri dari 5 komponen, yaitu: Man, Money, Method,
Material, dan Machine. Sedangkan pada proses terdiri dari P1 (perencanaan),
P2 (Pergerakan dan pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan, pengendalian, dan
penilaian). Disamping itu, lingkungan dapat mempengaruhi input dan proses.
Selain itu untuk mencari akar penyebab masalah dapat menggunakan
fishbone diagram seperti tertera dalam gambar berikut:

Gambar 4.1 Fishbone Diagram Mencari Akar Penyebab Masalah

Manusia Metode
56

Penyuluhan kurang
Peran kader
masih kurang Data bayi, balita,
Pengetahuan ortu
kurang apras tidak
akurat

Cakupan
Peran kader masih penemuan
kurang kasus
Pneumonia
dan pneumoni
Sarana untuk berat
Medan sulit
pemeriksaan masih ditangani
dijangkau
kurang

Dana pelatihan kader


Dana Sosek
terbatas terbatas
rendah

Sarana Dana Lingkungan

4.5 Rekapitulasi Penyebab Masalah


Berdasarkan analisis pendekatan sistem, maka didapatkan penyebab
masalah adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya tenaga kesehatan terlatih


2. Penjaringan kasus pneumonia masih kurang dan tidak dilakukannya care
seeking

3. Brosur mengenai pneumonia tidak ada


4. Tidak semua masyarakat berobat ke puskesmas

4.6 Prioritas Masalah


Masalah yang mempunyai total angka tertinggi dari hasil penjumlahan yang
akan menjadi prioritas masalah.
57

Tabel 4.3 Prioritas Masalah berdasarkan USG


U: urgent Paling Sangat Mendesak Biasa Tidak
(mendesak) mendesak mendesak mendesak
5 4 3 2 1
S: serious Fatal Sangat Gawat Biasa Tidak
(Gawat) gawat Gawat
5 4 3 2 1
G: Growth Sangat cepat Cepat Agak Biasa Lambat
(Perkembangan Cepat
)
5 4 3 2 1

Tabel 4.4 Penentuan Prioritas Masalah


No Aspek Masalah Urgens Seriousness Growt Total
i h
1. Kurangnya tenaga 4 4 3 48
kesehatan terlatih

2. Penjaringan kasus 4 5 4 80
pneumonia masih kurang
dan tidak dilakukannya care
seeking
3. Brosur mengenai 4 4 4 64
pneumonia tidak ada
4. Tidak semua masyarakat 4 4 4 64
berobat ke puskesmas
Dari hasil skoring dengan metode USG diatas, didapatkan prioritas
masalahnya adalah penjaringan kasus pneumonia yang masih kurang dan tidak
dilakukannya care seeking.

4.7 Alternatif Penyelesaian Masalah


Tabel 4.5 Alternatif Penyelesaian Masalah

Prioritas Masalah Alternatif Penyelesaian Masalah


Penjaringan kasus pneumonia  Mengadakan pelatihan dan
yang masih kurang dan tidak pembinaan terhadap petugas
dilakukannya care seeking puskesmas dalam mengidentifikasi
58

penemuan kasus pneumonia serta


menggiatkan program kunjungan
rumah (care seeking) di Puskesmas
Nagaswidak
 Mengikutsertakan tokoh masyarakat
dan instansi lain sebagai motivator
serta lebih menggiatkan dan melatih
kader dalam mengelola kegiatan
penemuan kasus pneumonia
 Penyuluhan dan pembinaan
masyarakat tentang penyakit
pneumonia dengan pendekatan yang
menarik agar masyarakat lebih
waspada terhadap penyakit
pneumonia.

4.8 Penyelesaian Masalah


Penyelesaian masalah upaya peningkatan cakupan kasus pneumonia pada
balita di Puskesmas Keramasan Palembang yaitu melakukan penemuan kasus
secara aktif dengan mengadakan pelatihan dan pembinaan petugas puskesmas
dalam mendeteksi kasus pneumonia serta menggiatkan program kunjungan
rumah (care seeking) agar tidak ada pasien pneumonia yang terabaikan atau
yang tidak terdata, mengikutsertakan tokoh masyarakat dan instansi lain
sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan
penemuan kasus pneumonia serta melakukan sosialisasi dan pembinaan
masyarakat tentang gejala dan bahaya dari pneumonia dengan pendekatan
yang menarik agar masyarakat lebih peduli terhadap penyakit pneumonia.
59

Tabel 4.6 Penyelesaian Masalah Terpilih


No Alternatif Penyelesaian Urgensi Seriousness Growth Total
Masalah
1. Mengadakan pelatihan dan 5 5 5 125
pembinaan petugas
puskesmas dalam
mengidentifiksi penemuan
kasus pneumonia serta
menggiatkan program
kunjungan rumah (care
seeking)
2. Mengikutsertakan tokoh 5 5 4 100
masyarakat dan instansi lain
sebagai motivator serta lebih
menggiatkan kader dalam
mengelola kegiatan
penemuan kasus pneumonia

3. Penyuluhan dan pembinaan 4 5 4 80


masyarakat tentang penyakit
pneumonia dengan
pendekatan yang menarik
agar masyarakat lebih
waspada terhadap penyakit
pneumonia

Dari tabel tersebut untuk penyelesaian masalah terpilih bagi program cakupan
penemuan kasus pneumonia melalui Program Pemberantasan (P2) ISPA yang ada
di Puskesmas Keramasan Palembang adalah mengadakan pelatihan dan
pembinaan petugas puskesmas dalam mendeteksi kasus pneumonia serta
menggiatkan program kunjungan rumah (care seeking) agar tidak ada pasien
pneumonia yang terabaikan atau yang tidak terdata.
60

4.9 Susunan Rencana Usulan Kegiatan


Tabel 4.7. Rencana Usulan Kegiatan
No Upaya Kegiatan Tujuan Sasaran Target Kebutuhan Sumber Daya Indikator Sumber
Kesehatan Keberhasilan Pembiayaan
Dana Alat Tenaga

1 Penemuan Melakukan Meningkatkan Masyarakat Peningkatan BOK Mic, Petugas Peningkatan BOK
kasus secara penyuluhan pengetahuan penemuan Laptop, puskesmas penemuan
aktif masyarakat kasus brosur/ pasien
mengenai pneumonia leaflet pneumonia
peran serta gejala
masyarakat pneumonia
dan kader
dalam
menemukan
pasien
pneumoni

Pelatihan Untuk Kader Peningkatan BOK ATK Petugas Peningkatan BOK


petugas dan menciptakan penemuan P2ISPA penemuan
kader petugas dan kasus puskesmas pasien
kader yang pneumonia pneumonia
terlatih baik
dalam kinerja
dan
pengetahuan
mengenai
pneumonia

BAB V
61

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan Evaluasi Program MTBS Puskesmas Keramasan
Palembang dengan cara pendekatan sistem dapat diambil kesimpulan
bahwa Program MTBS di Puskesmas Keramasan Palembang tahun 2018
belum berhasil sepenuhnya.

1. Cakupan penemuan penderita Pneumonia di Puskesmas Keramasan


Palembang tahun 2018 yakni 32% dari target 100%.
2. Penyebab tidak tercapainya target program MTBS dengan pneumonia
di Puskesmas Keramasan Palembang dengan prioritas masalah
penjaringan kasus pneumonia yang masih kurang dan tidak
dilakukannya care seeking.

5.2. Saran
1. Penyelesaian masalah untuk tercapainya target
program MTBS dengan pneumonia di Puskesmas Keramasan
Palembang yaitu melakukan penemuan kasus secara aktif dengan
mengadakan pelatihan dan pembinaan petugas puskesmas serta
menggiatkan program kunjungan rumah (care seeking), menggiatkan
kader, sosialisasi dan pembinaan masyarakat tentang kasus
pneumonia.
2. Mengikutsertakan tokoh masyarakat dan instansi
lain sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam
mengelola kegiatan penemuan kasus pneumonia.
3. Penyuluhan dan pembinaan masyarakat tentang
penyakit pneumonia dengan pendekatan yang menarik agar
masyarakat lebih waspada terhadap penyakit pneumonia
62

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 2002. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Binapura Aksara. Edisi Revisi.


Jakarta Barat.

Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar


Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2017. Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit Revisi
Tahun 2011. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Perencanaan Tingkat


Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Petunjuk Teknis Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten / Kota. Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 828/MenKes/SK/IX/2008. Biro Hukum dan
Organisasi SetJen DepKes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Standar Pelayanan Minimal


Bidang Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun
2016. Biro Hukum dan Organisasi SetJen DepKes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas


Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2017. Profil Kesehatan Sumatera


Selatan tahun 2017.

Feriani. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pneumonia.


(http://www.lontar.ui.ac.id/file=digital/1256875yang-Literatur, Diakses 28
Mei 2018)
63

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2012. World Pneumonia Day (Hari
Pneumonia Dunia). (www.idai.co.id/kegiatanidai.asp , Diakses pada tanggal
28 Mei 2018)

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Permenkes RI No 741 Tahun 2008 Tentang


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota . Jakarta:
Depkes RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Buku Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran


Pernafasan Akut (ISPA) untuk Kader. Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Modul Tatalaksana Standar


Pneumonia. Jakarta :Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan.

Peraturan Menteri Kesehatan. 2014. Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat


Kesehatan Masyarakat

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Nomor 44 Tahun 2016


Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti Pedomanan


Tatalaksanan Dan Diagnosis. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Hal 1-15

Puskesmas Keramasan. 2018. Profil puskesmas Keramasan. Palembang :


Puskesmas Keramasan.
64

Anda mungkin juga menyukai