Anda di halaman 1dari 56

NEUROTRANSMITTER

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Neuroscience


Dosen pengampu
dr. H.Jofizal Jannis, Sp, S (K)

Disusun oleh

Jurusan DIV Fisioterapi Program Alih jenjang

PROGRAM STUDI D-IV ALIH JENJANG JURUSAN FISIOTERAPI


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...………………………………………………………… 1
1.2. Tujuan penulisan………………………………………………………… 1
BAB II: ISI
2.1. Pengertian Neurotransmitter…………………………………………….. 2
2.2. Mekanisme Kerja Neurotransmiter …………………………………….. 3
2.3. Jenis Neurotransmitter………………………………………………….. 10
2.4. Fungsi Neurotransmitter………………………………………………... 16
2.5. Penyakit-penyakit defisit Neurotransmiter
2.5.1. Parkinson…………………………………………………… 17
2.5.2. Miastenia Gravis…………………………………………… 24
2.5.3. Alzhaimer…………………………………………………… 26
2.5.4. Scrizhopenia………………………………………………… 30
2.5.5. Epilepsi……………………………………………………… 39
2.5.6. Depresi……………………………………………………… 48
BAB III: PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………… 52

DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………… 53
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


System saraf adalah system organ yang terdiri atas serabut saraf yang tersususn atas sel-sel
saraf yang saling terhubung dan esensial untuk persyarafan sensoris indrawi, aktivitas motoric
volunteer dan involunter organ jaringan tubuh, homeostatis berbagai proses fisiologis tubuh.
System saraf merupakan jaringan paling rumit dan paling penting karena terdiri dari jumlah sel
saraf (neuron) yang saling terhubung dan vital untuk perkembangan Bahasa, pikiran dan
ingatan. Satuan kerja utama dalam system saraf ada neuron yang diikat oleh sel-sel glia.
Otak manusia adalah organ yang unik, tempat diaturnya proses berfikir,berbahasa,kes
adaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu
neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang otak, yang berkerja secara simbiosis.
Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untukmenunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsalistrik yang di
kenal sebagai potensial aksi.
Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan
mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini
dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi
sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain asetilkolin, dopamin, serotonin,
epinefrin, norepinefrin. karena neurotransmitter berperan dalam mempengaruhi sikap, perilaku,
maka hal itulah yang menjadikan daya tarik penyusun untuk membahasnya lebih lanjut dalam
bentuk makalah.
1.2 TUJUAN PENULISAN
a.Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai hal
yang berhubungan dengan neurotransmitter.
b.Tujuan Khusus
1.Mampu menjelaskan pengertian dari neurotransmitter
2.Mampu menjelaskan fungsi dari neurotransmitter
3.Mampu menjelaskan cara kerja neurotransmiter
4.Mampu menjelaskan macam – macam neurotransmitter
5.Mampu menjelaskan Penyakit akibat kelainan Neurotransmitter diantaranya Parkinson,
Miestenia grafis, Alzhaimer, Scrizhopenia,Epilepsi,Depresi,

1
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Nurotransmiter Secara Umum


Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf
otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf
simpatis maupun parasimpatis.
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari sistem
saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan
X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat.
Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf
kranial X). Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur
oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan perubahan-
perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun penurunan
aktivitas.
Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi refleks otonom
kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual, refleks otonom lainnya
meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas, pengosongan
2.1.1 Anatomi sistem saraf simpatis
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal (torak 1 sampai
lumbal 2). Serabut-serabut saraf ini melalui rangkaian paravertebral simpatetik yang berada
disisi lateral korda spinalis yang selanjutnya akan menuju jaringan dan organ-organ yang
dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Tiap saraf dari sistem saraf simpatis terdiri dari satu
neuron preganglion dan saraf postganglion.Badan sel neuron preganglion berlokasi di
intermediolateral dari korda spinalis.9 Serabut saraf simpatis vertebra ini kemudian
meninggalkan korda spinalis melalui rami putih menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia
dari rangkaian paravertebral simpatik.
Ganglia prevertebra yang berlokasi di abdomen dan pelvis, terdiri dari ganglia coeliaca,
ganglia aoarticorenal, mesenterica superior dan inferior.Ganglia terminal berlokasi dekat
dengan organ yang disarafi contohnya vesica urinaria dan rektum.

2
Sistem saraf parasimpatis daerah sakral terdiri dari saraf sakral II dan III serta kadang-
kadang saraf sakral I dan IV. Serabut -serabut saraf ini mempersarafi bagian distal
kolon,rektum, kandung kemih, dan bagian bawah uterus, juga mempersarafi genitalia eksterna
yang dapat menimbulkan respon seksual.
Berbeda dengan sistem saraf simpatis,serabut preganglion parasimpatis menuju ganglia
atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan. Serabut postganglion saraf
parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia yang sesuai,ini berbeda dengan sistem
saraf simpatis, dimana neuron postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari
rangkaian paravertebra simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.
2.1.2 Fisiologi sistem saraf otonom
Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari kedua
bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin. Serabut postganglion sistem saraf
simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai neurotransmitter. Neuron- neuron yang
mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik. Serabut postganglion
sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal
sebagai serabut kolinergik. Sebagai tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar
keringat dan beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter.
Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin sebagai
neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang
dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun
parasimpatis.
Neurotransmiter merupakan senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara
neuron. terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan datangnya
potensial aksi. Neurotransmitter yang dikemas kedalam vesikel sinaptik berkerumun dibawah
membran disisi presynaptic sinaps, dan dilepaskan kedalam celah sinaptik, di mana mereka
mengikat pada reseptor di membran pada sisi postsynaptic dari sinaps. (Feriawati: 2006).
Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan neurotransmitter.

2.2 Mekanisme Kerja Neurotransmiter


Proses neurotransmitter berawal dari neuron menyintesis zat kimia yang akan berfungsi
sebagai neurotransmitter. Kemudian neuron menyintesis neurotransmitter yang berukuran
lebih kecil pada ujung-ujung akson dan menyintesis neurotransmitter yang berukuran lebih
besar (peptida) pada badan sel. Selanjutnya neuron mentransportasi neurotransmitter peptida
kearah ujung-ujung akson (Neuron tidak mentransportasikan neurotransmitter yang
3
berukuran kecil karena ujung-ujung akson adalah tempat pembuatannya). Potensial aksi
berkonduksi disepanjang akson. Potensial aksi pada terminal post sinaptik meyebabkan ion
kalsium dapat memasuki neuron. Ion kalsium melepaskan neurotransmitter dari terminal post
sinaptik ke celah sinaptik. Molekul neurotransmitter yang telah dilepaskan, berdifusi lalu
melekat dengan reseptor sehingga mengubah aktifitas neuron post sinaptik. Selanjutnya,
neurotransmitter melepaskan diri dari reseptor.
Neurotransmitter dapat diubah menjadi zat kimia yang tidak aktif tergantung pada zat kimia
penyusunnya. Molekul neurotransmitter dapat dibawa kembali ke neuron prasimatik untuk
didaur ulang atau dapat berdifusi dan hilang.

Gambar 1: 7 cara kerja neurotransmiter


Langkah-langkah neurotransmitter
1. Synthesis: Neurotransmitter disintesis oleh transformasi enzimatik dari prekursor.
2. Storage: dikemas di dalam vesikula sinaptik.
3. Release: dilepaskan dari terminal presinaptik oleh eksositosis ketika kalsium
memasuki terminal akson selama potensial aksi. Berdifusi melintasi sinaptik
membran postsinaptik.
4. Binding: mengikat protein reseptor.
5. Inactivation: Neurotransmitter terdegradasi baik dengan dipecah secara
enzimatis, atau digunakan kembali oleh pengambilan ulang aktif.
2.2.1 Receptors

4
Komponen makromolekul sel (umumnya berupa protein) yang berinteraksi dengan
senyawa kimia endogen pembawa pesan (hormon, neurotransmitter, mediator kimia
dalam sistem imun, dll) untuk menghasilkan respon seluler Berdasarkan efeknya,
reseptor dibagi menjadi:
1. Inotropic
Ionotropic reseptors biasa juga disebut dengan ligand gated ion channels.
Ionotropic bekerja dengan cepat. Reseptor yang mengikat ion kanal. Terdiri dari
synaps transmission cepat. Contohnya: nAchR, GABA dan glutamate receptors of
the NMDA, AMPA dan kainate types
2. Metabotropic
Biasa disebut juga dengan reseptor terhubung protein G. Metabotropic bekerja
lebih daripdaionotropic. Terdiri dari tujuh heliks alfa transmembran. Contohnya
adalah Dopamin dan Glutamat.

Pelepasan neurotransmiter biasanya mengikuti kedatangan sebuah potensial


aksi pada sinapsis, tetapi juga dapat mengikuti potensi listrik dinilai. Rendahnya tingkat
dasar rilis sederhana, juga terjadi tanpa stimulasi listrik. Neurotransmitter disintesis dari
precusor berlimpah dan sederhana, seperti asam amino, yang tersedia dari julah kecil
langkah biosintesis untuk mengkonversi. Ketika gelombang tersebut mencapai sinapsis,
sejumlah molekul neurotransmitter dilepaskan dan bergerak menuju penyerap yang
terletak pada membrane neuron lain yang berada di dekat sinapsis. Seluruh aktivitas
manusia yang berkenaan dengan otak di atur melalui tiga cara, yaitu sinyal listrik pada
neuron, zat kimiawi yang di sebut neurotransmitter dan hormon yang dilepaskan ke dalam
darah. Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan neurotransmitter. (King: 102).

5
Gambar 2 Neurotransmitter
Gambar diatas memperlihatkan ilustrasi dari elemen utama pada tranmisi sinapsis
sebuah gelombang elektrokimiawi yang disebut potensi aksi bergerak sepanjang akson
sebuah neuron. Ketika gelombang tersebut mencapai sinapsis, sejumlah molekul
neurotransmitter dilepaskan dan bergerak menuju penyerap yang terletak pada membrane
neuron lain yang berada di dekat sinapsis.
Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak di atur melalui tiga
cara, yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut neurotransmitter dan
hormon yang dilepaskan ke dalam darah. Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan
neurotransmitter.
Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:
1. Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina
2. Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin, melatonin
3. Bentuk lain: asetilkolina, adenosina, anandamida, dll.
Puluhan jenis neurotransmiter yang telah teridentifikasi di bentuk melalui asupan yang
berbeda. Bahan dasar pembentuk neurotransmiter adalah asam amino. Asam amino
merupakan salah satu nutrisi otak terpenting, yang berfungsi meningkatkan kewaspadaan,
mengurangi kesalahan, dan memacu kegesitan pikiran.
Fungsi asam amino antara lain:
1. Penyusun protrein, termasuk enzim.
2. Kerangka dasar sejumlah senyawa penting dalam metabolisme (terutama
vitamin hormon, dan asam nukleat)
3. Pengikat logam penting yang di perlukan dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

6
Asam amino di dapatkan dari sumber-sumber protein. Kadar protein tinggi dapat
ditemukan pada makanan/minuman seperti susu, daging, telur dan keju. Sedangkan protein
yang terdapat dalam sayur-sayuran memiliki kadar terbatas.
Neurotransmitter adalah penghantar bahan kimia dari system saraf. Neurotransmitter
adalah molekul yang dimana harus memenuhi sejumlah kriteria harus diklasifikasikan
sebagai neurotransmiter. Kriteria ini biasanya harus dipenuhi melalui berbagai ilmu
pengetahuan dasar dan studi penelitian klinis. Zat yang hanya memiliki telah ditunjukkan
untuk memenuhi beberapa kriteria yang disebut sebagai neurotransmitter putatif, berarti
mereka belum terbukti secara eksperimental untuk memenuhi semua kriteria.

Kriteria Untuk Neurotransmitter


1. Jika diberikan secara eksogen sebagai suatu obat, molekul eksogen menyerupai efek
neurotransmitter endogen.
2. Terdapat suatu mekanisme di dalam neuron atau celah sinaptik untuk menghilangkan
atau deaktifasi neurotransmitter.
3. Molekul ditemukan dalam neuron prasinaptik dan dilepaskan pada depolarisasi
dalam jumlah yang bermakna secara fisiologis
4. Molekul disentesis dalam neuron.

Klasifikasi
Tiga jenis utama neurotransmiter di otak adalah biogenik amina, asam amino, dan
peptida. Amina biogenik adalah neurotransmitter yang paling dikenal, karena mereka
adalah yang pertama temukan. Tetapi, mereka merupakan zat neurotransmiter yang hanya
sebagian kecil dari neuron. Neurotransmitter asam amino terlambat untuk ditemukan,
terutama karena kesulitan dalam membedakan asam amino yang ada sebagian besar
protein dari asam amino sama bertindak terpisah sebagai neurotransmitter.
Neurotransmitter asam amino ditemukan lebih dari 70% dari neuron. Neurotransmiter
peptida adalah Intermediate sedang dalam hal persentase neuron yang berisi
neurotransmitter tipe itu, tapi mereka jauh melampaui dua kategori lainnya dalam jumlah
tipis (sekitar 200 hingga 300 dari neurotransmiter dari jenis telah putatively diidentifikasi).
Kriteria neurotransmiter penuh telah terpenuhi hanya beberapa peptida tersebut saat ini.
Namun demikian, bukti yang menunjukkan bahwa neurotransmiter peptida putatif, pada
kenyataannya, neurotransmiter umumnya kuat.

7
Neurotransmisi Kimiawi
Neurotransmisi kimiawi adalah suatu proses yang melibatkan pelepasan
neurotransmitter oleh satu neuron dan mengikat molekul neurotransmiter dengan reseptor
pada neuron lain. Proses neurotransmisi kimia dipengaruhi oleh obat yang paling banyak
digunakan dalam psikiatri. Semua obat antipsikotik dengan pengecualian clozapine
(clozaril), dianggap menunjukkan efeknya dengan menghambat reseptor dopamine tipe 2
(D2); hampir semua antidepresan menunjukkan efeknya dengan meningkatkan jumlah
serotonin atau norepinefrin atau keduanya dalam celah sinaptik dan hamper semua
ansiolitik dianggap menunjukkan efeknya pada reseptor GABAa yang berikatan dengan
saluran ion klorida.

Neuromodulator dan Neurohormon


Kata yang paling sering digunakan untuk menunjukkan sinyal kimia yang mengalir
antara neuron adalah neurotransmitter, meskipun kata-kata dan neurohormonnya
neuromodulators juga digunakan dalam beberapa kasus untuk menekankan karakteristik
khusus. Berbeda dengan efek bersifat langsung dan singkat dari sebuah neurotransmitter,
neuromodulator, sebagai namanya, memodulasi respon neuron terhadap neurotransmitter.
Efek modulasi juga ditemukan untuk jangka waktu yang lebih lama dari biasanya untuk
suatu molekul neurotransmiter un. Dengan demikian, suatu zat neuromodulasi mungkin
memiliki efek pada neuron selama jangka waktu yang panjang, dan efek yang mungkin
lebih terlibat dengan fine( tuning) dibandingkan dengan mengaktifkan atau langsung
menghambat generasi dari sebuah potensial aksi. neurohormon A dibedakan oleh
kenyataan bahwa ia dilepaskan ke dalam aliran darah bukan ke dalam ruang extraneuronal
di otak. Setelah dalam aliran darah, neurohormon kemudian dapat berdifusi ke ruang
extraneuronal dan memiliki efek pada neuron.

8
Gambar 2.2 Neurotransmiter dengan lokalisasi diskrit dalam otak.

Berikut tipe-tipe neurotransmitter berdasarkan cara kerjanya:


a. Neurotransmitter eksitasi (excitatory)
Neurotransmitter eksitasi bekerja dengan mendorong neuron target untuk melakukan
sebuah aksi. Beberapa contoh neurotransmitter eksitasi yang terkenal adalah
epinephrine dan norepinephrine.
b. Neurotransmitter inhibisi (inhibitory)
Neurotransmiter ini dapat menghambat aktivitas neuron, sehingga berkebalikan
dengan cara kerja neurotransmitter eksitasi. Salah contoh neurotransmitter inhibisi
adalah serotonin.Beberapa neurotransmitter dapat bekerja sebagai eksitasi maupun
inhibisi. Contoh dari neurotransmitter ini yaitu dopamin dan asetilkolin.
c. Neurotransmitter modulator
Neurotransmitter modulator, atau sering disebut sebagai neuromodulator,
merupakan neurotransmitter yang dapat memengaruhi neuron dalam jumlah besar
pada satu waktu. Selain itu, neurotransmitter modulator juga dapat berkomunikasi
dengan neurotransmitter lainnya.
Ketika Neurotransmitter Tidak Bekerja Dengan Baik
Seperti banyak proses tubuh lainnya, hal-hal terkadang bisa salah. Mungkin tidak
mengherankan bahwa sistem seluas dan serumit sistem saraf manusia akan rentan terhadap
masalah. Beberapa hal yang mungkin terjadi:
1. Neuron mungkin tidak cukup memproduksi neurotransmitter tertentu
2. Neurotransmitter mungkin diserap kembali terlalu cepat

9
3. Terlalu banyak neurotransmitter dapat dinonaktifkan oleh enzim
4. Terlalu banyak neurotransmitter tertentu yang mungkin dilepaskan
Ketika neurotransmitter dipengaruhi oleh penyakit atau obat-obatan, mungkin ada
sejumlah efek samping yang berbeda pada tubuh. Penyakit seperti Alzheimer, epilepsi, dan
Parkinson berhubungan dengan defisit neurotransmiter tertentu.
Para ahli kesehatan menyadari peran neurotransmiter dalam kondisi kesehatan mental,
itulah sebabnya obat yang memengaruhi tindakan pembawa pesan kimiawi tubuh sering
diresepkan untuk membantu mengobati berbagai kondisi kejiwaan.
Misalnya, dopamin dikaitkan dengan hal-hal seperti kecanduan dan skizofrenia.
Serotonin berperan dalam gangguan mood termasuk depresi dan OCD. Obat-obatan, seperti
SSRI, dapat diresepkan oleh dokter dan psikiater untuk membantu mengatasi gejala depresi
atau kecemasan.Obat kadang-kadang digunakan sendiri, tetapi juga dapat digunakan bersama
dengan perawatan terapeutik lain termasuk terapi perilaku kognitif.
Obat yang Mempengaruhi Neurotransmiter, Mungkin aplikasi praktis terbesar untuk
penemuan dan pemahaman mendetail tentang bagaimana fungsi neurotransmiter adalah
pengembangan obat yang memengaruhi transmisi kimiawi. Obat-obatan ini mampu
mengubah efek neurotransmitter, yang dapat meringankan gejala beberapa penyakit.
Agonis vs Antagonis: Beberapa obat dikenal sebagai agonis dan berfungsi dengan
meningkatkan efek neurotransmiter tertentu. Obat lain dan disebut sebagai antagonis dan
bertindak untuk memblokir efek neurotransmisi.
Efek Langsung vs Tidak Langsung: Obat-obatan yang bekerja saraf ini dapat dipecah
lebih lanjut berdasarkan apakah mereka memiliki efek langsung atau tidak langsung. Mereka
yang memiliki efek langsung bekerja dengan meniru neurotransmiter karena struktur
kimianya sangat mirip. Mereka yang memiliki dampak tidak langsung bekerja dengan
bertindak pada reseptor sinaptik.
Obat yang dapat mempengaruhi transmisi saraf termasuk obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit termasuk depresi dan kecemasan, seperti SSRI, antidepresan trisiklik, dan
benzodiazepin.
Obat-obatan terlarang seperti heroin, kokain, dan mariyuana juga berpengaruh pada
transmisi saraf. Heroin bertindak sebagai agonis yang bertindak langsung, meniru opioid
alami otak cukup untuk merangsang reseptor terkait. Kokain adalah contoh obat yang bekerja
tidak langsung yang mempengaruhi transmisi dopamine.

2.3 Jenis Neurotransmiter


10
Neurotransmitter mempunyai tiga golongan neurotransmitter molekul-kecil
konvesional asam amino, monoamines (monoamin), dan acetycholine (asetilkolin).
Berlawanan dengan neurotransmitter molekul-kecil, hanya ada satu golongan
neurotransmitter molekul-besar: neuropeptides (neuropeptida). Kebanyakan
neurotransmitter menghasilkan eksitasi atau inhibisi, atau bukan kedua-duanya. Akan tetapi,
beberapa menghasilkan eksitasi ketika mengikatkan diri pada sebagian subtipe reseptor
mereka dan menghasilkan inhibisi ketika mengikat diri pada subtipe reseptor yang lain.
Ada banyak neurotransmitter yang berbeda. Tiap-tiap nya memainkan peran dan fungsi
khusus dalam jalur yang spesifik. Sementara bebrapa neurotransmitter merangsang atau
membangkitkan neuron untuk menembak, lainnya atau dapat menghambat neuron untuk
menembak. (King: 103).

Gambar 1 Golongan neurotransmitter

Neurotransmitter dibagi menjadi beberapa jenis, seperti:

11
1. Asetilkolin (Ach) (CH3COOCH2CH2N+(CH3)3)
Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang tidak diproduksi didalam neuron.
Asetilkolin merupakan zat yang memacu hubungan antar neuron,neuron dan otot polos
instestinum serta neuron dan otot serat lintang. Asetilkolin ditransportasikan ke otak dan
ditemukan diseluruh bagian otak.
Ach berada diseluruh sistem saraf pusat dan perifer. Asetilkolin memiliki konsentrasi
tinggi di basal ganglia dan cortex motorik. Fungsinya untuk proses penyimpanan memori,
mengatur atensi,rasa haus, pengaturan mood, tidur REM, memfasilitasi perilaku seksual dan
tonus otot.
Asetilkolin merupakan substansi transmitter yang disintesis diujung presinap dari
koenzim asetil A dan kolin dengan menggunakan enzim kolin asetiltransferase. Kemudian
substansi ini dibawa ke dalam gelembung spesifiknya. Ketika kemudian gelembung
melepaskan asetilkolin ke dalam celah sinap, asetilkolin dengan cepat memecah kembali
asetat dan kolin dengan bantuan enzim kolinesterase, yang berikatan dengan retikulum
proteoglikan dan mengisi ruang celah sinap. Kemudian gelembung mengalami daur ulang
dan kolin juga secara aktif dibawa kembali ke dalam ujung sinap untuk digunakan kembali
bagi keperluan sintesis asetilkolin baru.
Gejala defisit zat ini dapat menyebabkan, kurangnya inhibisi, berkurangnya fungsi
memori, euphoria, antisosial, penurunan fungsi bicara. Dan apabila berlebiahan zat ini dapat
meyebabkan over-inhibisi, anxietas & depresi, keluhan somatic.

2. Norepinephrine, Epinephrine, dan Dopamine


Noepinephrine, epinephrine, dan dopamine dikelompokkan dalam cathecolamines.
a. Norepinephrine (noradrenaline) (C8H9NO3)
Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam
konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral.
Norepinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui
proses reuptake aktif. Norepinephrine menghambat penembakan neuron dalam system
saraf pusat, tetapi membangkitkan otot jantung, jantung, usus dan alat urogenitalia,
mengendalikan kewaspadaan, berfungsi dalam proses pembelajaran dan memori.
Defisit zat ini menyebabkan ketumpulan, kurang energi (fatigue) dan depresi. Bila
berkelebihan zat ini maka menyebabkan Anxietas, kesiagaan berlebih, penurunan rasa
waswas, paranoid, kurang napsu makan.
12
b. Dopamin (NO2C8H11)
Merupakan neurotransmiter yang mirip dengan adrenalin dimana mempengaruhi
proses otak yang mengontrol gerakan, respon emosional dan kemampuan untuk
merasakan kesenangan dan rasa sakit. Dopamin sangat penting untuk mengontrol gerakan
keseimbangan. Dopamin berlokasi di CNS dan diproduksi dalam subtantia nigra serta
dipindahkan dari celah sipnatik dari enzim MAO. Dopamin membantu dalam mengatur
fungsi pikiran,pengambilan keputusan, mengendalikan pergerakan volunter dan
membantu dalam mengintegrasikan kognisi. Bila defisit zat ini secara ringan akan
bergejala kurang control impuls, kurang spatiality, kurang kemampuan berpikir
abstrakJika kekurangan dopamin akan menyebabkan berkurangnya kontrol gerakan
seperti kasus pada penyakit Parkinson. Jika kekurangan atau masalah dengan aliran
dopamine dapat menyebabkan orang kehilangan kemampuan untuk berpikir rasionil,
ditunjukkan dalam skizofrenia. dari perut tegmental area yang banyak bagian limbic
sistem akan menyebabkan seseorang selalu curiga dan memungkinkan untuk mempunyai
kepribadian paranoia. Jika kekurangan Dopamin di bidang mesocortical dari daerah perut
tegmental ke neocortex terutama di daerah prefrontal dapat mengurangi salah satu dari
memori.
Dan bila deficit berat zat ini bisa mengakibatkan Parkinson’s, Gangguan Endocrine,
Gangguan pergerakan, Substance abuse. Sedangkan bila berlebihan zat ini secara ringan
dapat menyebabkan Meningkatkan kreativitas, kemampuan generalisasi dan peningkatan
spatialitas. Bila berlebihan zat ini dengan kadar berat berdampak schizophrenia,
disorganized thinking, loose association, tic, dan stereotypic behavior.

c. Epinephrine(C9H23NO3)
Epinefrin merupakan salah satu hormon yang berperan pada reaksi stres jangka
pendek. Epinefrin disekresi oleh kelenjar adrenal saat ada keadaan gawat ataupun
berbahaya. Di dalam aliran darah epinefrin dengan cepat menjaga kebutuhan tubuh saat
terjadu ketegangan, atau kondisi gawat dengan memberi suplai oksigen dan glukosa lebih
pada otak dan otot. Selain itu epinefrin juga meningkatkan denyut jantung, stroke volume,
dilatasi dan kontraksi arteriol pada gastrointestinal dan otot skeleton. Epinefrin akan
meningkatkan gula darah dengan jalan meningkatkan katabolisme dari glikogen menjadi
glukosa di hati dan saat bersamaan menurunkan pembentukan lipid dari sel-sel lemak.
Epinefrin memiliki banyak sekali fungsi di hampir seluruh tubuh, diantaranya dalam
13
mengatur konsentrasi asam lemak, konsentrasi glukosa darah, kontrol aliran darah ginjal,
mengatur laju metabolisme, kontraksi otot polos, termogenesis kimia, vasodilatasi,
vasokonstriksi, dll. (Feriawati: 2006)

d. Serotonin (C10H12N2O)
Serotonin (5-hydroxytryptamine, atau 5-HT) adalah suatu neurotransmitte
rmonoamino yang disintesiskan dalam neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf
pusat (CNS) dan sel-sel enterochromaffin dalam saluran pencernaan.
Pada system saraf pusat serotonin memiliki peranan penting sebagai neurotransmitter
yang berperan pada proses marah, agresif, temperature tubuh, mood, tidur, human
sexuality, selera makan, dan metabolisme, serta rangsang muntah.
Serotonin memiliki aktivitas yang luas pada otak dan variasi genetic pada reseptor
serotonin dan transporter serotonin, yang juga memiliki kemampuan
untuk reuptake yang jika terganggu akan memiliki dampak pada kelainan neurologist.
Obat-obatan yang mempengaruhi jalur dari pembentukan serotonin biasanya
digunakan sebagai terapi pada banyak gangguan psikiatri, selain itu serotonin juga
merupakan salah satu dari pusat penelitian pengaruh genetic pada perubahan genetic
psikiatri.
Pada beberapa studi yang telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa pada beberapa
orang dengan gangguan cemas memiliki serotonin transporter yang tidak normal dan efek
dari perubahan ini adalah adanya peluang terjadinya depresi jauh lebih besar dibanding
orang normal.Dari peneltian terbaru juga didapatkan bahwa serotonin bersama-sama
dengan asetilkolin dan norepinefrin akan bertindak sebagai neurotransmitter yang
dilepaskan pada ujung-ujung saraf enteric. Kebanyakan nuclei rafe akan mensekresi
serotonin yang membantu dalam pengaturan tidur normal. Serotonin juga merupakan
salah satu dari beberapa bahan aktif yang akan mengaktifkan proses peradangan, yang
akan dimulai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal sampai pada tahap
pembengkakan sel jaringan, selain itu serotonin juga memiliki kendali pada aliran darah,
kontraksi otot polos, rangsang nyeri, system analgesic, dan peristaltic usus halus.
Serotonin berfungsi dalam pengaturan tidur, mengatur suasana hati, perhatian,
belajar, persepsi nyeri dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku agresi atau
marah dan libido. Dalam mengatur tidur dan bangun, serotonin bekerjasama dengan
asetilkolin dan norepinefrin.

14
Kelainan Serotonin berimplikasi terhadap beberapa jenis gangguan jiwa yang
mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, tidur, kognitif,
dan gangguan makan. Bila deficit zat ini mengakibatkan irritabilitas & agresif, depresi &
ansietas, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, gangguan tidur & gangguan kognitif,
gangguan makan, obsessive compulsive disorder (OCD). Sedangkan bila berlebihan zat
ini Sedasi, penurunan sifat dan fungsi aggresi, pada kasus yang jarang: halusinasi.
e. GABA (Asam gama-aminobutirat)
GABA ditemukan pada seluruh sistem saraf pusat. GABA berlokasi di Hipotalamus,
hipocampus, korteks, serebelum,basal ganglia, medula spinalis, retina. GABA menjaga
penembakan banyak neuron dan membantu ketepatan sinyal yang dibawa dari satu
neuron ke neuron berikutnya. membatasi kecepatan transmisi antar neuron (otak tidak
menjadi panas saat digunakan).
f. Glutamat (C5H9NO4)
Glutamat adalah sel-sel pyramid/kerucut dari korteks, serebelum dan sistem sensori
aferen primer, hipokampus, thalamus, hipotalamus, medulla spinalis. Glutamat
merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak dimana hampir tiap area otak
berisi glutamat. Glutamat memiliki konsentrasi tinggi di corticostriatal dan di dalam sel
cerebellar.
Glutamate merupakan neurotransmitter yang paling umum di sistem saraf pusat,
jumlahnya kira-kira separuh dari semua neurons di otak. Sangat penting dalam hal
memori. Kelebihan Glutamate akan membunuh neuron di otak. Terkadang kerusakan
otak atau stroke akan mengakibatkan produksi glutamat berlebih akan mengakibatkan
kelebihan dan diakhiri dengan banyak sel-sel otak mati daripada yang asli dari trauma.
AlS, lebih dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig’s, dari hasil produksi berlebihan
glutamate. Banyak percaya mungkin juga cukup bertanggung jawab untuk berbagai
penyakit pada sistem saraf, dan mencari cara untuk meminimalisir efek.
Gangguan pada neurotrasmitter ini akan berakibat gangguan atau penyakit bipolar
afektif dan epilepsy. Bila deficit zat ini. gangguan memori, low energy, distractibilitas
dan schizophrenia. Sedangkan bila berlebihan dapat menyebabkan kindling, seizures dan
bipolar affective disorder.
g. Oksitosin
Oksitosin merupakan sebuah hormon dan neurotransmitter yang memainkan peranan
penting dalam pengalaman cinta dan ikatan antar manusia.
h. Endorfins
15
Endorfins merupakan suatu senyawa kimia yang diproduksi di dalam otak dan spinal
cord. Endorfins berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan mood,
melindungi tubuh dari perasaan sakit dan meningkatkan perasaan tenang serta
mempengaruhi perasaan senang dan bahagia. Dalam keadaan defisit akan menimbulkan
keluhan somatic dan endorphin sering kali disebut morfin yang diproduksi oleh tubuh.
i. Purine dan Peptides
i. Purine
kategori bahan kimia, termasuk adenosin dan beberapa turunannya.
ii. Peptides
Neuropeptida merupakan kelompok transmitter yang sangat berbeda dan biasanya
bekerja lambat dan dalam hal lain sedikit berbeda dengan yang terdapat pada transmitter
molekul kecil. (Feriawati: 2006). Sekitar 40 jenis peptida diperkirakan memiliki fungsi
sebagai neurotransmitter. Peptida ini mula-mula dilepaskan ke dalam aliran darah oleh
kelenjar endokrin, kemudian hormon-hormon peptida itu akan menuju ke jaringan-
jaringan otak. Fungsi utama untuk mengatur emosi dan fungsi pusat reward serta fungsi
lainnya melakukan konsolidasi pada memori dan mengatur reaksi terhadap
stress.Neuropeptida tidak disintesis dalam sitosol pada ujung presinap. Namun
demikian, zat ini disintesis sebagai bagian integral dari molekul protein besar oleh
ribosom-ribosom dalam badan sel neuron. Molekul protein selanjutnya mula-mula
memasuki retikulum endoplasma badan sel dan kemudian ke aparatus golgi, yaitu
tempat terjadinya perubahan berikut:
a) Protein secara enzimatik memecah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil
dan dengan demikian melepaskan neuropeptidanya sendiri atau prekursornya.
b) Aparatus golgi mengemas neuropeptida menjadi gelembung-gelembung
transmitter berukuran kecil yang dilepaskan ke dalam sitoplasma.
c) Gelembung transmitter ini dibawa ke ujung serabut saraf lewat aliran aksonal
dari sitoplasma akson, berkeliling dengan kecepatan lambat hanya beberapa
sentimeter per hari.
d) Akhirnya gelembung ini melepaskan trasnmitternya sebagai respon terhadap
potensial aksi dengan cara yang sama seperti untuk transmitter molekul kecil.
Namun gelembung diautolisis dan tidak digunakan kembali.
2.4 Fungsi Neurotransmiter.
Puluhan jenis neurotransmiter yang telah teridentifikasi di bentuk melalui asupan yang
berbeda. Bahan dasar pembentuk neurotransmiter adalah asam amino. Asam amino merupakan
16
salah satu nutrisi otak terpenting, yang berfungsi meningkatkan kewaspadaan, mengurangi
kesalahan, dan memacu kegesitan pikiran. Fungsi asam amino antara lain:
i. Penyusun protrein, termasuk enzim.
ii. Kerangka dasar sejumlah senyawa penting dalam metabolisme (terutama
vitamin,hormon, dan asam nukleat)
iii. Pengikat logam penting yang di perlukan dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

2.5. Penyakit-penyakit Defisit Neurotransmiter


2.5.1 Parkinson
Parkinson menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)
adalah Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah
penyakit Alzheimer. Pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah dopamin di
otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di
substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung kronik dan
progresif, dan belum ditemukan obat untuk menghentikan 6 progresifitasnya.
Progresifitas penyakit bervariasi dari satu orang ke orang yang lain. (PERDOSSI,
2016)
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui, atau idiopatik. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap
zat toksik yang belum diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat. Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di
substansia nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum
jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan timbulnya penyakit
parkinson adalah sebagai berikut:
• Usia Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang paling lazim
setelah penyakit Alzheimer, dengan insidens di Inggris kira-kira 20/100.000
dan prevalensinya 100-160/100.000. Prevalensinya kira-kira 1% pada umur
65 tahun dan meningkat 4- 5% pada usia 85 tahun
• Genetik Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan,
karena kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal

17
pada orang kembar memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari
concordance pada kembar monozigot dan dizigot. Pandangan bahwa genetik
terlibat pada beberapa bentuk penyakit Parkinson telah diperkuat,
bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset
penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang sangat
tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early onset.
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal
dominan. Pada pasien dengan 7 autosomal resesif parkinson, ditemukan
delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK 2) di kromosom 6. Selain itu
juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit
Parkinson pada keluarga meningkatkan faktor resiko menderita penyakit
Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada
usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh
keturunan, gejala parkinsonism tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus
genetik di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100
penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman
menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab
genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit
itu terjadi pada usia 46 tahun
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars
compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik
eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Substansia nigra
(sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak (brain
stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur
seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem
saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel
neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan
refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Dopamin
18
diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis. Reduksi ini
menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis menurun,
menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik.
Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis untuk
mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi
terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-
motorik.
Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di sistem saraf pusat
(SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor,
kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural. Lewy bodies adalah
inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan dense
cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra
adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson,
karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih
memahami 9 patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang
ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal.
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis
berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat
kelompok inti batang otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik
lewat traktus piramidalis, sedangkan yang tidak langsung lewat sistem
ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal
menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram 6 Ganglia
Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
2. Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
3. Globus Palidus (GP)
4. Substansia Nigra (SN)
5. Nucleus Subthalami (STN)

Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran


sertanya GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik
dengan inti medula spinalis. Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari
korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area menuju ke
19
GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus
internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) melalui
GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke
intiinti talamus (antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars oralis, VAPC:
Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM: centromedian).
Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebut berasal. Masukan
dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis (traktus
piramidalis). Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya
kelainan di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok
inti disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan
neurotransmitter yang bermacam-macam. Namun ada dua kaidah yang perlu
dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi
kelainan ganglia basalis.
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan
cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik
dengan 10 saraf kolinergik, dan perubahan keseimbangan jalur direk
(inhibisi) dan jalur indirek (eksitasi). Hipotesis terbaru proses patologi yang
mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres
oksidatif menyebabkan terbentuknya formasioksiradikal, seperti dopamin
quinon yang dapat bereaksi dengan α-sinuklein (disebut protofibrils).
Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitinproteasomal
pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme
patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:6 Efek lain dari stres
oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-oxide (NO)
yang menghasilkan peroxynitric-radical. Kerusakan mitikondria akibat
penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-
elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel. Perubahan akibat proses inflamasi
di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.
Dua hipotesis yang disebut juga mekanisme degenerasi neuronal pada
penyakit Parkinson ialahhipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. 1.
Hipotesis Radikal Bebas Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine
dapat merusak neuron nigrostriatal, karena proses ini menghasilkan
hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme
20
pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia
lanjut mungkin mekanisme ini gagal. 1. Hipotesis Neurotoksin Diduga satu
atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses neurodegenerasi pada
Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam
menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan
gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi
informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan.
Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk
gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan
kesalahan yang terjadi sewaktu program gerakan 11 diimplementasikan.
Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan
involunter.
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri
khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran
tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga
sewaktu tidur.Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam
atau memulung-mulung (pil rolling).
Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-
ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup,
lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat
waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor). Tremor tidak hanya
terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan
bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).
Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita
bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar).
Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti.
Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat
penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. Rigiditas/kekakuan Pada
stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya
terdeteksi pada gerakan pasif. Biasanya lebih jelas bila pergelangan difleksi
21
dan ekstensi pasif dan pronasi serta supinasi lengan bawah secara pasif. Pada
stadium lanjut rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan
tahanan bila persendianpersendian digerakkan secara pasif. Rigiditas
merupakan peningkatan terhadap regangan otot pada otot antagonis dan
agonis. Salah satu gejala dini dari rigiditas ialah hilangnya gerak asosiasi
lengan bila berjalan.
Peningkatan tonus otot pada sindrom prakinson disebabkan oleh
meningkatnya aktifitas neuron motorik alfa. Kombinasi 12 dengan resting
tremor mengakibatkan bunyi seperti gigi roda yang disebut dengan cogwheel
phenomenon muncul jika pada gerakan pasif. Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada impuls
optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal ini
mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi motorneuron
gamma dan alfa. Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat
perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul.
Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari
pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih
tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit
itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat
mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat.
Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan
mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangka. Gejala
lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu
untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.
Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Keadaan tersebut juga
berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi
dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada
22
level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi
tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh. 13 Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus
hal ini merupakan gejala dini.
Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson) Berjalan dengan langkah
kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut
kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan. Bicara Monoton Hal ini karena bradikinesia dan
rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau
mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara
bisikan ) yang lambat. Demensia Adanya perubahan status mental selama
perjalanan penyakitnya dengan defisit kognitif. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut,
sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul,
asal diberi waktu yang cukup.
Gejala lain Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan
diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif). 1. Gejala Non-Motorik
Disfungsi otonom Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan
sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostat Kulit berminyak dan
infeksi kulit seborrheic Pengeluaran urin yang banyak Gangguan seksual
yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku
orgasme.
Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi Ganguan
kognitif, menanggapi rangsangan lambat 14 Gangguan tidur, penderita
mengalami kesulitan tidur (insomnia) Gangguan sensasi Kepekaan kontras
visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna. Penderita sering
mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic,
suatu kegagalan system saraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan
darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan. Berkurangnya atau
hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia)
Peranan Fisioterapis pada Parkinson
a. Edukasi Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai
penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur dan
23
menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.
b. Terapi Rehabilitasi Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah
beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalahmasalah sebagai
berikut: Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang
salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily
Living – ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan
fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Latihan fisioterapi meliputi:
latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi trunkus, latihan
frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di
lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor
panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu:
Strategi kognitif: untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tandatanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
Strategi gerak: seperti bila akan belok saat berjalan gunakan
tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila
ingin memungut sesuatu Strategi keseimbangan: melakukan ADL
dengan duduk atau berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan
dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari escalator atau
pintu berputar. Saat berjalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat.

2.5.2 Miastenia Gravis


a. Pengertian
Tubuh didukung oleh saraf dan otot-otot rangka untuk membantu Anda bergerak
bebas. Maka adanya masalah atau gangguan pada saraf dan otot tentu akan
berpengaruh buruk pada kemampuan gerak Anda. Myasthenia gravis adalah
salah satu gangguan neuromuscular penyebab kelemahan otot yang paling sering

24
menyerang orang-orang sekitar usia paruh baya. Biasanya, penyakit ini mulai
muncul pada wanita sebelum usia 40 tahun dan pria setelah 60 tahun.
b. Mekanis mepenyakit
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun. Penyakit autoimun adalah
penyakit yang terjadi akibat system kekebalan tubuh (sistemimun) malah
menyerang sel-sel dan jaringan sehat dalam tubuh Anda sendiri, bukannya zat
asing penyebab penyakit sebenarnya.
Sistem imun menyerang tubuh Anda sendiri dengan menciptakan antibodi yang
sama dengan seharusnya dipakai untuk menyerang bakteri, virus, maupun benda
asing lain dalam tubuh. Dalam kasus miastenia gravis, antibody memblokir atau
menghancurkan reseptor asetilkolin pada sambungan otot kerangka yang
menyebabkan gangguan komunikasi antara saraf dan otot. Akibatnya, otot-otot
Anda menerima sinyal saraf yang lebih sedikit sehingga mengakibatkan
kelemahan.

c. Neurotransmitter yang berperan


Asetilkolin salah satu fungsinya untuk memfasilitasi tonus otot.

d. Tanda dan gejala


Beberapa gejala yang muncul ketika otot melemah, seperti:
• Kesulitan bicara.
• Kesulitan menelan, sehingga sering tersedak.
• Kesulitan mengunyah, karena otot-otot yang bertugas untuk mengunyah
mulai lemah.
• Otot wajah melemah sehinggga wajah terlihat lumpuh.
• Kesulitan bernapas karena lemahnya otot-otot dinding dada.
• Kelelahan.
• Suara berubah serak.
• Kelopak mata terkulai.
• Penglihatan ganda atau diplopia.
e. Peran Fisioterapi
• Breathing Exercise
Masalah adanya ganguan nafas

25
Pemberian breathing exercise ( abdominal Breathing ) untukmemenuhi
kebutuhan oksigen dalam tubuh.
• Nebulizer
Saat terjadi retensi mukose, maka pemberian nebulizer bisa jadi salahsatu
alternative untuk tujuan pengenceran dahak.
• Latihan Batuk Efektif
Memberikan bagaimana latihan batuk yang efektif, sehingga pasien tidak
terfosir energinya, tetapi tidak bisa mengeluarkan dahak.
• NEMS
Pada kondisi kelemahan otot, sebagai contoh kelemahan otot-otot
pengunyah, kelemahan kelopakmata, fisioterapi dapat
memberikanElektrical Stimulation. Untuk menstimulasi otot-otot yang
mengalami kelemahan. Stimulasi ini bersifat reedukasi kembali otot sesuai
dengan fungsinya.
• TerapiLatihan
Pasien2 yang bed rest, Fisioterapis dapat memberikan Passive Exercise
danStreaching untuk menjaga sifat fisiologisotot. Dosis gentle sesuai
tolerasi .

2.5.3 Alzhaimer
Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf
sehingga menyebabkan kematian sel otak. Penyakit Alzheimer terjadi secara
bertahap, dan bukan merupakan bagian dari proses penuaan normal dan
merupakan penyebab paling umum dari demensia. Demensia merupakan
kehilangan fungsi intelektual, seperti berpikir, mengingat, dan berlogika, yang
cukup parah untuk mengganggu aktifitas sehari-hari.Demensia bukan
merupakan sebuah penyakit, melainkan sebuah kumpulan gejala yang
menyertai penyakit atau kondisi tertentu. Gejala dari demensia juga dapat
termasuk perubahan kepribadian, mood, dan perilaku.
Meskipun Penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah faktor yang
saat ini berhasil diidentiifikasi yang tampaknya dalam timbulnya penyakit ini.
Faktor genetik berperan dalam timbulnya Alzheimer Disease pada beberapa kasus,

26
seperti dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial telah
memberikan pemahaman signifikan tentang patogenesis alzheimer disease familial,
dan, mungkin poradik. Mutasi di paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan
berkaitan secara eksklusif dengan AD familial. Berdasarkan keterkaitan antara
trisomi 21 dan kelainan mirip AP di otak yang sudah lama diketahui, mungkin
tidaklah mengherankan bahwa mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah
suatu lokus di kromosom 21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang
dikenal sebagai protein prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan
amiloid yang ditemukan di berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita
Alzheimer disease. Mutasi dari dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin
2, yang masing- masing terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan
pada AD familial terutama kasus dengan onset dini Pengendapan suatu bentuk
amiloid, yang berasal dari penguraian APP merupakan gambaran yang konsisten
pada Alzheimer disease. Produk penguraian tersebut yang dikenal sebagai β- amiloid
(Aβ) adalah komponen utama plak senilis yang ditemukan pada otak pasien
Alzheimer disease, dan biasanya juga terdapat di dalam pembuluhdarah otak.
Hiperfosforilisasi protein tau merupakan keping lain teka-teki Alzheimer
disease. Tau adalah suatu protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan
mikrotubulus intra akson. Selain pengendapan amiloid, kelainan sitoskeleton
merupakan gambaran yang selalu ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan
dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi tau, yang keberadaanya mungkin
menggaggu pemeliharaan mikrotubulus normal. Ekspresi alel spesifik apoprotein E
(ApoE) dapat dibuktikan pada AD sporadik dan familial. Diperkirakan ApoE
mungkin berperan dalam penyaluran dan pengolahan molekul APP. ApoE yang
mengandung alel ε4 dilaporkan mengikat Aβ lebih baik daripada bentuk lain ApoE,
dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin ikut meningkatkan pembentukan fibril
amiloid.
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,
neurofibrillarytangles, dan hilangnya neuron/sinaps.Plak neuruitik mengandung β-
amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara plak difus (atau
nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunkan untuk deposisi amyloid tanpa
abnormalitas neuron.Deteksi adanya ApoE di dalam plak β-amyloid menunjukkan
bukti hubungan antara amylodogenesis dan ApoE.Plak neuritik juga mengandung
protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase
27
akut, sehingga komponen inflamasi juga dapat terlibat pada patogenesis penyakit
Alzheimer. Gen yang mengkode ApoE terdapat di kromosom 19 dan gen yang
mengkode amyloid prekursor protein (APP) terdapat di kromosom 21. Adanya
sejumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologis utama untuk diagnosis
penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan plak ini
juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia. Dilaporkan
bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai
deposisi amyloid yang cukup di korteks cerebri untuk memenuhi kriteria diagnosis
penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dari penyakit,
masih belum diketahui.

Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang


mengandung tau yang terhiperfosforilasi pada pasanagn filamen helix.
Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai neurofibrillary
tangles di beberapa lapisan hippokampus dan korteks entorhinal, tapi struktur
ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia.
Neurofibrillary tangles inin tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga
timbul pada penyakit dementia lannya.
Orang dengan alzheimer disease mengalami gangguan progresif daya ingat dan
fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan
mudah disalah-sangka sebagai depresi, penyakit penting lain pada usia lanjut.
Gangguan kognitif berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5 hingga 15 tahun,
yang menyebabkan disorientasi total dan hilangnya fungsi bahasa dan fungsi
luhur korteks lainnya. Pada sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan

28
gerakan khas parkinsonisme, biasanya berkaitan dengan adanya pembentukan
badan lewy
Tabel 1. Manifestasi Demensia Jenis Alzheimer(1)
muncul pada tahap awal, gangguan memori
hal-hal yang baru lebih berat dari yang lama,
▪ Gangguan memori
memori verbal dan visual juga terganggu,
memori procedural relatif masih baik
muncul pada tahap awal, sulit untuk
mengubah mental set, sulit untuk mendorong
▪ Gangguan perhatian perhatian dan perservasi, gangguan untuk
mempertahankan gerakan yang terus
menerus
muncul pada tahap awal, gangguan dalam
▪ Gangguan fungsi visuo-
hal menggambat dan mencari.menemukan
spasial
alur
▪ Gangguan dalam
muncul pada tahap awal, gangguan hal
pemecahan
abstraksi dan menyatakan pendapat
masalah
▪ Gangguan dalam
kemampuan muncul pada tahap awal
berhitung
▪ Gangguan kepribadian kehilangan rem, agitasi, mudah tersinggung
▪ Gangguan isi pikiran Waham
▪ Gangguan afek Depresi
sulit menemukan kata yang tepat, artikulasi
▪ Gangguan berbahasa
dan komprehensi relative masih baik
gangguan visual, penghiduan, dan
▪ Gangguan persepsi
pendengaran: halusinasi, ilusi
▪ Gangguan praksis apraksia ideasional dan ideomotor
▪ Gangguan kesadaran dari menolak pendapat bahwa dia sakit, mungkin
penyakit diikuti waham,konfabulasi, dan indifference
▪ Gangguan kemampuan
muncul dikemudian hari
sosial

29
▪ Defisit motoric muncul dikemudian hari, relative ringan
▪ Inkontinensia urin dan
muncul dikemudian hari
alvi
▪ Kejang/epilepsy muncul dikemudian hari

Peran fisioterapi
i. Meningkatkan fungsional fisik ODD, seperti mobilitas, keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.
ii. Mengurangi risiko jatuh.
iii. Meningkatkan kebugaran dan fungsi kardiovaskular.
iv. Meningkatkan kualitas tidur.
v. Mengurangi keluhan nyeri lokal pada muskuloskeletal (otot dan tulang atau
sendi).
vi. Meningkatkan mood dan mencegah penurunan fungsi mental lebih berat.
vii. Program fisioterapi juga bermanfaat untuk caregiver dan keluarga, antara lain
melalui:
viii. Edukasi dan mengajarkan metode-metode khusus yang dapat diaplikasikan di
aktivitas keseharian
ix. ODD.
x. Mengetahui risiko-risiko kesalahan dalam melakukan gerakan yang dapat
mengakibatkan
xi. cidera pada ODD.
xii. Mengetahui berbagai teknik dan metode dengan pendekatan biomekanik
dalam membantu ODD
xiii. untuk menghindari risiko cidera pada caregiver, seperti teknik membantu ODD
pada posisi tidur
xiv. ke duduk, duduk ke berdiri, atau berdiri ke duduk, berdiri, dan berjalan.

2.5.4. Scrizhopenia
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, scizein yang memiliki arti “terpisah / batu
pecah” dan phren berarti “jiwa”. Secara umum Skizofrenia diartikan sebagai pecahnya
/ ketidakserasian antara emosi, kognitif, dan perilaku. Skizofrenia adalah suatu
psikosis fungsional dengan gangguan mental kronis atau menahun utama pada proses

30
pikir serta ketidak serasian antara proses pikir dan emosi. Kemauan dan psikomotor
disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-
bagi sehingga inkoherensi.
Pada Skizofrenia, kesadaran dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang di kemudian hari
(Sutejo, 2013). Penyakit Skizofrenia atau Schizophrenia artinya kepribadian yang
terpecah; antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam artian apa yang dilakukan
tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik Skizofrenia adalah orang
yang mengalami gangguan emosi, pikiran, dan perilaku (Eko Prabowo, 2014).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan
adanya ekspresi emosi yang tidak wajar. Skizofrenia sering ditemukan pada lapisan
masyarakat dan dapat dialami oleh setiap manusia. Skizofrenia adalah sindrom etiologi
yang tidak diketahui dan ditandai dengan gangguan kognisi, emosi, persepsi,
pemikiran, dan perilaku. Meskipun Skizofrenia dibahas sebagai penyakit tunggal,
namun sebenarnya terdiri atas sekelompok gangguan etilogi heterogen. (Sutejo, 2013)
Skizofrenia merupakan gangguan yang berlangsung selama minimal 1 bulan gejala
fase aktif.
Sementara itu menurut Blueler yang dikutip dari Maramis (2005) dalam Eko
Prabowo (2014), gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
A. Gejala Primer
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi pikiran
Pada Skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran
yang terganggu terutama adalah asosiasi, kadang-kadang satu ide lain.
Seseorang dengan Skizofrenia juga mempunyai pikiran yang kadang
seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
“Blocking” biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-
kadang sampai beberapa hari.
2. Gangguan efek dan emosi
Gangguan ini pada Skizofrenia mungkin berupa:
a. Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting)
b. Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah

31
c. Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi
menangis.
Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis
berhari-hari tetapi mulutnya tertawa.
d. Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat seolah-
olah sedang bermain sandiwara.
e. Yang terpenting juga pada Skizofrenia adalah hilangnya kemampuan
untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapoort).
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang
berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai
dan membenci satu ornag yang sama atau menangis dan tertawa
tentang satu hal yang sama ini dinamakan ambivalensi pada efek.
3. Gangguan Kemauan
Banyak penderita dengan Skizofrenia mempunyai kelemahan
kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak
dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan
itu tidak jelas atau tepat atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan
tidak perlu dijelaskan.
4. Gejala Psikomotor
Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan
perbuatan kelompok gejala ini oleh Bleuker dimasukkan kedalam
kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada
penyakit lain.
B. Gejala Sekunder
1. Waham
Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Mayor Gross
membagi waham dalam 2 kelompok:
a. Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab
apa-apa dari luar.
b. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan
merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala
Skizofrenia lain.
2. Halusinasi
32
Pada Skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan
hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan
lain. Paling sering pada Skizofrenia adalah halusinasi pendengaran (aditif
atau akustik). Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktoris),
halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktik).
Halusinasi penglihatan agak jarang pada Skizofrenia, lebih sering pada
psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik. Terdapat
beberapa gejala yang menunjukkan individu terkena Skizofrenia. Berikut
tabel yang menunjukkan gejala Skizofrenia. (Sutejo, 2013)

Tabel 2.1 Gejala Skizofrenia


Positif Negatif Kognitif
Hallucination Apathy Memory Impairment
Delusion Avolition Decrease in Attention
Disorganized Alogia Impaired Executive Functioning
Suspiciousness Anhedonia

Berdasarkan ICD dan PPDGJ III, Skizofrenia dapat didiagnosis jika


menunjukkan satu gejala berikut yang jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih jika
gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas). Adapun gejala yang muncul antara
lain sebagai berikut.
1. Thought echo
Isi pikiran diri sendiri yang bergema dan berulang dalam kepalanya (tidak
keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun memiliki
kualitas berbeda.
2. Thought insertion or withdrawal
Isi pikiran asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).
3. Thought broadcasting
Isi pikiran tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
4. Delution of control
Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.
5. Delution of influence

33
Waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar.
6. Delution of passivity
Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap kekuatan dari
luar.
7. Delution of perception
Pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna khas bagi dirinya,
biasanya bersifat mistik atau mukjizat. Selain gejala di atas, terdapat gejala
lain yang menunjukkan bahwaindividu mengidap Skizofrenia. Gejala
tersebut adalah halusinasi auditorik. Gejala ini menunjukkan hal yang
terjadi pada individu seperti suara, meskipun suara tersebut adalah suara
halusinasi yang berkomentar secara terus menerus tentang perilaku pasien.
Jenis suara halusinasi juga muncul dari salah satu bagian tubuh.
Selain suara-suara halusinasi, terdapat halusinasi yang secara jelas muncul pada
individu yang mengalami gejala Skizofrenia. Gejala lain tersebut berupa halusinasi
yang menetap dari pancaindera apa saja, apabila disertai oleh waham yang
mengambang maupun setengah terbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
berkelanjutan. Sehingga, arus pikiran terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.
Gejala lain yang muncul yaitu perilaku katatonik. Perilaku katatonik meliputi
gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu, atau fleksibilitas area, negativisme, metisme,
dan stupor. Gejala negatif juga muncul dari sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial,
tetapi gejala tersebut harus jelas, bukan disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika. Gejala tersebut harus berlangsung minimal 1 bulan. Harus ada
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek.
Skizofrenia merupakan penyakit yang memperngaruhi otak. Pada otak
terjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmiter) yang akan
menerukan pesan sekitar otak. Pada pasien Skizofrenia atau ODS (Orang Dengan
34
Skizofrenia), produksi neurotransmiter-dopamin berlebihan, sedangkan kadar
dopamin tersebut berperan penting pada perasaan (afek) senang dan pengalaman
mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang, berlebihan atau kurang
penderita dapat mengalami gejala postif dan negatif. Penyebab
ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau dimengerti
sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal terjadinya Skizorfrenia kemungkinan
disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut (Fitri Fausiah, 2008). Faktor-
faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya Skizorfrenia, antara lain:
1. Sejarah keluarga (genetik/keturunan)
2. Tumbuh kembang ditengah-tengah kota (lingkungan)
3. Penyalahgunaan obat seperti amphetamine
4. Stres yang berlebihan
5. Komplikasi kehamilan
Dopamin adalah suatu neurotransmiter yang terbentuk di otak dan organ
tubuh lain. Fungsi dopamine dikenal sebagai neurotransmiter yang
menghantarkan sinyal hanya di dalam otak namun, dopamine juga diketahui
memilki fungsi bagi organ – organ lain. Di dalam otak (susunan saraf pusat),
dopamine memiliki peran dalam mengatur pergerakan, pembelajaran, daya
ingat, emosi, rasa senang, tidur, dan kognisi.
1. Kelainan Dopamine
a. Kekurangan dopamine didalam tubuh dapat menyebabkan stres, gangguan
pola tidur, nafsu makan menurun, serta gangguan seksual, mood, susunan
saraf pusat.
1) Depresi
Gejala – gejala depresi pada seseorang meliputi kehilangan rasa
senang, merasa tidak memiliki tenaga, dan menjadi apati (lebih
pasif).
2) Restless legs syndrome
Timbul rasa tidak nyaman pada kaki saat tidak beraktifitas
kemudian menghikang dengan pergerakan, gejala dirasakan
lebih berat saat sore hari. Pada sindrom ini timbul gerakan kaki
yang tidak disadari saat tidur.
3) Gangguan fokus dan ADHD
Kadar dopamine yang rendah menyebabkan gangguan berpikir,
35
konsentrasi dan fokus. ADHD merupakan suatu kelainan yang
umumnya terjadi pada anak kecil dimana terdapat gangguan
berkonstrasi dan sangat hiperaktif.
4) Penyakit parkinson dan kehilangan kontrol motorik
Gejala yang muncul seperti kekakuan otot, kehilangan
keseimbangan, pergerakan menjadi lambat, gemetar (tremor),
dan gangguan bicara.
b. Kadar dopamine yang berlebihan juga tidak baik bagi tubuh dan
menyebabkan beberapa gangguan. Gangguan yang timbul antara lain:
1) Perilaku berbahaya
Perilaku yang timbul akibat dopamine berlebih adalah gelisah,
psikosis, kecanduan, agresif, suka mengambil resiko.
2) Skizofrenia
Skizofrenia merupakan penyakit kejiwaan yang ditandai dengan
adanya gangguan perilaku, waham (keyakinan yang salah),
halusinasi dan gangguan pikiran serta berbica adalah salah satu
akibat dari kelebihan kadar dopamine
3) Kelebihan dopamine akibat pemakaian obat terlarang
Pemakian obat terlarang jenis tertentu dapat menyebabkan
peningkatan dopamine. Bila obat dihentikan dan kadar
dopamine menurun, akan timbul gangguan mood (panik dan
depresi). Gejala putus obat ini yang menyebabkan seseorang
sulit lepas dari kecanduan.

Mekanisme penyakit

36
Gambar 2 Mekanisme Terjadinya Gejala Positif dan Gejala Negatif pada
Gangguan Psikotik. Sumber: Fitri Fausiah, 2008

Patofisiologi Skizofrenia dihubungankan dengan genetik dan lingkungan.


Faktor genetik dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi
terjadinya Skizofrenia. Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya
adalah DA, 5HT, glutamat, peptide, norepinefin. Pada pasien Skizofrenia terjadi
hiperreaktivitas sistem dopaminergik (hiperdopaminergia pada sistem
mesolimbik kemudian berkaitan dengan gejala positif dan hipodopaminergia
pada sistem mesocortis dan nigrostriatal lalu yang bertanggungjawab terhadap
gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal). Reseptor dopamine yang terlibat
adalah reseptor dopamine-2 (D2) yang akan dijumpai peningkatan densitas
reseptor D2 pada jaringan otak pasien Skizofrenia.
Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik yang
bertanggungjawab terhadap gejala positif. Sedangkan peningkatan aktivitas
serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik pada sistem mesocortis
yang bertanggungjawab terhadap gejala negatif (Fitri Fausiah, 2008).
Adapun jalur dopaminergik syaraf yang terdiri dari beberapa jalur,
yaitu:
1. Jalur nigrostriatal: dari substantia migra ke bassal ganglia (fungsi
gerakan, EPS).
2. Jalur mesolimbik: dari tekmental area menuju ke limbik (memori,
sikap, kesadaran, proses stimulus).
3. Jalur mesocortical: dari tekmental area menuju frontal cortex (kognisi,
fungsi sosial, komunikasi, respon terhdapa stres).
37
4. Jalur tuberoinfendibular: dari hipotamalus ke kelenjar tituitary
(pelepasan prolaktin).

Gambar 3 Jalur Dopaminergik Syaraf


Sumber: Fitri Fausiah, 2008
Pemeraiksaan CT scan dan MRI pada penderita Skizofrenia menunjukan
atropi lobus frontalis yang menimbulkan gejala negatif dan kelainan pada
hippocampus yang menyebabkan gangguan memori (Fitri Fusiah, 2008).

Gambar 4 Perbedaan Keadaan Otak Normal dengan


Otak Skizofrenia. Sumber: Fitri Fausiah, 2008

Peran fisioterapis dalam perbaikan fisik dan kognitif


Pasien Skizofrenia atau ODS (Orang Dengan Skizofrenia) karena adanya
hambatan pada dirinya seringkali kuran g melakukan aktivitas fungsionl,nutrisi yang
tidak seimbang dan riwayat pemakaian obat-oabatan mengakibatkan adanya resiko
pada kardiorepirasi,metabolic dan gangguan fisik dan kognitif maka peran serta
fisioterapi di butuhkan agar dapat memelihara kesehatan bagi para pasien skizofrenia
dengan melakukan:

38
1. Perbaikan fisik:
Pendampingan aktivitas fisik secara general
contohnya: medorong pasien skizoprenia melakukan aktivitas fisik bersama-
sama di ruang terbuka.
Pendampingan aktivitas spesifik bagi pasien
contohnya: menjaga kondisi kardiorepirasi tetap sehat bagi para penderita
skizofrenia dengan terus memantau kesehatan dengan aktivitas meniup balon (
agar vo2max tetap terjaga),bermain lempar tangkap bola (agar ekspnsi thorak
tetap terjaga)
2. Perbaikan kognitif:
Pasien dengan skizoprenia sering kali ada hambatan kognitif contonya sering
kali lupa akan semua hal maka peran fisioterpi mengkombinasik latihan fisik
yang d berikan dengan melakukan hitungan saat latihan, latihan yang berkaitan
dengan ADL pesien dsb.
2.5.5 Epilepsi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat
adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi
listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga
menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau
seluruh daerah yang ada di dalam otak.
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang
ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan
kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan
otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan suddarth,
2000). Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat
sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik
yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan – serangan,berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai
etiologi.Serangan adalah suatau gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang
secara tiba-tiba pula.
39
A. Klasifikasi.
1. Epilepsi Umum.
a) Grand mal. Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan
listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di
bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang
grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b) Petit mal. 5 Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan
tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di
mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa
kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala,
terutama pengedipan mata.
c) Epilepsi Jenis Focal / Parsial. Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir
setiap bagian otak, baik regio setempat pada korteks serebri atau
struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak.
Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya
kelainan fungsional.
2. Epilepsi Primer (Idiopatik) Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa
terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf
pada area jaringan otak yang abnormal.
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik). Sering terjadi pada:
• Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
• Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
• Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
• Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
• Tumor Otak
• Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007) 6 3.
3. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau
adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau
pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau
40
sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor
toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan
neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:
• Fever / panas
• Genetic causes / faktor genetic
• Head injury / luka di kepala.
• Infections of the brain and its coverings / radang atau infeksi pada
otak dan selaput otak
• Lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat
proses kelahiran.
• Hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the
brain cavities)
• Disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.
B. Klasifikasi Kejang
a. Kejang Mioklonik Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi
mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua
otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai
pada semua umur.
b. Kejang Klonik Pada kejang ini tidak terjadi gerakan menyentak,
repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau
torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
c. Kejang Tonik Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot
hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagianatas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. kejang ini juga terjadi pada anak.
d. Kejang Tonik-Klonik kejang ini sering dijumpai pada umur di atas
balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali
dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu kejang. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot
seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas
menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah
ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan
41
napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula
bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi
sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala. e.
Kejang atonik. Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak
melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau
menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
C. Etiologi
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin,
mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen
yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama
pada anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah
otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih
rendah dari normal diturunkan pada anak
D. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran
sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik,
yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf
tersebut. Penimbunan acetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi
tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas
muatan listrik dapat terjadi.
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik
dilepaskan oleh nuklea intralaminares talami. Input dari vortex selebri
melalui 9 lintasan aferen aspesifik itu menentukan dengan kesadaran bila
42
mana sama sekali tidak ada input maka timbulah koma. Pada grand mal,
oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan
listrik dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan.
Perangsanagn talamortikalyang berlebihan ini menghasilkan kejang
seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara
kesadaran menerima imfulse aferen dari dunia luar sehingga kesadaran
hilang
2. GEJALA EPILEPSY
1) Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yg terkena Gejala

Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu


Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang
kompleks misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Lobus temporalis anterior sebelah dalam Halusinasi bau, baik yg menyenangkan
maupun yg tidak menyenangkan

2) Gejala umum:
• Tonik: kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung,
jeritan epilepsi (aura).20 – 60 detik.
• Klonik: spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi,
hyperhidrosis, hypersalivasi.40 detik.
• Pasca Serangan: aktivitas otot terhenti, klien sadar kembali, lesu, nyeri otot dan
sakit kepala, klien tertidur 1-2 jam.
• Sederhana: tidak terdapat gangguan kesadaran.
• Komplex: gangguan kesadaran.
3. Neurotransmitter apa yang berperan

43
4. Mekanisme penyakit epilepsy
Manifestasi klinis Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai
bnerikut:
4.1. Kejang Parsial (Fokal, lokal)
1) Kejang Parsial Sederhana,
2) kejang parsial dengan kesadaran tetap normal
a) Dengan gejala motoric
i. Fokal motorik tidak menjalar ; kejang terbatas pada satu
bagian tubuh.
ii. Fokal motorik menjalar: kejang dimulai dari bagian tubuh dan
menjalar meluas kedaerah lain.
b) Dengan gejala somatosensoris: sawan disertai halusinasi sederhana
yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai
vertigo.

44
i. Somatosensoris: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-
tusuk jarum.
ii. Visual: terlihat cahaya
iii. Diserti Vertigo
c) Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi
efigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil)
d) Dengan gejala psikis
i. Disfasia: gangguan bicara misalnya mengulang suku kata,
kata atau bagian klimat.
ii. Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti sudah
mengalkami, mendengar, melihat atau sebaliknya tidak pernah
mengalami
iii. Kognitif: gangguan orientasi waktu, meras diri berubnah
iv. Apektif: merasa sangat senang, susah, marah, takut
v. Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih
kecil atau lebih besar
vi. Halusinasi: mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
penomena tertentu dan lain-lain

3) Kejang Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)


a) Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran:
keasadaran mula-mula baik kemudian menurun
i. Dengan gejala parsial sederhana
• Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku
yang timbul dengan sendirinya
• Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran
menurun sejak permulaan serangan.
4) Hanya dengan penurunan kesadaran
4.1.2. Dengan automatisme
1) Kejang Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik
klonik, tonik, klonik)
a) Kejang parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan
umum
45
b) Kejang parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan
umum
c) Kejang parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks
lalu berkembang menjadi bangkitan umum.

4.2. Kejang Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)


4.2.1. Kejang Umum
1) Kejang Lena (Absance)
Pada Kejang ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti,
muka tampak membengong, bola mata dapat memutar keatas,
tidak ada reaksi bila diajak bicara.
2) Lena Tak Khas Dapat disertai,
a) Gangguan tonus yang lebih jelas
b) Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak
Fungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi. Pada anak dengan usia > 18
bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada
riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan
kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis
dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas
listrik di dalam otak.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak
memiliki resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls
listrik di dalam otak.
EKG (elektrokardiogram) 14 dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan
irama jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa
menyebabkan seseorang mengalami pingsan.
Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau
kanker otak, stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya
sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan
serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan,
46
perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan
lain atas indikasi.
Pemeriksaan radiologis: Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang
tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda
peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak: anomali pembuluh
darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.
Peranan fisioterapi untuk perbaikan penderita epilepsy dalam hal fisioterapi fisik
dan fisioterapi kognitif (kalo ada gangguan kognitif seperti demensia dan alzaimer)
Tahap – tahap dalam pertolongan pertama saat kejang, antara lain:
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen, kompor
api, dan lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak
menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerah baju
di lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulut
dapat mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau
pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan
penderita. Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti
memberi minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan
meninggalkan penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian
biarkan penderita beristirahat atau tidur
Fisioterapi berperan pada fungsional geraknya, meningkatkan kemampuan pada
penderita dari keterlambatan, keterbatasan, dan ketidakmampuannya.
Pemeriksaan spesifik yang digunakan yaitu:
1) pemeriksaan spastisitas dengan skala Asworth,
2) pengukuran kemampuan motorik kasar dengan Groos motor function
measurement (GMFM).
Fisioterapi Kognitif
1) Pemusatan perhatian
47
2) Bahasa
3) Daya ingat
4) Pengenalan ruang

2.5.6 Depresi
Depresi merupakan keadaan dimana terjadinya penurunan mood seseorang
secara signifikan dan adanya kehilangan minat terhadap aktivitas yang awalnya
dianggap menyenangkan (Bilsker dkk, 2004). WHO (2012) mendefinisikan depresi
sebagai gangguan neuropsikiatri yang umum terjadi dengan karakteristik berupa
gangguan mood, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, dan penurunan konsentrasi.
Kaplan dkk. (2010) menyebutkan depresi sebagai suatu masa terganggunya
fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya
berupa perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri. Gangguan
mood tersebut dapat dilihat dari hilangnya perasaan kendali dan pengalaman
subjektif adanya penderitaan berat. Sementara itu, mood merupakan keadaan
emosional internal seseorang, namun bukan afek, yang merupakan ekspresi dari isi
emosional saat itu.
Depresi dinilai sebagai suatu permasalahan yang serius, dimana survei di 14
negara pada tahun 1990 menunjukkan depresi sebagai masalah kesehatan dengan
urutan ke-4 terbesar di dunia yang mengakibatkan beban sosial (Depkes RI, 2004).
Hal ini dapat terjadi mengingat suatu episode depresi akan mengganggu aktivitas
sehari-hari atau fungsi normal individu.
Gejala depresi pada setiap orang berbeda – beda, hal ini tergantung pada berat
atau ringannya gejala ( Depkes, 2007 ). Gejala yang ditemui pada pasien depresi
yaitu gejala emosional, gejala fisik, gejala intelektual atau kognitif dan gangguan
psikomotor. Gejala emosi ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk menikmati
kesenangan, kehilangan minat, kegiatan, hobi yang biasa dikerjakan, tampak sedih,
pesimis, tidak ada rasa percaya diri, merasa tidak berharga, perasaan cemas yang
berlebihan, merasa bersalah yang tidak realistis, dan berhalusinasi (Teter et al.,2007).
Gejala fisik yang biasa muncul adalah kelelahan, nyeri ( terutama sakit kepala),
gangguan tidur ( sulit tidur, terbangun di malam hari), ganguan nafsu makan, keluhan
pada sistem pencernaan, keluhan pada sistem kardiovaskular (terutama palpitasi) dan
48
hilangnya gairah seksual (Teter et al.,2007) Gejala intelektual atau kognitif, meliputi:
penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, ingatan yang lemah terhadap kejadian
yang baru terjadi, kebingungan dan ketidakyakinan. Gejala psikomotorik yang
biasanya muncul yaitu, retardasi psikomotorik ( perlambatan gerakan fisik, proses
berpikir, dan bicara) atau agitasi psikomotor.
Beberapa bukti menyebutkan adanya hubungan secara teoritis terjadinya
depresi dengan faktor biologis. Hal tersebut dikaitkan erat dengan gangguan pada
beberapa neurotransmitter. Bagian otak yang mengatur suasana hati, pikiran, nafsu
makan, pola tidur, dan tingkah laku memperlihatkan fungsi yang abnormal dengan
adanya komunikasi yang tidak seimbang dari neurotransmitter sel otak.
Serotonin (5-hydroxytryptamine) merupakan neurotransmitter penting yang
berperan dalam terjadinya depresi. Platelet imipramine dan platelet paroxetine
binding diidentifikasi sebagai penilai aktivitas serotonin pusat. Penurunan serotonin
diketahui dapat mencetuskan suatu episode depresi (Kaplan dkk, 2010).
Selain itu, aktivitas neurotransmitter lain, yakni asetilkolin dan katekolamin
(kelompok neurotransmitter yang terdiri atas dopamin, norepinephrine (NE), dan
epinephrine) yang menurun juga berperan dalam patologi depresi (A.D.A.M., Inc.,
2013). Penurunan konsentrasi dopamin biasanya akan memberikan gambaran
depresi, seperti yang terjadi pada pengobatan dengan respirin dan pada penyakit
dengan konsentrasi dopamin yang menurun, yakni Parkinson. Di sisi lain, obat-
obatan yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan
bupropion diketahui mampu menurunkan gejala depresi (Kaplan dkk, 2010). Hal
ini tentu mendukung teori mengenai peranan dopamin dalam terjadinya depresi.
Level NE dan serotonin pada sistem saraf pusat memang diketahui
menunjukkan perubahan, namun fungsi reseptor kedua neurotransmitter ini yang
lebih dipengaruhi dalam terjadinya depresi (Cole S, 2003). Akan tetapi, gambaran
ketidakseimbangan neurotransmitter sel otak ini tidak menjelaskan secara pasti
terjadinya depresi.
Gangguan depresi disebabkan karena faktor biopsikososial dan interaksi
neurotransmiter yang mempengaruhi patofisiologi secara kompleks.
Neurotransmiter yang paling berperan pada depresi adalah neurotransmiter
monoaminergik, yaitu serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan dopamin (DA).
Neurotransmiter lain yang dinilai berperan adalah glutamat (GLUT), asam

49
aminobutirik gamma/gamma-aminobutyric acid (GABA) dan faktor neurotropik
otak/brain-derived neurotrophic factor (BDNF).
Serotonin dan norepinefrin disintesis dari triptofan dan tirosin, kemudian
disimpan di dalam vesikel neuron presinaps. Neurotransmiter monoamin ini akan
dikeluarkan ke celah sinaps, untuk kemudian bekerja pada neuron presinaps dan
post-sinaps, sehingga dapat mengatur regulsi emosi. Fungsi regulasi emosi ini diatur
oleh kesimbangan antara availabilitas dan aktivitas reseptor neutrotransmiter.
Reseptor 5-HT1B terletak pada presinaps dan mengatur keluarnya serotonin dengan
inhibisi/feedback inhibition, sedangkan reseptor 5-HT1A terletak pada neuron
presinaps dan post-sinaps untuk mengatur fungsi serotonin. Pada gangguan depresi,
availabilitas serotonin di celah sinaps menurun. Hal ini disebabkan karena sensitifitas
reseptor yang menurun, sehingga tidak terjadi inhibisi pengambilan
kembali/reuptake serotonin.
Reseptor NE terletak pada presinaps dan berfungsi mengatur keluarnya
norepinefrin dengan inhibisi. Pada pasien depresi, sensitifitas reseptor NE
meningkat, sehingga kemampuan untuk mengeluarkan norepinefrin menurun.
Peranan sistem serotonegik ini belum sepenuhnya dimengerti dan masih diteliti.
Peranan neurotransmiter lainnya pada depresi masih belum diketahui secara
pasti. Diperkirakan terdapat gangguan pada protein G pada neuron post-sinaps,
turunnya akumulasi AMP siklik (c-AMP), penurunanan protein pengikat elemen
respon AMP siklik/cylic AMP response element-binding (CREB), defisiensi
dopamin, dan defisiensi GABA.
Aktifitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) ditemukan meningkat pada
pasien dengan depresi, hal ini disebabkan karena produksi berlebih hormon pelepas
kortikotropin/corticotropin releasing hormone (CRH). Pada saat mengalami stress,
korteks serebri dan amigdala menerima sinyal dan diteruskan ke hipotalamus.
Hipotalamus mengeluarkan CRH dan pituitari mengeluarkan kortikotropin.
Kortikotropin kemudian menstimulasi korteks adrenal dan mengeluarkan hormon
kortisol. Hirperkortisolemia berkepanjangan menyebabkan supresi neurogenesis dan
atrofi hipokampus.
Otak merupakan bagian terpenting dalam pengaturan perilaku dan emosi. Pada
depresi terjadi perubahan struktur otak yang masih belum diketahui penyebabnya.
Studi meta-analisis menunjukkan adanya peningkatan ukuran ventrikel lateral,
peningkatan volume cairan serebropsinal, dan penurunan volume ganglia basalis,
50
talamus, hipokamus, lobus frontal, dan korteks orbitofrontal pada depresi.Depresi
juga dapat terjadi bila terdapat gangguan pada jalur frontostriatal di korteks
prefontral dorsolateral, korteks orbitofrontal, kingulata anterior, kingulata dorsal,
hipokampus, amigdala, dan sirkuit limbik.
Pasien depresi karena adanya hambatan pada dirinya seringkali kurang
melakukan aktivitas fungsionl,maka peran serta fisioterapi di butuhkan agar dapat
memelihara kesehatan bagi para pasien depresi dengan melakukan pendanpingan
aktivitas fisik dan fungsional. Adapun manfaat dari aktivitas fisik ini adalah:
1. Latihan akan mengurangi stress,ketidaknyamanan dan depresi
2. Latihan akan meningkatkan kulitas dari tidur
3. Latihan akan meningkatkan kepercayaan dirinya
4. Latihan akan meningkatkan interaksi social dengan lingkungan
5. Latihan akan meningkatkan fungsi dari otak
6. Latiha akan meningkatkan rasa “senang “ secera general
7. Latihan akan mengurangi kelelahan
8. Aktivitas fisik akan meningkatkan kesehatan mental
9. Latihan akan membuat seluruh anggota keluarga trlibat dalan aktivitas
yang sehat

51
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Neurotransmiter merupakan senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.
terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan datangnya potensial aksi.
Neurotransmitter terbagi atas beberapa jenis yaitu: Asetilkolin (ach), Norepinephtine, epinephrine
dan dopamine.
Adapun cara kerja neurotransmitter diantaranya: (1) Synthesis, Neurotransmitter disintesis oleh
transformasi enzimatik dari prekursor. (2) Storage, dikemas di dalam vesikula sinaptik. (3)
Release,dilepaskan dari terminal presinaptik oleh eksositosis ketika kalsium memasuki terminal
akson selama potensial aksi. Berdifusi melintasi celah sinaptik ke membran postsinaptik. (4)
Binding, mengikat protein reseptor.(5) Inactivation, Neurotransmitter terdegradasi baik dengan
dipecah secara enzimatis, atau digunakan kembali oleh pengambilan ulang aktif.
Jenis neurotransmitter mempunyai tiga golongan neurotransmitter molekul-kecil konvesional
asam amino, monoamines (monoamin), dan acetycholine (asetilkolin). Molekul besar diantaranya
neupeptida.Fungsi neurotransmiter penyusun protrein, termasuk enzim,kerangka dasar sejumlah
senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin,hormon, dan asam nukleat). pengikat logam
penting yang di perlukan dalam reaksi enzimatik (kofaktor). Penyakit penyakit akibat defisiensi
neurotranmiter diantaranya, parkinson,myastina gravis, scrizhopenia,epilepsi,alzhaimer,depresi.
.

52
DAFTAR PUSTAKA

Feriyawati, Lita. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot Rangka.
Medan: Fakultas Kedokteran USU
Fausiah, Fitri.2008. Psikologi Abnormal klinis Dewasa. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
(UI-Press)
Sutejo. 2013. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Media
Bilsker, Dan, dkk. 2016. Melawan Depresi: Keterampilan Anti-Depresi untuk Remaja. Diterjemahkan oleh
Irwan Supriyanto. Yogyakarta: Departemen Ilmu kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran, UGM.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2010. Retardasi Mental dalam Sinopsis Psikiatri. Tangerang: Binarupa Aksara
Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 ttg Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta
Cole S, Christensen J, Cole M, Feldman M. Mental & Behavior Disorder. In: Behavioral Medicine in Primary
Care. 2nd ed. New York: McGraw-Hill: 2003. p. 187-189
American Psychiatric Association. Depressive disorders. Dalam: Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. Washington DC: American Psychiatric Publishing; 2013. h. 155-88
Halverson J, Bienenfeld D. Depression. Medscape. 2017. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/286759
Krishnan R, Roy-Byrne P, Solomon D. Unipolar depression in adults: Epidemiology, pathogenesis, and
neurobiology. UpToDate. 2016. Diakses dari: https://www.uptodate.com/contents/unipolar-
depression-in-adults-epidemiology-pathogenesis-and-neurobiology
Halverson J, Bienenfeld D. Depression. Medscape. 2017. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/286759
Krishnan R, Roy-Byrne P, Solomon D. Unipolar depression in adults: Epidemiology, pathogenesis, and
neurobiology. UpToDate. 2016. Diakses dari: https://www.uptodate.com/contents/unipolar-
depression-in-adults-epidemiology-pathogenesis-and-neurobiology
Agam G, Belmaker R. Major Depressive Disorder Mechanism of Disease. N Engl J Med 2008;358:55–6
Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehtan RI .
Teter, C. S., Kando, J. C., Wells, B. G., & Hayes, P. E., 2007, Depressive Disorder,dalam Dipiro, J. T.,
Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G.,& Posey Micheal, L.,(eds), Pharmacotherapy
A Pathophysiologic Approach,7th Edition, Appleton and lange, New York.

53

Anda mungkin juga menyukai