Anda di halaman 1dari 10

PERMASALAHAN MEMANDU

A. PROBLEMA KOMUNIKASI

Permasalahan yang paling sering terjadi dalam pemanduan adalah


problema komunikasi. Problem komunikasi adalah masalah dimana
seseorang salah mengerti tentang apa yang sedang dibicarakan
sehingga terjadi ha-hal yang tidak diinginkan. Adapun faktor-
faktor yang merugikan aktifitas komunikasi tersebut antara lain
adalah :

1. Faktor motivasi.

Motivasi seseorang atau kelompok dapat mempengaruhi opini.


Kepentingan seseorang akan mendorong orang itu berbuat dan
bersikap sesuai dengan kebutuhannya. Komunikasi yang tidak
sesuai dengan motivasi tersebut akan mendapat kesulitan-
kesulitan.

2. Faktor prasangka / prejudice.

Bila seseorang sudah berprasangka terhadap sesuatu maka


penilaiannya tidak obyektif lagi dan tidak berdasarkan ratio.
Mereka menilai berdasarkan emosi atau sentimen semata ,
pandangannya hanya di arahkan pada segi-segi negatifnya saja.

3. Faktor semantic.

Kata-kata sering mempunyai arti tidak sama atau ejaannya


berbeda, tetapi bunyinya hampir sama. Hal demikian dapat
menimbulkan salah pengertian dan sangat mengganggu.
4. Faktor suara.

Gangguan ini bisa disebabkan karena suara yang disengaja ataupun


tidak. Dapat dari lingkungan sendiri ataupun dari luar.

Dan untuk mengatasi berbagai macam problem-problem komunikasi


yang timbul tersebut maka sebaiknya pemandu dapat mengatasi
dengan baik.

Adapun beberapa caranya adalah sebagai berikut :

1. Berbicara pelan-pelan dengan intonasi yang jelas, hal ini


dapat mengatasi faktor semantic yang ada sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman antara pemandu dan wisatawan.

2. Berhenti berbicara jika terdapat gangguan, ini mengatasi


problem suara yang ada. Sebaiknya pemandu berhenti berbicara
jika terdapat gangguan, baik yang di sengaja atau tidak dan
dapat melanjutkannya kembali jika gangguan suara itu telah
hilang.

3. Melakukan pendekatan manusiawi, ini dapat mengatasi problem


dari faktor prejudice dan motivasi. Maksudnya adalah
mengusahakan agar orang yang berprasangka tersebut mengerti
persoalannya dengan jelas. Pemandu harus menerapkan bahwa setiap
orang ingin dianggap penting, contohnya dengan menokohkan orang
tersebut.

4. Sikap ksatria, maksudnya disini adalah berani dengan terang-


terangan mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab akan hal
itu. Bersedia mengakui kesalahan adalah mutlak harus dimiliki
seorang pemandu wisata.
B. PROBLEMA PERJALANAN

Masalah lain yang menjadikan terganggunya kelancaran perjalanan


wisata adalah kesulitan-kesulitan yang timbul karena perjalanan
itu sendiri. Persoalan yang pada umumnya timbul adalah :

1. Pembukuan yang tidak ada.

Ini bisa disebabkan keteledoran personalia yang lupa tidak


meneruskan berita konfirmasi dari perjalanan. Dalam hal ini
terjadi pada wisatawan yang dilayani si pemandu, ia harus segera
menyelesaikan masalah tersebut . Semua dokumen-dokumen yang
mengatur perjalanan itu harus diminta pada wisatawan.

Tidak jarang biro perjalanan Negara asal membuat kesalahan


pembukuan yang belum confirmed seluruhnya. Confirmed artinya
dalam ticket tercantum pembukuan pasti (OK) sesuai dengan daftar
pasasi (;penumpang) yang didapat dari kantor pusatnya.

Mengalami hal demikian pemandu harus mengambil beberapa


alternatif yang dapat diterima semua pihak. Misalnya meredakan
emosi wisatawan dengan cara ; lebih baik menjadi penumpang
standby(; menunggu di pelabuhan udara) kalau ada tempat kosong.
Meyakinkan wisatawan bahwa keadaaan itu tidak akan menjadikan
berubah, meskipun harus marah-marah. Adapun alasannya petugas
penerbangan tidak akan berani, karena hukum, merubah posisi
tempat duduk , apalagi mencoret nama penumpang yang telah pasti
(; confirmed) . Konsekwensi dari membatalkan keberangkatan
penumpang yang telah confirmed dengan ticket international
adalah perusahaan penerbangan harus menjamin akomodasi dan
makanan penumpang yang batal berangkat tersebut.

Jika wisatawan gagal mendapatkan tempat duduk, usahakan


penerbangan lain atau kendaraan lain yang memungkinkan dan bisa
diterima wisatawan.
2. Pembukuan di hotel tidak ada.

Disebabkan karena memang biro perjalanan di negara asal belum


mendapat konfirmasi dari pihak hotel, namun memaksa
memberangkatkan wisatawan langganannya. Dapat pula disebabkan
kesalahan pihak hotel. Maka konsekwensinya, hotel harus
mencarikan akomodasi dengan standard yang sama. Sedangkan bila
pembukuan tersebut memang benar-benar tidak ada, pemandu dengan
bantuan biro perjalanan mencarikan hotel yang lain. Demikian
pula bila ada complaint ( : kecaman ) terhadap layanan hotel,
pemandu harus berusaha memberikan argumentasi guna membuat
wisatawan memakluminya. Kecuali jika keadaan keterlaluan dalam
arti merugikan secara meteriil, maka pemandu harus membantu
menyelesaikannya dengan fihak management hotel.

3. Kondisi kendaraan wisata yang tidak memuaskan.

Seringkali wisatawan mengecam kondisi kendaraan tidak sesuai


dengan yang dijanjikan. Terutama yang menyangkut fasilitasnya.
Misalnya, diperjanjikan bus AC, ternyata tidak. Keadaan bus atau
mobil kotor. Pemandu harus mencoba mengatasi persoalan dengan
mengadakan perbaikan-perbaikan jika ini mungkin. Namun bila
gagal dan tidak ada alternative lain, satu-satunya jalan adalah
menurunkan emosi dengan cerita lucu atau berargumen bahwa yang
hendak dilihat adalah objek wisata bukan cara mencapainya.
Adalah mengecewakan, jika sudah jauh berkunjung kemari, tidak
melakukan apa yang direncanakan.

Tak ada orang yang tahu apa yang akan terjadi, demikian pula
pemandu tidak tahu bahwa akan mendapatkan kendaraan seperti ini.
Membiarkan orang itu bicara banyak-banyak adalah salah satu
resep Dr. Dale Carnegie untuk melayani tuntutan-tuntutan agar ia
terpikat pada anda sendiri.

Presiden Lincoln pernah berkata : “ Orang lebih mudah menangkap


lalat dengan sirop daripada dengan cuka “. Jadi lebih mudah
menangkap orang dengan keramahtamahan yang manis daripada dengan
gertakan kecut.

C. PROBLEMA BARANG BAWAAN

Seringkali kita mengalami kenyataan barang bawaan atau bagasi


yang diserahkan kepada perusahaan penerbangan pada waktu check-
in, tidak ada waktu hendak di ambil kembali pada saat samapai di
pelabuhan tujuan. Hal ini dapat disebabkan bermacam – macam
sebab :

1) Tidak terbawa waktu pesawat sudah berangkat

2) Tidak ikut diturunkan pada saat sampai, karena dikira barang


bagasi transit

3) Termuat dalam penerbangan lain

4) Sebab – sebab lainnya, misalnya pencurian dll.

Untuk bagasi tercatat oleh pengangkut dibuat suatu dokumen umum


yaitu tiket bagasi atau bagage tage. Umumnya dalam praktek
ditempatkan pada tiket penerbangan.

Dalam perjanjian Warsawa th 1929 dan juga Protocol Hague 1955,


dimana Indonesia ikut serta sebagai negara pihak, dipergunakan
prinsip – prinsip sebagai berikut :

a) Presumption Liability
Prinsip ini menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab untuk
kerugian yang diderita penumpang atau pengirim barang, karena
bagasinya rusak, hilang atau terlambat datang. Pihak yang
dirugikan tidak usah membuktikan haknya atas ganti rugi.

b) Limitation Liability

Prinsipnya adalah bahwa tanggung jawab pengangkut dibatasi


sampai suatu jumlah tertentu. Prinsip ini merupakan imbangan
prinsip Presumption Liability, dan juga merupakan pendorong bagi
pengangkut untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi dengan jalan
“damai”. Limit ganti rugi tidak boleh terlalu rendah dan tidak
boleh terlalu tinggi.

Besarnya ganti rugi dalam penerbangan Internasional menurut


perjanjian Warsawa 1929 adalah sebesar 250 gold franc per
kilogram, sama dengan barang kiriman ( cargo ). Berat bagasi
yang diperkenankan (: baggage allowance) untuk penumpang kelas
ekonomi adalah 20kg, sedang kelas satu 30kg. Dengan demikian
dalam hal barang hilang atau lama tidak diketemukan, umumnya
adalah setelah 3hari tidak ditemukan, penumpang kelas ekonomi
akan menerima 5000 gold franc atau kira – kira sebesar US$ 300.
Jika penumpang menolak maka ia harus membuktikan isi dan harga
dari bagasinya, hal mana sulit dilakukan.

Sedangkan menurut protokol Guatemala 1971 menyatakan tanggung


jawab pengangkut terbatas sampai US$ 100.000,- (9 – 3 – 1971).
Indonesia meskipun mengirimkan delegasi ke konferensi itu tidak
turut menandatangani, karena menganggap limit tanggung jawab
sebesar 1.500.000 gold franc kira – kira US$ 100.000,- terlalu
tinggi. Demikian pula Birma dan Malaysia. Jadi yang diberlakukan
di Indonesia adalah perjanjian Warsawa 1929 dan Protokol Hague
1955.

Apabila ternyata bagasi penumpang tersebut tidak diketemukan


maka pemandu harus segera membantu wisatawan menyelesaikan
proses verbal dengan perusahaan penerbangan yaitu mengisi
formulir laporan barang hilang. Biasanya jika barang ditemukan
maka segera ditentukan kemana bagasi dikirim mengingat
kemungkinan wisatawan telah meninggalkan kota tempat melapor.
Jadi dalam formulir tersebut tercantum ke alamat mana barang
dikirimkan.

Sedangkan kerugian yang timbul disebabkan barang tentengan


perusahaan penerbangan hanya mengganti kerugian apabila
penumpang dapat membuktikan adanya “wilful misconduct” (:
keteledoran) pihak pengangkut. Pada hakekatnya barang tentengan
adalah barang yang dibawah pengawasan penumpang sendiri.
Besarnyapun sesuai dengan perjanjian Warsawa 1929 tidak boleh
lebih dari 5000 gold franc betapapun tinggi nilai barang itu.

D. PROBLEMA KESEHATAN

Tidak jarang terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat


memandu,seperti mangalami kejadian yang dapat mengganggu
aktivitas perjalanan wisata, seperti kejadian :

Wisatawan jatuh sakit


Wisatawan mengalami musibah kecelakaan
Wisatawan Meninggal Dunia

(1) Wisatawan Jatuh Sakit

Pada umumnya wisatawan dari Negara-negara Amerika,Eropa,dan


Australia sangat hati-hati dalam berobat ke dokter, hal ini
disebabkan karena mereka biasanya mempunyai dokter pribadi.

Karena itulah seringkali mereka membawa obat-obatan yang


diberikan oleh dokternya masing-masing.Dengan adanya dokter
pribadi dapat diketahui riwayat penyakit sehingga mudah
mendiagnosa penyakit dengan melihat sebab akibat yang timbul
dari bermacam-macam penyakit yang diderita seseorang.dengan
demikian enggan untuk berobat ke dokter yang lain.Namun dalam
keadaan darurat biasanya wisatawan yang jatuh sakit tunduk pada
pemandu yang memberikan bantuan.

Biasanya wisatawan yang merasa kemungkinan penyakitnya akan


kambuh membawa obat-obatan khusus dan membawa surat dari dokter
pribadinya,untuk memudahkan atau referensi dokter lain yang
menanganinya ketika penyakitnya kambuh.

Kesiapan Pemandu

Menentukan dokter mana yang paling tepat untuk dihubungi


Dalam buku telpon selalu tertulis nama,alamat,no telpon dokter
umum atau spesialis.
Tindakan Pemandu

Membawa wisatawan yang sakit dengan kendaraan lain kerumah sakit


Membawa wisatawan yang sakit ke Dokter terdekat tanpa
mengorbankan wisatawan lain.
Menugaskan pimpinan perjalanan untuk melaksanakan perjalanan
wisata

(2) Wisatawan terkena musibah kecelakaan


Mengalami peristiwa kecelakaan atas wisatawan baik karena
bepergian sendiri pada waktu diluar pemanduan maupun dalam waktu
pemanduan,adalah sepenuhnya menjadi kewajiban pemandu untuk
membantu mengatasi persoalan kecelakaan ini.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah :

Kecepatan memperoleh nomor telpon Palang Merah Indonesia guna


memperoleh kendaraan ambulans,mencari rumah sakit terlengkap dan
dokter yang tepat.
Hal kedua adalah :
Menyelesaikan peristiwa kecelakaan dengan menghubungi pihak
kepolisian,baik polisi lalu lintas ataupun poolisi keamanan.
Pada hal ini polisi lalulintas untuk menyelesaikan proses verbal
peristiwa kecelakaan,sedangkan polisi keamanan yaitu untuk
menyelesaikan proses verbal pengamanan barang-barang wisatawan
yang dibawa saat kecelakaan terjadi.

Ini mutlak diperlukan guna untuk ganti rugi asuransi kecelakaan


dan barang.

Pemandu harus mengambil langkah cepat dengan mempersiapkan


segala sesuatunya untuk mengurus kerugian yang dialami wisatawan
yang kecelakaan,karena bias jadi wisatawan tersebut tidak
sadarkan diri dan coma.
Langkah selanjutnya adalah menghubungi biro perjalanan Negara
asal wisatawan yang mengalami kecelakaan guna memberitahukan
peristiwa tersebut kepada keluarga.

(3) Wisatawan Meninggal Dunia

Beberapa kasus meninggal wisatawan belakangan ini sering


terjadi,seperti terseret arus ombak saat mandi dilaut,mengalami
kecelakaan jatuh terperosok jurang saat melakukan perjalanan
wisata ke gunung,serangan jantung saat menaiki tornado saat
melakukan perjalanan wisata ke dufan dan masih banyak kerjadian
lainnya.

Dalam hal ini pemandu harus menyelesaikan tugas-tugas proses


verbal saja.

Pemandu harus menghadapi kenyataan wisatawan yang dipandunya


meninggal,dan membantu wisatawan lain ddan keluarga yang
ditinggalkan,pemandu menghubungi pihak biro perjalanan guna
memberitahukan kepada keluarganya di Negara asal ia tinggal.

Pemandu juga menyelesaikan semua formalitas seperti :

· Visum er repertum dari dokter yang berwenang,yaitu dokter


rumah sakit Negara atau dokter pemerintah.

· Proses verbal kepolisian dan pernyataan meninggal dunia

· Surat kematian dari lurah,diketahui kecamatan setempat

· Surat laporan kejadian oleh pemandu wisata.

Keputusan mengenai jenazah biasanya menunggu pihak keluarga,bisa


direlakan keluarganya,dikuburkan ditempat kecelakaan,atau dapat
pula dikirim kembali ke Negara asalnya . pengiriman jenazah
menjadi tanggung jawab biro perjalanan yang berkewajiban
mengirim dengan surat-surat lengkap yang diperlukan oleh Negara
asal wisatawan,antara lain surat dari kedutaannya.

Anda mungkin juga menyukai