Disusun Oleh:
Larva maggot
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Maggot merupakan larva black soldier fly atau serangga bunga yang
secara luas dapat ditemukan dimana saja, memiliki tekstur yang kenyal dan
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan enzim , sehingga bahan tersebut
yang akan sebelumnya sulit untuk dicerna dapat disederhanakan dan dapat
dimanfaatkan oleh ikan. Dan maggot juga mempunyai kelebihan yaitu
memiliki kandungan anti jamur dan anti mikroba, sehingga apabila
dikonsumsi oleh ikan akan meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan
penyakit bakterial dan jamur. Maggot bekerja mekanan limbah organik
menjadi biomassa yang lebih sederhana. Pada maggot, salah satu cara untuk
menghambat pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan populasi
maggot adalah dengan meletakkan maggot padamedia yang mengandung
nutrisi yang sesuai. Sampah organik dari limbah pasar merupakan media
pembesaran maggot yang bisa dijadikan pakan.
Limbah yang ada di pasar selama ini menjadi sumber masalah bukan
hanya karena bau yang ditimbulkan tetapi juga karena mempunyai banyak
dampak pada manusia antara lain kesehatan (menjadi sarang/sumber
penyakit), lingkungan, dan sosial ekonomi. Padahal tumpukan sampah dapat
menjadi sumber nutrisi yang berlimpah dan tidak sedikit nilainya, asalkan
kita dapat mengelolanya dengan teknologi yang baik dan benar. Limbah
yang ada di pasar merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan
manusia yang berada di pasar dan banyak mengandung bahan organik.
Limbah tersebut saat ini bukan hanya digunakan untuk mendukung di
pertanian saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam bidang peternakan dan
perikanan terutama limbah sayuran dan buah-buahan. Limbah buah buahan
dan sayuran merupakan jenis limbah organik yang memiliki kandungan air
yang tinggi
Karena maggot merupakan salah satu alternatif pakan yang memenuhi
persyaratan sebagai sumber protein. Bahan makanan yang mengandung
protein kasar lebih 19%, digolongkan sebagai sumber protein .
VISI
Supaya Indonesia bisa bebas sampah dan bisa mengolah sampah dengan baik
supaya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,sehingga bisa membantu
perekonomian masyarakat.
9
MISI
Untuk membantu perekonomian masyarakat dengan membudidayakan
maghot
Bab 1
KELAYAKAN PER UNIT USAHA BUDIDAYA
MAGGOT BSF
a. Kandang insek (lalat) adalah tempat kawin dan bertelurnya lalat BSF yang
kemudian telur tersebut diambil oleh pembudidaya untuk dibesarnya menjadi
bentuk prepupa dan pupa;
b. Baskom plastik diperlukan untuk tempat penetasan telur BFS yang dipanen di
kandang lalat;
c. Biopond adalah “kolam” tempat pembesaran larva terbuat dari kayu. Agar
kapasitas nya besar dibuat tiga tingkat. Telur yang sudah menetas dalam
baskom dipindahkan ke biopond yang sudah disiapkan dengan medianya;
d. Timbangan diperlukan untuk menimbang hasil (larva) atau input (sampah) yang
dimasukkan dalam proses produksi;
e. Timbangan mikro diperlukan untuk pengamatan dalam menimbang telur atau
larva yang masih sangt kecil;
f. Termometer digunakan untuk pengamatan suhu lingkungan instalasi produksi
dan media dalam biopond.
g. Barometer digunakan untuk mengukur kelembaban media dan atau kelembaban
udara sekitar.
a. Media hidup larva: dapat berupa serbuk gergaji, dedak, ampas kelapa, ampas
tahu dll;
b. Pakan untuk larva: yaitu bahan pokok utama berupa sampah organik rumah
tangga, sampah organik pasar, sisa rumah makan dll.
9
Beberapa catatan yang berkaitan dengan aspek teknis budidaya larva BSF ini antara
lain:
a. Budidaya larva BSF mudah, dapat dilakukan oleh banyak orang, tidak
memerlukan pendidikan khusus, hanya memerlukan keterampilan yang dapat
dilatihkan dalam waktu singkat. Maka budidaya BSF mudah diduplilaski.
b. Satu siklus produksi dalam budidaya lalat BSF cukup pendek, sehingga memiliki
kesesuaian untuk dijadikan penghasilan yang berkesinambungan bagi yang belum
mempunyai pekerjaan;
c. Lalat BSF memiliki tolerasi yang cukup luas terhadap berbagai kondisi iklim
sehingga mudah beradaptasi terhadap kondisi iklim tempat dimana budidaya BSF
dilaksanakan.
1.6. Deskripsi Kelayakan Sosial
Beberapa catatan yang berkaitan dengan aspek sosial budidaya larva BSF ini antara
lain:
a. Larva BSF adalah pengurai biomasa organik, dapat membantu mereduksi
volume sampah organik yang menjadi masalah sosial selama ini di perkotaan
atau permukiman;
b. Lalat pada umumnya adalah vektor penyakit, namun jenis lalat BSF bukan
termasuk vektor penyakit, sehingga aman untuk dibudidayakan;
c. Usaha budidaya BSF dapat menjadi solusi untuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan sumber pendapatan yang layak bagi yang belum memiliki
pekerjaan.
13
1.7. Deskripsi Kelayakan Finansial
Beberapa catatan penting yang berkaitan dengan usaha biokonversi sampah pasar
manjdi larva BSF siap saji untuk pakan ini diuraikan sebagai berikut:
Kegiatan usaha budidaya maggot atau larva BSF ini dapat mengkonversi biomasa
sampah organik hingga lebih dari 50%. Sehingga apabila memiliki sampah organik
seberat 1000 kg, akan dikonversi menjadi material larva seberat lebih dari 500 kg.
Satu siklus biokonvesri sampah organik pasar menjadi larva diperkirakan mencapai
(20-21) hari. Dengan kata lain siklus produksi mulai dari input produksi sampah pasar
menjadi larva yang dapat dijadikan pakan ternak/ikan memerlukan waktu kurang
lebih 3 minggu. Sehingga dalam satu tahun bisa mencapai 18 kali siklus proses
produksi.
1. Biaya Tetap/Biaya Investasi. Biaya investasi untuk produksi Rp 21.650.000 yang
diperuntukkan bagi :
5. Laba Usaha. Usaha produksi maggot ini mendapatkan laba Rp 2.850.000/20 hari.
Sehingga sampai akhir tahun pertama laba usaha mencapai Rp 29.650.000 Pada
akhir tahun pertama usaha produksi sudah mencapai pay back periode. Kembali
modal akan dicapai pada periode produksi ke delapan yaitu pada hari ke 160. Pada
tahun kedua dan seterusnya usaha produksi maggot mendapatkan laba sebesar Rp
51.300.000/tahun.
Untuk lebih jelasnya rincian biaya, dan penerimaan tersebut disajikan dalam Tabel 11
berikut.
Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha ini adalah untuk biaya investasi
atau biaya tetap (fixed cost) dan biaya operasional atau variabel (variable cost) yang
dikeluarkan selama dalam satu tahun pertama adalah 35.150.000. Berdasarkan hasil
analisis Cash Flow yang direncanakan, kegiatan usaha ini akan kembali modal pada
periode produksi ke 15 tahun kedua.
13
BAB 2
Sekerdar ilustrasi, pada usaha “Larvamina Bintang” unit usaha budidaya BSF yang
sudah berjalan, larva yang dihasilkan digunakan untuk usaha perikanan sendiri. Larva
tidak dijual keluar namun digunakan untuk usaha perikanan. Untuk sepuluh unit usaha
yang akan dibangun untuk sementara tidak diintegrasikan dengan usaha perikanan. Hal ini
disebabkan tidak semua tempat memiliki kondisi ideal untuk usaha perikanan.
3.1. Alasan Pemilihan Jenis Ikan Nila
Nila adalah ikan air tawar yang sangat populer di kalangan masyarakat. Permintaan pasar
ikan nilan yang tinggi, terus memacu peningkatan produksi budidaya ikan nila.
Beberapa alasan pemilihan jenis ikan yang diusahakan diantaranya adalah:
a. Ikan nila sangat mudah untuk dikembangbiakan. Jenis ikan ini sering kali “mijah”
dengan sendirinya. Maka usaha pengelolaan hatchery tidak akan mengalami kendala
teknis yang berarti.
b. Jenis ikan nila tahan terhadap hama dan penyakit, serta memiliki toleransi yang cukup
luas terhadap berbagai variasi kondisi perairan. Maka kegiatan usaha ini tidak
menanggung beban risiko kegagalan yang disebabkan oleh kondisi agroklimat.
c. Ikan nila merupakan sumber protein hewani yang terbilang murah, dibandingkan
sumber protein hewani lainnya. Sehingga terjangkau oleh semua tingkatan ekonomi
konsumen, sehingga segmen pasarnya luas.
d. Pasar ikan nila cukup potensial, banyak masyarakat yang menyukai jenis ikan ini. 3.2.
Analisis Kelayakan Finansial Pembesaran Nila
Usaha pembesaran adalah usaha membesarkan deder nila berukuran “koral”, kira-kira
sebesar ibu jari, dan dipanen setelah layak konsumsi. Ikan nila layak konsumsi bobotnya
mencapai (5 – 10) ekor/kg. Untuk mencapai ukuran tersebut dari benih sebesar ibu jari
diperlukan waktu ± lebih 4 bulan.
1. Biaya Tetap (Fixed Cost). Biaya tetap yang dibutuhkan untuk merealisasikan
pembesaran ini Rp 8.950.000 Rincian komponen biaya tetap dimaksud diuraikan sebagai
berikut.
a. Benih /deder Ikan. Benih ikan yang ditanam dalam satu periode produksi (selama 4
bulan) sebanyak 200 kg. Dalam satu tahun 3 periode produksi, sehingga jumlah deder
yang diperlukan untuk satu tahun 600 kg @ Rp 45.000 = 27.000.000.
b. Pakan. Kabutuhan pakan 3%-5% dari bobot ikan/hari. Maka total pakan yang
dibutuhkan untuk periode satu tahun = 4000 kg @ Rp 6000.000 adalah Rp
24.000.000. Pakan yang diberikan berupa maggot yang “dibeli” dari unit usaha Maggot.
Sehingga biaya pakan pada usaha pembesaran nila menjadi penerimaan pada usaha
produksi maggot.
3. Biaya Total
Biaya total adalah biaya tetap Rp 8.950.000 ditambah biaya variabel atau biaya operasional
sebesar : Rp Rp 51.000.000 = Rp 59.950.000
4. Penerimaan
Output yang dihasilkan dari usaha pembesaran ikan nila adalah ikan nila konsumsi.
Dengan FCR 0,75, dari jumlah pakan 4000 kg akan menambah bobot produksi
ikan sebesar 0,75 @ 4000 = 3000 kg/tahun.
Harga ikan Nila konsumsi Rp 25.000/kg maka besarnya penerimaan usaha pembesran ikan
nila adalah 3000 kg @ 25.000/kg = Rp 75.000.000.
5. Laba Usaha
Laba usaha adalah besarnya penerimaan Rp 75.000.000 dikurangi Biaya Total, yaitu
Rp 59,950.000 adalah Rp 15.050.000/tahun, sehingga pada akhir tahun ketiga
terakumulasi laba sebesar Rp 45.150.000.
Tabel Biaya, Penerimaan Usaha Pembesaran Ikan Nila Dalam 3 Tahun
URAIAN Vol Satuan Harga Tahun 1 Tahun 2 Tanun 3
sat
BIAYA TETAP
13