Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN Tn. S DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE


DIRUANG WUJAYA KUSUMA RSUD WONOSARI

Preceptor: Anita Widiawati, S. Kep., Ns

Disusun Oleh:
MARIA GIOVANI SA LONGA
24.20.1470

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YAOGYKARTA
PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN XXVI

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disahkan dan disetujui Laporan Pendahuluan dengan Judul “Laporan


Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Tn. S Dengan Chronic
Kidney Disease di Ruang Wijaya Kusuma RSUD Wonosari”, untuk memenuhi
tugas stase keperawatan medikal bedah di RSUD Wonosari Gunung Kidul Program
Studi Profesi Ners Angkatan XXVI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global
Yogyakarta.

Wonosari,..... Juli 2021

Diajukan Oleh :

MARIA GIOVANI SA LONGA


NIM: 24.20.1470

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Muskhab Eko Riyadi, S.Kep., Ns., M.Kep) (Anita Widiawati, S. Kep., Ns)
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Pengertian

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan


etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan uremia (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018; Darmawan et al.,
2019)
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya
yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh
penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa
adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal.
Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi
menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan
adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut,
yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk
penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari,
2018; Darmawan et al., 2019)
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara
PGK stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya
perawatan dan penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau
transplantasi ginjal. Penyakit ini baik pada stadium awal maupun akhir
memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor risiko
penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK
lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium awal menjadi stadium
akhir (Delima, 2014; Darmawan et al., 2019)
B. Klasifikasi

Dijelaskan oleh Muttaqin dan Sari (2011) dalam Parwati (2019), CKD
memiliki kaitan dengan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR), maka
perlu diketahui derajat CKD untuk mengetahui tingkat prognosanya.
Stadium Deskripsi GFR
(ml/
menit1,73m
2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau >90
Meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 60-89
atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 30-59
atau sedang
4 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 15-29
atau berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
(Sumber: Sudoyo, 2015; Parwati, 2019)
Penurunan GFR dapat diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault
untuk mengetahui derajat penurunan fungsi ginjal (Suwitra, 2009; Kandacong,
2017; Parwati, 2019) :

*) Pada perempuan dikalikan 0,85

C. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie (2013) dalam
Guswanti (2019):

1. Gangguan pembuluh darah: berbagai jenis lesi vaskuler dapat


menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang
paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan
konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia
fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh
penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal mengakibatkan
penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis.
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau
logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat,
dan kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan
kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong
berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan
ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak. Sehingga kerusakan kronis secara fisiologis
ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor.
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis
(Judith & Robinson, 2006; Hermayanti, 2018):

1. Ginjal dan gastrointestinal


Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah penurunan
urine output dengansedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis,
effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratori sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan
sesak nafas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal,
lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder
biasanya mengikuti seperti anoreksi, nause, dan vomitting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae,
dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya
perubahan metabolik encephalophaty.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya
perdarahan (purpura, ekimosis, dan petechiae).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis,
dan kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi).
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan 3 produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis.
F. Pathway
G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal kronik adalah
(Baughman, 2000; Hermayanti, 2018):
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan menjadi
rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama makan menyebabkan
patologis.
2. Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan kelainan
himodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3. Anemia
Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
H. Pemeriksaan Penunjang
Dijelaskan dalam Parwati (2019), bahwa Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu:
1. Pemeriksaan pada urine yang meliputi:
1. Volume urine, pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau 1.200
ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi urine kurang
dari 400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria)
(Debora, 2017; Parwati, 2019).
2. Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih dan temuan pada
orang CKD didapatkan warna urine keruh karena disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan karena ada
darah, Hb, myoglobin, porfirin (Nuari & Widayati, 2017; Parwati, 2019).
3. Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika<1.010
menunjukan kerusakan ginjal berat (Nuari & Widayati, 2017; Parwati,
2019).
4. Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya
menurut Verdiansah(2016) dalam Parwati (2019), yaitu:
1) Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73 m2.
2) Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2.
5. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen ada. Normalnnya pada urine tidak
ditemukan kandungan protein.
2. Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari & Widayati (2017)
dalam Parwati (2019).
a. BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL, kreatinin
meningkat dari nilai normal <0.95 mg/dL, ureum lebih dari nilai normal
21-43 mg/dL.
b. Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dl.
c. SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin.
d. BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2.
e. Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L.
f. Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5 mmol/L.
g. Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL.
h. Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL.
i. Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL.
3. Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas pelvis ginjal
dan ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila muncul kecurigaan adanya
obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal digunakan untuk mengkaji
sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa (Haryono, 2013;
Parwati, 2019).
4. Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada atau
tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas (Nuari
& Widayati, 2017)
5. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013; Parwati, 2019).
I. Penatalaksanaan medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011;
Guswanti, 2019) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan
perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis atau dikenal
dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi /kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan
cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini
dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan
mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser.
Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali
kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam. Hemodialisis
yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada
daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis. Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis) (Muttaqin, 2011;
Guswanti, 2019).
2. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal
kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
J. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebih banyak terjadi pada usia 30-60
tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita), pekerjaan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS,
diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama, umur, hubungan
denga pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum
masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya
didapatkan keluhan utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011;
Darmawan et al., 2019).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul,
penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya dan perubahan pemenuhan
nutrisi (Muttaqin, 2011; Darmawan et al., 2019).
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-
obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan berulang, penyakit diabetes melitus, hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan
(Muttaqin, 2011; Darmawan et al., 2019).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal
kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang bisa
menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
c. Pengakajian pola persepsi dan penanganan kesehatan
1) Persepsi terhadap penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan
yang tinggi. Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol, dan obat-
obatan dalam kesehari-hariannya.
2) Pola nutrisi/ metabolisme
a) Pola makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b) Pola minum
Biasanya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).
3) Pola eliminasi
a) BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi
b) BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin < 400 ml/hari
sampai anuria, warna urin keruh atau berwarna coklat, merah
dan kuning pekat.
4) Pola aktivitas/latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu dan
biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain. Biasnya
pasien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak mampu bekerja
dan mempertahankan fungsi, peran dalam keluarga.
5) Pola istirahat tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya nyeri
panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada malam hari).
6) Pola kognitif-persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini
pada tingkat ansietas sedang sampai berat.
7) Pola peran hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari- hari
karena perawatan yang lama.
8) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit
yang diderita pasien.
9) Pola persepsi diri/ konsep diri
a) Body image/gambaran diri
Biasanya mengalami perubahan ukuruan fisik, fungsi alat
terganggu, keluhan karena kondisi tubuh, pernah operasi,
kegagalan fungsi tubuh, prosedur pengobatan yang mengubah
fungsi alat tubuh.
b) Role/ peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang diderita.
c) Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang, tidak
mampu menerima perubahan, merasa kurang mampu memiliki potensi.
d) Self esteem/ harga diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan diri,
mengecilkan diri, keluhan fisik.
e) Self Ideal/Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada nasib,
merasa tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki harapan, merasa
tidak berdaya.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial, perasaan
tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian
dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat.
b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, TD meningkat.
2) Kepala
a. Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering
sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b. Wajah : biasanya pasien berwajah pucat.
c. Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d. Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien
bernafas pendek.
e. Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi dan nafas berbau.
f. Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g. Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan.
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
atau kelenjar getah bening.
4) Dada/ thorak
a. Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam).
b. Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan.
c. Perkusi : biasanya sonor.
d. Auskultasi : biasanya vesikuler.
5) Jantung
a. Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat.
b. Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea
dekstrasinistra.
c. Perkusi : biasanya ada nyeri.
d. Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat.
6) Perut/abdomen
a. Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan,pasien tampak mual dan muntah.
b. Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c. Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
d. Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/ menit.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi kuning
pekat.
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram otot,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan keterbatasan
gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya
area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat
kesadaran,disfungsi serebral, seperti perubahan proses fikir dan disorientasi.
Pasien sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.
K. Diagnosa Keparawatan
Menurut NANDA (2018-2020), diagnosa keperawatan pada klien CKD,
meliputi :
1. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan dan kelebihan asupan natrium.
2. Gangguan perfusi jaringan perifer b/d penurunan kadar hemoglobin
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis,
faktor ekonomi, gangguan psikososial, ketidakmampuan makan,
ketidakmampuan mencernamakan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
4. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit (gatal), program
pengobatan.
5. Kerusakan integritas kulit b/d gejala penyakit (pruritus/gatal).
DAFTAR PUSTAKA

Bare BG., Smeltzer SC. 2010 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Hal: 45-47

Chayati, N. (2012) ‘Pengaruh Luas Permukaan Dializer Terhadap Capaian


AdekuasiDialisis pada Penderita Haemodialisis’, Skripsi, 2, p. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Darmawan, D., Sesrianty, N. V., Kep, M., Sesrianty, N. V., Kep, M., Susanti, R., Skp,
M. K., Kep, N. S., Susanti, R., & Skp, M. K. (2019). Asuhan Keperawatan Pada
Ny A Dengan Kronik Kiddey Disease (Ckd) Dengan Pemberian Inovasi
Interpensi Terapi Musik Di Ambun Suri Lantai 4 Rsam Bukittinggi Tahun 2019.
STIKes Perintis Padang.
Guswanti, G. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Hemodialisa Di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and classification
2018-2020. Jakarta: EGC.
Hermayanti, K. D. Y. (2018). Gambaran Asupan Kalsium Dan Fosfor Pada Penderita
Gagal Ginjal Kronik Rawat Jalan Yang Menjalani Hemodialisa Dan Non
Hemodialisa Di Rsud Badung Mangusada. Jurusan Gizi.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba medika.
Parwati, I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease Dengan
Masalah Resiko Gangguan Integritas Kulit Di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang. STIKES Panti Waluya Malang.
Raper Batra, 2014. Hemodialisa, diakses dari http://keperawatan-
lengkap.blogspot.com. 28/5/2014 hemodialisa.html, diunduh pada tanggal 17
April 2021 jam 20.00 WIB
Prameswari, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Ginjal Kronis Di Ruang
Flamboyan Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Suyono, Slamet. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid II. Jakarta.:
BalaiPenerbit FKUI
Supeno, B. 2010. Studi Cara Kerja Hemodialisa Elektronik Ditinjau dari Sudut
PandangAsuhan Keperawatan. Jurnal Rekayasa Vol 7 No.2
Suhardjono, 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI.Jakarta: Internal
Publishing
Suherman, H (2017). Penatalaksanaan Komplikasi Akut Pasien. Ikatan Perawat Dialisis
Indonesia: PD IPDI DKI: Malang
Upadhyay, A. (2019) ‘Dialyzer reuse: is it safe and worth it?’, Jornal brasileiro de
nefrologia : ’orgao oficial de Sociedades Brasileira e Latino-Americana de
Nefrologia. NLM (Medline), pp. 312–314. doi: 10.1590/2175-8239-JBN-2019-
0134.
Widiana, I. G. R. (2013) ‘Prekripsi dan Adekuasi Hemodialisis’, Medicina, 44(4), pp.
27–36.

Anda mungkin juga menyukai