Disusun Oleh:
MARIA GIOVANI SA LONGA
24.20.1470
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Oleh :
Mengetahui
(Muskhab Eko Riyadi, S.Kep., Ns., M.Kep) (Anita Widiawati, S. Kep., Ns)
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Pengertian
Dijelaskan oleh Muttaqin dan Sari (2011) dalam Parwati (2019), CKD
memiliki kaitan dengan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR), maka
perlu diketahui derajat CKD untuk mengetahui tingkat prognosanya.
Stadium Deskripsi GFR
(ml/
menit1,73m
2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau >90
Meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 60-89
atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 30-59
atau sedang
4 Kerusakan ginjal dengan GFR meningkat 15-29
atau berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
(Sumber: Sudoyo, 2015; Parwati, 2019)
Penurunan GFR dapat diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault
untuk mengetahui derajat penurunan fungsi ginjal (Suwitra, 2009; Kandacong,
2017; Parwati, 2019) :
C. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie (2013) dalam
Guswanti (2019):
Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal kronik adalah
(Baughman, 2000; Hermayanti, 2018):
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan menjadi
rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama makan menyebabkan
patologis.
2. Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan kelainan
himodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3. Anemia
Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
H. Pemeriksaan Penunjang
Dijelaskan dalam Parwati (2019), bahwa Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu:
1. Pemeriksaan pada urine yang meliputi:
1. Volume urine, pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau 1.200
ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi urine kurang
dari 400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria)
(Debora, 2017; Parwati, 2019).
2. Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih dan temuan pada
orang CKD didapatkan warna urine keruh karena disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan karena ada
darah, Hb, myoglobin, porfirin (Nuari & Widayati, 2017; Parwati, 2019).
3. Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika<1.010
menunjukan kerusakan ginjal berat (Nuari & Widayati, 2017; Parwati,
2019).
4. Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya
menurut Verdiansah(2016) dalam Parwati (2019), yaitu:
1) Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73 m2.
2) Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2.
5. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen ada. Normalnnya pada urine tidak
ditemukan kandungan protein.
2. Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari & Widayati (2017)
dalam Parwati (2019).
a. BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL, kreatinin
meningkat dari nilai normal <0.95 mg/dL, ureum lebih dari nilai normal
21-43 mg/dL.
b. Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dl.
c. SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin.
d. BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2.
e. Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L.
f. Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5 mmol/L.
g. Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL.
h. Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL.
i. Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL.
3. Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas pelvis ginjal
dan ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila muncul kecurigaan adanya
obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal digunakan untuk mengkaji
sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa (Haryono, 2013;
Parwati, 2019).
4. Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada atau
tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas (Nuari
& Widayati, 2017)
5. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013; Parwati, 2019).
I. Penatalaksanaan medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011;
Guswanti, 2019) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan
perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis atau dikenal
dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi /kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan
cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini
dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan
mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser.
Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali
kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam. Hemodialisis
yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada
daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis. Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CPAD (Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis) (Muttaqin, 2011;
Guswanti, 2019).
2. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal
kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
J. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebih banyak terjadi pada usia 30-60
tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita), pekerjaan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS,
diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama, umur, hubungan
denga pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum
masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya
didapatkan keluhan utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011;
Darmawan et al., 2019).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul,
penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya dan perubahan pemenuhan
nutrisi (Muttaqin, 2011; Darmawan et al., 2019).
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-
obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan berulang, penyakit diabetes melitus, hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan
(Muttaqin, 2011; Darmawan et al., 2019).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal
kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang bisa
menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
c. Pengakajian pola persepsi dan penanganan kesehatan
1) Persepsi terhadap penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan
yang tinggi. Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol, dan obat-
obatan dalam kesehari-hariannya.
2) Pola nutrisi/ metabolisme
a) Pola makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b) Pola minum
Biasanya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).
3) Pola eliminasi
a) BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi
b) BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin < 400 ml/hari
sampai anuria, warna urin keruh atau berwarna coklat, merah
dan kuning pekat.
4) Pola aktivitas/latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu dan
biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain. Biasnya
pasien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak mampu bekerja
dan mempertahankan fungsi, peran dalam keluarga.
5) Pola istirahat tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya nyeri
panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada malam hari).
6) Pola kognitif-persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini
pada tingkat ansietas sedang sampai berat.
7) Pola peran hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari- hari
karena perawatan yang lama.
8) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit
yang diderita pasien.
9) Pola persepsi diri/ konsep diri
a) Body image/gambaran diri
Biasanya mengalami perubahan ukuruan fisik, fungsi alat
terganggu, keluhan karena kondisi tubuh, pernah operasi,
kegagalan fungsi tubuh, prosedur pengobatan yang mengubah
fungsi alat tubuh.
b) Role/ peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang diderita.
c) Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang, tidak
mampu menerima perubahan, merasa kurang mampu memiliki potensi.
d) Self esteem/ harga diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan diri,
mengecilkan diri, keluhan fisik.
e) Self Ideal/Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada nasib,
merasa tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki harapan, merasa
tidak berdaya.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial, perasaan
tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian
dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat.
b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, TD meningkat.
2) Kepala
a. Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering
sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b. Wajah : biasanya pasien berwajah pucat.
c. Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d. Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien
bernafas pendek.
e. Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi dan nafas berbau.
f. Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g. Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan.
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
atau kelenjar getah bening.
4) Dada/ thorak
a. Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam).
b. Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan.
c. Perkusi : biasanya sonor.
d. Auskultasi : biasanya vesikuler.
5) Jantung
a. Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat.
b. Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea
dekstrasinistra.
c. Perkusi : biasanya ada nyeri.
d. Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat.
6) Perut/abdomen
a. Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan,pasien tampak mual dan muntah.
b. Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c. Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
d. Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/ menit.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi kuning
pekat.
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram otot,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan keterbatasan
gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya
area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat
kesadaran,disfungsi serebral, seperti perubahan proses fikir dan disorientasi.
Pasien sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.
K. Diagnosa Keparawatan
Menurut NANDA (2018-2020), diagnosa keperawatan pada klien CKD,
meliputi :
1. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan dan kelebihan asupan natrium.
2. Gangguan perfusi jaringan perifer b/d penurunan kadar hemoglobin
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis,
faktor ekonomi, gangguan psikososial, ketidakmampuan makan,
ketidakmampuan mencernamakan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
4. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit (gatal), program
pengobatan.
5. Kerusakan integritas kulit b/d gejala penyakit (pruritus/gatal).
DAFTAR PUSTAKA
Bare BG., Smeltzer SC. 2010 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Hal: 45-47