Ada sebuah hutan di ujung dunia ini yang penuh dengan keajaiban. Di
sana, kamu bisa melihat kebahagiaan yang dirasakan oleh setiap
penghuninya. Pohon-pohon seakan menari, burung-burung indah
bernyanyi, hembusan angin dan aliran airnya terdengar seperti musik
yang mengalun merdu.
Kamu tidak perlu takut berjalan sendirian di sana, kamu tidak akan
tersesat. Akan ada batu yang menuntun kemana kamu pergi. Setiap
batu di sana menunjukkan tanda, dimana tempat yang kering dan
tempat yang sejuk.
Tidak perlu khawatir akan gelap, karena setiap malam bulan akan
bersinar terang untuk setiap penghuni hutan. Di hutan yang terlalu
rimbun, akan ada kunang-kunang yang menerangi setiap langkahmu.
Tidak perlu takut, harimau dan serigala di hutan ini tidak akan
mengejarmu. Mereka bahkan tidak ada di sini. Ya, di hutan ajaib ini,
hanya tinggal makhluk-makhluk herbivora. Mereka hanya memakan
apa yang disediakan alam, tidak menyakiti satu sama lain. Justru,
mereka akan saling berbagi makanan di setiap musimnya.
Hutan itu sangat damai dan tentram. Semua penghuni yang ada di sana
hidup rukun dan akur. Siapapun yang berada di sana pasti akan
merasakan hal yang sama.
Sayangnya, kamu tidak bisa ke sana. Tidak ada manusia yang tinggal
di sana.
Anak itu tertegun. Takjub akan apa yang baru saja dilihatnya. Matanya
mulai berlinang dan tanpa mengerti kemana jalan itu akan berujung,
ia melangkah menyusurinya. Jalan itu hanya cukup untuk satu orang,
membelah lautan yang penuh ombak. Jalan itu sangat panjang, cukup
panjang hingga membuat Anak itu kelelahan saat menyusurinya.
Setelah berjalan cukup lama, anak itu berhenti dan terpatung seketika.
Bukan, bukan karena ia tidak menemukan ujung dari jalan ini. Tapi
karena ia terkejut bukan main saat melihat sebuah gerbang yang
terbuat dari tanaman merambat yang dipenuhi dengan bunga.
“Wahh..” takjubnya.
Dengan riangnya anak itu berlari, menikmati suasana sejuk dan indah.
Tentu saja, pulau ini sangat berbeda dengan pulau yang sebelumnya.
Anak itu tertawa riang saat melihat tupai berlari dari satu dahan ke
dahan yang lain. Ia pun berlari mengikuti tupai itu dengan tawa
riangnya.
Langkah anak itu berhenti saat peri kecil terbang dan berhenti di
hadapannya. Ia sangat terkejut. Selama ini anak itu tidak pernah
melihat seorang peri.
Peri itu terbang mengitari si anak. Ya, ia mencoba mencari tahu dari
mana kedatangan anak manusia itu. Sejak hutan keajaiban diciptakan,
tidak pernah ada manusia yang datang kemari.
Anak itu tersentak. Ia tidak tahu bahwa seorang peri dapat bicara.
Menyadari hal itu, peri kecil pun meraih tangan Gerald dengan tangan
kecilnya.
“Kau boleh tinggal selama kau berlaku baik dan tidak merusak.”
Peri kecil itu lalu pergi meninggalkan Gerald yang mulai dihampiri
oleh para penghuni hutan. Tupai, kelinci, kancil, hingga kupu-kupu
menghampiri Gerald si anak manusia itu. Mereka berkenalan satu
sama lain. Seperti yang peri kecil katakan, mulai hari ini mereka akan
hidup bersama di hutan keajaiban.
Anak itu tetap berlaku baik dan tidak merusak. Semakin hari, ia
semakin terbiasa. Tinggal dengan damai bersama dengan para
penghuni hutan keajaiban yang lain tanpa merasa kekurangan.
Anak manusia itu pun mulai memikirkan sesuatu yang dapat menjadi
tempatnya tinggal. Sebuah rumah, pikirnya. Ia mengingat bagaimana
bentuk dari rumahnya di waktu kecil. Ya, tempat dimana ia tinggal
bersama dengan Ayah dan Ibunya dulu.
“Tapi ini rumahku, Gerald. Kau tidak boleh merusak hutan keajaiban.”
ucap tupai di atas pohon yang hendak Gerald tebang.
“Wahai anak Adam! Kenapa kau melakukan hal itu?” tanyanya pada
Gerald.
Ya. Gerald, si anak manusia itu, kini terduduk di bibir pantai sebuah
pulau tandus tanpa apapun di atasnya. Gerald mulai ketakutan. Ia
kembali ke pulau tempat dirinya terdampar setelah kapal yang
ditumpanginya diterpa oleh badai dahsyat.
“Naiki lah perahu ini dan arungi lautan luas, maka kau akan
menemukan rumah yang kau inginkan, Gerald..”
Sejak ombak laut membawa ingatan hutan keajaiban dari seorang anak
manusia, tidak ada lagi manusia yang menginjakkan kakinya di pulau
tandus tanpa apapun yang menjadi gerbang hutan keajaiban.
Penghuni hutan keajaiban kembali pada kehidupan mereka. Ya.
Kehidupan damai dan tentram tanpa keributan atau kerusakan yang
disengaja. Mereka hidup dengan menjaga alam alami hutan keajaiban
dan mengambil manfaat dari kelestarian hutan itu.
Tidak ada yang menebang pohon di sana, atau mengasah batu untuk
dijadikan perkakas. Tidak ada keinginan. Tidak ada keserakahan.
Semua penghuni hidup dengan kebutuhan yang tercukupi tanpa
menginginkan sesuatu yang lebih. Menerima dan memanfaatkan apa
yang disediakan alam untuk mereka tanpa keinginan berlebih yang
mengakibatkan kerusakan alam.