Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN

FAKTOR PENYEBABNYA

The Development of Total Poor Population and Its Causing Factor

Sunaryo Urip

Badan Pusat Statistik


Jl. Sutomo, Jakarta Pusat

ABSTRACT

There is no accurate calculation made to determine the number of poor people in


Indonesia, always with controversy because each calculation uses different criteria. This
paper covers the calculation to determine the number of poor people carried out by BPS
based on basic needs approach. The objective is to describe the development of poor
people since 1970 up until March 2007. BPS divides the poor people accrding to its
characteristics into two groups, namely “transient poverty” and “chronic poverty”. This
differentiation is based on its causing factors to allow specific alleviation policy implication.
The cause of such poverty, in general, is that the poor people have no capacity and
capability to access economic sources.

Key words: poor people, poverty criteria, transient poverty, chronic poverty

ABSTRAK

Perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia tidak pernah dilakukan secara


tepat, selalu ada kontroversial, karena berbagai pihak yang menghitung mempunyai kriteria
kemiskinan yang berbeda. Tulisan ini merupakan hasil perhitungan jumlah penduduk miskin
yang dilakukan oleh BPS berdasarkan pendekatan ”basic needs approach”. Tulisan ini
bertujuan menyampaikan perkembangan jumlah penduduk miskin dari tahun 1970 sampai
awal bulan Maret 2007. BPS juga membedakan penduduk miskin menurut sifatnya yakni
”transient poverty” dan ”chronic poverty”. Perbedaan ini berdasarkan kriteria faktor
penyebabnya sehingga implikasi kebijakan penanggulangan penduduk miskin juga berbeda.
Sementara penyebab kemiskinan itu pada umumnya adalah penduduk miskin tidak
mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk mengakses sumber-sumber ekonomi.

Kata kunci : penduduk miskin, kriteria kemiskinan, transient poverty, chronic poverty

PENDAHULUAN

Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung jumlah dan persentase penduduk


miskin untuk pertama kali pada tahun 1984. Jumlah dan persentase penduduk
miskin tersebut dihitung untuk periode 1976-1981. Setelah itu, data penduduk
miskin di Indonesia dihitung setiap tiga tahun, yang disajikan menurut daerah
perkotaan dan perdesaan. Sejak tahun 1993, data mengenai kemiskinan di
Sunaryo Urip

Indonesia dihitung sampai dengan tingkat provinsi. Selanjutnya, mulai tahun 2003
data kemiskinan telah dihitung sampai dengan tingkat kabupaten/kota.
Penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin dilakukan dengan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang tidak mempunyai
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak, baik
kebutuhan dasar makanan maupun kebutuhan dasar bukan makanan
Untuk membedakan antara penduduk miskin dan bukan penduduk miskin
diperlukan suatu batas yang digunakan sebagai patokan. Batas tersebut dikenal
sebagai garis kemiskinan. Garis kemiskinan dinyatakan dalam nilai rupiah dimana
seseorang dapat memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan.
Penduduk yang pengeluaran konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin
Kriteria untuk menetapkan kebutuhan minimum makanan adalah besarnya
nilai rupiah yang dikeluarkan untuk dapat memenuhi kebutuhan minimum enerji
sebesar 2100 kalori per hari. Sedangkan kriteria kebutuhan minimum bukan
makanan adalah nilai rupiah yang dikeluarkan untuk dapat memenuhi kebutuhan
minimum bukan makanan (seperti perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan,
dan sebagainya)
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung jumlah dan persentase
penduduk miskin adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),
terutama Susenas Modul Konsumsi. Data kemiskinan yang bersumber dari hasil
survei ini (yang dilakukan berdasarakan metode sampling) hanya dapat
menunjukkan jumlah dan persentase penduduk miskin di suatu wilayah, tanpa
diketahui siapa (namanya) dan di mana (alamatnya) penduduk miskin

PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN

Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia selama


periode 1970-2007. Tabel 1 menyajikan data dalam 2 periode 1970-1996 dan
periode 1996 hingga kini. Hal itu perlu dipisahkan karena adanya perbedaan dalam
metode penghitungan jumlah penduduk miskin, khususnya penghitungan
pengeluaran konsumsi. Selama periode 1970-1996, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mengalami penurunan secara cepat, dari 70,0 juta orang menjadi 22,5
juta orang. Selama periode tersebut persentase penduduk miskin juga menurun
cepat dari 60 persen menjadi 11,34 persen. Penurunan tersebut terjadi baik di
daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan.
Namun, jumlah dan persentase penduduk miskin kembali meningkat pada
tahun 1998. Hal itu berkaitan erat dengan krisis ekonomi pada saat itu. Kemudian,
jumlah dan persentase penduduk miskin berangsur-angsur menurun seiring
dengan membaiknya kondisi ekonomi di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar
minyak pada tahun 2005 telah memicu kenaikan jumlah dan persentase penduduk
miskin pada tahun 2006.

2
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor Penyebabnya

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 1970-2007

Jumlah Penduduk Miskin (x 1 juta) Persentase Penduduk Miskin


Per- Per-
Tahun Per- Per- kotaan Per- Per- kotaan
kotaan desaan dan Per- kotaan desaan dan Per-
desaan desaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1970 - - 70,0 - - 60,00
1976 10,0 44,2 54,2 38,79 40,37 40,08
1978 8,3 38,9 47,2 30,84 33,38 33,31
1980 9,5 32,8 42,3 29,04 28,42 28,56
1981 9,3 31,3 40,6 28,06 26,49 26,85
1984 9,3 25,7 35,0 23,14 21,18 21,64
1987 9,7 20,3 30,0 20,14 16,44 17,42
1990 9,4 17,8 27,2 16,75 14,33 15,08
1993 8,7 17,2 25,9 13,45 13,79 13,67
1996 7,2 15,3 22,5 9,71 12,30 11,34

1997 9,4 24,6 34,0 13,39 19,78 17,47


1998 17,6 31,9 49,5 21,92 25,72 24,23
1999 15,6 32,3 47,9 19,41 26,03 23,43
2000 12,3 26,4 38,7 14,60 22,38 19,14
2001 8,6 29,3 37,9 9,76 24,84 18,41
2002 13,3 25,1 38,4 14,46 21,10 18,20
2003 12,2 25,1 37,3 13,57 20,23 17,42
2004 11,4 24,8 36,2 12,13 20,11 16,66
Feb 2005 12,4 22,7 35,1 11,37 19,51 15,97
Juli 2005 13,30 23,50 36,80 12,48 20,63 16,69
Mrt 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75
Mrt 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 2 menyajikan jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut provinsi


pada bulan Juli 2005 dan bulan Maret 2007. Selama periode tersebut, penduduk
miskin di Indonesia meningkat dari 36,8 juta orang menjadi 37,2 juta orang
Sekitar 55 persen penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa. Hal ini
bukanlah suatu hal yang luar biasa, mengingat sekitar 60 persen penduduk
Indonesia tinggal di pulau Jawa. Selama periode 2005 - 2007 jumlah penduduk
miskin di Pulau Jawa naik dari 20,6 juta orang menjadi 21, 1 juta orang. Kenaikan
jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa terutama terjadi di daerah perdesaan.
Jumlah penduduk miskin di luar Pulau Jawa selama periode yang sama terjadi di
Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Kenaikan
jumlah penduduk miskin di provinsi-provinsi tersebut pada umumnya terjadi di
daerah perdesaan.

3
Sunaryo Urip

Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi, Juli 2005 dan Maret 2007
(x 1000 orang)

Juli 2005 Maret 2007


No. Provinsi Per- Per- Per- Per-
Jumlah Jumlah
kotaan desaan kotaan desaan
1 N. Aceh Darussalam 222.9 943.5 1 166.4 218.8 864.9 1 083.7
2 Sumatera Utara 732.2 1 108.0 1 840.2 833.5 935.0 1 768.5
3 Sumatera Barat 189.3 293.5 482.8 149.2 380.0 529.2
4 Riau 199.9 400.5 600.4 246.4 328.1 574.5
5 Jambi 143.7 174.1 317.8 137.2 144.7 281.9
6 Sumatera Selatan 557.8 871.2 1 429.0 545.9 785.9 1 331.8
7 Bengkulu 142.4 218.8 361.2 135.6 235.0 370.6
8 Lampung 405.5 1 167.1 1 572.6 366.0 1 295.7 1 661.7
9 Bangka Belitung 37.7 57.5 95.2 38.6 56.5 95.1
10 Kepulauan Riau 70.1 77.9 148.0 76.8 71.6 148.4
11 Dki Jakarta 316.2 - 316.2 405.7 - 405.7
12 Jawa Barat 2 444.4 2 693.1 5 137.5 2 654.6 2 803.3 5 457.9
13 Jawa Tengah 2 671.0 3 862.5 6 533.5 2 687.3 3 869.9 6 557.2
14 Di Yogyakarta 340.3 285.5 625.8 335.3 298.2 633.5
15 Jawa Timur 2 716.1 4 423.8 7 139.9 2 575.7 4 579.6 7 155.3
16 Banten 370.1 460.4 830.5 399.4 486.8 886.2
17 Bali 105.9 122.5 228.4 119.8 109.3 229.1
18 Nusa Tenggara Barat 575.2 561.2 1 136.4 570.9 547.7 1 118.6
19 Nusa Tenggara Timur 133.5 1 037.7 1 171.2 124.9 1 038.7 1 163.6
20 Kalimantan Barat 171.6 458.3 629.9 144.1 440.2 584.3
21 Kalimantan Tengah 48.5 182.3 230.8 51.2 159.1 210.3
22 Kalimantan Selatan 82.4 153.3 235.7 83.1 150.4 233.5
23 Kalimantan Timur 106.0 193.1 299.1 136.1 188.7 324.8
24 Sulawesi Utara 46.4 155.1 201.5 79.0 171.1 250.1
25 Sulawesi Tengah 73.2 454.3 527.5 67.1 490.3 557.4
26 Sulawesi Selatan 182.0 1 098.7 1 280.7 152.8 930.6 1 083.4
27 Sulawesi Tenggara 37.2 413.3 450.5 31.3 434.1 465.4
28 Gorontalo 47.3 207.8 255.1 30.7 211.2 241.9
29 Sulawesi Barat - - - 55.1 134.8 189.9
30 Maluku 45.1 366.4 411.5 49.1 355.6 404.7
31 Maluku Utara 29.3 89.3 118.6 11.7 98.2 109.9
32 Papua Barat - - - 11.0 255.8 266.8
33 Papua 53.0 975.2 1 028.2 35.4 758.0 793.4
Indonesia 13296,2 23 505.9 36 802.1 13 559.3 23 609.0 37 168.3
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah).

Tabel 3 menyajikan data mengenai persentase penduduk miskin menurut


provinsi pada bulan Juli 2005 dan bulan Maret 2007. Selama periode tersebut
persentase penduduk miskin di Indonesia menurun dari 16,7 persen menjadi 16,6

4
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor Penyebabnya

persen, sementara persentase penduduk miskin di provinsi-provinsi di Pulau Jawa,


kecuali Jawa Tengah, mengalami kenaikan, yang umumnya terjadi di daerah
perdesaan. Sedangkan kenaikan persentase penduduk miskin di luar Pulau Jawa
terjadi di Provinsi Sumatera Barat, Lampung, dan Kalimantan Timur. Dari tiga
provinsi tersebut, kenaikan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan
terjadi di Provinsi Sumatera Barat dan Lampung.

Tabel 3. Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi, Juli 2005 dan Maret 2007

Juli 2005 Maret 2007


No. Provinsi Per- Per- Per- Per-
Jumlah Jumlah
kotaan desaan kotaan desaan
1 N. Aceh Darussalam 19.04 32.60 28.69 18.68 29.87 26.65
2 Sumatera Utara 12.67 16.40 14.68 14.21 13.63 13.90
3 Sumatera Barat 12.45 10.08 10.89 9.78 13.01 11.90
4 Riau 8.26 16.82 12.51 9.53 12.90 11.20
5 Jambi 16.58 9.63 11.88 15.42 7.81 10.27
6 Sumatera Selatan 21.19 20.90 21.01 20.30 18.43 19.15
7 Bengkulu 24.84 20.74 22.18 23.00 21.66 22.13
8 Lampung 20.46 21.78 21.42 18.11 23.70 22.19
9 Bangka Belitung 8.05 11.28 9.74 8.09 10.87 9.54
10 Kepulauan Riau 9.83 12.26 10.97 10.08 10.54 10.30
11 Dki Jakarta 3.61 - 3.61 4.61 - 4.61
12 Jawa Barat 10.57 16.62 13.06 11.21 16.88 13.55
13 Jawa Tengah 17.24 23.57 20.49 17.23 23.45 20.43
14 Di Yogyakarta 16.02 24.23 18.95 15.63 25.03 18.99
15 Jawa Timur 15.52 24.19 19.95 14.71 25.02 19.98
16 Banten 6.56 12.34 8.86 6.79 12.52 9.07
17 Bali 5.40 8.51 6.72 6.01 7.47 6.63
18 Nusa Tenggara Barat 31.31 22.03 25.92 30.44 21.06 24.99
19 Nusa Tenggara Timur 17.85 30.46 28.19 16.41 29.95 27.51
20 Kalimantan Barat 13.95 14.35 14.24 11.45 13.47 12.91
21 Kalimantan Tengah 6.62 12.84 10.73 6.72 10.76 9.38
22 Kalimantan Selatan 6.09 8.03 7.23 6.01 7.72 7.01
23 Kalimantan Timur 6.02 18.06 10.57 7.44 16.98 11.04
24 Sulawesi Utara 4.96 12.70 9.34 8.31 13.80 11.42
25 Sulawesi Tengah 14.41 23.76 21.80 12.86 24.97 22.42
26 Sulawesi Selatan 6.61 18.95 14.98 6.18 17.87 14.11
27 Sulawesi Tenggara 7.70 25.56 21.45 6.24 25.84 21.33
28 Gorontalo 17.23 34.43 29.05 11.08 34.76 27.35
29 Sulawesi Barat - - - 16.53 20.29 19.03
30 Maluku 13.57 38.89 32.28 14.49 37.02 31.14
31 Maluku Utara 10.99 14.17 13.23 4.29 15.22 11.97
32 Papua Barat - - - 7.14 48.82 39.31
33 Papua 9.23 50.16 40.83 7.97 50.47 40.78
Indonesia 12.48 20.63 16.69 12.52 20.37 16.58
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah).

5
Sunaryo Urip

KEMISKINAN MENURUT SIFATNYA

Kemiskinan menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi kemiskinan


sementara (transient poverty) dan kemiskinan kronis (chronic poverty). Kondisi
kedua kemiskinan tersebut sangat berbeda, sehingga upaya penanggulangannya
juga berbeda. Penduduk yang tercakup dalam kemiskinan sementara adalah
mereka yang pengeluaran konsumsinya sedikit berada di bawah garis kemiskinan.
Pada umumnya, penduduk menjadi miskin sementara (transient poor) disebabkan
oleh memburuknya keadaan perekonomian, sehingga pendapatan orang tersebut
tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum. Penduduk miskin sementara akan
segera keluar dari kemiskinan apabila kondisi perekonomian membaik, karena
mereka mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kondisi tersebut.
Sedangkan, penduduk miskin kronis adalah mereka yang pengeluaran
konsumsinya berada jauh dari garis kemiskinan. Mereka pada umumnya tidak
mempunyai akses yang cukup terhadap sumberdaya ekonomi. Dengan demikian,
membaiknya kondisi perekonomian tidak banyak berpengaruh terhadap mereka.
Untuk menanggulangi kemiskinan kronis diperlukan kebijakan struktural yang
bertujuan memberikan akses yang lebih besar kepada sumber ekonomi, terutama
melalui peningkatan kualitas penduduk miskin.
Krisis ekonomi telah meningkatkan jumlah penduduk miskin pada tahun
1998. Setelah kondisi perekonomian membaik, jumlah penduduk miskin
berangsur-angsur menurun. Begitu pula, kebijakan menaikkan harga bahan bakar
minyak pada tahun 2005 berdampak pada kenaikan jumlah penduduk miskin, baik
di perkotaan maupun di perdesaan.
Terdapatnya penduduk miskin tercermin pula dari data pada Tabel 4. Data
menunjukkan bahwa selama periode Februari 2005 – Maret 2006 terdapat 15,2
juta orang di Indonesia yang berhasil keluar dari kemiskinan. Sekitar 9,7 juta orang
yang keluar dari kemiskinan berada di daerah perdesaan. Namun, pada periode
yang sama terjadi penambahan penduduk miskin sebesar 19,4 juta orang, yang
11,8 juta orang diantaranya berada di daerah perdesaan. Seiring dengan
membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia, selama periode Maret 2006 –
Maret 2007 jumlah penduduk yang berhasil keluar dari kemiskinan meningkat
menjadi 28,7 juta orang. Selama periode tersebut, masih terdapat penduduk yang
jatuh menjadi kategori miskin sebanyak 18,6 juta orang. Sebagian besar dari
mereka yang mutasi dalam status kemiskinan, baik yang keluar dari kemiskinan
maupun yang menjadi miskin, berada di daerah perdesaan.
Indikasi tentang adanya kemiskinan kronis terlihat pula pada tabel 4. Selama
periode Februari 2005 – Maret 2006 terdapat sebanyak 19,9 juta orang yang tetap
miskin. Sedangkan selama periode Maret 2006 – 2007 jumlah penduduk yang
tetap miskin sebanyak 18,6 juta orang. Selama 2 periode tersebut penduduk yang
tetap miskin di daerah perkotaan relatif tidak berubah, yaitu 6,9 juta orang dan 6,7
juta orang.

6
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor Penyebabnya

Tabel 4. Mutasi Penduduk Miskin Februari 2005 – Maret 2007 (dalam jutaan orang)

Periode Keterangan Perkotaan Perdesaan Jumlah


Feb 05 Penduduk Miskin 12,4 22,7 35,1
Pdd keluar dari kemiskinan 5,5 9,7 15,2
Pdd tetap miskin 6,9 13,0 19,9
Pdd menjadi miskin 7,6 11,8 19,4
Maret 06 Penduduk miskin 14,5 24,8 39,3
Pdd keluar dari kemiskinan 7,8 12,9 28,7
Pdd Tetap miskin 6,7 11,9 18,6
Pdd menjadi miskin 6,9 11,7 18,6
Maret 07 Penduduk miskin 13,6 23,6 37,2
Sumber: Susenas Panel 2005, 2006, dan 2007 (diolah)

Kajian mengenai kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis pernah


dilakukan oleh Suryahadi dan Sumarto (2001). Dengan menggunakan data
Susenas mereka berhasil mendeteksi adanya perubahan besarnya penduduk
miskin sementara sebagai dampak krisis ekonomi di seluruh provinsi di Indonesia
pada akhir dekade 90-an. Kajian tersebut berhasil menunjukkan bahwa kemiskinan
sementara banyak terjadi di Indonesia Bagian Barat. Sedangkan kemiskinan kronis
banyak terdapat di provinsi-provinsi di Indonesia Bagian Timur. Krisis ekonomi
telah meningkatkan persentase penduduk miskin sementara hampir di setiap
provinsi di Indonesia.

PENUTUP

Seperti telah dikemukakan terdahulu, bahwa kemiskinan dapat dibedakan


menjadi kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis. Faktor-faktor penyebabnya
juga berbeda. Faktor utama kemiskinan sementara adalah terjadinya guncangan
perekonomian atau karena adanya bencana. Karena faktor tersebut, membawa
dampak terhadap pendapatan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pada umumnya, mereka
tidak mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk mengakses sumber-sumber daya
ekonomi. Oleh karena itu, perbaikan kinerja ekonomi, berupa pertumbuhan
ekonomi atau pengendalian harga-harga atau kemudahan memperoleh modal,
akan membantu mereka untuk kembali bangkit dari kemiskinan.
Namun, faktor penyebab terjadinya kemiskinan kronis, selain disebabkan
faktor kondisi perekonomian, juga dipengaruhi oleh fakor-faktor lain. Pada
umumnya mereka tidak mempunyai akses kepada sumber-sumber daya ekonomi.
Hal itu dipengaruhi oleh kondisi individu mereka dan kondisi lingkungannya.
Kondisi individual mencakup tingkat pendididikan, kondisi kesehatan, status
pekerjaan. Sedangkan kondisi lingkungan meliputi faktor wilayah (misal
keterisolasian, kondisi tanah, dan keadaan iklim) serta faktor sosial budaya.

7
Sunaryo Urip

Dengan demikian, upaya penanggulangan kedua sifat kemiskinan tersebut


berbeda. Kemiskinan sementara akan dapat segera diatasi, jika kinerja
perekonomian dapat ditingkatkan. Penduduk miskin sementara mempunyai
kemampuan untuk memanfaatkan perbaikan kondisi perekonomian itu. Akan
tetapi, penanggulangan kemiskinan kronis memerlukan suatu upaya yang
menyeluruh, yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas mereka agar mereka
mampu keluar dari kemiskinan. Untuk itu, diperlukan dukungan yang cukup besar
untuk penyempurnaan sarana dan prasarana, termasuk pelayanannya, yang dapat
memudahkan mereka mengakses berbagai sumberdaya ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2000. Metodologi Penentuan Rumah Tangga Miskin. BPS. Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2005. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan. BPS. Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2006. Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2005-2006. Berita
Resmi Statistik. 1 September 2006
Badan Pusat Statistik. 2007. Tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007. Berita Resmi
Statisistik, 1 Juli 2007
Suryahadi, A. dan S. Sumarto. 2001. The Cronic Poor, The Transient Poor, and The
Vulerability in Indonesia Before and After the Crisis. SMERU working Paper.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai