Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENAHULUAN

BRONKITIS

A. PENGERTIAN
Bronkitis adalah suatu penyakit yand ditandai oleh adanya inflamasi
bronkus (Ngastiyah, 2003). Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru
(yaitu trachea dan bronchus) karena infeksi virus atau bakteri (Catzel dan Robert,
1998).
Bronkitis adalah inflamasi pada saluran nafas yang luas (trakea dan
bronkhi) yang kebanyakan selalu berhubungan dengan infeksi respiratori atas
(Wong, 2003).
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian bronkitis
adalah suatu penyakit infeksi akut saluran besar paru yang ditandai oleh inflamasi
bronkus.

B. ETIOLOGI
1. Bronkitis Akut
Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah virus seperti rhinovirus,
respiratory sincytial virus (RSV), virus influenza, virus pada influenza,
dan coxsakie virus.
2. Bronkitis kronis
Penyebab-penyebab bronkitis kronis misalnya asma atau infeksi kronik
saluran nafas dan sebagainya. Faktor-faktor predisposisi dari bronkitis
adalah alergi, perubahan cuaca, populasi udara dan infeksi saluran nafas
atas kronik (Ngastiyah,2003).

C. PATOFISIOLOGI
Bronkitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas
oleh virus dan infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau hemophilus
influenza. Adanya bahan-bahan pencemar udara juga memperburuk keadaan
penyakit begitu juga dengan menghisap rokok. Anak menampilkan batuk-batuk
yang sering, kering tidak produktif dan dimulai berkembang berangsur-angsur
mulai hari 3 – 4 setelah terjadinya rinitis. Penderita diganggu oleh suara-suara
meniup selama bernafas (ronki) rasa sakit pada dada dan kadang-kadang terdapat
nafas pendek. Batuk-batuk proksimal dan penyumbatan oleh sekreasi kadang-
kadang berkaitan dengan terjadinya muntah-muntah. Dalam beberapa hari, batuk
tersebut akan produktif dan dahak akan dikeluarkan penderita dari jernih dan
bernanah. Dalam 5 – 10 hari lendir lebih encer dan berangsur-angsur menghilang.
Temuan-temuan fisik berbeda-beda sesuai dengan usia penderita serta tingkat
penyakit. Pada mulanya anak tidak demam atau demam dengan suhu rendah serta
terdapat tanda-tanda nasofaringtis. Infeksi konjungtiva dan rinitis. Kemudian
auskultasi akan mengungkapkan adanya suara pernafasan bernada tinggi,
menyerupai bunyi-bunyi pernafasan pada penyakit asma. Pada anak-anak dengan
malnutrisi atau keadaan kesehatan yang buruk, maka otitis, sinusitis dan
penumonia merupakan temuan yang sering dijumpai (Ngastiyah, 2003).
PATHWAY

D. MANIFESTAS KLINIS
Menurut Ngastiyah (2003), gambaran klinik dari bronkitis biasanya
dimulai dengan tanda-tanda infeksi saluran nafas akut atas yang disebabkan oleh
virus, batuk mula-mula kering setelah 2 atau 3 hari batuk mulai berdahak dan
menimbulkan suara lendir. Pada anak, dahak yang mukoid (kental) sudah
ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna kuning dan kental
tetapi tidak selalu berarti terjadi infeksi sekunder. Anak besa sering mengeluh
rasa sakit retrosternal dan pad anak kecil dapat terjadi sesak nafas.
Pada beberapa hari pertama tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan dada
tetapi kemunduran dapat timbul ronki basah kasar dan suaraf nafas kasar. Batuk
biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2 minggu batuk
masih tetap ada kemungkinan terjadi kolaps dan sgmental atau terjadi infeksi paru
sekunder.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikrobiologis, spesimen usap tenggorok, sekresi nasafaring, biasan
bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru
(Rahajoe, 1998).

G. KOMPLIKASI BRONKITIS

Komplikasi dari bronkitis tidak terlalu besar, yaitu antara lain:


1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis
Kronik.
2. Pada orang yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak
dengan gizi kurang dapat terjadi Othitis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
3. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
4. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau
Bronkietaksis.

H. EPIDEMIOLOGI BRONKITIS
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Hasil penelitian mengenai penyakit bronkitis di India, data yang diperoleh untuk
usia penderita ( ≥ 60 tahun) sekitar 7,5%, untuk yang berusia (≥ 30-40 tahun)
sekitar 5,7% dan untuk yang berusia (≥ 15-20 tahun) sekitar 3,6%. Selain itu
penderita bronkitis ini juga cenderung kasusnya lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan, hal ini dipicu dengan keaktivitasan merokok yang
lebih cenderung banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.24
b. Tempat dan Waktu
Penduduk di kota sebagian besar sudah terpajan dengan berbagai zat-zat polutan
di udara, seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, asap pembakaran dan asap
rokok, hal ini dapat memberikan dampak terhadap terjadinya bronchitis.25
Bronkitis lebih sering terjadi di musim dingin pada daerah yang beriklim tropis
ataupun musim hujan pada daerah yang memiliki dua musim yaitu daerah tropis.

I. KONSEP TUMBUH KEMBANG


Konsep tumbuh kembang pada anak (Markum, 1998):
1. Menurut Sigmun Freud
Bisa disebut fase oral (0 – 1 tahun), karena dalam fase ini anak mendapat
kenikamatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitar mulutnya. Fase
oral mencakup tahun pertama kehdupan, ketika anak sangat tergantung dan tidak
berdaya. Ia perlu di lindungi agar mendapat rasa aman. Menurut Freud dasar
perkembangan mental yang sehat sangat tergantung dari hubungan ibu dan anak
pada fase ini.
2. Menurut Erik Erikson
Kepercayaan vs ketidak percayaan (0 – 1 tahun), dalam masa ini terjadi interaksi
sosial yang erat antara ibu dan anak yang dapat menimbulkan rasa aman dalam
diri anak. Rasa aman yang dinikmati oleh anakt adi dapat dilihat dari enaknya ia
makan, enaknya ia tidur dan mudahnya ia defekasi.
3. Menurut Jean Piaget
Fase sensori motor 0 – 2 tahun, pada mulanya seorang anak mempunyai sifat yang
egosentrik dan sangat terpusat pada diri sendiri. Segala usahan berhubungan
dengan dirinya sendiri yaitu : untuk memuaskan kebutuhan dan kesenangannya.
4. Menurut Robert Sears
Masa bayi berkisar dari umur 0 – 2 tahun. Pada masa ini bayi masih sibuk dengan
dirinya sendiri. Bayi lebih mementingkan kebutuhannya sendiri dan belajar
dengan berbagai cara untuk memenuhinya. Bayi sebenarnya banyak menuntut dan
menguasai lingkungan. Pada masa inilah kepribadian dasar seorang dibangun
J. PENATALAKSANAAN BRONKITIS
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.30 Menurut
Soegito (2007), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk
tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat kalau bisa
hingga sampe leher
c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan, minuman dingin
(es), dll.
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit
agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:
 Diagnosis
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan
tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan
eksaserbasi akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak
khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi
pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta
progresivitas batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing,
ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan
tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan
pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang
dicurigai menderita bronkitis, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan
sebagai berikut:
1. Denyut jantung > 100 kali per menit
2. Frekuensi napas > 24 kali per menit
3. Suhu badan > 380 C
4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan
peningkatan suara napas.
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya
bakteri, sputumnya akan seperti nanah.29 Untuk pasien anak yang diopname,
dilakukan dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah,
kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan
penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada >
17.500 dan pemeriksaan lainnya dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru
dan gas darah arteri.
 Pengobatan
1. Antibiotika
Penisilin
Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan
pada protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai
reseptor pada bakteri, penghambat sintesis dinding sel dengan
menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan, dan pengaktifan enzim
autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan sehingga
akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa
digunakan adalah amoksisilin.
Quinolon
Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh
yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam
nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat,
cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi
gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi
kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin,
lemofloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk
terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh
lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai
preparatparenteral yang memungkinkan penggunaanya secara luas baik
tunggal maupun kombinasi dengan agen lain.
Mukolitik dan Ekspektoran
Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya
mukus sukar dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperlukan obat yang
dapat memudahkan pengeluaran mukus.
Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan
cairan/eksudat infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah
glikoprotein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga menjadi
encer. Mukus yang encer akan mendesak dikeluarkan pada saat batuk,
contoh mukolitik adalah asetilsistein.
Ekspektoran
Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus
sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah
guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan
adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam
mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.
2. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita
bronkitis dengan terapi-terapi yang dapat membantu pernapasan.30
Pencegahan tersier untuk penderita bronkitis dapat ditolong dengan terapi
farmakologi dan terapi non-farmakologi yaitu:
a. Terapi Farmakologi
1. Bronkodilatori
Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran
pernapasan. Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika,
metilsantin, dan antikolinergik.
2. Beta-2 agonis (Simpatomimetika)
Obat-obat simpatomimetika merupakan obat yang mempunyai aksi serupa
dengan aktifitas simpatis. Sistem saraf simaptis memgang peranan penting
dalam menentukan ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang
menghasilkan norephinepherin, epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik
(Dipiro, et al., 2008).
Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri
beta 1 dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapat pada jantung, beta 2 adrenergik
terdapat pada kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergik menstimulasi
reseptor beta 2 sehingga terjadi bronkodilatasi.
3. Metilxantin
Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping
kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang paten dibandingkan
dengan teofilin.Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase.
Dengan penghambatan ini penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi
sehingga kadat cAMP seluler meningkat. Peningkatan ini menyebabkan
bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin antara lain aminofilin dan teofilin.
b. Terapi Non-farmakologi.
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan cara :
1. Pasien harus berhenti merokok
2. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah
sangat sesak, biarlah dai menghirup uap air tiga kali sehari.
3. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah
kompres lembab di atas dada sepanjang malam sambil menjaga
tubuhnya jangan sampai kedinginan.
4. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan
latihan pernapasan sesuai yang diajarkan tenaga medis.
5. Istirahat yang cukup.

H. FOKUS INTERVENSI
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya
obstruksi, inflamasi, peningkatan sekresi dan nyeri (Wong, 2003)
Tujuan :
- Memelihara jalan nafas yang baik.
- Pengeluaran sekret secara adekuat
Intervensi:
a. Berikan posisi yang sesuai untuk memperlancar pengeluaran sekret.
b. Lakukan suction pada saluran nafas bila diperlukan.
c. Posisikan badan terlentang dengan kelapa agak terangkat 300.
d. Bantu anak mengeluarkan sputum.
e. Melakukan fisioterapi dada.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotik.
2. Hipertemi berhubungan dengan peradangan bronkus (Carpenito, 1999).
Tujuan : Gangguan pengaturan suhu tubuh tidak terjadi..
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab.
b. Pantau tanda-tanda vital
c. Pantau adanya takikardi, takipnea.
d. Pertahankan cairan parenteral sesuai indikasi.
e. Lakukan pengompresan sesuai indikasi.
f. Kolaborasi pemberian antipiretik.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(Carpenito,1998).
Tujuan:
- Tidak terjadi kesalaha pahaman
- Keluarga mengerti penyakit pada anaknya.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman keluarga.
b. Jelaskan setiap melakukan prosedur tindakan.
c. Lakukan hubungan saling percaya.
d. Beri penyuluhan keluarga mengenai penyakit anaknya.
e. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
f. Minta keluarga untuk mengulangi kembali penjelasan perawat.
g. Beri reinforcement positif.
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas, prosedur yang belum
dikenal dan lingkungan yang tidak nyaman (Wong, 2003).
Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
a. Jelaskan prosedur tindakan yang belum dipahami oleh orang tua dan anak.
b. Berikan penjelasan tentang setiap tindakan yang akan dilakukan pada anak dan
orang tua.
c. Berikan suasana dan lingkungan yang tenang.
d. Berikan terapi bermain sesuai umur.
e. Berikan aktivitas sesuai kemampuan dan kondisi klien.
f. Hindari tindakan yang membuat anak tambah cemas.

Anda mungkin juga menyukai