Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kehidupan manusia dewasa ini semakin sulit dan komplek. Kondisi tersebut
diperparah dengan bertambahnya stressor psikososial akibat budaya masyarakat
modern yang cenderung sekuler. Hal tersebut menyebabkan manusia tidak dapat
menghindari tekanan-tekanan hidup yang dialami. Kondisi kritis ini membawa
dampak terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas penyakit mental-emosional
manusia

Kondisi diatas dapat menimbulkan gangguan jiwa dalam tingkat ringan amaupun
berat yang memerlukan penanganan di rumah sakit, baik itu di rumahs akit jiwa atau
di unit pelayanan keperawatan jiwa di rumah sakit umum dan unit pelayanan lainnya.

Pelayanan di rumah sakit tidak mungkin dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
pelayanan keperawatan. Pelayanan Keperawatan sangat diperlukan karena merupakan
bagian integral dari proses penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Untuk
merawat klien/pasien dengan baik seorang perawat harus mengetahui konsep dasar
keperawatan dan juga harus memahami serta mengaplikasikan proses keperawatan
B. Tujuan
Agar kita sebagai mahasiswa memahami mengenai masalah kesehatan jiwa dan
bagaimana cara kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan keperawatan
kesehatan jiwa dalam menanggulangi masalah kesehatan jiwa itu sendiri.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pasung
Keberadaan klien gangguan jiwa di tengah keluarga sering menimbulkan beban bagi
keluarga. Beban ini menimbulkan masalah salah satunya masalah ekonomi karena
hilangnya produktivitas klien yang mengalami gangguan jiwa untuk mencari nafkah,
serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung oleh keluarga. Kurangnya
pengetahuan keluarga terhadap masalah gangguan jiwa membuat beban keluarga
menjadi makin kompleks.

Hal lain yang memperparah adalah adanya stigma dan diskriminasi bagi seseorang
yang mengalami ketidakmampuan mental dan emosional. Stigma ini meliputi sikap-
sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Beban-beban tersebut
menimbulkan stress pada keluarga yang sering memicu ketidakberdayaan di tengah
keluarga. Atas dasar hal tersebut, berbagai tindakan telah dilakukan oleh keluarga
untuk mengurangi tekanan akibat stress. Sayangnya tindakan yang seringkali
diputuskan untuk diambil oleh keluarga untuk mengurangi stres adalah pasung.

Pengambilan keputusan tindakan pasung ini merupakan tindakan yang tidak mudah
bagi keluarga karena memiliki konsekuensi yang berat. Pasung dilakukan oleh
keluarga dengan berbagai cara, seperti mengikat anggota gerak (tangan dan kaki),
mengisolasi di ruangan khusus dalam rumah, dan mengisolasi di ruangan khusus di
luar rumah.

Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka Indonesia bebas pasung.
Namun belum menyelesaikan permasalah tersebut. Upaya yang dilakukan selama ini
masih bersifat kuratif yaitu membebaskan klien gangguan jiwa yang dipasung dan
membawanya ke rumah sakit jiwa untuk dirawat. Setelah pulih dan kembali ke
keluarga, pada banyak kasus, pasung kembali dilakukan karena keluarga tidak
mengerti bagaimana cara mengambil keputusan perawatan yang tepat.

Langkah pengambilan keputusan dalam berpikir kritis Untuk mencegah


pemasangan pasung pada pasien gangguan jiwa :

2
1. Memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada pasien merupakan suatu kompetensi
yang dilakukan perawat terdiri dari tahapan askep dan juga format dokumentasi
askep. Tahapan dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu meliputi pengkajian,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2. Peran perawat sebagai pelaksana. Dalam mencegah ide bunuh diri pada pasien
gangguan jiwa adalah dengan memberikan perhatian dan rasa kasih sayang dan
penghargaan sosial kepada pasien, mengawasi kepatuhan pasien dalam minum
obat,membantu pasien untuk selalu berinteraksi dengan lingkungan,memberi
kegiatan yang positif untuk mengisi waktu pasien, jangan biarkan pasien
menyendiri, memberikan pujian jika pasien melakukan hal yang positif, jangan
mengkritik pasien jika pasien melakukan suatu kesalahan, menjauhkan pasien dari
keadaan yang bisa membuat penderita merasa tidak berdaya dan tidak berarti
(Shives,1998 ). Beberapa factor yang menjadi perhatian bagi perawat dalam kasus
pencegahan bunuh diri adalah riwayat adanya kekerasan, adanya proses psikotik yang
mempengaruhi kekerasan atau hilangnya control impuls akut , hasil anamnesa yang
tepat tentang makna rencana dan juga tujuan pasien yang melakukan bunuh diri
( Shawn 1996 ).
3. Melanjutkan terapi untuk penderita. perawat membantu terapi dan pengobatan
lanjutan bagi pasien gangguan jiwa. Terapi yang harus perawat berikan kepada pasien
yaitu berdasarkan rujukan balik dari RSJ dan juga menganjurkan keluarga untuk
membawa pasien ke puskesmas untuk bisa mendapatkan injeksi obat jiwa dalam
sekali sebulan.
4. Perawat kesehatan jiwa juga memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga
pasien seperti menyarankan keluarga agar memperlakukan pasien dengan baik,
mengarahkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar penderita, misalnya
makan, mandi,mengajak pasien untuk berkomunikasi, mengajak pasien untuk
bersosialisasi ke lingkungan sekitar pasien, atau memberikan kesibukan pada pasien.
5. Setiap individu didalam keluarga harus saling terhubung dan berinteraksi
sebagai kelompok, oleh karena itu segala sesuatu yang terjadi pada salah satu dari
mereka akan berpengaruh terhadap yang lainnya, seperti ketika salah seorang
dalam keluarga menderita gangguan jiwa maka akan berpengaruh terhadap yang
lainnya. Hal ini menunjukan bahwa sangat penting adanya peran dan pemahaman
keluarga mengenai kesalahan tindakan pemasungan dan pemberian motivasi kepada
keluarga.

3
6. Memberikan edukasi tentang pendidikan kesehatan pencegahan pemasangan
pasung pada keluarga, pendidikan kesehatan efektif terhadap peningkatan intensi
keluarga untuk mencegah tindakan pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa.
7. Upaya untuk mencegah keluarga mengambil keputusan dalam melakukan
pemasungan terhadap pasien skizofrenia, maka diperlukan suatu terapi yang bisa
mengedukasi dan memandu keluarga dalam pengambilan keputusan perawatan tanpa
pasung pada pasien skizofrenia khususnya perilaku pasien yang agresif (Keliat, 2015).
Terapi yang dibutuhkan untuk membantu menyelesaikan masalah pasien gangguan
jiwa adalah terapi modalitas keperawatan jiwa. Terapi modalitas keperawatan jiwa
yang terdiri atas terapi individu, keluarga, kelompok, lingkungan.

Pemberian terapi KPTP bertujuan memandu keluarga mengambil keputusan secara


sistematis dan logis dengan mempertimbangkan berbagai konsekuensi dari setiap
alternative pilihan tindakan yang tersedia melalui keputusan perawatan yang tepat
dan terapeutik dengan urutan langkah-langkah logis penyelesaian masalah yang
disusun secara sistematis dimulai dengan mengidentifikasi stressor akibat memiliki
anggota keluarga yang mengalami gangguanjiwa di rumah,dilanjutkan dengan
mengidentifikasi stress atau respons terhadap stressor tersebut,kemudian
mengidentifikasi konsekuensi dari empat pilihan perawatan yang tersedia untuk
menyelesaikan stress akibat memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa. Langkah berikutnya adalah memilih keputusan yang akan diambil dan akhirnya
memutuskan pilihan tersebut sebagai alternative penyelesaian masalah stress dalam
keluarga.

Terapi KPTP menyebabkan terjadinya penurunan keinginan keluarga melakukan


pemasungan pada pasien skizofrenia,menurut Stuat (2016) salah satu terapi yang
dibutuhkan untuk membantu menyelesaikan masalah pasien gangguan jiwa adalah
terapi keperawatan, khususnya terapi modalitas keperawatan jiwa. Terapi modalitas
keperawatan jiwa terdiri atas terapi individu,keluarga, kelompok, lingkungan, somatik
yang dalam implementasi di Indonesia difokuskan pada tiga kelompok terapi yaitu
terapi individu, kelompok dan keluarga.Terapi keluarga yang dikembangkan oleh
Daulima (2014), bertujuan membantu pencegahan tindakan pasung oleh keluarga
kepada pasien gangguan jiwa yang dikenal dengan terapi keputusan perawatan tanpa

4
pasung (KPTP). Perawat berperan dalam memberikan penyuluhan kepada
masyarakat. Pemberdayaan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
gangguan jiwa dan gangguan emosional pada level- level tertentu perlu dilakukan
agar tidak menimbulkan stigma terhadap penderita gangguan jiwa yang bisa
disembuhkan . Promosi kesehatan dengan role play dan ceramah dapat meningkatkan
pengetahuan keluarga dan tokoh masyarakat.

Pencegahan pemasangan pasung pada pasien gangguan jiwa harus diterapkan pada
keluarga yang memiliki anggota keluarga pasien gangguan jiwa. Keluarga dan
masyarakat harus diberi edukasi tentang pendidikan kesehatan tentang pemasangan
pasung,dan dampak dari pemasangan pasung pada pasien gangguan jiwa. Perawat
sebagai pelaksana memberikan asuhan keperawatan yang baik agar pasien tidak
melakukan hal yang diluar dugaan seperti pasien memiliki ide untuk bunuh
diri,memberikan rasa kasih sayang kepada pasien.

B. Pesimis
Depresi cenderung disebabkan oleh stres dan berpikir pesimis yang menyebabkan
remaja bereaksi buruk terhadap kekalahan-kekalahan kecil dalam hidupnya. Cara
menafsirkan hidup secara pesimistik nampaknya memperbesar rasa tidak berdaya dan
putus asa pada depresi yang di alami oleh remaja (Goleman,
1997). Berpikir pesimis juga dapat membuat individu lebih lambat merespon usaha-
usaha yang dapat membantu mereka keluar dari masalah, dan malah memilih
pasrah, menyangkal dan diam tidak melakukan apa-apa (van Berkel,
2009).
Pikiran pesimis dapat menimbulkan perasaan depresi seseorang. Individu akan
cenderung menyalahkan diri, orang lain, dan lingkungan (Saam & Wahyuni, 2012).
Sedangkan menurut Lisa (2010) mengatakan seseorang dengan pola pikir pesimis
dapat mengembangkan kebiasaan buruk dan perilaku yang merusak diri sendiri.
Pola pikir pesimis adalah pribadi yang meyakini bahwa dirinya telah dikutuk.
Bagaimanapun kerasnya berusaha tapi yang datang selalu hal yang kurang
menguntungkan. Pribadi yang tidak mampu melihat atau peduli akan keberhasilan
yang diraih karena adanya memilih untuk hanya selalu melihat pada kegagalan
(Gunawan 2007).

5
Remaja yang mempunyai pola pikir pesimisme yang berat akan sangat rentan
mengalami depresi, begitupun sebaliknya jika remaja mempunyai pola pikir
pesimisme rendah maka resiko terkena depresinya kecil. Jadi jika pola pikir
pesimisme semakin tinggi maka terjadinya resiko depresi semakin tinggi pula.
Penelitian ini sependapat dengan penelitian sebelumnya dimana disitu dijelaskan jika
depresi pada remaja disebabkan karena rendahnya pola pikir optimisme (pesimis),
yang dapat membuat karakteristik mereka cenderung mempercayai kalau peristiwa-
peristiwa buruk dalam hidupnya akan berakhir pada waktu yang sangat lama
serta akan merusak semua yang dia lakukan dan menganggap bahwa hal itu
merupakan kesalahan dari dirinya (Seligman, 2008).
Penelitian ini juga sependapat dengan pendapat yang diungkap kan oleh Ball, dkk.,
(2002, dalam van Berkel,2009) bahwa individu yang lebih pesimis atau penakut
lebih cenderung mengalami depresi, dan menyebabkan individu berpikir bahwa
situasi ini sebagai hal yang negative dan menyepelehkan kemampuan mereka dalam
meghadapi stressor. Hal ini menyebabkan mereka memilih tipe coping yang lebih
pasif. Tipe coping seperti ini yang membuat para pesimis cenderung lebih gampang
menyerah dan makin cenderung mengarah pada perilaku maladaptive (Carver, dkk.,
2010). Tipe coping yang berfokus pada emosi dan pikiran negative seperti diatas
semakin meningkatkan tekanan psikologi, sehingga memungkinkan terjadinya
depresi.
Menurut Beck (dalam Davison, et al, 2010) menambahkan, orang yang pesimis
memandang negatif terhadap diri sendiri, dunia, dan masa depannya sehingga hal
ini akan menimbulkan perasaan putus asa. Orang yang mengadopsi cara berpikir yang
negatif ini memiliki resiko yang lebih besar untuk menjadi depresi jika dihadapkan
pada pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan. Konsep- konsep negatif
tentang diri dan dunia merupakan cetakan mental atau skema- skema kognitif yang
diadopsi saat masih anak-anak atas dasar pengalaman belajar di masa awal.
Cara mengatasi sikap pesimis :
1. Gali kembali potensi diri dengan maksimal. Gunakan potensi tersebut untuk
mengaktualisasikan diri Anda di lingkungan pergaulan
2. Bila ditimpa masalah, yakinkan diri untuk berusaha semaksimal mungkin
mengatasi masalah tersebut. Janganlah berfokus pada hasil, melainkan hargai
prosesnya,
3. Serahkan hasil dari segala upaya Anda kepada Tuhan, sang pemberi masalah.

6
4. Berdiskusi dengan orang lain yang Anda percaya bisa membantu
menyelesaikan masalah bila perlu.
5. auhi alkohol dan juga obat terlarang.

C. Perfeksionis
Untuk tampil dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna tidaklah mudah. Itu
sebabnya pribadi perfeksionis lebih rentan untuk mengalami depresi dibanding orang
pada umumnya.

Perfeksionis adalah orang yang selalu berusaha tampil sempurna dengan menetapkan
standar yang terlalu tinggi untuk diri sendiri dan atau orang lain, yang sering kali
disertai dengan kritik berlebihan terhadap diri sendiri juga orang lain. Perilaku
perfeksionisme yang juga sering ditemukan pada orang dengan kepribadian
melankolis dapat terlihat baik pada anak-anak mau pun orang dewasa, baik dalam hal
pekerjaan, sekolah, maupun lingkungan sosial.
Perfeksionis Rentan Mengalami Depresi
gaimana Perfeksionisme Memengaruhi Kesehatan Mental

Perfeksionis dapat sangat memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Perfeksionisme


sebenarnya adalah hal yang bisa melemahkan seseorang. Dalam perfeksionisme yang
ditentukan secara sosial, individu percaya bahwa konteks sosial mereka terlalu banyak
menuntut, bahwa orang lain menilai mereka dengan keras, dan bahwa mereka harus
menunjukkan kesempurnaan untuk mendapatkan penerimaan atau persetujuan.

Dampak munculnya kegelisahan, depresi, dan keinginan bunuh diri hanyalah


beberapa masalah kesehatan mental yang berulang kali dikaitkan oleh spesialis
dengan bentuk perfeksionisme. Mungkin kamu pernah mendengar bahwa tersiar kabar
anak muda meninggal karena bunuh diri dengan alasan memiliki kebiasaan
menciptakan harapan “sangat tinggi” bagi diri mereka sendiri. Misalnya, pada
peristiwa seorang pelajar yang bunuh diri karena tidak lulus ujian nasional atau tidak
mendapatkan nilai ujian yang tidak diharapkan.

7
Perfeksionisme memiliki sifat “beracun” yang tampaknya sangat mudah dialami
orang, khususnya anak mudah. Hampir 30 persen mahasiswa sarjana mengalami
gejala depresi dan perfeksionisme telah banyak dikaitkan dengan gejala-gejala ini.

Sementara itu, “perfeksionisme berorientasi diri” yang dapat terjadi ketika individu
mementingkan irasional untuk menjadi sempurna, serta memegang harapan yang
tidak realistis dari diri mereka sendiri. Seseorang juga dapat menghukum evaluasi diri
mereka, hingga terjadilah depresi klinis, gangguan makan, dan kematian dini di
kalangan mahasiswa dan orang muda.
Perfeksionisme kritis juga dianggap meningkatkan risiko gangguan bipolar. Inilah
yang mungkin dapat menjelaskan mengapa orang dengan bipolar juga mengalami
kecemasan.

Hidup dengan suara perfeksionisme bukanlah hal yang mudah. Perfeksionisme sering
kali akan melakukan dialog internal yang kera. “Kritik batin” akan terjadi secara
terus-menerus dan memberitahu bahwa mereka tidak cukup baik, tidak peduli apa
yang mereka lakukan atau seberapa keras mereka usaha.

Bukan hanya suara batin yang terus-menerus menguras dan melelahkan. Selain itu,
perfeksionisme sering mengkritik diri sendiri karena fakta bahwa mereka bersikap
kritis terhadap diri sendiri dan ketidaksempurnaan adalah sesuatu yang tidak dapat
ditawar.

Perlu ketahui juga bahwa perfeksionisme sering mendekati pelecehan terhadap diri
sendiri. Kritik batin diri dapat memperlakukan diri sendiri dengan keras seperti “
orang dewasa yang jahat” memarahi anak kecil.
Seperti halnya ciri kepribadian seseorang, perilaku perfeksionisme bisa menjadi
sesuatu yang positif dan sebaliknya. Ada dua jenis perfeksionis, yakni:
1. Perfeksionis adaptif
Ini merupakan jenis perfeksionis yang sehat dan terarah. Perfeksionis adaptif
memiliki standar tinggi untuk diri sendiri maupun orang lain, mereka cenderung
sangat teliti dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Mereka juga tidak bereaksi
berlebihan saat menemui kegagalan atau ketika tidak semua tujuannya terpenuhi.

8
Perfeksionis adaptif fokus pada hal positif dan memotivasi seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan baik. Perilaku ini juga cenderung dikaitkan dengan
kesehatan psikologis yang baik, serta prestasi yang tinggi, baik di sekolah
ataupun di tempat kerja.
2. Perfeksionis maladaptif
Ini adalah jenis perfeksionis yang terlalu berlebihan dan tidak sehat. Perfeksionis
tipe ini cenderung terlalu sibuk dan terlalu fokus memikirkan kesalahan yang
dilakukan sebelumnya. Selain itu, mereka merasa ketakutan akan melakukan
kesalahan, terlalu memikirkan harapan tinggi orang lain terhadapnya,
membandingkan diri sendiri dengan orang lain, takut terhadap penolakan, merasa
tidak yakin dengan diri sendiri atau bahkan membenci diri sendiri, tidak yakin
apakah upaya yang dilakukannya sudah tepat.
Dikatakan tidak sehat, karena perilaku ini cenderung menimbulkan reaksi yang
berlebihan, bisa menyebabkan stres, dan berujung depresi. Misalnya, saking takutnya
tidak dapat memenuhi harapan orang lain, perfeksionis jenis ini dapat mengalami
sakit perut yang intens ketika ingin menjalani tes atau melakukan presentasi.

Perilaku perfeksionisme maladaptif sering dikaitkan dengan masalah kesehatan


mental, termasuk merasa tidak bahagia dan tidak puas (disforia), merasa rendah diri
yang berlebihan, gangguan makan, insomnia, hingga gangguan obsesif kompulsif.
Mengurangi Sikap Perfeksionis

Tidak mudah mengubah diri seseorang yang memiliki sifat perfeksionisme. Namun
untuk menguranginya, dapat dimulai dengan mencoba beberapa langkah berikut ini:

1. Jangan berharap terlalu tinggi dan cobalah untuk menerima orang lain apa
adanya. Sadarilah bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan,
serta dapat membuat kesalahan.
2. Usahakan agar jangan sampai kelelahan, dan sebisa mungkin hindari perasaan
kesepian, marah, atau lapar. Orang dengan perfeksionisme akan merasa lebih
cemas dan gelisah dalam kondisi-kondisi tersebut.
3. Kurangi memandang rendah diri sendiri.
4. Menerima dan mencintai diri sendiri apa adanya.
5. Menjalin komunikasi yang baik dengan orang-orang terdekat.

9
6. Cobalah untuk menetapkan tujuan yang lebih realistis dan dapat dicapai, serta
fokuslah pada satu tugas dalam satu waktu.

Apabila seorang perfeksionis sudah merasa benar-benar tidak bahagia hingga


mengalami depresi, maka ia perlu segera mendapatkan penanganan dari psikolog atau
psikiater. Konseling dan psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif, diharapkan bisa
menjadi solusi untuk mengubah cara pandang seorang perfeksionis tentang tujuan dan
pencapaian.

D. Obsesif
Memiliki pemikiran obsesif merupakan salah satu tanda obsessive compulsive
disorder, atau yang lebih dikenal dengan sebutan OCD. Bukan hanya pemikiran
obsesif saja, pengidap kondisi ini akan memiliki pola pikir yang tidak masuk akal,
serta sering melakukan perilaku berulang. OCD merupakan penyakit kelainan
psikologis yang memengaruhi pola pikir serta perilaku pengidapnya.

Pemikiran obsesif yang timbul biasanya akan membuat pengidapnya terobsesi pada
suatu hal atau tindakan tertentu secara berulang-ulang sebagai respons terhadap
ketakutannya. Misalnya seperti memeriksa pintu berulang kali apakah sudah dikunci
atau belum. Pengidap OCD pun bisa saja berhenti memikirkan hal-hal yang tidak
dianggap penting bagi orang normal, tapi hal tersebut akan membuat pengidap merasa
cemas.
Langkah-Langkah Menghilangkan Pemikiran Obsesif

“Pada kasus yang parah, pengidap OCD membutuhkan bantuan psikiater serta
kombinasi antara psikoterapi dan konsumsi obat-obatan. Namun, perlu diketahui
bahwa dalam kasus yang ringan, gejala OCD dapat hilang dengan sendirinya. Selain
itu, beberapa langkah juga dapat dilakukan guna mengatasi gejala yang ringan. Salah
satunya adalah mencari tahu apa pemicunya dan bagaimana mengatasinya.”

Halodoc, Jakarta - Memiliki pemikiran obsesif merupakan salah satu tanda obsessive
compulsive disorder, atau yang lebih dikenal dengan sebutan OCD. Bukan hanya
pemikiran obsesif saja, pengidap kondisi ini akan memiliki pola pikir yang tidak

10
masuk akal, serta sering melakukan perilaku berulang. OCD merupakan penyakit
kelainan psikologis yang memengaruhi pola pikir serta perilaku pengidapnya.

Pemikiran obsesif yang timbul biasanya akan membuat pengidapnya terobsesi pada
suatu hal atau tindakan tertentu secara berulang-ulang sebagai respons terhadap
ketakutannya. Misalnya seperti memeriksa pintu berulang kali apakah sudah dikunci
atau belum. Pengidap OCD pun bisa saja berhenti memikirkan hal-hal yang tidak
dianggap penting bagi orang normal, tapi hal tersebut akan membuat pengidap merasa
cemas.

Langkah Mengatasi Pikiran Obsesif

Pada kasus yang parah, pengidap OCD membutuhkan bantuan psikiater serta
menjalani serangkaian psikoterapi yang dibantu dengan konsumsi obat-obatan. Hal
tersebut bertujuan untuk membantu meringankan gejala yang muncul.
Namun, perlu diketahui bahwa dalam kasus yang ringan, gejala OCD dapat hilang
dengan sendirinya. Adapun itu, bila gejalanya masih ringan, ada beberapa langkah
yang disarankan guna mengatasi pikiran obsesif, antara lain:
1. Cari Tahu Pemicunya
Untuk mengatasi pikiran obsesif yang muncul, hal pertama yang harus dilakukan
adalah memperhatikan gejala yang muncul, kemudian pikirkan bagaimana hal
tersebut bisa terjadi. Pikirkan dengan cermat situasi apa yang membuat kamu
merasa sangat panik dan khawatir berlebihan. Kemudian, urutkan intensitas
ketakutan atau kecemasan akan hal tersebut. Setelah itu, kamu bisa mencari tahu
bagaimana cara mengatasinya. Bila bingung akan apa yang harus dilakukan
selanjutnya, sebaiknya diskusikanlah hal tersebut dengan psikolog agar
mendapatkan anjuran yang tepat.
2. Lawan Gejala yang Muncul
Setelah mengetahui pikiran obsesif yang berujung pada kecemasan dan sifat
kompulsif yang sering dilakukan, langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah
melawan gejala yang muncul. Kamu dapat mencoba untuk menghadapi rasa takut
yang kamu rasakan. Contohnya, jika kamu adalah orang yang sangat takut kuman
atau kotor dan terlalu sering mencuci tangan, coba hadapi rasa takut untuk tidak
mencuci tangan terlalu sering.

11
Dengan mencoba melawan ketakutan diri sendiri, dan menghilangkan pikiran-
pikiran negatif yang berujung pada perilaku kompulsif, kamu dapat melupakan
kebiasaan tersebut secara perlahan. Dengan begitu, kamu dapat menjalani rutinitas
dan aktivitas kamu layaknya orang normal.
3. Tantang Pikiran Obsesif
Salah satu langkah mengatasi pikiran obsesif adalah dengan menantang pikiran
yang muncul. Contohnya, jika kamu takut untuk memegang benda-benda di
fasilitas umum karena alasan kebersihannya, coba lawan dengan pikiran jika hal
tersebut tidak terlalu diperlukan.
4. Kendalikan Stres yang Muncul
Jangan terlalu dipikirkan, karena akan memicu gangguan stres. Semakin besar
rasa khawatir dan kecemasan yang kamu rasakan, maka akan semakin besar pula
risiko untuk mengalami stres. Untuk mengelola stres, kamu bisa mencoba teknik
relaksasi, seperti yoga atau meditasi. Selain itu, kamu bisa bisa melakukan hal-hal
yang kamu sukai guna mengontrol pikiran yang menjadi penyebab kecemasan
tersebut.

Saat gangguan sudah parah, terapi perilaku kognitif diperlukan dengan tujuan
membuat pengidapnya mampu mengatur pikiran dan belajar memahami bahwa
pikiran-pikiran yang dialaminya hanya sebuat kecemasan.
E. Kurang Tidur
Padatnya aktivitas membuat seseorang terpaksa harus merelakan waktu tidurnya. Jika
dibiasakan, hal ini bisa mengurangi waktu tidur yang berdampak negatif bagi
kesehatan.

Dampak Kurang Tidur pada Kesehatan Mental

Kaitan antara kurang tidur dengan kesehatan mental cenderung kompleks, karena
keduanya saling berkaitan satu sama lain. Misalnya pada kasus insomnia yang
memperburuk kondisi mental seseorang. Di sisi lain, stres yang dialami seseorang
bisa memicu kurang tidur. Ketahui dampak negatif kurang tidur bagi kesehatan
mental berikut.

12
 Berpengaruh pada emosi. Saat kurang tidur, bagian otak yang bernama
amygdala mengalami peningkatan aktivitas hingga 60 persen. Tingginya
aktivitas amygdala ini memengaruhi kemampuan otak dalam mengendalikan
emosi.
 Depresi. Kondisi ini diperparah dengan kebiasaan kurang tidur, tapi juga
mungkin disebabkan karena kurang tidur.
 ADHD alias gangguan hiperaktivitas dan defisit atensi. Kondisi ini dialami
anak-anak maupun orang dewasa. Gejala ADHD mirip dengan kurang tidur,
dan sering terjadi bersamaan, seperti hiperaktif, ngantuk pada siang hari, sulit
konsentrasi, dan kondisi emosi yang labil.
 Gangguan bipolar. Kondisi ini rentan memperburuk episode mania yang
dialami pengidap, serta memicu kelelahan ekstrim yang membuat durasi tidur
menjadi lebih panjang saat fase depresi berlangsung.
 Gangguan kecemasan, merupakan penyebab berkurangnya waktu tidur yang
berkontribusi pada serangan panik dan mimpi buruk. Pada pengidap gangguan
kecemasan, kurang tidur memengaruhi kemampuan seseorang dalam
mengendalikan emosi.
Pengaruh Lain Kurang Tidur pada Fungsi Otak
Pengaruh kurang tidur terhadap fungsi otak terjadi ketika otak sudah tidak mampu
menoleransi minimnya waktu istirahat. Seseorang dikatakan kurang tidur jika hanya
istirahat selama kurang dari enam jam pada malam hari. Selain berpengaruh pada
kesehatan mental, berikut ini pengaruh kurang tidur pada fungsi otak yang perlu
diketahui.
o Otak bekerja lebih keras, karena terus menerima sinyal rasa mengantuk.
Kondisi ini membuat kinerjanya menjadi tidak efisien.
o Pikiran berkabut alias brain fog, yaitu kondisi yang membuat seseorang sulit
konsentrasi dan mengambil keputusan. Hal ini mirip dengan kondisi
kelelahan, tapi dampak yang dialami saat kurang tidur cenderung lebih serius.
o Sulit mengingat, bisa terjadi pada memori jangka pendek atau jangka panjang.
Memori jangka pendek berfungsi untuk melakukan aktivitas kompleks, seperti
berhitung atau mengingat rangkaian kegiatan. Sementara memori jangka
panjang berperan dalam merekam informasi sepanjang waktu, proses ini
terjadi saat tidur.

13
o Sulit mengendalikan perilaku, karena terjadi penurunan kendali dan
kemampuan membuat rencana.
F. Rendah diri
harga diri mengacu pada nilai seorang individu. Perannya sangat penting untuk
berbagai area kehidupan. Itulah mengapa penting tahu apa saja ciri-ciri rendah diri.
Sebab, pengaruhnya bisa meliputi identitas, kepercayaan diri, dan rasa berdaya.
Ciri-ciri rendah diri :
1. Tidak percaya diri
Ketidakpercayaan diri sangat terkait dengan rendahnya self-esteem. Begitu pula
sebaliknya. Orang yang percaya diri akan yakin bahwa dirinya bisa mengatasi
situasi tertentu.Bentuk kepercayaan pada diri sendiri juga membuktikan bahwa
Anda merasa nyaman dalam mengambil keputusan dalam hidup. Jelas, perannya
sangatlah krusial untuk hidup Anda.Untuk mengatasi rasa tidak percaya diri ini,
bisa dengan mencoba belajar hal baru. Ketika menjadi pakar akan suatu hal,
secara alami akan muncul rasa percaya diri.
2. Tak punya kendali
Ciri-ciri rendah diri lainnya adalah tak punya kendali terhadap hidupnya sendiri.
Mereka merasa tidak kuasa membuat perubahan baik untuk dirinya maupun
sekitarnya. Ketika menghadapi masalah pun, rasanya tak ada solusi yang masuk
akal sebab kendali bukan berada di tangan mereka.Menurut sebuah studi yang
dipublikasikan pada Juni 2020 lalu, ketika seseorang merasa hanya punya sedikit
kendali, self-esteem yang tinggi bisa menghalau dampak negatifnya terutama yang
berkaitan dengan kesehatan mental.Jadi, ketika merasa segala hal terjadi di luar
kendali, coba cari cara untuk meningkatkan self-esteem. Dengan demikian, akan
besar pengaruhnya pada kemampuan memegang kendali.
3. Membandingkan dengan orang lain
Dalam kehidupan sosial, membandingkan diri sendiri dengan orang lain justru
bisa menghancurkan self-esteem. Bukannya menjadi wadah untuk introspeksi dan
memotivasi agar bisa jadi versi terbaik diri sendiri, yang terjadi justru
sebaliknya.Lebih jauh lagi, ciri-ciri rendah diri adalah terlalu memusingkan
perbandingan dengan orang lain di kehidupan sosial. Mereka akan terus menerus

14
membandingkan seakan tak ada habisnya. Tentunya, ini justru bersifat merusak
karena mereka membandingkan dengan orang yang dianggap lebih baik.
4. Bingung dengan keinginan diri
Orang yang rendah diri juga akan kesulitan mengenali apa yang mereka inginkan.
Mengingat mereka menganggap diri kruang berharga, akan muncul rasa tidak
layak menerima bantuan.Selain itu, mereka juga akan merasa malu atau tidak
kompeten apabila merasa butuh bantuan. Mereka akan memilih diam. Pada
akhirnya, siklus ini akan membuat kebutuhan diri sendiri berada di prioritas
terendah dan menyulitkan diri sendiri.
5. Meragukan diri sendiri
Jangan heran pula bahwa ciri-ciri rendah diri adalah terus menerus meragukan diri
sendiri. Ada rasa khawatir akan salah mengambil keputusan. Bahkan, mereka
akan ragu terhadap opini pribadi dan lebih percaya pada pemikiran orang lain.Pola
semacam ini akan membuat mereka terus menerus meragukan diri sendiri. Akan
sangat sulit bagi orang dengan self-esteem rendah untuk mengambil keputusan
terkait hidupnya.
6. Sulit menerima pujian
Dalam sebuah studi di Journal of Vocational Behavior menemukan fakta bahwa
orang rendah diri akan sulit menerima pujian atau saran positif dari orang lain.
Mereka tidak punya opini positif tentang diri sendiri. Itu sebabnya, semakin sulit
pula menerima pujian dari orang di sekitar.Justru ketika mendapat pujian, mereka
merasa curiga dan tidak percaya. Mereka yakin bahwa pujian yang dilontarkan
tidak sesuai dengan prinsip dan kondisi mereka sesungguhnya. Bukan tidak
mungkin, mereka akan merasa dijadikan bahan lelucon.
7. Negative self-talk
Bukannya menjaga kesehatan mental dengan membiasakan positive self-talk,
orang yang rendah diri justru lebih sering melakukan negative self-talk. Mereka
akan selalu mencari hal negatif tentang diri sendiri.Bahkan ketika situasi tidak
berjalan sesuai harapan, dengan mudah mereka akan menyalahkan diri sendiri.
Akan selalu ada hal yang dianggap salah. Mulai dari penampilan, perilaku, hingga
kemampuan.
8. Takut gagal
Awas terjebak, sebab rasa takut gagal adalah ciri-ciri rendah diri yang kerap
disalahartikan. Padahal, kaitannya sangat erat. Mengingat mereka tidak percaya

15
terhadap kemampuan diri sendiri, secara tidak langsung mereka meragukan
kemampuannya untuk bisa sukses.Konsekuensinya, mereka akan menghindar dari
tantangan, menyerah sebelum mencoba, atau mencari cara untuk
menyembunyikan perasaan. Mereka juga mungkin meremehkan hal yang harus
dikerjakan atau mencari faktor eksternal yang bisa disalahkan.
9. Pesimistis akan masa depan
Tidak merasa diri berharga akan membuat seseorang meragukan masa depan
mereka. Ada rasa tak berdaya yang membuat mereka enggan melakukan sesuatu
demi kesuksesan di masa depan. Pasrah tanpa berbuat apa-apa.Jangan heran
apabila tak segan melakukan self-sabotage sebagai bentuk takut akan kesuksesan.
Mereka akan mencari halangan agar ada alasan dalam mencapai kesuksesan. Ini
menjadi tameng padahal yang sesungguhnya terjadi adalah keterbatasan dari pola
pikir sendiri.
10. Tak punya batasan jelas
Orang yang rendah diri juga sulit menerapkan batasan jelas terhadap orang lain.
Mereka takut orang akan berhenti menyukai mereka ketika mulai menerapkan
batasan jelas. Di saat inilah, mereka tidak berani berkata tidak dan rentan merasa
stres.Selain itu, kerap kali mereka juga terjebak menjadi sosok people pleaser
demi mendapatkan validasi dari orang lain. Mereka tidak menemukan kepuasan
atau kebanggaan dari diri sendiri sehingga sibuk mencari pengakuan dari orang
lain. Terkadang, ini bisa melewati batas. Mereka getol menyenangkan orang lain
meski sudah tidak sesuai kemampuan diri sendiri.
G. Memendam masalah
Biasanya orang yang suka memendam masalah menganggap semuanya bisa dilakukan
sendiri, dari mulai masalah itu muncul hingga masalah itu selesai. kalau menyimpan
masalah sendiri tidak boleh disepelekan, .
Alasan seseorang memendam masalah sendiri biasanya didasari dari rasa takut. Takut
terlihat lemah, takut mengecewakan orang tersayang, bahkan bisa juga karena trauma
masa kecil, atau takut mendapat respons yang tidak sesuai keinginan kalau bercerita
pada orang lain.
Banyak orang yang tidak menyadari bahaya memendam masalah sendiri. Berikut alas
an mengapa tidak boleh memendam masalah :

16
1. Membahayakan Kesehatan
Memendam emosi dapat melemahkan kekebalan tubuh, meskipun tidak langsung
mendatangkan penyakit, namun perlahan-lahan kondisi tersebut bisa memicu
berbagai jenis penyakit. Dilansir dari alodokter.com, tubuh akan lebih mudah
terserang penyakit, mulai dari penyakit ringan hingga kronis seperti kanker.
2. Cemas yang Berlebihan
Tidak hanya penyakit fisik, orang yang terbiasa memendam emosi sendiri
biasanya terkena penyakit mental juga. akan mudah cemas yang mengakibatkan
pada depresi. Hal itu terjadi karena orang yang menyimpan masalah sendiri lebih
sering mengurung diri dan enggan bercerita pada orang lain sehingga tubuh
dipaksa berpikir dan menahan beban yang menumpuk.
3. Merasa Sendirian
Karena memilih memendamnya sendiri, maka akibat yang di dapat adalah merasa
sendiri. Merasa tidak ada orang yang memahami, takut untuk mempercayakan
masalah pada orang lain. Hal itu hanya akan membuat dirugikan oleh keadaan
sendiri. Meskipun bercerita tidak dapat menyelesaikan masalah, setidaknya bisa
membantu hati lebih tenang dan melihat pendapat dari berbagai sudut pandang.
4. Seringnya Overthinking
Ketika seseorang menyimpan masalahnya sendiri, ia akan dengan sangat keras
berpikir bagaimana cara menyelesaikannya. Namun berpikir lebih seperti itu
berpengaruh buruk terhadap kondisi fisik dan psikis. Pikiran-pikiran yang tidak
seharusnya dibiarkan menguras energi dari dalam tubuh, akibatnya akan mudah
lelah dan tidak semangat menjalani hidup. menjadi lebih banyak berpikir negatif
ketimbang positif sehingga bukannya mendapatkan solusi tapi hanya menambah
beban pikiran.
5. Menandakan Tidak Percaya Orang Lain
Orang yang terbiasa menyimpan masalah sendiri memang seringnya pilih-pilih
orang jika hendak bercerita, karena terlalu sulit dan terlampau menumpuk pada
akhirnya akan kembali lagi memendamnya sendiri. Hal itu justru menandakan
kamu tidak percaya pada orang lain. Namun, keputusan tersebut sama sekali tidak
membantu merasa lebih baik. Maka dari itu cobalah sedikit demi sedikit untuk
mulai terbuka mengenai diri sendiri, mempercayakan pada orang lain dapat
membuat hati lebih baik dan bisa menjalani hidup lebih bersemangat.

17
H. Sifat malas
Kemalasan dapat disebut sebagai keengganan untuk bekerja atau menggunakan energi
untuk melakukan suatu aktivitas. Kemalasan seringkali datang dalam bentuk sikap
suka menunda-nunda, yang lama-kelamaan bisa berkembang menjadi benar-benar
enggan mengerjakan tugas yang menjadi tanggung jawab. Jika rasa malas ini tidak
dilawan, tentunya akan membuat sifat ini makin sulit dihilangkan yang berimbas pada
menurunnya produktivitas.
Sifat malas merupakan salah satu sifat buruk yang terdapat pada diri seseorang yang
menghabat kemajuan dan pengembangan potensi diri,
dimana prilaku malas sendiri adalah merupakan suatu keengganan seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik disebabkan beberapa alas an.
Faktor kemalasan
Adapun alasan orang untuk enggan dalam melakukan suatu perbuatan baik untuk
dirinya maupun orang lain adalah dikarenakan beberapa faktor yaitu :

1. Seorang tidak melakukan perbuatan baik atau malas karena merasa perbuatan atau
pekerjaan tersebut masih dapat dikerjakan dilain waktu (waktu masih panjang
dan selalu menunda-nundanya )
2. Karena adanya keyakinan bahwa pekerjaan tersebut bukan pekerjaannya dan
menunggu orang lain untuk mengerjakannya
3. Merasa tidak mampuh melakukannya sebelum berusaha untuk mencoba
mengerjakannya sendiri terlebih dahulu.(kurang percaya diri)
4. Menilai segala sesuatunya dengan uang sehingga bila tidak mendapat bayaran atau
upah dari orang lain pekerjaan tersebut dianggap tidak berguna atau
menguntungkan sekalipun untuk kepentingan pribadinya
5. Masih ada orang yang bisa dimintai tolong dan salah satu kegemarannya adalah
menyuruh-nyuruh orang walaupun dia mampuh melakukannya dan ringan
pekerjaannya
6. Tidak punya inisiatif untuk melakukan kebaikan

18
Akibat sifat Malas.

a. Segala pekerjaan akan menumpuk karena suka menunda-nunda


sehingga tidak ada pekerjaan yang dapat selesai dengan sempurna.
b. Menghilangkan atau setidaknya dapat menghambat kemajuan dan
potensi yang ada dalam dirinya karena keengganan untuk berbuat.
c. Sangat bergantung pada orang yang ada disekitar sehingga sulit untuk
dapat hidup mandiri.
d. Kreatifitas akan hilang, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya
usia.
e. Pada akhirnya akan timbul penyesalan pada diri yang bersangkutan
terlebih bila mana menyaksikan teman sejawat meraih kesuksesan
sementara dirinya masih jauh harapan.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan
hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif
terhadap diri sendiri dan orang lain.

Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pada
otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang mencetuskannya. Stress diduga sebagai
pencetus dari gangguan jiwa tapi stress dapat juga merupakan hasil dari
berkembangnya mental illness pd diri seseorang.

Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara


langsung dan asuhan keperawatan secara tiak langsung. Fungsi ini dapat icapai
dengan aktifitas perawat kesehatan jiwa yang membantu upaya penanggulangan
maslah kesehatan jiwa.

B. Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam


penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa yang
ada serta upaya penanganannya dengan baik.

20

Anda mungkin juga menyukai