Anda di halaman 1dari 145

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

INJEKSI INTRA VENA

Pemberian obat intravena merupakan pemberian obat yang


dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut langsung ke
pembuluh darah vena. Untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh, obat disiapkan dan diberikan
dengan menggunakan prinsip steril, bila telah terkontaminasi
maka akan menyebabkan terjadinya infeksi. Obat-obat yang
diberikan melalui parenteral ini diabsorbsi lebih cepat
dibandingkan dengan obat yang diberikan melalui
gastrointestinal, karena obat tidak perlu melewati barier jaringan
epitel organ gastrointestinal sebelum akhirnya masuk ke sirkulasi
darah.
Cara parenteral ini dapat dilakukan jika obat tidak dapat
diabsorbsi melalui sistem gastrointestinal atau malah akan
dihancurkan oleh sistem gastrointestinal. Obat juga diberikan
pada pasien yang tidak sadar atau tidak kooperatif yang tidak
dapat atau tidak mau menelan obat oral. Obat yang disuntikkan
dalam tubuh dapat berupa cair atau suspensi. Larutan cair
disiapkan dalam 3 bentuk : ampul, vial, dan unit disposibel.
Tujuan dari penggunaan prinsip pemberian obat
Mencegah terjadinya cidera pada pasien karena adanya kesalahan

1
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

obat ataupun pemberian obat. Sebelum obat diberikan, perawat


harus melakukan pengkajian terutama tentang instruksi dokter,
umur, dan berat badan pasien, dan pencahayaan di ruang
persiapan. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mempersiapkan
obat adalah :
1. Baca dalam buku referensi obat atau tanyakan pada ahli
farmasi untuk obat-obat yang tidak kita kenal.
2. Bayi dan anak-anak memerlukan dosis obat yang sangat
rendah.
3. Pemberian obat cair pada anak akan lebih tepat jika diukur
dengan menggunakan spuit daripada dengan gelas ukur.
Prinsip dalam pemberian obat yaitu 12 Benar
1. Benar pasien : periksa nama pasien, nomor RM, ruang, nama
dokter yang meresepkan pada catatan pemberian obat, catatan
pemberian obat, kartu obat, dan gelang identitas pasien.
2. Benar obat : periksa label obat dengan catatan pemberian obat,
memastikan bahwa obat yang diberikan adalah obat yang
sesuai dengan instruksi dokter dan obat generik sesuai dengan
nama dagang obat. Pastikan bahwa pasien tidak mempunyai
alergi pada kandungan obat yang akan diberikan dan periksa
tanggal kadaluarsa obat.
3. Benar dosis : pastikan dosis yang diberikan sesuai dengan
rentang pemberian dosis, berat badan dan umur pasien.
2
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Periksa dosis pada label obat untuk membandingkan dengan


dosis yang tercatat pada catatan pemberian obat, lakukan
penghitungan dosis secara akurat.
4. Benar waktu : periksa waktu pemberian obat sesuai dengan
waktu yang tertera pada catatan pemberian obat (misalnya
obat yang diberikan 2 kali sehari, maka pada catatan
pemberian obat akan tertera waktu pemberian jam 6 pagi, dan
6 sore).
5. Benar cara/rute : periksa label obat untuk memastikan bahwa
obat tersebut dapat diberikan sesuai cara yang diinstruksikan
dan periksa cara pemberian pada catatan pemberian obat.
6. Benar Pengkajian : Sebelum pemberian obat, perawat harus
selalu memeriksa tanda-tanda vital (TTV).
7. Benar reaksi obat terhadap makanan : beberapa obat bisa
berinteraksi dengan kandungan dalam makanan sehingga bisa
mengganggu farmakodinamik dan farmakokinetik.
8. Benar reaksi obat terhadap obat lain : beberapa kandungan
dalam obat bisa berinteraksi dengan kandungan obat lain dan
menimbulkan akibat yang bisa membahayakan pasien.
Interaksi ini bisa dibaca pada label obat.
9. Benar pendidikan kesehatan terhadap medikasi : nama obat,
manfaat, efek samping yang mungkin muncul harus
disampaikan ke pasien.
3
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

10. Benar hak pasien untuk menolak : pasien berhak untuk


menolak pengobatan jika pasien mempunyai alasan kuat.
Perawat harus memberikan Health Education untuk
memotivasi pasien agar mau menerima pengobatan. Jika
pasien tetap tidak bersedia maka laporkan ke dokter yang
menangani pasien tersebut.
11. Benar Evaluasi : Setelah pemberian obat, perawat selalu
memantau atau memeriksa efek kerja obat kerja tersebut.
12. Benar pendokumentasian: dokumentasikan pemberian obat
setelah melakukan tindakan dalam catatan implementasi
keperawatan meliputi waktu pemberian, obat yang diberikan
lengkap dengan rutenya beserta evaluasi respon pasien selama
tindakan. Jika obat tidak diberikan, ikuti kebijakan institusi
untuk mendokumentasikan alasan mengapa obat tidak
diberikan.
Dalam memeriksa label obat, perlu dilakukan setiap :
1. Sebelum mengambil obat dan tempat penyimpanannya
2. Sebelum menuangkan atau mengambil obat sesuai dosis
3. Sebelum meletakkan obat kembali ke tempat penyimpannya
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat :
1. Jangan membuka bungkus obat jika dosis obat telah pasti.
Buka sebelum diberikan pada pasien.
2. Pisahkan obat-obat yang memerlukan data pengkajian awal,
4
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

seperti tanda vital.


3. Periksa tanggal kadaluarsa obat saat menyiapkan

Cara menghitung dosis obat :


Dosis yang
Jumlah
diinginkan X Sediaan =
Dosis yang Dosis yang Obat diberikan
tersedia

Prosedur saat Menyiapkan Obat dari Vial :


Peralatan :
1. Catatan pemberian obat/kartu obat sesuai dengan cara
pemberian obat.
2. Sarung tangan
3. Obat yang akan diberikan
4. Kupet
5. Spuit dengan jarum yang sesuai
6. Kapas alcohol
7. Label obat
Obat vial dipersiapkan dengan menggunakan teknik aseptic dan
diberikan melalui parenteral. Sebelumnya perlu diperhatikan dan
dikaji kandungan dalam obat, dosis dalam vial, kondisi larutan
(kejernihan cairan, ada/tidaknya endapan, warna cairan) serta
5
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

tanggal kadaluarsa obat pada vial.


Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari
vial:
1. Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk pada vial
2. Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat meyiapkan

Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan obat sesuai prinsip
4. Hitung dosis yang diperlukan
5. Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian
karetnya
6. Olesi bagian karet tersebut dengan kapas alcohol
7. Tambahkan aquabides dalam vial dengan spuit sesuai
kebutuhan, cabut jarum dan tutup kembali jarum, kemudian
goyangkan vial untuk mencampurkan obat.
8. Masukkan udara pada spuit sejumlah obat yang akan diambil,
jangan menyentuh bagian dalam plunger
6
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

9. Aspirasi obat sesuai jumlah yang diinginkan


10. Buka tutup jarum
11. Dengan sudut miring, masukkan jarum perlahan pada karet
penutup vial dengan bagian jarum yang runcing terlebih
dahulu
12. Masukkan hingga jarum masuk seluruhnya dan tekan plunger
13. Pegang vial dengan tangan nondominan dan balikkan,
pertahankan jarum tetap di dalamnya, control spuit dengan
tangan nondominan dan tahan plunger dengan ibu jari
14. Tarik jarum hingga berada di bawah cairan obat dan
pertahankan pada posisi tersebut
15. Tarik plunger perlahan hingga spuit terisi cairan sesuai dosis
yang diinginkan
16. Jika terdapat gelembung air pada spuit, jentikkan spuit dengan
jari tangan dominan
17. Dorong plunger hingga udara keluar dari spuit
18. Tambahkan larutan aquabides jika diperlukan
19. Jika akan menyuntuikkan obat langsung melalui vena pasien,
maka jarum sebaiknya diganti.

Prosedur saat Menyiapkan Obat dari Ampul:


Peralatan :
1. Catatan pemberian obat.
7
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

2. Sarung tangan
3. Obat yang akan diberikan
4. Kupet
5. Spuit dengan jarum yang sesuai
6. Kapas alcohol
7. Label obat
Obat ampul dipersiapkan dengan menggunakan teknik aseptic
dan diberikan melalui parenteral. Sebelumnya perlu diperhatikan
dan dikaji kandungan dalam obat, dosis dalam ampul, kondisi
larutan (kejernihan cairan, ada/tidaknya endapan, warna cairan)
serta tanggal kadaluarsa obat pada ampul.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari
ampul :
1. Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat
meyiapkan
2. Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah
dibungkus dengan kertas tissue Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan obat sesuai prinsip
4. Hitung dosis yang diperlukan
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan
menjentikkan leher ampul atau putarkan dengan cara

8
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

merotasikan pergelangan tangan


6. Usapkan kapas alcohol di sekeliling leher ampul dengan
tangan dominan, tempatkan jari tangan non dominan di
sekeliling bagian bawah ampul dengan jari melawan sudut
7. Patahkan ampul dengan menjauhi diri dan orang yang ada di
dekat anda
8. Tempatkan tutup ampul pada kertas atau buang di tempat
khusus
9. Buka tutup jarum
10. Tekan plunger hingga habis, jangan aspirasi udara ke dalam
spuit
11. Tempatkan jarum ke dalam ampul, jaga agar jarum menyentuh
sisi potongan ampul
12. Aspirasi sejumlah cairan ke dalam spuit dan lepaskan jarum
dari ampul
13. Tempatkan ampul pada kertas atau buang di tempat khusus
14. Jika ada gelembung udara pada spuit, keluarkan dengan
memegang spuit secara vertical
15. Periksa kembali jumlah larutan dalam spuit, bandingkan
dengan jumlah yang dibutuhkan
16. Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
17. Ganti jarum jika obat diketahui dapat mengiritasi jaringan
INJEKSI INTRAVENA NAMA MAHASISWA :
9
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk ya tdk ya tdk
Tahap pre-interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan troli yang sudah dibersihkan dan
dilengkapi alat-alat :
a. Catatan pemberian obat
b. Obat yang akan disuntikkan
c. Aquabidest (jika perlu dilarutkan atau
diencerkan)
d. Kupet
e. Sepasang sarung tangan dalam dressing
jar
f. Kapas injeksi dalam kom
g. Alcohol 70%
h. Spuit dengan jarumnya (ukuran sesuai yg
dibutuhkan)
i. Hipafix / plester
j. Gunting plester
k. Kikir/gergaji ampul (jika ampul tidak
diberi tanda)
l. Hand rub
m. Bengkok
n. 1 buah Pengalas
o. 1 buah Torniqet
p. Tempat sampah tajam (safety box)
q. Tempat sampah medis (warna kuning)
4. Baca label obat untuk memastikan
kandungan, dosis dalam kemasan, tanggal
kadaluwarsa obat, rute pemberian (12 Benar)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi

10
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

1. Salam pembuka dan perkenalkan diri


2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan
keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien, tutup sampiran
2. Sepakati lokasi berdasarkan prioritas
3. Cuci tangan efektif
4. Periksa label obat sesuai program terapi
5. Pakai sarung tangan
6. Siapkan spuit sesuai ukuran
7. Siapkan obat sesuai program terapi
8. Oplos obat sesuai kebutuhan (jika obat dalam
bentuk vial)
9. Ambil obat sesuai dosis yang diberikan
10.Keluarkan udara dari spuit yang telah berisi
obat dengan memegang spuit tegak lurus
11.Letakkan spuit yang berisi obat dalam kupet
12. Palpasi dan Tentukan area suntikan
(diusahakan mencari vena yang paling ujung
dan tidak bercabang)
13. Pasang pengalas
14. Pasang tourniquet 10-15 cm bagian
proximal lokasi yang dipilih untuk
melakukan fiksasi
15. Desinfeksi daerah yang akan diinsersi
dengan alkohol arah melingkar dari dalam
keluar dengan diameter 4-5 cm
11
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

16. Tusukkan dengan kemiringan 15-30 derajat


dengan mengarah ke jantung (bevel
menghadap ke atas)
17. Lakukan aspirasi, pastikan darah tampak
keluar pada hub
18. Lepaskan toerniquet
19. Dorong plunger untuk memasukkan obat
20. Kaji reaksi pasien selama prosedur
dilakukan untuk mengetahui adanya reaksi
alergi terhadap obat yang diberikan (misal :
gatal-gatal, kemerahan, atau apneu)
21.Cabut jarum dan tekan tempat insersi dengan
kapas alkohol
22.Tutup jarum dengan menggunakan teknik satu
tangan
23. Pantau adanya perdarahan pada tempat
insersi, jika perlu lakukan fiksasi
24.Rapikan Pasien dan berekan peralatan (buang
sampah ke tempat sampah medis, dan jarum
pada tempat sampah tajam)
25. Lepas sarung tangan
26. Cuci tangan efektif
27. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
(subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan,
waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam
12
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

catatan keperawatan

 Nilai
Nilai : X 100% =
Nilai Max (47)

TERAPI INTRAVENA (PEMASANGAN INFUS)

A. Tujuan pemberian terapi intravena :


1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan
kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melaui oral.
2. Memperbaiki kesimbangan asam-basa.
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4. Berikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke
dalam tubuh.
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
6. Berikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan.

B. Asimilasi fisiologis cairan infus


1. Prinsip
a. Sel (misal : eritrosit, neuron) dikelilingi oleh membrane
semipermiabel.
b. Tekanan osmotik adalah tekanan “menarik” yang

13
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

dihasilkan pada saat air bergerak masuk melalui


membrane semipermiabel dan daerah yang
berkonsentrasi rendah ke larutan yang memiliki
konsentrasi tinggi (missal : ion natrium, glukosa darah).
Hasil akhir adalah dilusi dan penyeimbangan antara
ruang intrasel dengan ekstrasel.
c. Yang termasuk cairan ekstrasel adalah plasma dan
cairan interstisial.
2. Tipe-tipe cairan
a. Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama
dengan yang ada di dalam plasma.
1) NaCl normal 0,9%
2) Ringer laktat
3) Komponen-komponen darah (Albumin 5%, plasma)
4) Dexstrose 5% dalam air (D % W)
b. Hipotonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang
lebih kecil daripada yang ada di dalam plasma darah.
Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi
konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk
ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di
intrasel dan ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar
atau membengkak.
1) Dexstrose 2,5% dalam NaCl 0,45%
2) NaCl 0,45%
3) NaCl 0,2%
c. Hipertonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotic yang
lebih tinggi daripada yang ada di dalam plasma darah.
14
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan


plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk
memperbaiki keseimbangan osmotik, sel kemudian
akan menyusut.
1) Dexstrose 5% dalam NaCl 0,9%
2) Dextrose 5% dalam NaCl 0,45% (hanya sedikit
hipertonis karena dextrose dengan cepat
dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi
tekanan osmotik)
3) Dexstrose 10% dalam air
4) Dexstrose 20% dalam air
5) NaCl 3% dan 5%
6) Larutan hiperalimentasi
7) Dextrose 5% dalam ringer laktat
8) Albumin

3. Komposisi cairan
a. Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit.
b. Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na, K, Cl, Ca, laktat)
d. Balans isotonic, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori (Na, K,
Mg, Cl, HCO3, glukonat)
e. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah
f. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein
plasma 5% plasmanat), hespan yang dapat meningkatkan
tekanan osmotic, menarik cairan dan interstisial ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino,
dan kalori)
15
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

4. Hal-hal yang harus diperhatikan dengan tipe-tipe infuse


a. D S W (Dexstrose 5% in Water)
1) Digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik)
yang hilang, Berikan suplai kalori, juga dapat
dibarengai dengan pemberian obat-obatan atau
berfungsi untuk mempertahankan vena dalam
keadaan terbuka dengan infuse tersebut.
2) Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan
(hiponatremia, sindroma pelepasan hormone
antideuretik yang tidak semestinya) jangan digunakan
dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian
transfuse (darah atau komponen darah).
b. NaCl 0,9%
1) Digunakan untuk mengganti garam (cairan
isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen
darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok
hemodinamik.
2) Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik
(missal : gagal jantung, gagal ginjal).

c. Ringer Laktat
Digunakan untuk menggantikan cairan isotonic yang
hilang, elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis
metabolik tingkat sedang.
C. Tipe-tipe pemberian terapi intravena
1. IV Push
IV Push (IV bolus) adalah Berikan obat dan jarum suntik
secara langsung ke dalam saluran/jalan infuse.
Indikasi
a. Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru,
16
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam


intravena.
b. Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian
obat (furosemid, digoksin).
c. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar
secara terus-menerus melalui infuse (lidocain,
xylocain).
d. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan
mengurangi kebutuhan akan injeksi intramuskuler.
e. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila
beberapa obat dicampur dalam satu botol.
f. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan
secara oral (missal : pada pasien koma) atau
intramuskuler (missal : pasien dengan gangguan
koagulasi).

Hal-hal yang harus diperhatikan dan direkomendasikan


a. Sebelum pemberian obat
1) Pastikan bahwa obat sesuai dengan anjuran.
2) Larutkan obat sesuai dengan indikasi. Banyak obat yang
dapat mengiritasi vena dan memerlukan pengenceran
yang sesuai.
3) Pastikan kecepatan pemberiannya dengan benar.
4) Jika akan Berikan obat melalui selang infuse yang sama,
akan lebih baik jika dilakukan pembilasan terlebih dahulu
dengan cairan fisiologis (NaCl 0,9%).
5) Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap obat yang
diberikan.
6) Kaji kepatenan jalan infuse dengan mengetahui

17
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

keberadaan dan aliran darah.


• Pertahankan kecepatan infuse.
• Lakukan aspirasi dengan jarum suntik sebelum
memasukkan obat.
• Tekan selang infuse secara perlahan.
7) Perhatikan waktu pemasangan infuse. Ganti tempat
pemasangan infuse apabila terdapat tanda-tanda
komplikasi (misal : phlebitis, ekstravasasi, dll).
b. Perhatikan respon pasien terhadap obat
1) Adakah efek samping mayor yang timbul (anaphilaksis,
respiratory distress, takhikardi, bradikardi, atau kejang)?
2) Adakah efek samping minor yang timbul (mual, pucat,
kulit kemerahan, atau bingung)?
3) Hentikan pengobatan dan konsultasikan ke dokter apabila
terjadi hal-hal tersebut.
2. Continous Infusion (infuse berlanjut) menggunakan alat control
Continous infusion dapat diberikan secara tradisional
melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur
kecepatan aliran. Infuse melalui intravena, intra arteri, dan intra
thecat (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa
khusus yang ditanam maupun yang eksternal.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan :
a. Keuntungan
1) Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan
kecil dengan akurat.
2) Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti
adanya udara di selang infuse atau adanya penyumbatan.
3) Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan
kecepatan aliran infuse.
b. Kerugian
18
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

1) Memerlukan selang infuse.


2) Biaya lebih mahal.
3) Pompa infuse akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali
ada infiltrasi.
c. Tanggung jawab perawat
1) Efektifitas penggunaan pengaturan infuse secara mekanis
sama dengan perawat yang memerlukannya.
2) Perawat harus waspada terhadap terjadinya komplikasi
(adanya infiltrasi atau infeksi).
3) Ikuti aturan yang diberikan oleh perusahaan yang
memproduksi alat tersebut.
4) Lakukan pemeriksaan ulang terhadap kecepatan aliran
infuse.
5) Pastikan udara yang ada dalam selang telah dikeluarkan
sebelum dihubungkan ke pasien.
6) Jelaskan tujuan penggunaan alat dan alarm kepada pasien
dan keluarga.
3. Infuse sementara (intermittent infusions)
Infuse sementara dapat diberikan melalui “heparin Lock”,
“piggybag” untuk infuse yang kontinyu, atau untuk terapi
jangka panjang melalui perangkat infuse.

D. Peran perawat dalam pelaksanaan terapi intravena


1. Memilih Vena
a. Lakukan verifikasi order yang ada untuk terapi IV.
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.
19
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

c. Pilih vena yang layak untuk dilakukan venipuncture.


1) Bagian belakang tangan (vena metacarpal). Jika
memungkinkan jangan lakukan pada vena digitalis.
Jika kemudian timbul masalah pada sisi ini, cari
vena lain diatasnya.
2) Lengan bawah (vena basilica atau cephalica).
3) Siku bagian dalam (fossa antecubitat, median
basilica dan median cephalic untuk infuse jangka
pendek)
4) Ekstremitas bawah
• Kaki (vena pleksus dorsum, arkus vena dorsalis,
vena medikal marginatis)
• Mata kaki (vena saphena magma) 5) Vena
sentralis digunakan :
• Jika obat dan infuse hipertonik atau sangat
mengiritasi, membutuhkan kecepatan, dilusi
volume yang tinggi untuk mencegah reaksi
sistemik dan kerusakan vena local (misal :
kemoterapi, hiperalimentasi).
• Jika aliran darah perifer dikurangi atau jika
pembuluh darah perifer tidak dapat dimasuki
(misal pada pasien obesitas).
• Jika diinginkan monitor CVP.
• Jika diinginkan terapi cairan jangka sedang atau
jangka panjang.

2. Cara memunculkan vena


a. Palpasi daerah yang akan dipasang infus.

20
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

b. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya (jika


akan menggunakan lengan).
c. Pijat tempat yang akan diinfus.
d. Gunakan torniket sedikitnya 5-15 cm di atas tempat
yang akan diinsersi, kencangkan torniquet.
e. Alternative lain adalah dengan menggunakan
tensimeter, pasang tensimeter sedikit di bawah tekanan
sistolik.
f. Raba vena tersebut, untuk meyakinkan keadaan vena.
g. Biarkan ekstremitas tersebut selama beberapa menit.
h. Gunakan handuk hangat untuk melembabkan tempat
yang akan diinsersi.
3. Komplikasi yang dapat timbul dalam terapi intravena
a. Infiltrasi (ekstravasasi)
b. Trombophlebitis
c. Bakteremia
d. Emboli udara
e. Perdarahan
E. Perhitungan cairan tubuh
a. Kebutuhan cairan pada anak
1) BB < 10 kg kebutuhan cairanya 100 ml/KgBB/Hr
Rumus :
BB(Kg)x100 ml/KgBB/Hari
2) BB 10 -20 Kg kebutuhan cairan 1000 ml untuk 10 kg
pertama ditambah 50 ml untuk setiap kg BB sisanya.

Rumus : 1000 ml/hari+(total BB – 10 Kg)50 Ml/kgBB/hari

3) BB > 20 Kg kebutuhan cairan 1500 ml untuk 20 kg


pertama, ditambah 20ml untuk setiap kg BB sisanya.

21
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Rumus : 1500 ml/hari + (total BB -20 Kg)x20 ml/kgBB/hari


b. Kebutuhan cairan dewasa Rumus :
(30-50)ml/hari x BB (kg)

c. RUMUS MENGHITUNG CAIRAN


1. Mengatur tetesan permenit

Tetesan permenit : Kebutuhan cairan (ml) x faktor tetesan


Waktu (jam) x 60 menit

Factor tetesan :
Makro : 15-20 tetes/mnt
Mikro :
60 tts/mnit
KOMPET
ENSI
:
PEMASA
NGAN
INFUS
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang Dinilai
ya tdk ya tdk ya tdk

22
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Pra Interaksi


1. Kaji kebutuhan pasien dengan
melihat catatan keperawatan/medis 2.
Cuci tangan efektif 3. Siapkan alat-
alat :
a. Troly
b. Standar infus
c. Infus set (makro/mikro/blood)
sesuai kebutuhan
d. Cairan infus (sesuai kebutuhan)
e. Abocath sesuai kebutuhan
f. Kapas injeksi dalam tempatnya
g. Alkohol 70%
h. Kasa steril dalam tempatnya
i. Plaster/hepavik
j. Gunting plaster
k. Baki obat/ bak suntik/ Kupet
steril
l. Pinset anatomis steril (1 buah)
m. Pengalas
n. Bengkok
o. Torniqet
p. Handscoond
q. Korentang
r. CM keperawatan
s. Chart kontrol cairan
t. Tempat sampah tajam (safety
box)
u. Tempat sampah medis 4. Cuci
tangan efektif

23
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas
( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien
dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya
alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk
bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien tutup sampiran
2. Dekatkan peralatan (troly injeksi) ke
area pemasangan infus
3. Siapkan plester, dan 1 plester
bertuliskan tanggal dan jam
4. Cuci tangan efektif
5. Pakai Handscoen
6. Sepakati lokasi pemasangan infus
berdasarkan prioritas
7. Pasang pengalas
8. Periksa label infus sesuai program
terapi
9. Hubungkan cairan infus dengan infus
set (infus set diklem)
10. Isi selang kontrol dengan cairan
sampai 1/3 bagian
11. Alirkan cairan untuk pengisian
selang infus set
12. Pastikan selang infus set bebas udara
13. Pasang tourniquet untuk melakukan
fiksasi diatas lokasi terpilih 10-15
24
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

cm
14. Palpasi dan Tentukan area suntikan
(diusahakan mencari vena yang
paling ujung dan tidak bercabang)*
15. Desinfeksi daerah yang akan di tusuk
dengan alkohol arah melingkar dari
dalam keluar dengan diameter 4-5 cm*
16. Tusukkan abocath dengan kemiringan
30 derajat dengan mengarah ke
jantung*
17. Pastikan darah tampak keluar, tarik
mandrin ½ cm sambil dorong iv cath
atau sesuai dengan petunjuk masing-
masing iv cath*
18. Cabut mandrin/jarum kemudian
sambungankan iv cath dengan selang
cairan yang telah dipersiapkan*
19. Lepaskan toerniquet
20. Buka klem infus set, alirkan cairan
sampai mengalir lancar
21. Fiksasi iv cath dengan plaster/hepavik
tanpa menutupi insersi
22. Tutup tempat insersi dengan kasa steril
23. Lepaskan handscoon
24. Pasang bidai dan verban (anak), atau
diplaster (dewasa)
25. Atur tetesan infus sesuai program
26. Pasang stiker bertuliskan tgl, bulan
dan jam pemasangan pada tempat
pemasangan infus
27. Pasang form pantau cairan
28. Pasien dan peralatan dibereskan
29. Lakukan observasi terhadap aliran

25
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

infus (atur posisi pasien agar aliran


infus lancar)
30. Jelaskan kepada pasien apabila infus
tidak menetes atau ada darah
pada selang agar segera melaporkan
kepada perawat
31. Cuci tangan efektif
32. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan
obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada
pasien
3. Kontrak pertemuan
selanjutnya
(kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan

26
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PEMBERIAN TERAPI O2 (OKSIGENASI)

Pengertian
Pemberian terapi oxygen adalah suatu tata cara pemberian
bantuan gas oksigen pada penderita yang mengalami gangguan
pernapasan ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat khusus.

Tujuan
1. Memenuhi kekurangan oksigen
2. Membantu kelancaran metabolisme
3. Sebagai tindakan pengobatan
4. Mencegah hipoksia
5. Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :


1. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol
2. Tidak terjadi penumpukan CO2
3. Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
4. Efisien dan ekonomis
5. Nyaman untuk pasien

Indikasi
Indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
1. Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan
dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan
pernafasan,
3. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
27
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melaluipeningkatan


laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 di


indikasikan kepada pasien dengan gejala :
1. Sianosis
2. Hipovolemi
3. Perdarahan
4. Anemia berat
5. Keracunan CO
6. Asidosis
7. Selama dan sesudah pembedahan
8. Pasien dengan keadaan tidak sadar

Hal-hal yang perlu diperhatikan


1. Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah
pemberian oksigen
2. Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang
dapat menimbulkan kebakaran
3. Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas
yang ada pada botol
4. Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan
kering bila tidak dipakai
5. Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan
disimpan kering
6. Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita
penyakit paru kronis karena pemberian oksigen yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan hipoventilasi, hypercarbia diikuti
penurunan kesadaran.
7. Terapi oksigen sebaiknya diawali dengan aliran 1 – 2
28
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

liter/menit, kemudian dinaikkan pelan-pelan sesuai kebutuhan

Metode Pemberian O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Teknik system aliran rendah diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini
ditujukan untuk pasien yang memerlukan O2 tetapi masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya
pasien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan
pernafasan 16 – 20 kali permenit. Contoh system aliran rendah
ini adalah :
• Kataeter nasal
• Kanula nasal
• Sungkup muka sederhana
• Sungkup muka dengan kantong rebreathing
• Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing sistem : a.
Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O 2 secara
kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% -
44%.
• Keuntungan
Pemberian O2 stabil, pasien bebas bergerak, makan dan
berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap.
• Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%,
29
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula


nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa
hidung, kateter mudah tersumbat.
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat Berikan O2 kontinu
dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan
kateter nasal.

• Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, pasien
bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir pasien
dan nyaman • Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2
berkurang bila pasien bernafas lewat mulut, mudah lepas
karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8
L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
• Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau
kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol
• Kerugian
Tidak dapat Berikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat
30
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.


d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 –
80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt
• Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,
tidak mengeringkan selaput lender
• Kerugian
Tidak dapat Berikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2
bisa terlipat.

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing


Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2
mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
• Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
• Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
2. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh teknik system aliran tinggi yaitu sungkup

31
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

muka dengan ventury.


Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan
dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan
dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan
negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang
dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 –
14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
• Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk
pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap
FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi
penumpukan CO2
• Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan
sungkup muka yang lain pada aliran rendah

Bahaya pemberian O2
Pemberian O2 bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga
dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain :
1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya
kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2
harus menghindari: Merokok, membukan alat listrik dalam area
sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan
aliran yang tepat pada pasien dengan retensi CO2 dapat

32
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

menekan ventilasi
3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi
tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak
struktur jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan
surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu
KOMPETENSI : TERAPI O2
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan
melihat catatan keperawatan /
medis
2. Cuci tangan efektif
3. Siapkan alat-alat dan lingkungan
pasien: - Troly
- Head box
- Flow meter dan humidifier
- Tabung Oksigen
- Nasal kanul, Masker
reabrithing, Non Reabrething,
Sungkup
- Cairan Aquades
- Handscoen
- Handrub
4. Cuci tangan efektif

33
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan
perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas
( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada
pasien dan keluarga
5. Kontrak waktu

6. Tanyakan keluhan pasien dan


adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien
untuk bertanya

34
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Kerja
A. Kateter Nasal/Kanul Nasal
1. Jaga privasi pasien
2. Posisikan pasien semi fowler
3. Isi glass humidifier dengan
Aquades setinggi batas yang
tertera
4. Hubungkan Flow meter dengan
tabung oksigen/sentral oksigen
5. Cek fungsi humidifier dengan
memutar pengatur konsentrasi
O2
6. Amati ada tidaknya gelembung
udara dalam glass humidifier
7. Hubungkan catheter nasal/kanul
nasal dengan flow meter
8. Alirkan oksigen ke: Kateter
Nasal dengan aliran antara 1-6
liter/menit.
9. Cek aliran kateter nasal/kanul
dengan menggunakan punggung
tangan untuk mengetahui ada
tidaknya aliran oksigen
10.Pasang alat kateter nasal/kanul
nasal pada pasien
11.Tanyakan pada pasien apakah
oksigen telah mengalir sesuai
yang diinginkan
12.Rapikan peralatan
13.Cuci tangan

35
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

B. Sungkup Muka Kantong


Nonrebreathing
1. Jaga privasi pasien
2. Isi glass humidifier dengan
Aquades setinggi batas yang
tertera
3. Hubungkan Flow meter
dengan tabung oksigen/sentral
oksigen
4. Cek fungsi flow meter dan
humidifier dengan memutar
pengatur konsentrasi O2 dan
amati ada tidaknya gelembung
udara dalam glass flow meter
5. Hubungkan sungkup muka non
rebreathing dengan flowmeter
6. Alirkan oksigen ke: sungkup
muka non rebreathing dengan
aliran 8-12 l/menit
7. Cek aliran oksigen ke sungkup
dengan cara menutup sungkup
dengan satu tangan dan amati
aliran oksigen yang masuk ke
dalam kantong
8. Pasang alat sungkup muka
sederhana/sungkup muka (non
rebreathing) pada pasien
9. Tanyakan pada pasien apakah
oksigen telah mengalir sesuai
yang di harapkan
10. Rapikan peralatan kembali
11. Cuci tangan
C. Sungkup Muka Partial

36
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Rebreathing
12. Jaga privasi pasien

13. Isi glass humidifier dengan


Aquabides setinggi batas yang
tertera
14. Hubungkan Flow meter dengan
tabung oksigen/sentral oksigen*
15. Cek fungsi flow meter dan
humidifier dengan memutar
pengatur konsentrasi O2 dan
amati ada tidaknya gelembung
udara dalam glass flow meter
16. Hubungkan sungkup muka
partial rebreathing dengan flow
meter
17. Alirkan oksigen ke sungkup
muka partial rebreathing dengan
aliran udara 8-12 l/menit
18. Cek aliran oksigen ke sungkup
dengan cara menutup sungkup
dengan satu tangan dan amati
aliran oksigen yang masuk ke
dalam kantong
19. Pasang alat sungkup muka
partial rebreathing pada pasien
20. Tanyakan pada pasien apakah
oksigen telah mengalir sesuai
dengan yang diinginkan
21. Rapikan peralatan kembali
22. Cuci tangan efektif
23. Buka sampiran

37
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
(subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif
pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
(kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon
pasien di dalam catatan
keperawatan

38
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

NEBULIZER

Pengertian
Nebulizer adalah suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan
alat pemecah obat untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap
untuk dihisap. Biasanya untuk pengobatan saluran pernafasan
bagian lebih bawah.

Tujuan
1. Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
2. Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas
sehingga lendir menjadi encer dan mudah keluar
3. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
4. Melegakan pernafasan
5. Mengurangi pembekakan selaput lender
6. Mencegah pengeringan selaput lender
7. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
8. Menghilangkan gatal pada kerongkongan

Indikasi
1. Pasien sesak nafas dan batuk
2. Broncho pneumonia
3. PPOK (bronchitis, emfisema)
4. Asma bronchial
5. Rhinitis dan sinusitis
6. Paska tracheostomi
7. Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
8. Selaput lendir mongering
9. Iritasi kerongkongan, radang selaput lender, saluran pernafasan

39
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

bagian atas

Macam-macam obat inhalasi


1. Bronchodilator
• ß agonis :terbutalin, sabutamol fenoterol
• antikolinergik: ipratrogium bromide, tiotropium
2. Mukolitik
3. Anti inflamasi : budesonide, flutikason, beklometason
4. Antibiotika
5. Anestesi lokal : lidokain, prokain
6. Larutan isotonis, hipertonis, hipotonis, aquadest Obat-obat
tersebut dapat diberikan secara kombinasi sesuai kebutuhan pasien

Gambar 1. Pemasangan Nebulizer


Jenis-jenis nebulizer
1. Nebulizer mini
Adalah alat genggam yang menyemburkan medikasi atau agens
pelembab, seperti agans bronkodilator atau mukolitik menjadi
partikel mikroskopik dan mengirimkannya kedalam paru-paru
ketika pasien menghirup napas.
2. Nebulizer jet-aerosol

40
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Adalah nebulizer dengan menggunakan gas bawah tekanan


3. Nebulizer ultrasonik
Adalah nebulizer dengan menggunakan getaran frekuensi-tinggi
untuk memecah air atau obat menjadi tetesan atau partikel
halus.

NEBULIZER

KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk

41
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Pra Interaksi


1. Kaji kebutuhan pasien dengan
melihat catatan keperawatan atau
medis
2. Cek order pemberian obat dengan
prinsip (12 B) 3. Cuci tangan
efektif
4. Siapkan alat-alat:
- Nebulizer set
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Selang konektor
- Kapas lembab (air hangat)
- Handscoen dan tempatnya (KOM)
- Obat inhalasi (ventolin, combiven,
dll)
- Kapas alkohol dan tempatnya
(KOM)
- Masker, nasal canule, mouthpiece
- Neirbeken/bengkok 1buah
- Nacl 0,9 % (cairan normal saline)
dan aquabides
- Spuit 5cc
- Bengkok
- Sputum pot
- Tempat sampah medis
- Tempat sampah tajam (safety box)
5. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas
( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )

42
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien
dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya
alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk
bertanya
TAHAP KERJA
1. Jaga privasi pasien
2. Dekatkan alat ke dekat pasien
3. Pakai Handscoond
4. Atur pisisi fowler
5. Bersihkan hidung dengan kapas
lembab
6. Obat dimasukkan dalam tempat
penampungan obat, pengenceran
obat pada pemberian untuk anakanak
dengan NaCl 0,9% sampai 4 cc
7. Setelah itu tekan tombol ON pada
alat untuk menghidupkan mesin
8. Lakukan pengecekan bahwa obat
sudah aman dan siap digunakan
9. Hubungkan masker/nasal
canule/mouthpiece pada pasien
sehingga uap dan obat tidak keluar
10. Observasi pengembangan paru / dada
pasien.
11. Minta pasien untuk bernafas
perlahan-lahan dan dalam setelah
seluruh obat diuapkan.
12. Bila pasien merasa lelah, matikan
nebulizer sebentar, berikan
kesempatan pasien istirahat
13. Setelah obat sudah habis, matikan
mesin nebulizer

43
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

14. Anjurkan pasien untuk batuk setelah


tarik nafas dalam beberapa kali
(teknik batuk efektif), dahak dibuang
pada sputum pot
15. Perhatikan keadaan umum
(kebiruan, mual, muntah)
16. Bersihkan mulut dan hidung Px
dengan tissue, dan buang pada
bengkok
17. Pasien dirapikan
18. Alat dibersihkan dengan kapas
alkohol dan dirapikan
19. Lepas Handscoen
20. Cuci tangan efektif
21. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan
obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada
pasien
3. Kontrak pertemuan
selanjutnya
(kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan

44
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION)

Pengertian
Suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas
dengan menggunakan suatu suction catheter yang dimasukkan
melalui hidung atau rongga mulut ke dalam pharynk atau sampai
ke dalam trachea. Tindakan ini dilakukan bila pasien tidak dapat
mengeluarkan sekret/sputum dengan batuk spontan, maka
hendaknya perawat melakukan penghisapan lendir atau suctioning
untuk pembersihan jalan nafas.
Tehnik suctioning yang digunakan adalah tehnik steril karena
oropharynk dan trachea dianggap steril, sedang mulut dianggap
bersih, maka suctioning pada mulut dilakukan setelah suctioning
pada oropharynk dan trachea.
Tindakan suctioning dilakukan tergantung dari pemeriksaan
pasien karena sputum tidak diproduksi terus-menerus, tetapi
dipengaruhi oleh respon fisik terhadap kondisi patologis. Lama
waktu melakukan suction antara 10-15 detik, dan tidak boleh
karena selama dilakukan suction oksigen tidak sampai pada paru-
paru

Macam Tindakan Suctioning


1. Oropharynk dan nasopharynk suction

45
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Orofaring terletak dibelakang mulut dari palatum durum


diatas tulang hioid dan terdiri dari tonsil. Nasofaring terletak
dibelakang hidung dan membentang sampai palatum durum.
Penghisapan orofaring dan nasofaring digunakan pada saat
pasien mampu batuk efektif, tetapi tidak mampu mengeluarkan
sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur
penghisapan digunakan setelah pasien batuk. Apabila jumlah
sekresi paru berkurang dan dan pasien tidak lagi terlalu letioh,
pasien mungkin mampu mencairkan dan menelan lendir
sehingga tidak lagi membutuhkan penghisapan.
2. Orotracheal dan naso tracheal suction
Penghisapan nasotrakea dan orotrakea dibutuhkan pada
pasien dengan sekresi pulmonar dan tidak mampu batuk dan
tidak menggunakan jalan nafas buatan. Sebuah kateter
diinsersikan ke dalam mulut atau hidung sampai ke dalam
trakea. Rute hidung lebih disukai karena stimulasi refleks
muntah minimal. Prosedur pelaksanaan sama dengan prosedur
penghisapan nasofaring, tetapi ujung kateter diinsersikan lebih
jauh kedalam tubuh pasien supaya dapat menghisap trakea
sampai mengeluarkannya tidak boleh lebih dari 15 detik karena
oksigen tidak mencapai paru – paru selama penghisapan.
Kecuali pada distress pernafasan, pasien harus dibiarkan
beristirahat diantara pemasukan kateter. Apabila menggunakan
masker tambahan, kanula oksigen atau masker oksigen harus
dipasang kembali selama periode istirahat. Penghisapan
menyebabkan desaturasi dan hipoksemia. Pasien dapat
mengalami disritmia dan hipotensi akibat prosedur
penghisapan
Tujuan Tindakan Suctioning
1. Membersihkan dan memelihara jalan nafas tetap bersih
46
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

2. Untuk mengeluarkan sputum / sekret pada pasien yang tidak


mampu mengeluarkan sendiri
3. Diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang
adekuat

Indikasi Tindakan Suctioning


1. Pasien dengan sputum yang kental dan lengket, dimana pasien
tidak dapat mengeluarkan sendiri.
2. Pasien yang pita suaranya tidak dapat menutup, misalnya yang
terpasang endotracheal tube (ET).
3. Pasien yang mengalami koma dan tidak sadar.
4. Pasien yang dapat batuk karena kelumpuhan otot pernafasan.
5. Bayi atau anak di bawah usia 2 tahun

Besarnya daya serap/hisap dari mesin suction yang digunakan


berdasarkan umur :
1. Bayi : 3-5 inHg (portable suction)
2. Anak-anak : 5-10 inHg (portable suction)
3. Dewasa : 7-15 inHg (portable suction)

47
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

KOMPETENSI : PEMAKAIAN SUCTION PORTABLE

KOMPETEN
Aspek yang dinilai
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk

48
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Pra Interaksi


1. Kaji kebutuhan pasien dengan
melihat catatan
keperawatan/medis
2. Cuci Tangan efektif
3. Siapkan alat-alatdan lingkungan
pasien
a. Troly
b. Mesin suction lengkap
dengan botol dan selang nya
c. Botol suction terisi
desinfektan (Savlon 1%/
clorin 1%) 100cc
d. Canul suction dengan
berbagi ukuran
e. Kom berisi pembilas
/aquadest
f. Kom berisi desinfektan
(chlorin 1%)
g. Kassa steril
h. Tissue
i. Pinset dan tong spatel (bila
diperlukan)
j. Stetoskop
k. Handscoen steril
l. Korentang
m. Bengkok
n. Handrub
o. Tempat sampah medis
4. Cuci tangan efektif

49
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Orientasi
8. Salam pembuka dan perkenalkan
diri
9. Lakukan identifikasi, 2 identitas
( tanyakan nama dan lihat no
RM/tanggal lahir )
10. Jelaskan prosedur
11. Jelaskan tujuan tindakan pada
pasien dan keluarga
12. Kontrak waktu
13. Tanyakan keluhan pasien dan
adanya alergi
14. Berikan kesempatan pasien
untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien (tutup
sampiran)
2. Atur posisi tidur pasien supinasi
dengan posisi kepala
hiperekstensi
3. Letakkan alas perlak dan
alasnya dibawah punggung
pasien sesuai dengan letak
selang dada (kiri/kanan)
4. Hubungkan stop kontak mesin
ke aliran listrik
5. Tekan ON switch dan mesin
akan mulai bekerja
6. Mengetes daya hisap suction
dengan cara menutup
kanulsuction sambil melihat
apakah meteran vacum sesuai
usia
7. Hubungkan ujung suction
cateter sesuai ukuran ke kanul
suction (perhatikan kesterilan
50
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

suction cateter)

51
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

8. Cuci tangan dan pakai


Handscoen steril
9. Tangan yang tidak dominan
sebagai tangan yang memakai
Handscoond yang on
steril,sebaliknya tangan yang
dominan dianggap
steril,mengambil suction
cateternya.
10. Lakukan penghisapan ±10 – 15
detik dengan cara memutar.
Kegiatan ini dapat dilakukan
berulang sesuai kondisi /
kebutuhan pasien
11. Setiap selesai melakukan
penghisapan secret canule
dibersihkan / dibilas dengan
aqua/aquades dan canule
dikeringkan dengan
menggunakan kassa steril
12. Usahakan cairan dalam botol
tidak melebihi garis batas air.
13. Setelah selesai tekan switch off
14. Kateter suction yang sudah
dibilas akan dipakai lagi pada
pasien itu, direndam pada
mangkok desinfektan.
15. Keringkan daerah mulut atau
hidung pasien dengan
menggunakan tissue
16. Auskultasi kembali setelah
dilakukan suction
17. Bereskan kembali alat-alat yang
telah digunakan
18. Rapikan pasien dan atur posisi
tidur semi fowler yang nyaman
bagi pasien
19. Cuci tangan
52
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

20. Buka sampiran


NB : satu canule untuk satu
pasien
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
(subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif
pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
(kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon
pasien di dalam catatan keperawatan

53
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

FISIOTERAPI DADA

Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk


mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga
alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain
listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan yang mana
penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita
sehingga didapatkan efek pengobatan.
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang
sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat
akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun caranya
kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya
mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien
dengan fungsi paru yang terganggu.
Tujuan:
1. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
2. Memperkuat otot pernapasan
3. Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
4. Pasien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan
oksigen yang cukup.
Kontra indikasi
Fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan
jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif,
sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah
tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan
kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

54
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Fisioterapidada mencakup tiga teknik : drainase postural,


perkusi dada, dan vibrasi
1. Drainase Postural
Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru
dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.
Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah
satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi
mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial kedalam
trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret
dari trachea. Pada penderita dengan produksi sputum yang
banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan
perkusi dan vibrasi dada.

Indikasi Pasien Yang Mendapat Drainase Postural


a. Mencegah penumpukan secret:
1. pasien yang memakai ventilasi
2. pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3. pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada
fibrosis kistik, bronkiektasis
b. Mobilisasi secret yang tertahan :
1. pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
2. pasien dengan abses paru
3. pasien dengan pneumonia
4. pasien pre dan post operatif
5. pasien neurology dengan kelemahan umum dan
gangguan menelan atau batuk
Kontra Indikasi Drainase Postural
- tension pneumothoraks
- hemoptisis
- gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi,
55
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

hipertensi, infarkniokard, aritmia


- edema paru
- efusi pleura
- tekanan tinggi intracranial
Persiapan Pasien Untuk Drainase Postural
• Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan
pnggang
• Terangkan cara pelaksanaan kepada pasien secara
ringkas tetapi lengkap
• Periksa nadi dan tekanan darah
• Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau
memerlukan suction untuk mengeluarkan secret
Cara Melakukan Drainase Postural
• Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual
muntah dan menjelang tidur malam untuk meningkatkan
kenyamanan tidur.
• Dapat dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada
beberapa posisi tidak lebih dari 40 -60 menit, tiap satu
posisi 3-10 menit
• Posisi drainase postural dilihat pada gambar
Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
• Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri
dan kanan
• Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak
bersamasama
• Batuk produktif (secret kental/encer)
• Perasaan pasien mengenai darinase postural (sakit, lelah,
lebih nyaman)
• Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan
56
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

darah, nadi, respirasi, temperature)


• Rontgen thorax

Drainase postural dapat dihentikan bila:


• Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
• Pasien mampu bernapas secara efektif
• Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret

Right upper lobe


Apical segment (1)

Posterior segment (2)

Anterior segment (3)

Right middle lobe

57
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Lateral segment (4)

Medial segment (5)

2. Perkusi Dada/ Clapping


Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan
atau melonggarkan secret yang tertahan.

Indikasi Pasien Yang Mendapat Perkusi Dada


Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat
drainase postural, jadi semua indikasi drainase postural secara
umum adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :


• Patah tulang rusuk
• Emfisema subkutan daerah leher dan dada
• Skin graf yang baru
• Luka bakar, infeksi kulit
• Emboli paru
• Pneumotoraks tension yang tidak diobati

58
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Cara Melakukan Perkusi Dada


• Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan perawat
membentuk “setengah bulan” atau “mangkuk” dengan
jari-jari tangan rapat, secara bergantian tepukan telapak
tangan di atas dada pasien selama 1-2 menit
• Kecepatan dari perkusi masih kontroversi, sebagian
mengatakan bahwa teknik yang cepat lebih efektif,
tetapi ada yang mengatakan bahwa teknik yang lambat
lebih santai sehingga pasien lebih suka yang lambat.
• Hindari daerah-daerah klavikula, sternum, scapula,
vertebra, ginjal, limpa.

3. Vibrasi
Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada
dinding dada dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan napas
yang besar.

Cara Melakukan Vibrasi


• Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien ekspirasi.
• Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah
di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang
lain.
• Instruksikan pasien untuk napas lambat dan dalam
melalui hidung hembuskan melalui mulut dengan bibir
dimonyongkan selama proses vibrasi, tujuannya
memperpanjang fase ekspirasi.
• Ketika pasien menghembuskan napas getarkan telapak
tangan, hentikan saat pasien inspirasi. Lakukan vibrasi 5
kali ekspirasi.

59
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

KOMPETENSI : FISIOTERAPIDADA
WAKTU :
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk ya tdk ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat
catatan keperawatan/medis 2. Cuci tangan
efektif 3. Siapkan alat:
- Handuk 2 buah
- Handscoond dan tempatnya (KOM)
- Bantal ( 2 – 3 buah )
- Segelas air minum
- Tissue dan tempatnya (KOM)
- Sputum pot, berisi cairan desinfektan
(chlorine 1%) -
Masker
- Stetoskop
- Bengkok
- Handrub
4. Cuci tangan efektif

60
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan
keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
2. Pasang Handscoond
3. Pasang masker
4. Dekatkan alat ke pasien
5. Atur posisi yang nyaman
6. Buka baju pasien
7. Lakukan auskultasi bunyi napas pasien
8. Berikan medikasi yang dapat membantu
mengencerkan sekresi (Minum air hangat)
Postural drainase
9. Pilih area sesuai letak sputum
10. Barikan pasien posisi sesuai letak
sputumnya
11. Letakkan bantal sebagai penyangga
12. Minta pasien untuk mempertahankan
posisi selama 3 – 10 menit Perkusi
(Clupping)
13. Tutup area yang akan diperkusi dengan
menggunkan handuk
14. Anjurkan pasien untuk tarik napas dalam
dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
15. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi

61
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

membentuk mangkuk
16. Secara bergantian, lakukan fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan secara cepat
menepuk dada atau punggung
17. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1
-2 menit, jangan pada area yang mudah
cedera Vibrasi dan Batuk efektif
18. Letakkan tangan, telapak tangan
menghadap ke bawah di area yang
didrainase
19. Jari-jari menempel bersama dan ekstensi.

62
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

20. Anjurkan pasien inspirasi dalam dan


ekspirasi secara lambat lewat mulut
( pursed lip breathing )
21. Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot
tangan dan lengan, dan gunakan semua
tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke
arah bawah/keatas.
22. Hentikan getaran saat pasien inspirasi
23. Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi
pada segmen paru yang terserang.
24. Minta pasien duduk dan batuk efektif (2x
Batuk)
25. Tampung sekret dalam sputum pot
26. Istirahatkan pasien, minta pasien minum
sedikit air
27. Ulangi untuk area tersumbat lainnya.
Tindakan tidak lebih dari 30 menit
28. Kembalikan pasien ke posisi yang nyaman
29. Alat dibersihkan dan dirapikan
30. Lepas Handscoond
31. Cuci tangan efektif
32. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan
obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan,
waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan
63
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk


berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya.
Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti
kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi,
syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
GOLONGAN DARAH
- A,B, AB, O
- Rhesus + / -

REAKSI REAKSI TRANSFUSI DARAH


1. Bila dilaksanakan pemeriksaan laboratorium pra- transfusi
darah, mayoritas transfusi darah tidak memberikan efek
samping ke pada pasien
2. Namun, kadang kadang timbul reaksi pada pasien, walaupun
pemeriksaan laboratorium pra-transfusi darah telah
dilaksanakan dan hasilnya “COMPATIBLE” (= cocok antara
darah resipien dan donor)
3. Reaksi : reaksi RINGAN (suhu meningkat, sakit kepala) s/d
BERAT (reaksi hemolisis), bahkan dapat meninggal

KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH 1.


Komplikasi LOKAL:
a. Kegagalan memperoleh akses vena
b. Fiksasi vena tidak baik
c. Masalah ditempat tusukan
d. Vena pecah saat ditusuk, dll 2. Komplikasi UMUM:
a. Reaksi reaksi transfusi
b. Penularan/transmisi penyakit infeksi
64
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

c. Sensitisasi imunologis
d. Kemokromatosis
Duapertiga dari semua transfusi sel darah merah
dilakukan pada masa perioperatif dan kebanyakan diberikan di
kamar operasi. Bahkan untuk keperluan menjaga proses
homeostasis pada saat operasi kadang diperlukan transfusi
trombosit dan komponen plasma. Transfusi
komponenkomponen darah ini telah terbukti dapat
memperbaiki keadaan pasien, misalnya meningkatkan
oksigenasi jaringan, dan mengurangi perdarahan yang terjadi.
Itulah sebabnya sehingga pengetahuan tentang transfusi darah
sangat penting bagi seorang ahli anestesi.
Transfusi darah harus dilakukan dengan indikasi yang
jelas. Karena pada saat ini komplikasi yang paling ditakutkan
akibat transfusi darah adalah penularan penyakit. Diantaranya
hepatitis non-A,non-B (HCV) sebagai komplikasi terbanyak
akibat transfusi, HTLV-I (human T-cell leukemia/virus
limfoma tipe I dan CMV (sitomegalovirus) sampai infeksi
yang paling ditakuti yang disebabkan oleh human
imunodefisiensi virus (HIV).
Berdasarkan sistem antigen telah dikenal lebih dari 20
golongan darah. Untuk kepentingan klinik hanya dikenal dua
sistem penggolongan darah yaitu sistem ABO dan sistem Rh.
Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan
sisanya (15%) sistem Rh-. Untuk mengetahui jumlah volume
darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat badan.
Makin aktif secara fisik seseorang, makin besar pula volume
darahnya untuk setiap kilogram berat badannya.

DONOR DARAH
65
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Seleksi donor dilakukan dengan


tujuan untuk melindungi kesehatan donor dengan
memastikan bahwa donasi tersebut tidak berbahaya bagi
kesehatannya, dan melindungi resipien dari resiko penyakit
menular atau efek merugikan lainnya.Donor yang memenuhi
syarat berusia 18-65 tahun, dengan berat badan minimal 50 kg.
Suhu badan tidak boleh lebih dari 37,5° C. Denyut nadi harus
reguler, tidak menunjukkan tanda abnormalitas jantung dengan
frekuensi 50-100 denyut permenit. Tekanan darah sistolik dan
diastolik tidak boleh melebihi 180 mmHg dan 100 mmHg.
Kadar Hb minimal untuk laki-laki 13,5 gr/dl dan untuk
perempuan 12,5 gr/dl.
Frekuensi pendonoran biasanya 2-3 kali setahun
dengan volume pendonoran tidak boleh melebihi 13 % volume
darah untuk mencegah reaksi vasovagal. Kadang-kadang
seorang yang mendonorkan darah untuk pertama kali menjadi
pingsan setelah pendonoran. Hal ini biasanya terjadi pada
donor dengan kecemasan, cuaca panas, dan ada riwayat sering
pingsan sebelumnya. Biasanya pingsan seperti itu tidak
berkomplikasi, namun dapat berakibat buruk apabila hal itu
terjadi setelah donor meninggalkan ruang perawatan.

PENGUJIAN DARAH
Contoh darah vena sebaiknya diambil dari sisi yang
tidak sedang diinfus. Jika sukar dilakukan, boleh diambil dari
infusion line asal 5 cc pertama yang dihisap harus dibuang.
Sebab campuran dengan cairan akan mengganggu reaksi
serologik. Baru kemudian diambil 5 cc tanpa diberi anti
koagulans berikutnya yang dikirim sebagai contoh darah.

66
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Untuk mengurangi hemolisis, sebaiknya contoh darah diambil


dari vena yang mudah dipunksi, menggunakan jarum #22 atau
#21, dan menghisapnya harus pelan.
Dilakukan tes golongan darah sistem ABO dengan cara
Eritrosit di tes terhadap antigennya dengan antiserum Anti-A
dan Anti-B (slide tes). Di Indonesia Rh(+) hampir 100%. Tes
tersebut di atas harus dikerjakan pada suhu kamar atau lebih
dingin (20-22oC). Karena pada suhu 37°C reaksi menjadi
lemah Juga dilakukan pengujian terhadap agen penyakit
menular seperti sifilis, HbsAg, anti HCV dan anti HIV 1 dan 2.
Karena hampir semua populasi di Indonesia memiliki
Rhesus (+).Pada keadaan transfusi yang sangat mendesak jika
tidak tersedia golongan darah yang sama, dapat digunakan
PRC jenis golongan darah O. Uji silang mayor dilakukan
dengan memeriksa serum resipien dengan eritrosit donor untuk
mendeteksi antibodi resipien yang dapat menyebabkan lisis
eritrosit donor dan menyebabkan reaksi transfusi hemolitik. Uji
silang minor memeriksa serum donor dengan eritrosit resipien.
Kedua reaksi silang tersebut dikerjakan dalam 3 fase yaitu :
medium NaCl 0,9%, albumin, dan Coombs, seluruhnya
memerlukan waktu 2 jam.

PENYIMPANAN DARAH
Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada
resipien harus dibebaskan dari pelbagaimacam penyakit yang
mungkin dapat menulari resipien seperti hepatitis B atau C,
sifilis, malaria, HIV-1 atau HIV-2, virus human T-cell
lymphotropic(HTLV-1 dan HTLV-2). Darah simpan supaya
awet dan tidak membeku perlu disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu sekitar 1°-6°C diberi pengawet.
67
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Selama penyimpanan, eritrosit akan mengalami


serangkaian perubahan-perubahan biokimiawi dan struktural
yang akan mempengaruhi viabilitas dan fungsinya setelah
transfusi. Perubahan seperti itu dikenal sebagai storage lesion.
Kebutuhan energi eritrosit disediakan oleh jalur metabolik
glikolitik dan heksosemonofosfat. Produk akhirnya adalah
laktat yang akan menurunkan pH dan laju glikolisis dan
menurunkan kadar ATP dan 2,3 DPG.

TEKNIK TRANSFUSI
Sebelum ditransfusikan, periksa sekali lagi sifat dan
jenis darah serta kecocokan antara darah donor dan penderita.
Penderita dipersiapkan dengan pemasangan infus dengan
jarum besar #16-18. Jarum yang terlalu kecil (# 23-25) dapat
menyebabkan hemolisis.Transfusi dilakukan dengan transfusi
set yang memiliki saringan untuk menghalangi bekuan fibrin
dan partikel debris lainnya. Transfusi set baku memiliki
saringan dan ukuran pori-pori 170 mikron. Pada keadaan
normal, sebuah transfusi set dapat digunakan untuk 2 sampai 4
unit darah.
Vena terbaik untuk kanulasi darah adalah vena pada
bagian dorsal tangan dan pada lengan atas. Dalam keadaan
darurat dapat dilakukan venaseksi untuk menjamin kelancaran
dan kecepatan transfusi.Waktu mengambil darah dari lemari es,
perhatikan plasmanya. Jika ada tanda-tanda hemolisis (warna
coklat hitam, keruh) jangan diberikan. Darah yang belum akan
ditransfusikan harus tetap di dalam lemari es.
Sebelum transfusi, diberikan terlebih dahulu 50-100 ml
NaCl fisiologik. Jangan menggunakan larutan lain karena
dapat merugikan. Larutan dekstrose dan larutan garam
68
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

hipotonik dapat menyebabkan hemolisis. Ringer laktat atau


larutan lain yang mengandung kalsium akan menyebabkan
koagulasi. Jangan menambahkan obat apapun ke dalam darah
yang ditransfusikan. Obat-obatan memiliki pH yang berbeda
sehingga dapat menyebabkan hemolisis, lagipula bila terjadi
reaksi transfusi akan sulit untuk menentukan apakah hal itu
terjadi akibat obat atau akibat darah yang ditransfusikan.
Jika sejumlah besar darah akan ditransfusikan dalam
waktu yang singkat, maka dibutuhkan darah hangat, karena
darah yang dingin akan mengakibatkan aritmia ventrikel
bahkan kematian. Menghangatkan darah dengan air hangat
hendaknya pada suhu 37-39°C. Karena bila lebih 40°C,
eritrosit akan rusak. Pada 100 ml pertama pemberian darah
lengkap hendaknya diteliti dengan hati-hati dan diberikan
perlahan-lahan untuk kemungkinan deteksi dini reaksi
transfusi.
Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes.
Laju tercepat yang bisa tercapai adalah 60 ml permenit. Laju
transfusi tergantung pada status kardiopulmoner resipien. Jika
status kardiopulmoner normal, maka dapat diberikan 10-15
ml/kgBB dalam waktu 2-4 jam. Jika tidak ada hemovolemia
maka batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit
kurang lebih 3 jam) atau 1000 ml dalam 24 jam. Tetapi jika
terdapat gagal jantung yang mengancam maka tidak boleh
ditransfusikan melebihi 2 ml/kgBB/jam . Karena darah adalah
medium kultur yang ideal untuk bakteri, sebaiknya transfusi
satu unit darah tidak boleh melewati 5 jam karena
meningkatnya resiko proliferasi bakteri.
Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat
kadangkadang dibutuhkan transfusi yang cepat sampai 6-7 bag
69
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

dalam setengah jam. Setelah sirkulasi tampak membaik


dikurangi hingga 1 bag tiap 15 menit. Tidak dianjurkan
memberi obat antihistamin , antipiretika, atau diuretika secara
rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi. Reaksi panas
pada dasarnya adalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi
transfusi. Diuretika hanya diperlukan pada pasien anemia
kronis yang perlu transfusi sampai 20 ml/kgBB dalam 24 jam.

Cara-cara Meningkatkan Kecepatan Transfusi :


1. Letakkan botol darah setinggi mungkin. Peningkatan 2 kali
menyebabkan kecepatan transfusi meningkat 2 kali pula.
2. Pergunakan jarum atau kanula sebesar mungkin.
3. Dengan memompakan darah meningkatkan tekanan udara
dalam botol.

DARAH DAN KOMPONENNYA


Manfaat terapi komponen darah :
1. Pasien hanya menggunakan komponen yang sangat perlu saja,
komponen yang lain dapat digunakan pasien lain.
2. Mengurangi volume transfusi.
3. Dapat mengurangi resiko reaksi transfusi.

DARAH LENGKAP (Whole Blood)


Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu ;
1. Darah segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam
sesudah pengambilan. Keuntungan pemakaian darah segar ialah
faktor pembekuannya masih lengkap termasuk faktor labil (V
dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya
70
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk


pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan
waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif
banyak.
2. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari
sesudah diambil dari donor. Faktor pembekuan disini sudah
hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan kadar kalium,
amonia, dan asam laktat.

3. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keuntungannya
mudah tersedia setiap saat, bahaya penularan luas dan
sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah faktor
pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang
disebabkan karena afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi,
sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan
oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan
asam laktat tinggi.
Indikasinya adalah untuk mengatasi perdarahan yang lebih
dari 30% TBV setelah pasien distabilkan lebih dahulu dengan
cairan elektrolit. Banyaknya volume darah yang diberikan
diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang hilang. Pada
bayi transfusi sudah harus diberikan bila kehilangan 10 % TBV.
Diberikan pada penderita dengan perdarahan akut, syok
hemovolemik, dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 ml.
Darah lengkap mengandung 450 ml darah dan 63 ml
antikoagulan (CPDA-1) dan hematokrit 35 % dan masa simpan
71
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

35 hari. Kemasan kantong darah baku berisi 450 ml darah,


disamping itu ada kemasan kantong darah dengan isi 250 ml
seperti yang umum dipakai oleh PMI. Pada orang dewasa
transfusi satu unit (500 ml) darah lengkap akan menaikkan Hb
kira-kira 1 gram % atau hematokrit 3-4%. Darah segar
mempunyai komponen darah yang lengkap, akan tetapi tidak
praktis dalam penyediaan.
Semua sel dan protein plasma terkandung dalam darah
lengkap. Tetapi trombosit, fagosit, dan banyak protein plasma
lainnya menjadi tidak aktif selama penyimpanan, tetapi sel-sel
tersebut masih bersifat antigenik. Sehingga untuk tujuan
praktis, darah lengkap dapat dianggap terdiri dari eritrosit dan
plasma.
Kecepatan pemberian darah utuh pada penderita
hipovolemia adalah satu liter dalam 2-3 jam setelah
sebelumnya diberikan cairan elektrolit pengganti perdarahan.
Jika transfusi perlu lebih cepat lagi, pantaulah dengan teliti
kenaikan Tekanan Vena Sentral (CVP) untuk menghindari
overload. Setelah satu liter darah utuh sebaiknya diberikan 10
cc Calcium Glukonas 10% untuk mencegah intoksikasi sitrat,
terutama pada penderita gangguan faal hati yang luas.

PACKED RED CELL


PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama
penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian
besar (2/3) dari plasma dibuang. Satu unit PRC dari 500 ml darah
lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar hematokrit 70-80%,
volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml.
Mempunyai daya pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu
unit darah lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan darah
72
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

lengkap.
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia
yang tidak disertai penurunan volume darah, misalnya pasien
dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik, leukemia
akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal
kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oksigen
need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah).
PRC diberikan sampai tanda oksigen need hilang. Biasanya pada
Hb 8-10 gr/dl. Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl
diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar
hematokrit 3-5 %.

Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap :


1. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal 2. Reaksi
transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal.
3. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.
4. Akibat samping akibat volume antikoagulan yang berlebihan
menjadi minimal.
5. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa plasma
dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang lain.
Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, lekosit,
dan trombosit yang tertinggal sehingga masih bisa terjadi
sensitisasi yang dapat memicu timbulnya pembentukan antibodi
terhadap darah donor. Sehingga pada pasien yang memerlukan
transfusi berulang, misalnya pasien talasemia, paroksismal
nocturnal hemoglobinuria, anemia hemolitik karena proses
imunologik, dsb serta pasien yang pernah mengalami reaksi febrile
sebelumnya (reaksi terhadap lekosit donor) Untuk mengurangi
73
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

efek samping komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang


dicuci (washed PRC). Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan
normal saline sebanyak tiga kali untuk menghilangkan antibodi.
Washed PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam pada suhu 4°C,
karena itu harus segera diberikan.

TRANSFUSI SANGAT DARURAT


Bagi pasien dengan perdarahan hebat, waktu yang
diperlukan untuk uji silang lengkap terlalu lama atau tidak tersedia
darah dengan golongan yang sama. Pilihan yang dapat diberikan
adalah PRC golongan O tanpa uji silang (donor universal). Jika
PRC
O tidak ada, untuk resipien AB dapat diberikan golongan A atau B.
Pasien bukan golongan O yang sudah mendapat transfusi O
sebanyak > 4 unit, jika perlu transfusi lagi dalam jangka 2 minggu,
masih harus tetap diberi golongan O, kecuali telah dibuktikan
bahwa titer anti A dan anti-B nya telah turun <1/200. Berbeda
dengan di Barat, hampir seluruh populasi Indonesia Rhesus (+)
maka semua unit O dapat digunakan.
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
1. Reaksi Hemolitik
Kekerapan terjadinya 1:6000 akibat destruksi eritrosit
donor oleh antibody resipien atau sebaliknya. Jika transfusi <
5% volume darah, reaksi tak begitu gawat. Pada pasien sadar
ditandai oleh demam, menggigil,nyeri dada-panggul dan mual.
Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak
jelas asalnya, hipotensi, perdarahan merembes di daerah
operasi, syok, spasme bronkus, dan selanjutnya Hb-uria, dan
ikterus.
2. Infeksi
74
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

▪ Virus (hepatitis, HIV, sitomegalovirus, HTLV)


▪ Bakteri (stafilokokus, Yesteria, citrobacter)
▪ Parasit (malaria)
3. Lain-lain
Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non kardial,
purpura, intoksikasi sitrat, hiperkalemia, dan asidosis.

PENANGGULANGAN REAKSI TRANSFUSI


1. Stop transfuse
2. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu
tambahan vasokonstriktor, inotropik.
3. Berikan oksigen 100%
4. Diuretik manitol 50 mg atau furosemid 10-20 mg.
5. Antihistamin.
6. Steroid dosis tinggi.
7. Jika perlu exchange transfusion
8. Periksa analisa gas dan pH darah
KOMPETENSI : TRANFUSI DARAH
WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
Aspek yang dinilai
ya tdk ya tdk ya tdk

75
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

A. Tahap pra interaksi


1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat
catatan keperawatan/medis
2. Cuci tangan efektif
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
Persiapan alat:
- Troly
- Produk Darah/ Labu Darah
- Cairan Infus dalam hal ini NaCl
0,9%
- Blood Set
- Infus set
- Abocat ukuran 18 dan 20
- Triway berekor
- Plester
- Tiang infus
- Kapas injeksi
- Alkohol 70%
- Kasa/gaas steril
- Korentang
- Pengalas
- Bengkok
- Sarung tangan
- Baki
- Blood Warmer (kalau perlu)
- Alat pengukur tanda vital ( tensi
meter, termometer, Stetoskop, Jam
tangan yang berdetik)
- Handrub
4. Cuci tangan efektif
B. Tahap orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri

76
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

2. Lakukan identifikasi, 2 identitas


(tanyakan nama dan lihat no RM/tgl
lahir)
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien
dan keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya
alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk
bertanya
C. Tahap Kerja
1. Tutup sampiran
2. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
pasienJika pasien sudah terpasang infus
dan triway berekor
3. Cuci tangan efektif
4. Pakai sarung tangan
5. Ukur TTV
6. Pastikan ukuran abocath dan dan cairan
yang benar untuk melanjutkan tindakan
tranfusi. ukuran abocath idealnya
nomor 18 atau 20 dan cairan harus
normal salin
7. Cek kelancaran aliran infus
8. Isi blood set dengan NaCl 0,9%
9. Hubungkan blood set dengan triway
berekor, alirkan Nacl (50-100cc)
10. Pastikan komponen darah yang
tepat untuk pasien, Pastikan label yang
ada pada kantong darah seperti: nama
pasien, nomor register, golongan darah,
resus, nomor donor dan exp date
77
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

(sebaiknya lakukan double crosscheck)

11. Obsevasi darah dari warna yang


tidak normal, gelembung udara
12. Pastikan darah dalam suhu ruangan
tidak lebih dari 30 menit sebelum
mulai tranfusi (sel darah merah
kehilangan efektifitas setelah 2 jam
dalam suhu ruangan).
13. Ganti infus NS dengan darah yang
akan ditranfusikan, masukkan darah
beberapa cc kemudian atur
tetesannya.
14. Observasi pasien dengan ketat
selama 5-10 menit pertama.
15. Catat jika ada reaksi abnormal,
segera stop aliran darah dan alirkan
NaCl.
16. Ingatkan kembali pasien
melaporkan jika ada kejadian yang
abnormal.
17. Monitor pasien setelah 15 menit
pemasangan jika tidak ada reaksi
abnormal lanjutkan pemberian
sesuai indikasi.
18. Setelah darah habis stop aliran dari
blood set dan alirkan NaCl.
19. Observasi vital sign
20. Rapikan pasien
21. Rapikan alat-alat
22. Cuci tangan
23. Buka sampiran
Tahap Terminasi

78
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan


obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada
pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
(kegiatan, waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam
catatan keperawatan

79
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

EKG
LEAD EKG DAN INTERPRETASI GELOMBANG
NORMAL

80
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

EKG adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk


mendeteksi aktivitas listrik jantung.

SISTEM KONDUKSI LISTRIK JANTUNG


Jantung dapat melakukan fungsinya sebagai pompa atau
melakukan kontraksi dengan baik, hal ini disebabkan jantung
memiliki 3 hal, yaitu :
1. Penghasil listrik sendiri yang otomatis (pacemaker)
Jantung penghasil listrik otomatis inni terdiri atas 3
komponen, yakni nodus SA, Nodus AV, dan serabut purkinje.
2. Konduksi listrik
Konduksi atau perambatan listrik yang terjadi di jantung
secara sistematis dimulai dari nodus SA, Nodus AV, His,
cabang berkas kiri dan kanan, serta berakhir di serabut
purkinje.

3. Miokardium (otot-otot jantung)


Otot-otot jantung akan mengalami kontraksi bila terjadi

81
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

perubahan muatan listrik di dalam sel miokard yang


dinamakan depolarisasi sedangkan peristiwa kembalinya
muatan listrik di dalam sel-sel moikard menjadi keadaan
seperti semula dinamakan repolarisasi. Selanjutnya, akan
menghasilkan relaksasi kembali dinding miokardium
• SA Node o Letak : pertemuan antara VKS dengan RA
o Menghantar impuls listrik dari atrium ke o Ventrikel
o Frekuensi impuls 60-100x/mnt
• AV Node
o Letak : diatas sinus koronarius pa dinding o
posterior atrium kanan o Frekuensi impuls 40-
60x/mnt
• Berkas his o Berasal dari AV node o Menembus
jar.pemisah miokard atrium dan miokard ventrikel o
Berjalan pada septum ventrikel kmdn bercabang dua
menjadi berkas kanan(RBB) dan berkas kiri(LBB)
• Serabut Purkinje o Merupakan percabangan dari RBB
dan LBB o Impuls 20-40x/mnt

a. EKG standart terdiri atas 12 leads (I, II,III,aVR, aVL, aVF, V1,
V2, V3, V4, V5, V6)
− Setiap lead mencatat aktivitas elektrik jantung dari posisi
82
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

anatomi yang berbeda


− Identifikasi dari perubahan miokardium pada lead tertentu
dapat membantu menentukan kondisi patologis
b. Amplitudo normal dari gelombang P kurang lebih 3mm,durasi
normal dari gelombang P adalah 0,04-0,11 detik. Gelombang P
yang lebih dari nilai ini diketahui adanya deviasi dari normal
c. Interval PR diukur dari naiknya gelombang P ke sambungan QR
dan normalnya sekitar 0,12 dan 0,20 detik
− Interval PR merepresentasikan waktu transmisi impuls dari
nodus SA ke nodus AV
− Adanya kelambatan pada nodus AV untuk memungkinkan
pengisian ventrikular yang adekuat untuk mempertahankan
stroke volume normal (jumlah darah yang dikeluarkan setiap
kontraksi)
d. Kompleks QRS mengandung gelombang dan segmen yang
berbeda,yang dapat dievaluasi secara terpisah. Kompleks QRS
normalnya sekitar 0,06 dan 0,10 detik.
− Gelombang Q, penurunan pertama setelah gelombang P,
biasanya dalamnya kurang dari 3mm. Gelombang Q yang
sangat defleksi merupakan keadaan yang tidak normal pada
jantung yang sehat.Gelombang Q patologis biasanya
mengindikasikan adanya Old Miocard Infark
− Gelombang R merupakan gelombang defleksi positif pertama
setelah gelombang P, normalnya memiliki tinggi sekitar 5 –
10 mm. Peningkatan dan penurunan amplitudo menjadi
sangat signifikan pada beberapa kondisi penyakit. Hipertropi
ventrikular akan menimbulkan gelombang R yang sangat
tinggi karena hipertropi otot memerlukan arus listrik yang
sangat kuat untuk depolarisasi.
83
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

e. Segment ST dimulai di akhir gelombang S, merupakan defleksi


negatif pertama setelah gelombang R dan berakhir pada
peningkatan gelombang T.
f. Gelombang T merepresentasikan serabut miokardium atau
keadaan istirahat dari kerja miokardium. Gelombang T harus
selalu ada. Gelombang T normal tidak boleh lebih dari 5 mm
pada semua lead,kecuali lead precordial (V1 – V6), dimana
disini setinggi 10 mm.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Lakukan pemeriksaan EKG atau monitor EKG yang terus
menerus jika ada indikasi :
− Berikan privasi dan minta klien untuk melepaskan
pakaiannya,terutama bagian dada,pergelangan tangan dan
mata kaki
− Tempatkan lead pada dada dan ekstremitas sesuai
label,gunakan self-adhesive elektrode atau gel yang larut air
atau bahan-bahan pengkonduksi lainnya
− Instruksikan klien untuk tetap berbaring,tidak bergerak,batuk
atau berbicara saat dilakukan pencatatan EKG untuk
mencegah terjadinya artifact
− Yakinkan mesin EKG telah terpasang pada saklar dan
grounded dan jalankan sesuai petujuk pabriknya
− Jika dilakukan monitoring jantung terus menerus,ajarkan
klien parameter gerakan dan tidak panik ketika terdengar
alarm

2. Interpretasi EKG
84
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

a. Tentukan frekuensi denyut jantung. Apakah terlalu cepat,


lambat atau normal
− Penentuan frekuensi denyut jantung dengan cepat dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah kompleks QRS
dalam interval waktu 6 detik dan kalikan kompleks QRS
yang didapat dengan 10
Catatan : Kita harus berhati-hati dengan metode ini,karena metode
ini hanya akurat untuk irama yang terjadi dalam interval normal
dan tidak dapat digunakan untuk menentukan frekuensi denyut
jantung dengan irama irreguler. Untuk keakuratan,ketidakaturan
irama selalu dihitung untuk setiap 1 menit
− Frekuensi denyut jantung juga dapat dihitung dengan
membagi 300 dengan jumlah lima kotak besar yang ada
diantara 2 kompleks QRS.Tigaratus blok besar
merepresentasikan 1 menit pada kertas EKG.
b. Kemudian tentukan iramanya. Apakah iramanya reguler,
irreguler, regulary-irreguler atau irreguler – irreguler
c. Akhirnya, perhatikan setiap gelombang dan segmen untuk
melihat adanya abnormalitas.
− Lihat gelombang P, apakah ada untuk setiap kompleks
QRS ?. Apakah gelombang ini tidak ada,seperti pada
junction rhythm ?. Apakah digantikan oleh bentuk
gelombang lain? Seperti apa bentuknya?. Apakah mirip,
bentuknya bagus atau bentuknya berubah seperti pada
fibrilasi atrial atau takikardi atrial paroksimal?
− Hitung interval PR. Interval PR yang terlalu lama dapat
menjadi prekusor untuk berbagai heart block karena terapi
obat atau miokardial
− Lihat adanya gelombang Q patologis atau jika waktunya
85
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

lebih dari 0,04 detik dan jika dalamnya lebih dari 3 mm


atau lebih besar dari sepertiga tinggi gelombang R
− Hitung kompleks S. Apakah mereka identik dalam
bentuknya ? Apakah mereka turun terlalu awal ? Apakah
bentuknya bervariasi ? Apakah ada jarak dan aneh,
menunjukkan kontraksi ventrikular prematur ?
− Perhatikan segmen ST. Elevasi segmen ST menunjukkan
adanya pola injury dan biasanya terjadi pada perubahan
awal di miokardial infark akut. ST depresi terjadi pada
keadaan iskemi. Perubahan kadar kalsium dan kalium
juga mempengaruhi segmen ST.
− Lihat gelombang T. Apakah Defleksi positif atau negatif ?
Gelombang T yang terbalik mengindikasikan terjadinya
iskemia
− Hitung interval QT. Interval QT yang normal tidak lebih
dari satu setengah interval PR. Interval QT yang terlalu
lama mengindikasikan toksisitas digitalis, quinidine yang
terlalu lama (Quinaglute) atau terapi prokainamide
(Pronestyl) atau hipomagnesia.

GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL

86
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

KOMPETENSI : ELEKTOKARDIOGRAM

KOMPETENSI
Aspek yang dinilai
ya tdk ya tdk ya td
k
Tahap Pra Interaksi
1. Baca catatan perawat dan Validasi kebutuhan 2.
Siapkan alat-alat:
a. Mesin EKG
b. Kertas grafik EKG
c. Sarung tangan
d. Jelly
e. Tissue
f. Kapas Alkohol
g. Bengkok
3. Cuci tangan
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan
keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya

87
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Kerja
1. Tutup smpiran
2. Atur posisi Supine. Posisi Fowler dapat
digunakan untuk klien dengan masalah
respirasi
3. Berikan privasi
4. Lepaskan pakaian,terutama bagian
dada,pergelangan tangan dan mata kaki
5. Anjurkan pasien melepaskan semua
perhiasan atau benda-benda berbahan logam
(perhiasan, jam tangan, ikat pinggang, gigi
palsu, Hp, dll)
6. Instruksikan klien untuk tetap
berbaring,tidak bergerak,batuk atau
berbicara saat dilakukan pencatatan EKG
untuk mencegah terjadinya artifact
7. Bersihkan terlebih dahulu dengan kapas
normal saline(tangan, kaki& dada)
8. Pasang elektroda pada klien dengan lebih
dulu memberikan jelly pada permukaan
elektroda
− Kabel RA (right arm , merah)
dihubungkan dengan elektoda
dipergelangan lengan kanan
− Kabel LA (left arm , kuning)
dihubungkan dengan elektoda
dipergelangan lengan kiri
− Kabel LL (left leg , hijau) dihubungkan
dengan elektoda dipergelangan kaki kiri
− Kabel RL (right leg , hitam) dihubungkan
dengan elektoda dipergelangan kaki
kanan
88
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

− V1:diruang intercostal 4 kanan, ditepi


kanan sternum
− V2 ; diruang intercostal 4 kiri, ditepi
kiri sternum
− V3 : dipertengahan V2 dan V4
− V4 :diperpotongan antara medclavicularis
kiri dengan ruang intercostal 5 kiri
− V5 : diperpotongan antara linea axillaris anterior
kiri dengan intercostal 5 kiri
− V6 : diperpotongan antara linea axillaris
media kiri dengan intercostal 5 kiri
9. Hidupkan mesin EKG
10. Putar tombol pengatur lead pada pengatur
lead
11. Jalankan kembali kertas grafik sampai
sepanjang kurang lebih 15 cm, lalu hentikan
kembali kertas grafik
12. Ulangi prosedur 10 dan 11 untuk merekam
Lead II, III, aVR, aVL, V1, V2, V3, V4, V5
dan V6
13. Matikan mesin EKG
14. Lepaskan elektrode
15. Bersihkan kulit dan elektrode dari jelly yang
tersisa
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
(subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan,
waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
89
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap dokumentasi
Lakukan pendokumentasian

KET :

Nilai :  Nilai X 100% =


Nilai Max

Denpasar,………………….
Pembimbing Akademik
Perawatan Water Sealed Drainage

Pengertian
Water Sealed Drainage (WSD) atau chest tube (selang dada)
adalah kateter atau selang yang dimasukkan melalui thorax dengan
tujuan:
1. Memindahkan air dan cairan dari rongga pleura
2. Mencegah udara atau cairan masuk kembali ke rongga pleura
3. Mengembalikan tekanan intrapleura atau intrapulmonal yang
normal (Roman & Mercado, 2006 dalam Potter & Perry 2010).
Saat selang dada dimasukkan, selang tersebut harus
dihubungkan dengan sistem drainage tertutup atau katup satu arah
yang memungkinkan udara dan cairan keluar dari rongga dada
tetapi mencegah udara masuk dari luar ke dalamnya (Kozier, Erb,
Berman & Snider, 2010).

Indikasi
Pemasangan WSD dilakukan pada pasien : a.

90
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Pneumothoraks :
- Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Efusi pleura
- Keganasan
- Tuberculosis
- gagal jantung kongestif
c. Empiema :
- Penyakit infeksi paru
- Kondisi inflamasi
d. Hemothoraks :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
e. Pasca bedah thoraks - Thorakotomy : - Lobektomy
- Pneumoktomy

Tempat insersi slang WSD :


1. Untuk pengeluaran udara dilakukan pada intercostals 2-3 garis
midclavicula
2. Untuk pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid
aksilaris line/dorsal axillar line

91
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Jenis WSD
1. Single Bottle Water Seal System

Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke


dalam satu botol yang memungkinkan udara dan cairan mengalir
dari rongga pleura tetapi tidak mengijinkan udara maupun cairan
kembali ke dalam rongga dada. Secara fungsional, drainase
tergantung pada gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan, oleh
karena itu botol harus diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah
cairan di dalam botol meningkat, udara dan cairan akan menjadi
lebih sulit keluar dari rongga dada, dengan demikian memerlukan
suction untuk mengeluarkannya.
Sistem satu botol digunakan pada kasus pneumothoraks
sederhana sehingga hanya membutuhkan gaya gravitasi saja untuk
mengeluarkan isi pleura. Water seal dan penampung drainage
digabung pada satu botol dengan menggunakan katup udara. Katup
udara digunakan untuk mencegah penambahan tekanan dalam
botol yang dapat menghambat pengeluaran cairan atau udara dari
rongga pleura. Karena hanya menggunakan satu botol yang perlu
diingat adalah penambahan isi cairan botol dapat mengurangi daya
hisap botol sehingga cairan atau udara pada rongga intrapleura
tidak dapat dikeluarkan. Ujung selang dari pasien dipertahankan 2
cm berada di bawah permukaan air.

2. Two Bottle System

92
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

System ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol


penampung cairan. Drainase sama dengan system satu botol,
kecuali ketika cairan pleura terkumpul, underwater seal system
tidak terpengaruh oleh volume drainase. Sistem dua botol
menggunakan dua botol yang masing-masing berfungsi sebagai
water seal dan penampung. Botol pertama adalah penampung
drainage yang berhubungan langsung dengan klien dan botol
kedua berfungsi sebagai water seal yang dapat mencegan
peningkatan tekanan dalam penampung sehingga drainage dada
dapat dikeluarkan secara optimal. Dengan sistem ini jumlah
drainage dapat diukur secara tepat.
3. Three Bottle System

Pada sistem ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk


mengontrol jumlah cairan suction yang digunakan. Sistem tiga
botol menggunakan 3 botol yang masing-masing berfungsi sebagai
93
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

penampung, "water seal" dan pengatur; yang mengatur tekanan


penghisap. Jika drainage yang ingin dikeluarkan cukup banyak
biasanya digunakan mesin penghisap (suction) dengan tekanan
sebesar 20 cmH20 untuk mempermudah pengeluaran. Karena
dengan mesin penghisap dapat diatur tekanan yang dibutuhkan
untuk mengeluarkan isi pleura. Botol pertama berfungsi sebagai
tempat penampungan keluaran dari paru-paru dan tidak
mempengaruhi botol "water seal". Udara dapat keluar dari rongga
intrapelura akibat tekanan dalam botol pertama yang merupakan
sumber-vacuum. Botol kedua berfungsi sebagai "water seal" yang
mencegah udara memasuki rongga pleura. Botol ketiga merupakan
pengatur hisapan. Botol tersebut merupakan botol tertutup yang
mempunyai katup atmosferik atau tabung manometer yang
berfungsi untuk mengatur dan mongendalikan mesin penghisap
yang digunakan.

Jenis water suction 3 botol


4. Drainage sistem bergerak (mobile chest drainage)
Drainage sistem bergerak tergantung pada gravitasi bukan
pada pengisapan. Alat tersebut lebih ringan dan lebih kecil
sehingga klien dapat bergerak dengan mudah sehingga
mengurangi risiko thrombosis vena dalam embolisme paru.

94
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

5. Dry suction Drainage system

Contoh dry suction

Sistem Drainage dada kering yang baru tidak menggunakan


air di dalam ruang pengisapan. Katup pengontrol otomatis
berlokasi di dalam regulator dan menyeimbangkan secara terus
menerus dorongan penghisap dengan atmosfir. Katup tersebut
memberikan respons dan mengatur perubahan kebocoran udara
pada klien dan fluktuasi pada sumber pengisap agar pengisapannya
akurat. Atur tekanan antara -10 cm H20 dan - 40 cm H20 (Roman &
Mercado, 2006 dalam Pooter & Perry 2010).
Kelebihan dan Kekurangan masing-masing jenis WSD
System Keuntungan Kerugian

95
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Satu botol Penyususnan sederhana - Saat drainase dada mengisi


Mudah untuk pasien botol,lebih banyak kekuatan diperlukan
yang dapat berjalan untuk memungkinkan udara dan cairan
pleura keluar dari dada masuk ke botol.
- Campuran darah drainase dan
udara menimbulkan campuran busa dalam
botol yang membatasi garis pengukuran
drainase. Agar mengalir lancar, tekanan
pleural harus lebih tinggi dari tekanan botol
Dua botol Mempertahankan - Menambah area mati pada
water seal pada tingkat system drainase yang mempunyai
konstan. potensial untuk masuk kedalam area
Memungkinkan pleural
observasidan pengukuran - Untuk terjadinya aliran, tekanan
crainase yang lebih baik pleural harus lebih tinggi dari tekanan
botol
- Mempunyai batas kelebihan
kapasitas aliran udara pada adanya
kebocoran pleural
Tigabotol Sistem paling aman Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan
untuk mengatur untuk terjadinya kesalahan dalam
penghisapan perakitan dan pemeliharaan

Unit water Plastic dan tidak mudah Mahal


seal pecah seperti botol Kehilangan water seal dan keakuratan
-sekali pengukuran drainase bila unit terbalik
pakai

96
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Flutter Ideal untuk transport - Mahal


valve karena segelair - Katup berkipas tidak
dipertahankan bilaunit memberikan informasi visual pada
terbalik tekanan intrapleural karena tak ada
Kurang satu ruang fluktuasi air pada ruang waterseal
untuk mengisi Tak
ada masalah dengan
penguapanair
Penurunan kadar
kebisingan
Screw valve Samadengan - Samadengan diatas
Diatas - Katup sempit membatasi jumlah
volume yang dapat diatasinya,tidak efisien
untuk kebocoran udara pleural besar

Calibrated Samadengan Mahal


spring diatas
mechanism Mampu mengatasi
volume besar

Komplikasi Pemasangan WSD


1. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension
pneumothoraks, atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder : infeksi, empyema, emfisema subkutis
Tindakan setelah prosedur
1. Pemantauan TTV dan distress pernafasan
a. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam
pertama
b. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas,
sianosis, emfisema subkutis, nyeri dada dan bunyi nafas di
daerah paru yang terkena
2. Perhatikan undulasi pada selang WSD
97
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara


lain :
a. Motor suction tidak berjalan
b. Slang tersumbat
c. Slang terlipat
d. Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera
periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan
bernafas
3. Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
4. Perhatikan jumlah cairan
a. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan
waktu
b. Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan
batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada
2cm di bawah air
c. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
5. Perhatikan balutan dan kulit pada insisi, apakah ada perdarahan
6. Perhatikan posisi
a. Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan
memperhatikan jangan sampai slang terlipat (Semi fowler
sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara
(pneumothorak dan Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan
(hemothorak)
b. Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan
merubah posisi
c. Ganti posisi klien tiap 2 jam. Saat klien berbaring di sisi
pemasangan, letakkan gulungan handuk di samping selang.
Sering mengganti posisi meningkatkan drainage untuk
mencegah penyumbatan selang dada akibat berat badan klien
98
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

7. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara


batuk efektif
a. Dorong latihan nafas dalam dan batuk setiap 2 jam (ini bisa
dikontraindikasikan pada klien yang salah satu parunya
diangkat). Minta klien duduk tegak untuk melakukan latihan,
dan bebat dada di sekitar insersi dengan bantal atau dengan
tangan untuk mengurangi ketidaknyamanan.
b. Bantu klien melakukan latihan pergerakan sendi pada bahu
yang terganggu tiga kali per hari untuk mempertahankan
mobilitas sendi.
8. Penggantian Botol WSD
a. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat
jumlah cairan yang dibuang
b. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuh dalam rongga pleura yaitu meng "klem" slang atau
dilipat dengan karet.
c. Setiap penggantian botol atau slang harus memperhatikan
sterilils botol dan slang harus tetap steril.
d. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja
diri sendiri, dengan memakai sarung tangan PerawatanParu
selama terpasang WSD
1. DenganWSDdiharapkan paru mengembang
2. Kontrol pengembangan paru dengan pemeriksaan fisik dan
radiologik.
3. Latihan nafas ekspirasi dan inspirasi yang dalam.
4. Latihan batuk yang efisien.
5. Kolaborasi pemberian antibiotika dan ekspektoran
Pencabutan selang WSD
Indikasi pengangkatan WSD adalah bila

99
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan


a. Tidak ada undulasi
b. Tidak ada cairan yang keluar
c. Tidak ada gelembung udara yang keluar
d. Kesulitan bernafas tidak ada
e. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
f. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara
2. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan
spooling atau pengurutan pada slang

MelepasWSD
Pelepasan selang dada merupakan prosedur yang
berlangsung singkat tetapi cukup menyakitkan. Beri obat klien
sebelum pelepasan. Pasien dianjurkan untuk menarik nafas
dalam dan menahannya. Lepas balutan di sekitar selang dan
persiapkan balutan yang akan menutupi tempat insersi.
Balutan yang dipakai adalah balutan oklusif jika tidak ada
jahitan penyokong di sekitar tempat insersi untuk mencegah
masuknya udara ke dalam dada.

Pasien post WSD dapatdipulangkan apabila:


1. Keadaan umum memungkinkan
2. Pada control 1-2 hari pasca pengangkatan WSD paru
tetap mengembang penuh
3. Tanda-tanda infeksi/empiema tidak ada

PERAWATAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

100
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

ASPEK YANG DINILAI Kompeten


Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Baca catatan perawatan dan catatan medis
(identitas, diagnosa, validasi kebutuhan pasien,
dokumentasi tanda vital, pernafasan, kondisi
WSD sebelumnya)
2. Cuci tangan efektif
3. Persiapan alat :
- Troli beserta tempat sampah
- Set perawatan luka steril
(gunting,cucing,pinset)
- Kasa Steril ukuran besar ( 10 x 10cm)
- kasa steril kecil,lidi kapas
- Korentang
- Hand Schoen/sarung tangan steril (disposable)
2 pasang
- Gunting verban
- Plester
- Cairan fisiologis (NaCl 0,9 %)
- Larutan desinfektan
- Pengalas
- Bengkok/Nier Bekken 2 buah
- Hand rub
- Alcohol swab
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur

101
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan


keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya

102
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Kerja
1. Tutup sampiran (Jaga pivasi pasien)
2. Cuci tangan
3. Atur posisi pasien semi fowler atau high
fowler dengan pasien ke atas
4. Pasang pengalas dan bengkok
5. Observasi kondisi pernafasan klien, amati
adanya emfisema subkutis
6. Observasi kondisi sistem WSD
7. Dekatkan alat dan tempat sampah yang mudah
dijangkau
8. Siapkan plester fiksasi sesuai kebutuhan
9. Cuci tangan
10. Buka set perawatan luka dengan tehnik steril
11. Gunakan korentang untuk melengkapi set
perawatan luka
12. Atur letak peralatan set luka
13. Siapkan cairan NaCl 0,9 % dan larutan
desinfektan dalam cucing (jika diperlukan)
14. Cuci tangan
15. Gunakan sarung tangan
16. Ambil pinset dan alcohol swab
17. Lepaskan fiksasi dan kasa penutup luka secara
hati-hati
18. Observasi keadaan luka (warna, sekresi,
bau,pembengkakan,kondisi jaringan,fiksasi
drainage)
19. Lepaskan sarung tangan
20. Cuci tangan

103
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

21. Gunakan sarung tangan (Handschoen) steril


22. Siapkan 2 kasa penutup luka ( ukuran 10 x10
cm) dengan menggunting ½ lebih
23. Bersihkan daerah luka sekitar tempat incersi
drain dengan lidi kapas dan kasa steril steril
yang dibasahi NaCl 0,9 %, berikan antiseptik (
jika perlu)
24. Tutup luka dengan kasa ukuran besar
menggunakan pinset
25. Lepaskan Sarung tangan
26. Fiksasi dengan plester
27. Atur kembali posisi pasien
28. Observasi kondisi sistem WSD
29. Observasi kondisi pernafasan pasien
30. Rapikan alat-alat dan tempatkan pada tempat
yang sesuai
31. Buka sampiran
32. Cuci tangan efektif
Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu
dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Tahap Dokumentasi
Catat hasil kegiatan pada lembar catatan
keperawatan
Kondisi respirasi, kondisi luka, kepatenan system,
jumlah warna konsistensi cairan, undulasi dan
gelembung udara
Pencapaian (total item)

104
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

NILAI :
PERAWATAN TRAKEOSTOMI TUBE

Definisi trakeostomi perlu dibedakan dengan trakeotomi.


Trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma (lubang) pada
trakea. Sedangkan traketomi melakukan insisi pada trakea.
Trakeostomi dilakukan untuk membebaskan obstruksi jalan nafas
bagian atas, melindungi trakea serta cabang-cabangnya terhadap
aspirasi dan tertimbunnya sekresi bronkus, serta pengobatan
terhadap penyakit (keadaan) yang menyebabkan insufisiensi
respirasi seperti obstruksi sleep apnea, PPOK dengan retensi
secret. Indikasi lainnya merupakan fasilitasi proses weaning.
Insisi kulit pada trakeostomi dilakukan secara horizontal atau
vertikal. Trakeostomi dikatakan trakeostomi tinggi bila stoma lebih
tinggi dari ismus tiroid, dikatakan trakeostomi menengah bila
stoma setinggi ismus tiroid, dan dikatakan trakeostomi rendah bila
lebih rendah dari ismus tiroid. Biasanya stoma pada trakea
dilakukan pada cincin trakea ke 2, 3, atau 4. stoma tidak dilakukan
pada cincin trakea 1 untuk mencegah terjadinya perikondritis
tulang rawan krikoid, dan tidak boleh membuat stoma di bawah
cincin ke 4 karena banyak terdapat pembuluh-pembuluh darah
besar. Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap
sukses tidaknya tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan
yang baik pasca trakeostomi meliputi tindakan pengisapan lendir,
pemeriksaan periodik kanul dalam, humidifikasi buatan, perawatan
luka operasi stoma, pencegahan infeksi sekunder dan kalau
menggunakan kanul dengan cuff (balon) yang high volume low
preassure cuff; dengan tekanan balon sekitar 14-20 mmHg.
Perubahan-perubahan fisiologis akibat trakeostomi antara lain :
penderita tidak bias berbicara, refleks batuk menurun, proses
105
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

pemansan dan pelembababn udara inspirasi tidak ada. Perubahan


ini menyebabkan gagalnya silia pada mukosa bronkus
mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru. Trakeostomi
juga dapat menyebabkan gangguan pergerakan glottis pada waktu
menelan, sehingga penderita sering tersedak karena aspirasi ludah
ke dalam laring dan trakea. Trakeostomi yang menggunakan kanul
dengan balon (cuff). Tekanan balon pada dinding lateral trakea
dapat menyebabkan hipoksia epitel mukosa trakea.
Adanya kanul dalam trakea yang merupakan benda asing bagi
tubuh, akan merangsang pengeluaran sekret yang berlebihan
sehingga tindakan penghisapan menjadi sangat penting dalam
perawatan pasca trakeostomi. Beberapa jam pertama pasca
trakeostomi tindakan penghisapan sekret dilakukan setiap 15
menit, selanjutnya tergantung pada banyaknya sekret dan kondisi
penderita. Penghisapan sekret dilakukan dengan kateter penghisap
yang steril dan disposibel. Pada waktu kateter penghisap
dimasukkan ke dalam trakea, tidak boleh dalam keadaan negatif.
Lama setiap penghisapan kurang lebih 10-15 detik. Antara
penghisapan dengan penghisapan berikutnya diberi selang waktu
beberapa saat agar udara paru tidak banyak terhisap, dengan
demikian residual volume tidak banyak berkurang. Setelah ujung
kateter penghisap sampai di bronkus (kurang lebih 15-20 cm pada
individu dewasa) dilakukan penghisapan perlahan-lahan sambil
memutar kateter penghisap.
Kateter penghisap yang digunakan memiliki diameter
sepertiga diameter tube, dengan ujung kanul tumpul dan lunak.
Sebelum melakukan penghisapan sebaiknya penderita diberi
oksigen selama 2-3 menit, bila didapat sekret kental dapat diberi
larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) beberapa tetes sebelum
dilakukan penghisapan.
106
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang sebelumnya


dilakukan oleh saluran nafas bagian atas menghilang. Untuk itu
perlu dilakukan humidifikasi buatan sebagai pengganti mekanisme
tersebut. Cara-cara humidifikasi udara inspirasi antara lain:
a. Condensor humidifier. Alat ini dipasang pada kanul trakea.
Pada waktu ekspirasi uap air mengembun pada lempeng-
lempeng kondensor. Alat ini harus diganti setiap 3 jam.
b. Dengan melewatkan udara inspirasi pada reservoir yang
kelembabannya diatur dengan thermostat. Alat ini relative lebih
efisien.
c. Secara sederhana dapat dilakukan dengan menempatkan kasa
yang telah dibasahi dengan air steril di depan lubang kanul.

107
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

KOMPETENSI : PERAWATAN TRACHEOSTOMI


WAKTU : 15 MENIT
KOMPETEN
ASPEK YANG DINILAI
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk

108
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

TAHAP PRA INTERAKSI


1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat
catatan keperawatan/medis 2. Cuci tangan
efektif 3. Siapkan alat-alat :
a. Peralatan suction
• Troly
• Mesin suction portabel atau sentral
• Kateter suction
• Stetoskop
• Aquades steril dalam kom
• Kassa steril dalam kom
• Canul suction dengan berbagi ukuran
(<1/2 diameter jalan nafas)
• Dressing jar berisi desinfektan (lysol
0,5%)
b. Kit trakeostomi yang berisi set rawat luka
• Gunting heacting 1 buah
• Pinset anatomi 3 buah
• Cucing untuk tempat NaCl 0,9%
• Cotton swab sesuai kebutuhan
• kasa steril 4x4 cm secukupnya
• Kasa steril
c. Anak kanul steril
d. Desinfektan dalam kom (chlorin 1%)
e. Kit perawatan anak kanul berisi:
• Sikat kanul
• Kom berisi H2O2
• Kom air steril,
f. Normal Salin : 1 flash

109
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

g. Handscoen steril : 2 pasang


h. Perlak kecil : 1 buah
i. Bengkok 2 buah; 1 berisi (chlorin 1%) untuk
merendam alat dan 1 untuk tempat sampah
j. Hand rub: 1 botol
k. Tali pita (katun) sesuai kebutuhan
l. Korentang
m. gunting
n. spuit 5 cc
o. Obat-obatan sesuai indikasi
4. Cuci tangan efektif
TAHAP ORIENTASI
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan
keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya

110
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

TAHAP KERJA
1. Sediakan privasi bagi pasien : tutup sampiran
2. Posisikan pasien : semi fowler atau fowler (jika
tidak ada kontraindikasi)
3. Pasang perlak di bawah leher pasien
4. Pasang bengkok
5. Berikan oksigen pre-suction
6. Buka kit trakeostomi dan kit suction, atur alat
7. Cuci tangan efektif
8. Pakai handscoen steril
9. Angkat kasa/ humidifier penutup kanul dengan
tangan non dominan
10. Lakukan suction (prinsip steril) :
• Pasang selang suction dengan kateter suction
• Atur tekanan dan cek di air steril

111
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

• Masukkan suction kateter sampai pasien batuk


atau sudah mencapai percabangan bronkus
• Sedot sekret dengan arah memutar
• Berikan oksigen kembali
• Bilas suction kateter pada aquades, bersihkan
dengan kassa steril
• Ulangi suction sesuai kebutuhan
11. Buka kanul dalam/ anak kanul (jika ada).
Bersihkan anak kanul dengan larutan desinfektan
H2O2
12. Buka handscoen
13. Cuci tangan
14. Pakai hanscoen steril
15. Suction induk kanul
16. Pasang anak kanul yang baru
17. Berikan oksigen kembali
18. Lepaskan balutan tracheostomi yang telah kotor
dengan pinset
19. Bersihkan stoma dengan cotton swab yang
dibasahi normal salin untuk sudut sempit
20. Bersihkan dari daerah terdekat ke daerah jauh
21. Beri salf antibiotika pada sekeliling luka
tracheostomi (jika ada indikasi) dengan cotton
swab
22. Tutup dengan kasa steril berbentuk kupu-kupu di
antara stoma menggunakan pinset
23. Ganti pita kanul dengan bantuan pinset. Pegang
kanul saat mengganti pita kanul.
24. Gunting dan lepaskan pita kanul yang lama
25. Keluarkan udara dari cuff tracheostomi biarkan
selama beberapa menit (jika diindikasikan)
26. Isi kembali cuff dengan udara
27. Pasang kasa lembab pada lubang kanul
28. Auskultasi suara nafas
29. Lepas handscoon
30. Cuci tangan efektif
112
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

31. Buka sampiran

TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu
dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
DOKUMENTASI
Catat hasil tindakan dan respon pasien di dalam
catatan keperawatan

 Nilai
Nilai : X 100% =
Nilai Max (42)

113
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Jantung dapat diperiksa secara langsung dengan menggunakan


empat cara, yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada
dinding dada.
Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada enam area berikut ini :
1. Area aorta (aortic area) : intercostal (ICS) II sebelah dekstra
dari sternum
2. Area paru (pulmonal area) : ICS II sebelah sinistra dari sternum
3. Erb’s point : ICS III sebelah sinistra dari sternum
4. Ventrikel kanan atau area trikuspid : ICS IV dan V sebelah
sinistra dari sternum
5. Ventrikel kiri atau area apeks : punctum maksimum, lokasi di
dada dimana kontraksi jantung dapat di palpasi
6. Area epigatrium : dibawah procesus xipoideus
Adapun pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, adalah sebagai
berikut :
1. Inspeksi adalah suatu tindakan
pemeriksa dengan menggunakan indera
penglihatan untuk mendeteksi
karakteristik normal atau tanda tertentu
dari bagian tubuh atau fungsi tubuh
pasien.
Tujuan inspeksi pada jantung : untuk melihat bentuk
precordium, denyut pada apeks jantung (iktus cordis), denyut
nadi pada dada, dan denyut vena.
114
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

2. Palpasi
Tujuan palpasi pada jantung : untuk mengetahui iktus cordis,
getaran/ thrill
3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang
dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang
diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh.
Tujuan perkusi pada jantung : untuk menentukan batas-batas
jantung (kiri dan kanan)
4. Auskultasi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh.
Tujuan auskultasi pada jantung : untuk menentukan bising I
dan II serta bising jantung.

115
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER


KOMPETEN
Aspek yang dinilai ya tdk ya tdk ya tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat
catatan keperawatan/medis 2. Cuci
tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
▪Troly
▪Stetoskop
▪Arloji/ jam tangan
▪Penlight
▪Tensimeter
▪Hand rub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan
keluarga
5. Kontrak waktu
116
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi


7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
Tahap Kerja
1. Jaga privasi
2. Sediakan ruang pemeriksaan yang tenang
untuk auskultasi yang adekuat
3. Posisikan pasien dalam posisi supine dengan
kepala sedikit elevasi atau dengan sudut
elevasi ±300
4. Buka pakaian atas pasien agar bagian dada
terbuka
5. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Pemeriksaan tangan
6. Periksa warna kulit akral (inspeksi)
7. Periksa temperatur dan kelembaban kulit di
akral (palpasi)
8. Inspeksi jari tangan adakah perdarahan atau
sianosis pada bantalan kuku atau noda
“nicotine staining”
9. Periksa adanya jari tabuh atau clubbing
finger (inspeksi)
10. Periksa Capillary refill time (CRT)
(palpasi) dengan menekan ujung jari dengan
kuat (hingga berwarna pucat) dan lepaskan
dengan cepat hitung waktu kembalinya kuku
berwarna merah muda. Bisa dengan
membandingkan dengan kuku pemeriksa.
11. Periksa turgor kulit dengan mencubit
punggung tangan
12. Inspeksi adanya edema. Inspeksi pola
vena untuk mengetahui adanya obstruksi
vena
117
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

(Bickley, 2008)
Pemeriksaan Nadi
13. Periksa nadi radialis meliputi: frekuensi,
irama, kualitas, konfigurasi, dan kualitas
pembuluh darah (palpasi) Tekanan Darah
14. Periksa tekanan darah sistolik dan
diastolik sesuai prosedur (auskultasi) Kepala
dan leher
15. Pada mata periksa adanya xanthelasma
(tanda hiperkolesterolemia)
16. Periksa konjunctiva, sklera
17. Inspeksi bibir dan cuping telinga untuk
mengamati adanya sianosis perifer
18. Instruksikan pasien untuk membuka
mulut dan menjulurkan lidah untuk melihat
adanya sianosis sentral serta kaji oral higiene
pasien.
19. Palpasi ateri karotis d/s: rasakan apakah
ada getaran “thrill’ akibat murmur yang
keras
20. Inspeksi denyut tekanan vena jugularis
pada leher: instruksikan pasien untuk
menghadap ke sisi berlawanan dengan vena
jugularis yang akan diperiksa.
21. Perhatikan adanya denyut vena jugularis,
diukur tegak lurus dengan dengan “angle of
louis”. Normal tidak lebih dari 4 cm
(Smeltzer and Bare, 2001)
22. Periksa adanya reflux hepatojugular
dengan cara tangan kanan menekan hepar
dengan kuat selama 30-60 detik dan
perhatikan adakah peningkatan JVP kurang
118
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

lebih 1 cm. Pemeriksaan fisik jantung


(precordium) 23. Inspeksi : bentuk
precordium Periksa bentuk precordium :
inspeksi kesimetrisan dada kanan dan kiri,
kaji apakah ada bekas luka pada bagian
dada. Normal : simetris, tidak ada cekungan
dan penggembungan. Iktus cordis
24.Anjurkan pasien untuk menarik nafas dan
menahan nafas sejenak
25.Amati adanya iktus cordis (denyut/impuls
apikal) di punctum maximum/apeks
jantung: di intercostal IV/V sinistra,

119
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

perpotongan dengan linea medioclavicula


sinistra (gunakan senter dengan arah cahaya
menyamping jika diperlukan) Palpasi
26. Saat palpasi anjurkan pasien untuk
menahan napas sejenak.
27. Lakukan palpasi di area tersebut dengan
menggunakan jari-jari tangan, catat letak
impuls.
Normal : impuls apikal teraba sebagai
denyutan ringan di intercostal IV/V sinistra,
perpotongan dengan linea medioclavicula
sinistra.
28. Palpasi impuls ventrikel kanan pada
parasternum d/s dan area epigastrik bila
dicurigai adanya “thrill”
29. Posisikan pasien dekubitus lateral kiri
30. Palpasi: normal: impuls apikal teraba
sebagai denyutan ringan dengan diameter
1-
2 cm dan ampiltudo seperti ketukan
Perkusi :untuk menentukan batas jantung
31. Posisikan pasien supine dengan kepala
sedikit elevasi
32. Batas kiri jantung : lakukan perkusi dari
arah lateral sinistra ke medial
Normal : midclavicular line ICS 3-5
(dulness)
33. Batas kanan jantung : lakukan perkusi dari
lateral dekstra ke medial
Normal : tidak terdeteksi

Auskultasi :
34. Posisikan pasien supine dengan kepala
sedikit elevasi 120
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

121
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

35. Anjurkan pasien untuk menahan nafas BJ


I:
36. Letakkan stetoskop (diafragma) di
intercostal V sinistra, perpotongan dengan
linea medioclavicula sinistra (katup mitral)
letakkan stetoskop (diafragma) di
intercostal IV-V sinistra di tepi sternum
(katup tricuspidalis) BJ II :
37. ICS II sebelah sinistra dari sternum (daerah
pulmonal)
ICS II sebelah dekstra dari sternum (daerah
aorta) atau
Catat apakah ada bunyi jantung tambahan
38. Posisikan pasien dekubitus lateral kiri dan
letakkan stetoskop pada apeks dan basis
untuk auskultasi bunyi jantung tambahan.
Pemeriksaan sacrum, kaki dan tungkai
39. Inspeksi adakah edema pada sacrum
40. Bandingkan kedua tungkai untuk melihat
kesimetrisannya
41. Inspeksi tekstur, penyebaran rambut dan
warna kulit: pucat, kemerahan, sianosis,
eritema, hangat pada selulitis dan
tromboflebitis.
42. Inspeksi pola vena untuk melihat adanya
varises vena
43. Periksa adanya edema dengan menekan
daerah ankle (di malleolus medial) dan
dorsum pedis.
44. Palpasi denyut nadi dorsalis pedis dan
tibialis posterior

122
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

45. Inspeksi adakah clubbing fingers dan ulkus


pada tungkai bawah.
46. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan
obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan,
waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif

Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan

NILAI : = ⅀ NILAI
X100%
NILAI MAX (63)

123
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PEMERIKSAAN FISIK DADA (RESPIRASI)

Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk


dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa
atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk
mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan
4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan
pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui
pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan
muka ke arah samping.
5. Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada enam area berikut ini
:
6. Area aorta (aortic area) : intercostal (ICS) II sebelah dekstra
dari sternum
7. Area paru (pulmonal area) : ICS II sebelah sinistra dari sternum
8. Erb’s point : ICS III sebelah sinistra dari sternum
9. Ventrikel kanan atau area trikuspid : ICS IV dan V sebelah
sinistra dari sternum
10. Ventrikel kiri atau area apeks : punctum maksimum,
lokasi di dada dimana kontraksi jantung dapat di palpasi
11. Area epigatrium : dibawah procesus xipoideus
PENGKAJIAN RESPIRASI

124
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan
masalah yang lalu. Perawat mengkaji pasien atau keluarga dan
berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian
yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat perawatan dahulu,
riwayat keluarga dan riwayat psikososial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi pasien, dimana
aspek biografi yang sangat erat hubungannya dengan gangguan
oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama yang
berhubungan dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal.
Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta
apakah pasien tinggal sendiri atau dengan orang lain yang nantinya
berguna bagi perencanaan pulang (“Discharge Planning”).

Dapatkan Riwayat :
1. Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetik
2. Riwayat pasien tentang disfungsi pernapasan sebelumnya ;
bukti terbaru penularan terhadap infeksi, alergen atau iritan
lain, trauma

Keluhan utama
1. Batuk/Cough
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan
penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama pasien batuk
(misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal
tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada
malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan
aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau
non produktif, kongesti, kering.

125
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Peningkatan Produksi Sputum.


Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama
dengan batuk atau bersihan tenggorok. Trakeobronkial tree secara
normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai bagian
dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing
Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak
normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau dan jumlah
dari sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan
dari proses patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna
kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih atau kelabu. Pada
keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah,
mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
2. Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk
bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif pasien.
Perawat mengkaji tentang kemampuan pasien untuk melakukan
aktifitas. Contoh ketika pasien berjalan apakah dia mengalami
dyspnea?. Kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru
kronik dan gagal jantung kiri.
3. Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan
dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari
paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari
paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru
distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB
Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli
paru, pneumonia, kanker paru , abses.
4. Chest Pain
126
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah


jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat
menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak
mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut.
Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus
menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang
menimbulkan nyeri timbul.

RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


1. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab
penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik.
Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok.
Anamnesis harus mencakup hal-hal :
a. Usia mulainya merokok secara rutin.
b. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c. Usia melepas kebiasaan merokok.
2. Pengobatan saat ini dan masa lalu
3. Alergi
4. Tempat tinggal

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


1. Penyakit infeksi tertentu
Khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang
lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2. Kelainan alergis,
Seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin
127
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.


Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang
polusi udaranya tinggi.
Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya
memperburuk penyakit tersebut. a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, pasien
pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi
dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan
kondisinya, skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang
seperti : kyphosis, scoliosis, lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung
atau pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase
inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). Ratio fase ini
normalnya 1: 2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan
sering ditemukan pada pasien Chronic Airflow Limitation
(CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter
anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/tranversal
(T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7,
tergantung dari cairan tubuh pasien.

128
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

3. Kelainan bentuk dada


a. Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi
peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada
pasien emfisema.
b. Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari
sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh
darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini
dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.
c. Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum,
dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada
pasien dengan kyphoscoliosis berat.
d. Kyphoscoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini
akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul
pada pasien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e. Kiposis: meningkatnya kelengkungan normal kolumna
vertebrae torakalis menyebabkan pasien tampak
bongkok.
f. Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral,
disertai rotasi vertebral
4. Observasi kesimetrisan pergerakan dada.
Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura. Observasi
129
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang


dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

Observasi pernapasan terhadap


1. Frekuensi – cepat (takipnea) normal, atau lambat untuk anak
tertentu
2. Kedalaman – kedalaman normal, terlalu dangkal (hipopnea),
biasanya diperkirakan dari amplitudo torakal dan
pengembangan abdomen
3. Kemudahan – kurang upaya, sulit (dispnea) ortopnea,
dihubungkan dengan retraksi intrekostal dan atau substernal,
pulsus paradoksus (TD ↓ dgn inspirasi dan ↑ dgn ekspirasi ),
PCH, bobbing head, mengorok atau mengi
4. Pernapasan sulit – kontinu, intermiten, menjadi makin buruk
dan menetap, awitan tiba-tiba, pada saat istirahat atau kerja,
dihubungkan dengan mengi, mengorok, dihubungkan dengan
nyeri
5. Irama – variasi dalam frekuensi dan kedalaman pernapasan

Observasi adanya
1. Bukti infeksi – Peningkatan suhu, pembesaran kelenjar limfe
servikal, membran mukosa terinflamasi, dan rabas purulen dari
hidung, telinga atau paru-paru (sputum)
2. Batuk – karakteristik batuk (bila ada) : dalam keadaan seperti
apa batuk terdengar (mis : hanya malam hari atau pagi hari),
sifat batuk (paroksismal dengan atau tanpa mengi), frekuensi
batuk, berhubungan dengan menelan atau aktivitas lain.
3. Mengi (wheezing) – ekspirasi atau inspirasi, nada tinggi atau
musikal, memanjang, secara lambat, progresif atau tiba-tiba
berhubungan dengan pernapasan sulit.
130
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

4. Sianosis – perhatikan distribusi (perifer, perioral, fasial, batang


tubuh serta wajah) derajat, durasi, berhubungan dengan aktifitas
5. Nyeri dada – mungkin merupakan keluhan anak yang lebih
besar. Perhatikan lokasi dan situasi : terlokalisir atau menyebar,
menyebar dari dasar leher atau abdomen, dangkal atau tajam,
dalam atau superfisial, berhubungan dengan pernapasan cepat,
dangkal dan mengorok
6. Sputum – anak-anak yang lebih besar dapat memberikan sampel
sputum; perhatikan volume, warna, viskositas dan bau.

Palpasi
1. Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit
dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
2. Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji
saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
3. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika pasien mengeluh
nyeri.
4. Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika
Berbicara.

131
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Perkusi
Jenis suara Perkusi → Suara perkusi normal :
1. Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal
2. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
3. Tympany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara

Jenis suara Perkusi → Suara Perkusi Abnormal :


1. Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi
udara.
2. Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana
areanya seluruhnya berisi jaringan.
Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan
(abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika
132
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih


Suara nafas normal 1. Bronchial :
2. Sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada
henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas
trachea atau daerah suprasternal notch.
3. Bronchovesikular :
4. Merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular.
Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang
sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini
terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh
dinding dada.
5. Vesikular
6. Terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
7. Pengkajian pola pernafasan

S
uara nafas tambahan 1. Wheezing :
133
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara


nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan
dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit
2. Ronchi :
Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi
sputum
3. Pleural friction rub :
Terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar,
berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah
pleura. Sering kali pasien juga mengalami nyeri saat bernafas
4. Crackles
Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati
daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
5. Coarse crackles :
Lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar,
suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi
pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika
pasien batuk.

BERBAGAI POLA PERNAPASAN


1. Takipnea : ↑ frekuensi napas
2. Bradipnea : ↓ frekuensi napas
3. Dispea : Distres selama pernapasan
4. Apnea : Penghentian pernapasan
5. Hiperpnea : ↑ kedalaman

134
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

6. Hipoventilasi : ↓ kedalaman (dangkal) dan irama tidak teratur


7. Hiperventilasi : ↑ frekuensi dan kedalaman
8. Kusmaul: Hiperventilasi, pernapasan terengah-engah dan sulit
9. Cheyne stokes : Secara bertahap meningkat dlm frekuensi dan
kedalaman dengan periode apnea
10. Biot : Periode hiperpnea yg bergantian dengan apnea
(serupa dgn cheyne- stokes kec kedalaman konstan)
11. Paradoksik : Dinding dada turun pada inspirasi & naik
pada ekspirasi
Frekuensi pernapasan normal untuk anak anak

No. Usia Frekuensi (nafas/menit)


1 Bayi Baru lahir 30 – 60 x/menit
2 1 -11 Bulan 30 x/menit
3 2 Tahun 25 x/menit
4 4 Tahun 23 x/menit
5 6 Tahun 21 x/menit
6 8 Tahun 20 x/menit
7 10 Tahun 19 x/menit
8 12 Tahun 19 x/menit
9 14 Tahun 18 x/menit
10 16 Tahun 17 x/menit
11 18 Tahun 16-18 x/menit

Hasil pemeriksaan pernafasan abnormal pada Bronkitis


1. Peningkatan frekuensi nafas
2. Penggunaan otot asesori
3. Retraksi intercostal
4. Ekspirasi memanjang (sering)
135
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

5. Peningkatan diameter AP dada (sering)


6. Penurunan intensitas bunyi nafas
7. Crackles
8. Mengi (sering)
9. Crackles dan mengi jelas setelah batuk ( sering)
Kompetensi : PEMERIKSAAN FISIK RESPIRASI
KOMPETENSI
Aspek yang dinilai Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
Tahap Pra Interaksi
1. Kaji kebutuhan pasien dengan melihat
catatan keperawatan/medis 2. Cuci
tangan efektif
3. Siapkan alat-alat :
▪Troly
▪Stetoskop
▪Spekulum hidung
▪Toungespatel dalam kupet
▪Arloji/jam tangan
▪Bengkok
▪Penlight
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
1. Salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi, 2 identitas ( tanyakan
nama dan lihat no RM/tanggal lahir )
3. Jelaskan prosedur
4. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan
keluarga
5. Kontrak waktu
6. Tanyakan keluhan pasien dan adanya alergi
7. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya

136
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Tahap Kerja
1. Jaga privasi
2. Sediakan ruang pemeriksaan yang tenang
untuk auskultasi yang adekuat
3. Buka pakaian atas pasien agar bagian dada
terbuka

137
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Pemeriksaan tangan
4. Inspeksi jari tangan apakah sianosis pada
bantalan kuku dan noda “nicotine
staining”
5. Periksa adanya jari tabuh atau clubbing
finger dan (inspeksi)
6. Periksa adakah pembengkakan pada sendi
jari tangan (palpasiI dan tremor (anjurkan
pasien untuk mengangkat tangan ke
depan dada.)
7. Palpasi nadi radialis dan lakukan
pengukuran RR meliputi: frekuensi,
irama, kualitas.
Kepala dan leher
8. Pada mata periksa konjunctiva untuk
melihat anemia
9. Periksa hidung eksternal: amati lesi,
asimetri atau inflamasi, adakah nafas
cuping hidung
10. Periksa hidung internal : anjurkan pasien
untuk mendongak, dorong ujung hidung
ke atas, pasang speculum hidung, dan
lihat dengan penlight: catat jika ada polip
atau obstruksi
11. Mukosa hidung: amati
warna,
pembengkakan, eksudat, atau perdarahan
12. Septum : amati deviasi, perforasi, atau
perdarahan
13. Palpasi sinus frontalis (supraorbital) dan
maksilaris (perbatasan pipi dan hidung):
tekan bagian tersebut dengan gerakan ke

138
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

atas.
14. Anjurkan pasien nafas dalam dan
membuka mulut tekan lidah dengan

139
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

toungespatel: amati tonsil, uvula dan


faring posterior.
15. Amati lidah dan membran mukosa untuk
melihat adanya sianosis sentral serta kaji
oral higiene pasien.
16. Inspeksi denyut tekanan vena jugularis
pada leher: instruksikan pasien untuk
menghadap ke sisi berlawanan dengan
vena jugularis yang akan diperiksa.
17. Perhatikan adanya denyut vena jugularis,
diukur tegak lurus dengan dengan “angle
of louis”. Normal tidak lebih dari 4 cm
(Smeltzer and Bare, 2001)
18. Dari belakang palpasi kelenjar getah
bening leher dan supraklavikula (lokasi,
ukuran, konsistensi, soliter/ multiple,
mobilitas, nyeri tekan)
19. Dari depan palpasi trakea dengan
menggunakan tiga jari: adakah deviasi
atau tidak.
Pemeriksaan dada
20. Pada pemeriksaan dada depan pasien bisa
diposisikan semifowler atau duduk
dengan kedua tangan pasien diletakkan di
paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan
bagian belakang dada, kedua lengan
disilangkan didepan dada atau tangan
kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu
kanan. Pemeriksaan dari belakang dapat
dilakukan setelah pemeriksaan dari depan
selesai dilakukan.

140
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

141
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

Inspeksi :
21. Pemeriksaan dari depan perhatikan
klavikula, fossa supra/ infraklavikula,
lokasi iga pada kedua sisi, anomali
vaskular, bekas luka.
22. Amati bentuk dan ukuran thoraks: adakah
deformitas atau tidak
23. Pergerakan pernafasan, simetris atau
tidak, amati adakah penggunaan otot
bantu nafas.
24. Pemeriksaan dari belakang perhatikan
vertebra servikalis 7, bentuk skapula,
torakalis 8 dan bentuk atau jalannya
kolumna vertebralis Palpasi
:
25. Posisi pasien supine dengan kepala
sedikit elevasi, posisi lengan pasien
disamping dan sejajar dengan badan
26. Dari depan kaji ekskursi pernafasan
dengan menggunakan kedua tangan (ibu
jari di bawah processus xiphoideus dan 4
jari lainnya di iga lateral) anjurkan pasien
untuk nafas dalam (simetris atau tidak).
Pengkajian posterior dilakukan dengan
meletakkan ibu jari setinggi costa 10.
27. Lokasi nyeri dada, dengan menggunakan
ibu jari tangan kanan menyesuri sela
tulang iga
28. Taktil vocal Fremitus, dengan meletakkan
kedua tangan bagian ulnar di dinding
dada (bukan area bertulang) dan suruh
pasien untuk mengucapkan kata

142
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

satu, dua dan seterusnya. Normal getaran


dada kanan dan kiri sama
Perkusi : dada depan
29. Posisi pasien semifowler dengan kedua
tangan di samping
30. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa
supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan
ke bagian dada kiri dan bergerak arah
bawah di setiap ICS. Bandingkan getaran
suara yang dihasilkan oleh perkusi normal
suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup
kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret.
Suara hipersonor akibat adanya udara
dalam pleura. Perkusi : dada belakang
31. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan
di paha atau dipinggang dan berhadapan
dengan pemeriksa
32. Lakukan perkusi secara dalam pada
supraskapula kanan, kemudian lanjutkan ke
bagian dada kiri
33. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh
perkusi dada kanan dan kiri Suara sonor
paru kanan bila diperkusi kebawah akan
lebih cepat menghilang , karena adanya
keredupan hati (batas hati dan paru).
Auskultasi : paru depan dan belakang
34. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan
dipaha atau dipinggang dan berhadapan
dengan pemeriksa
35. Tempelkan stetoskop pada dinding dada

143
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

36. Mintalah pasien menarik napas


pelanpelan dengan mulut terbuka
37. Dengarkan satu periode inspirasi dan
ekspirasi
38. Mulailah dari depan supralavikula kiri
dan teruskan kesisi dinding dada kanan
39. Bandingkan suara napas kanan dan kiri,
serta dengarkan adanya suara napas
tambahan
40. Buka sampiran
Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (subyektif dan
obyektif)
2. Berikan reinforcement posistif pada pasien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan,
waktu dan tempat)
4. Beri salam penutup
5. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
Catat hasil tindakan dan respon pasien di
dalam catatan keperawatan

NILAI : = ⅀ NILAI
X100%
NILAI MAX (57)

144
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali

PEMERIKSAAN FISIK IMUN HEMATOLOGI

1. Periksa Kondisi Kulit: membran Mukosa→lesi, dermatitis,


purpura, urtikaria, inflamasi dan pengeluaran sekret
2. Perhatikan Tanda-Tanda Infeksi
3. Palpasi Kelenjar Limfe Servikal Anterior, Aksilaris,
Inguinalis→ pembesaran catat lokasi, ukuran, konsistensi dan
keluhan nyeri tekan
4. Periksa Sendi→ nyeri tekan pembengkakan keterbatasan
gerak
5. Periksa Status Respiratorik→ pantau frekuensi nafas,
batuk,suara paru
6. Status Kardiovaskuler→ evaluasi adanya hipotensi, tachikardi,
aritmia, vaskulitis, anemia
7. Status Gastrointestinal → cek hepatosplenomegali, kolitis,
vomitus dan diare
8. Status Urogenital → amati tanda-tanda infeksi ( frekuensi,
dysuri ,hematuri, sekret sekret dari uretra
9. Status Neurosensorik→ fungsi kognitif, gangguan
pendengaran, perubahan visual, sakit kepala, migren, ataksia,
tetani

145

Anda mungkin juga menyukai