Anda di halaman 1dari 15

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

DIKAJI DARI TINGKAT DISPOSISI MATEMATIS


DI MADRASAH ALIYAH

Randa Reynaldi, Sugiatno, Dwi Astuti


Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak
Email : Randa.reynaldi@gmail.com

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana


kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dikaji dari tingkat disposisi
matematis pada materi Program Linear di Kelas XII MAN 1 Pontianak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk
penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini berjumlah 37 siswa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan disposisi matematis tinggi
memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 9,6
dengan kategori baik; siswa dengan disposisi matematis sedang memiliki
rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 6,4 dengan
kategori cukup; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memiliki
rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 3,4 dengan
kategori kurang. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan disposisi
matematis dalam materi Program Linear di kelas XII MAN 1 Pontianak.

Kata Kunci: Berpikir Kreatif Matematis, Disposisi Matematis,


Program Linear

Abstract : This research aims to describe how mathematical creative


thinking skill of students observed from level of mathematical disposition
on linear program material in class XII MAN 1 Pontianak. The method of
study used in this study is descriptive method with the design of case
study. The subject of the study were 37 students. The findings showed that
the students with high level of mathematical disposition had the average of
score of mathematical creative thinking skill, as big as 9,6 for the overall
and were categorized as good. The students with medium level had the
average of mathematical creative thinking skill score as much as 3,4, and
were categorized as fair. Entirely, it can be concluded that there is a
correlation between mathematical creative thinking skill and mathematical
disposition on linear program material in class XII MAN 1 Pontianak.

Keywords: Mathematical Creative Thinking, Mathematical


Disposition, Linear Program Material

1
U rgensinya kreativitas (berpikir kreatif) dalam pendidikan telah ditekankan
oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas, 2003:4). Satu di antara mata pelajaran yang diamanahkan untuk
mendukung UU Sisdiknas tersebut adalah matematika. Melalui pembelajaran
matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama
(Depdiknas, 2006:105).
Namun demikian, amanah UU Sisdiknas tahun 2003 ini terkesan kurang
mencapai sasarannya. Beberapa hasil penelitian, Sugilar (2013) dan Widiani
(2015) menunjukkan bahwa tingkat berpikir kreatif matematis siswa tergolong
rendah. Hasil pra-riset yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Oktober 2015 di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Pontianak terhadap 4 orang siswa juga
menemukan hal yang sama.
Munandar (2012:21) mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah
kemampuan untuk membentuk kombinasi baru, berdasarkan data atau informasi,
atau unsur-unsur yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya yaitu semua
pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama kehidupan
baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun dari lingkungan masyarakat.
Selanjutnya, Munandar (2012:192) juga menjelaskan ciri-ciri kemampuan
berpikir kreatif sebagai berikut: 1) Berpikir lancar (fluency), ciri – ciri berpikir
lancar di antaranya adalah (a) mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak
penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar; (b) memberikan banyak
cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; (c) selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban. 2) Berpikir luwes (flexibility), ciri – ciri berpikir luwes di
antaranya adalah (a) menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang
bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda;
(b) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda; (c) mampu mengubah
cara pendekatan atau cara pemikiran. 3) Berpikir orisinil (originality), ciri–ciri
berpikir orisinil di antaranya adalah (a) mampu melahirkan ungkapan yang baru
dan unik; (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri; (c)
mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau
unsur-unsur. 4) Memperinci (elaboration), ciri–ciri memperinci diantarnya
adalah : (a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk;
(b) menambah atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik.
Beberapa ahli antara lain, Torrance, Sternberg, dan Amabile mengungkapkan
bahwa berpikir kreatif dipengaruhi oleh berbagai faktor. Torrance (Asrori,
2015:53) menyebutkan bahwa karakteristik kreativitas yaitu memiliki rasa ingin
tahu yang besar, tekun dan tidak mudah bosan, percaya diri dan mandiri, berani
mengambil resiko, serta berpikir divergen. Sternberg (Munandar, 2012:20)
menyebutkan bahwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga
atribut psikologis, yaitu inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
Amabile (Munandar, 2012:77) menyebutkan bahwa kreatifitas adalah
persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu
(domain skills), keterampilan berpikir, dan motivasi intrinsik.

2
Mencermati pendapat pakar tersebut, terindikasi bahwa satu di antara faktor
yang mempengaruhi berpikir kreatif yaitu disposisi matematis. Karlimah
(2010:10) menyatakan bahwa ketika siswa berusaha menyelesaikan masalah
matematis dengan percaya diri, rasa ingin tahu, ulet, serta melakukan refleksi atas
cara berpikir, itulah yang dinamakan dengan disposisi matematis.
Katz (1993:2) mendefinisikan disposisi sebagai kecenderungan untuk
berperilaku secara sadar (consciously), teratur (frequently), dan sukarela
(voluntary) untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku-perilaku tersebut di
antaranya adalah percaya diri, gigih, rasa ingin tahu, dan berpikir fleksibel. Dalam
konteks matematika, menurut Mahmudi (2010:3) disposisi matematis
(mathematical disposition) berkaitan dengan bagaimana siswa menyelesaikan
masalah matematis; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel
untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian masalah.
Sebagaimana dituangkan dalam dokumen Curriculum and Evaluation
Standard for School Mathematics (NCTM, 2000), disposisi tidak sekedar merujuk
pada sikap tetapi juga kecenderungan berpikir dan bertindak secara positif.
Disposisi matematis siswa dapat dilihat dalam cara siswa mendekati suatu
masalah, apakah dengan percaya diri, mempunyai kemauan kuat untuk
menyelesaikannya, tekun, dan tertarik, serta cenderung untuk melakukan refleksi
terhadap apa yang telah dipikirkannya.
Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan
mereka gigih menghadapi masalah yang menantang, untuk bertanggung jawab
terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di
matematika.
Hasil wawancara dengan Widiani pada tanggal 2 September dan 19 Oktober
2015 mengenai penelitiannya menyebutkan bahwa faktor internal siswa seperti
motivasi belajar maupun rasa percaya diri sangat berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Namun di dalam penelitiannya
beliau belum membahas keterkaitan hal tersebut secara rinci.
Melihat fenomena – fenomena tersebut penulis menduga bahwa disposisi
matematis memang sangat mempengaruhi tingkat kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa. Tinggi rendahnya tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa, diduga satu di antara penyebabnya berasal dari disposisi matematis yang
dimilikinya.
Beberapa ahli telah mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan
berpikir kreatif matematis, seperti Balka dan Torrance (dalam Mahmudi, 2010:4).
Balka mengembangkan instrumen Creative Ability Mathematical Test (CAMT)
dan Torrance mengembangkan instrumen Torrance Tests of Creative Thinking
(TTCT). Kedua instrumen ini berupa tugas membuat soal matematika berdasarkan
informasi yang terdapat pada soal terkait situasi sehari-hari yang diberikan. Selain
itu, Mahmudi (2010:4) mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis dengan
memberikan tugas membuat sejumlah pertanyaan atau pernyataan berdasarkan
informasi pada soal-soal yang diberikan. Soal-soal yang diberikan tersebut
disajikan dalam bentuk narasi, grafik, atau diagram. Dari sekian banyak materi
matematika, satu di antara pokok bahasan yang dapat disajikan dalam bentuk

3
narasi, grafik dan kontekstual adalah Program Linear. Berdasarkan uraian-uraian
tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk
untuk mendeskripsikan bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
dikaji dari tingkat disposisi matematis pada materi Program Linear di Kelas XII
MAN 1 Pontianak.

METODE
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan bentuk studi kasus.
Subjek yang berpartisipasi di dalam penelitian ini berjumlah 37 orang. Dari ketiga
puluh tujuh orang siswa, selanjutnya akan dipilih enam orang siswa, yang terdiri
dari 2 siswa dengan tingkat disposisi matematis tinggi, 2 siswa dengan tingkat
disposisi matematis sedang dan 2 siswa dengan tingkat disposisi matematis rendah
untuk diwawancara lebih mendalam. Objek dalam penelitian ini adalah
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam materi Program Linear yang
dikaji berdasarkan disposisi matematis siswa. Pada pengumpulan data digunakan
teknik pengukuran dengan alat pengumpulan data berupa tes tertulis, angket
disposisi matematis, dan wawancara.
Berikut adalah prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini:
1. Tahap Persiapan
a) Melakukan pra riset. Pra riset dilakukan untuk studi pendahuluan
yaitu wawancara dengan seorang guru matematika di sekolah
tersebut serta memberikan tes kepada 4 orang siswa untuk melihat
kemampuan berpikir kreatif matematisnya.
b) Menyusun desain penelitian.
c) Seminar desain penelitian.
d) Melakukan revisi desain penelitian berdasarkan hasil seminar.
e) Menyusun instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir
kreatif dan angket disposisi matematis, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Menyusun kisi-kisi tes kemampuan berpikir kreatif
2) Menyusun soal tes kemampuan berpikir kreatif
3) Membuat alternatif jawaban
4) Membuat pedoman penskoran
5) Menyusun angket disposisi matematis
f) Melakukan uji validitas instrumen penelitian.
g) Melakukan revisi instrumen penelitian berdasarkan hasil validitas.
h) Melakukan uji coba soal tes dan angket.
i) Menganalisis data hasil uji coba soal tes dan angket.
j) Merevisi instrumen penelitian berdasarkan hasil ujicoba.
k) Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian.
l) Menentukan waktu penelitian dengan guru mata pelajaran
matematika kelas XII MAN 1 Pontianak.
2. Tahap Pelaksanaan
a) Memberikan angket disposisi matematis kepada 37 siswa. Untuk
pengisian angket diberikan waktu 20 menit.

4
b) Memberikan tes kemampuan berpikir kreatif kepada 37 siswa yang
sama. Untuk penyelesaian soal diberikan waktu 60 menit.
c) Menganalisis hasil angket yang diisi oleh siswa
d) Mengelompokkan hasil angket disposisi matematis siswa ke dalam 3
kategori, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
e) Mengoreksi hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa sesuai
dengan kelompok disposisi matematisnya.
f) Memilih 6 orang siswa untuk diwawancara lebih mendalam.
3. Pembuatan Laporan
a) Mengumpulkan hasil data tes tertulis, angket, dan wawancara subjek
penelitian.
b) Melakukan pengolahan data.
c) Mendeskripsikan hasil pengolahan data.
d) Menyusun laporan penelitian.
Adapun soal tes berjumlah 2 soal dan butir angket berjumlah 36 pernyataan
yang telah divalidasi oleh 3 orang ahli, yaitu 1 dosen Pendidikan Matematika dan
2 guru matematika. Selanjutnya, pada hari Rabu, 13 Januari 2016 dilakukan uji
coba soal dan angket di SMAN 2 Pontianak untuk mengukur tingkat validitas dan
reliabilitas soal serta keterbacaan angket. Setelah instrumen penelitian memenuhi
syarat, selanjutnya dilakukan tes kepada siswa.
Hasil pekerjaan siswa kemudian dianalisis secara khusus dikaji dari
kemamuan berpikir kreatif siswa dalam menjawab soal. Kemudian dipilih
jawaban dari 6 siswa berdasarkan kategori disposisi matematis untuk
diwawancarai. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur.
Wawancara yang dilakukan kepada 6 siswa, dengan tiap tingkat disposisi
matematis diwakili oleh 2 siswa. Secara umum, wawancara ini bertujuan untuk
memperkuat jawaban siswa dan mengungkap lebih dalam hal-hal yang belum
terungkap pada hasil tes tertulis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Siswa diberikan angket disposisi matematis sebanyak 36 butir pernyataan dan
2 soal essay untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis. Untuk
menjawab rumusan masalah, terlebih dahulu akan dideskripsikan hasil angket
disposisi matematis siswa. Angket disposisi matematis siswa diberikan untuk
melihat seberapa besar tingkatan disposisi matematis siswa. Jumlah butir
pernyataan dalam angket disposisi matematis sebanyak 36 pernyataan yang terdiri
dari pernyataan positif dan negatif. Hasil angket disposisi matematis yang
diperoleh siswa dikategorikan kedalam 3 kelompok yaitu kelompok disposisi
matematis tinggi, sedang, dan rendah.

5
Disposisi Matematis Siswa
14%
24%

62%

Tinggi Sedang Rendah

Grafik 1
Hasil Perolehan Angket Disposisi Matematis Siswa

Dari 37 siswa yang menjadi subjek penelitian, berdasarkan hasil angket


disposisi matematis siswa pada Grafik 1 diketahui bahwa siswa yang memiliki
disposisi matematis tinggi sebanyak 5 orang atau 14% dari total subjek penelitian,
siswa yang memiliki disposisi matematis sedang 23 orang atau 62%, dan siswa
yang memiliki disposisi matematis rendah sebanyak 9 orang atau 24%.
Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam penelitian ini diukur
menggunakan tes berpikir kreatif matematis yang terdiri dari 2 soal essay.
Indikator berpikir kreatif matematis terdiri dari empat indikator yaitu (1) berpikir
lancar; (2) berpikir luwes; (3) berpikir orisinil; dan (4) memperinci. Hasil tes
kemampuan berpikir kreatif matematis yang diperoleh siswa akan disajikan pada
Grafik berikut:

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

8% 8%
3%

30%

51%

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Grafik 2
Hasil Perolehan Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

6
Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
Grafik 2, diketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif
matematis sangat baik sebanyak 3 orang atau 8% dari total subjek penelitian,
siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis baik sebanyak 1
orang atau 3%, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis cukup
sebanyak 19 orang atau 51%, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif
matematis kurang sebanyak 11 orang atau 30%, dan siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif matematis sangat kurang sebanyak 3 orang atau 8%.
Selanjutnya akan dideskripsikan pola jawaban ke-37 siswa dalam
menyelesaikan soal kemampuan berpikir kreatif matematis per indikator
berdasarkan tingkat disposisi matematis masing-masing siswa. Untuk indikator
berpikir lancar (fluency), 68% dari total populasi siswa memberikan jawaban
benar dengan menggunakan metode uji titik pojok dan metode garis selidik, 14%
siswa memberikan jawaban benar hanya pada metode garis selidik, 5% siswa
memberikan jawaban benar hanya pada metode uji titik pojok, dan 13% siswa
tidak memberikan jawaban sama sekali. Dari fakta diatas dapat disimpulkan
bahwa siswa lebih lancar dalam memberikan jawaban dengan menggunakan
metode garis selidik daripada metode uji titik pojok.
Untuk indikator berpikir luwes (flexibility), terdapat 87% siswa yang
memberikan jawaban dan 13% siswa tidak memberikan jawaban sama sekali.
Dari 87% siswa yang memberikan jawaban, 28% siswa memberikan jawaban
benar dengan menggunakan metode uji titik potong, 6% siswa memberikan
jawaban benar dengan menggunakan metode garis selidik, dan sisanya
memberikan jawaban yang salah. Fakta ini memperlihatkan bahwa dalam
menyelesaikan permasalahan PL, siswa lebih luwes menggunakan metode uji titik
pojok daripada metode garis selidik. Meskipun pada indikator berpikir lancar
persentase siswa yang menjawab dengan metode garis selidik lebih banyak
ketimbang metode uji titik pojok.
Untuk indikator berpikir orisinil (originality), terdapat 89% siswa yang
memberikan jawaban dan 11% siswa tidak memberikan jawaban sama sekali.
Dari 89% siswa yang memberikan jawaban, siswa yang bisa memberikan jawaban
benar sebanyak 10%, sedangkan 59% siswa lainnya memberikan jawaban yang
salah. Dari 89% siswa yang memberikan jawaban, peneliti menemukan suatu
fakta bahwa seluruh siswa tersebut memberikan jawaban menggunakan penalaran
induktif melalui cara coba-coba. Mereka mencoba berbagai kemungkinan yang
terjadi untuk pembelian 15 ekor binatang. Dari seluruh kemungkinan yang terjadi,
selanjutnya akan dihitung mana keuntungan yang terbesar dari kemungkinan-
kemungkinan tersebut.
Untuk indikator memperinci (elaboration), dari 89% siswa yang memberikan
jawaban, yang menjadi perbedaan antara satu siswa dan siswa lainnya adalah
kemampuan siswa dalam menguraikan seluruh kemungkinan yang terjadi untuk
pembelian 15 ekor binatang. Ada siswa yang merincikan seluruh kemungkinan-
kemungkinan tersebut, namun ada pula siswa yang hanya bisa merincikan satu
kemungkinan saja.
Selanjutnya dari ke-37 siswa, dipilih 6 siswa yang berasal dari masing-
masing kategori disposisi matematis, dengan 2 orang pada tiap kategori untuk

7
dilakukan wawancara mendalam. Pada disposisi matematis tinggi, 2 siswa yang
dipilih sebagai subjek penelitian adalah FA dan SL. FA dipilih karena disposisi
matematis dan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki FA merupakan yang
terbaik di antara seluruh siswa. Pada indikator memperinci (elaboration), FA juga
memberikan jawaban yang unik daripada siswa lainnya. FA memberikan jawaban
dari 2 sudut pandang, yaitu sudut pandang ilmu matematika dan sudut pandang
logika bisnis dirinya. Hal inilah yang menjadi daya tarik peneliti untuk
menjadikan FA sebagai subjek wawancara. Sedangkan SL dipilih karena pada
kategori disposisi matematis tinggi, kemampuan berpikir kreatif SL merupakan
yang terendah bersama RRR pada kelompoknya.
Pada kategori disposisi matematis sedang, 2 siswa yang dipilih sebagai
subjek penelitian adalah RI dan SYF. RI dipilih karena kemampuan berpikir
kreatif yang dimiliki RI merupakan yang terendah sedangkan SYF dipilih karena
kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki SYF merupakan yang tertinggi pada
kelompoknya.
Pada kategori disposisi matematis rendah, 2 siswa yang dipilih sebagai
subjek penelitian adalah AM dan MJK. AM dipilih karena kemampuan berpikir
kreatif yang dimiliki AM merupakan yang tertinggi sedangkan MJK dipilih
karena kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki MJK merupakan yang terendah.

Pembahasan
Berdasarkan tujuan penelitian, pada bagian ini akan dibahas mengenai
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang dikaji dari tingkat disposisi
matematis siswa. Adapun kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan
dibahas satu per satu sesuai indikatornya masing-masing.
1. Berpikir lancar (fluency)
Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
indikator berpikir lancar (fluency) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat
dilihat pada Grafik 3 berikut:

2
1,6
1,4
1,5
1,2

1 Grafik 4.3
Rata-Rata Skor Berpikir Lancar (fluency) Siswa
0,5
Kelas XII MAN 1 Pontianak 2015/2016
0
Rata-Rata Skor Indikator Berpikir Lancar

Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang


Disposisi Matematis Rendah

Grafik 3
Rata-Rata Skor Berpikir Lancar (fluency) Siswa

8
Dari Grafik 3 dapat dilihat bahwa untuk indikator berpikir lancar (fluency),
siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 1,2; siswa
dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 1,6; dan siswa
dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 1,4. Dari fakta
tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis sedang memiliki rata-rata skor
yang lebih baik daripada disposisi matematis tinggi dan rendah. Dilihat dari
deskripsi jawaban yang diberikan oleh siswa, diketahui bahwa 4 dari 5 orang
siswa pada kategori siswa dengan disposisi matematis tinggi, keliru dalam
menyebutkan metode penyelesaian pertama. Keempatnya hanya benar dalam
menyebutkan metode penyelesaian kedua yaitu metode garis selidik. Hal inilah
yang menjadi penyebab rata-rata skor berpikir lancar (fluency) kategori siswa
disposisi matematis tinggi lebih rendah daripada siswa disposisi sedang.

2. Berpikir luwes (flexibility)


Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
indikator berpikir luwes (flexibility) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat
dilihat pada Grafik 4 berikut:

3
2,2
2

0,9
1
0,3

0
Rata-Rata Skor Indikator Berpikir Luwes

Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang


Disposisi Matematis Rendah

Grafik 4
Rata-Rata Skor Berpikir Luwes (flexibility) Siswa
Dari Grafik 4 dapat dilihat bahwa untuk indikator berpikir luwes (flexibility),
siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 2,2; siswa
dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 0,9; dan siswa
dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 0,3. Dari fakta
tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor
yang lebih baik daripada disposisi matematis sedang dan rendah. Jika
dibandingkan dengan Grafik 3, terdapat perbedaan yang fluktuatif pada grafik tiap
kategori disposisi matematis. Dilihat dari deskripsi jawaban yang diberikan oleh
siswa, diketahui bahwa siswa pada kategori disposisi matematis sedang dan
rendah banyak yang tidak bisa menyelesaikan dengan benar bagaimana
penyelesaian dengan menggunakan metode uji titik pojok dan metode garis

9
selidik. Sedangkan siswa pada kategori disposisi matematis tinggi justru banyak
yang bisa memberikan jawaban benar meskipun pada indikator berpikir lancar
(fluency) 4 dari 5 siswa memberikan jawaban yang salah. Dari analisa jawaban
siswa pada kategori disposisi matematis tinggi, peneliti menemukan indikasi
adanya kesalahan penggunaan istilah dalam menyebutkan metode uji titik pojok.
Hal ini yang akan menjadi bahan bagi peneliti untuk menggali siswa lebih dalam
pada saat wawancara.

3. Berpikir orisinil (originality)


Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
indikator berpikir orisinil (originality) sesuai tingkat disposisi matematisnya,
dapat dilihat pada Grafik 5 berikut:

4 4

2
2

1 0,67

0
Rata-Rata Skor Indikator Berpikir Orisinil

Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang


Disposisi Matematis Rendah

Grafik 5
Rata-Rata Skor Berpikir Orisinil (Originality) Siswa
Dari Grafik 5 dapat dilihat bahwa untuk indikator berpikir orisinil
(originality), siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor
4; siswa dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 4; dan
siswa dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 0,67. Dari
fakta tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata
skor yang lebih baik daripada disposisi matematis sedang dan rendah.

4. Memperinci (elaboration)
Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada
indikator memperinci (elaboration) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat
dilihat pada Grafik 6 berikut:

10
4

3
2,2
1,9
2
1
1

0
Rata-Rata Skor Indikator Memperinci

Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang


Disposisi Matematis Rendah

Grafik 6
Rata-Rata Skor Memperinci (Elaboration) Siswa
Dari Grafik 6 dapat dilihat bahwa untuk indikator memperinci (elaboration),
siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 2,2; siswa
dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 1,9; dan siswa
dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 1. Dari fakta
tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor
yang lebih baik daripada disposisi matematis sedang dan rendah. Jika
dibandingkan dengan Grafik 5, terdapat perbedaan yang fluktuatif antara rata-rata
skor memperinci siswa dengan rata-rata skor berpikir orisinil. Dilihat dari
deskripsi jawaban yang diberikan oleh siswa, diketahui bahwa penyebab
terjadinya perbedaan tersebut adalah kemampuan memperinci siswa dalam
menguraikan gagasan-gagasan baru masih rendah. Banyak siswa yang
memberikan jawaban dengan menggunakan cara yang baru, namun tidak dapat
menjelaskannya dengan rinci. Hal ini yang menyebabkan untuk indikator berpikir
orisinil siswa tersebut sudah baik, namun dari indikator memperinci justru
sebaliknya.
Adapun rata-rata skor keseluruhan indikator berpikir kreatif siswa sesuai
tingkat disposisi matematisnya, dapat dilihat pada Grafik 7 berikut:
14
12
9,6
10
8 6,4
6
3,4
4
2
0
Rata-Rata Skor Seluruh Indikator

Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang


Disposisi Matematis Rendah

Grafik 7

11
Rata-Rata Skor Keseluruhan Indikator Berpikir Kreatif Siswa

Dari Grafik 7 dapat dilihat bahwa untuk keseluruhan indikator, siswa dengan
disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 9,6; siswa dengan disposisi
matematis sedang memperoleh rata-rata skor 6,4; dan siswa dengan disposisi
matematis rendah memperoleh rata-rata skor 3,4. Dari fakta tersebut ternyata
siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor kemampuan
berpikir kreatif yang lebih tinggi daripada siswa dengan disposisi matematis
sedang dan rendah.
Jika dikaitkan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin baik disposisi
matematis seseorang maka akan menopang kemampuan matematisnya untuk lebih
baik pula, terdapat beberapa kasus pada penelitian ini yang kurang sejalan dengan
teori tersebut. Kasus tersebut peneliti temukan terjadi pada siswa SL, SYF dan RI.
Untuk mencari penyebab dari kurang sejalannya antara teori dan kasus ketiga
siswa tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan wawancara kepada mereka
untuk menggali lebih dalam disposisi matematisnya. Hal ini berlandaskan dari
NCTM (2000:17) yang menyatakan bahwa disposisi matematis selain diukur
dengan menggunakan angket, juga harus ditopang dengan wawancara.
Berdasarkan hasil wawancara seperti yang terdapat pada Lampiran C-3,
peneliti menemukan bahwa adanya perbedaan dari lembar angket yang diisi oleh
SL dan hasil wawancara. Pada lembar angket disposisi matematis (Lampiran A-
6), ditemukan bahwa butir pernyataan nomor 5, 6, 10, 15, 16, 21, 28, dan 29 yang
dijawab SL pada angket berbeda hasilnya dengan saat wawancara. Ketika mengisi
lembar angket, SL merasa yakin bahwa dirinya bisa menyelesaikan soal-soal
Program Linear yang diberikan, dan SL menyatakan bahwa dirinya akan mencoba
alternatif cara lain dalam menyelesaiakan soal. Namun ketika peneliti melakukan
wawancara setelah sebelumnya SL diminta untuk mengerjakan kembali soal
kemampuan berpikir kreatif, peneliti menemukan bahwa SL tidak cukup yakin
bahwa dirinya bisa menyelesaikan soal. Dan ketika peneliti meminta SL untuk
mencoba mengerjakan dengan alternatif cara yang lain, SL juga tidak bisa
memberikannya. Setelah peneliti melakukan wawancara, peneliti menemukan
bahwa satu di antara penyebab mengapa SL pada awalnya yakin bisa
menyelesaikan soal, namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya adalah
bahwa soal yang diberikan peneliti merupakan soal yang baru diluar yang guru
berikan pada kehidupan sehari-hari. Ketidakbiasaan dalam mengerjakan soal
diluar pola soal yang diberikan oleh guru yang membuat SL kesulitan dalam
menjawab soal peneliti.
Peneliti juga menemukan hal yang sama dengan siswa SYF. Pada lembar
angket disposisi matematis SYF (Lampiran A-6), ditemukan bahwa butir
pernyataan nomor 5, 10, dan 29 yang dijawab SYF pada angket berbeda hasilnya
dengan saat wawancara. Setelah peneliti melakukan wawancara (Lampiran C-3),
peneliti menemukan bahwa salah satu penyebab timbulnya perbedaan tersebut
berasal dari faktor internal SYF. SYF merupakan orang yang tertutup dan tidak
ingin terlalu menonjolkan diri. Namun ketika diberikan soal-soal matematika SYF
bisa menyelesaikannya. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa SYF merupakan
juara pertama di kelasnya.

12
Ketidaksesuaian antara lembar angket yang diisi dan hasil wawancara juga
peneliti temukan terhadap siswa RI. Pada lembar angket disposisi matematis RI
(Lampiran A-6), ditemukan bahwa butir pernyataan nomor 4, 9, 21, dan 28 yang
dijawab RI pada angket berbeda hasilnya dengan saat wawancara. RI mengakui
bahwa dirinya memang bersemangat dalam belajar matematika, namun RI juga
mengakui bahwa kemampuan matematisnya sangat kurang. RI bersemangat
ketika belajar di dalam kelas saja. Ketika diluar kelas atau dirumah, RI sangat
jarang belajar matematika dikarenakan ada hal lain yang lebih asyik bagi dirinya
ketimbang belajar matematika. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa RI
memiliki daya ingat yang tidak begitu baik. Sehingga semangat yang muncul
ketika belajar di dalam kelas akan meluap setelah pelajaran selesai.
Adanya ketidaksesuaian antara hasil angket yang diisi oleh siswa dan hasil
wawancara membenarkan pernyataan NCTM (2000:17) yang menyatakan bahwa
disposisi matematis selain diukur dengan menggunakan angket, juga harus
ditopang dengan wawancara. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu
(Wiriandi, 2015) dimana untuk mengukur disposisi matematis siswa tidak cukup
jika hanya menggunakan lembar angket disposisi, namun juga diperlukan
wawancara yang mendalam terhadap siswa untuk melihat kebenarannya.
Secara keseluruhan, berdasarkan data ke-37 subjek penelitian, terindikasi
bahwa terdapatnya hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
dan disposisi matematis siswa. Siswa yang memiliki disposisi matematis tinggi
memiliki rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif sebesar 9,6 dengan kategori
baik. Siswa yang memiliki disposisi matematis sedang memiliki rata-rata skor
kemampuan berpikir kreatif sebesar 6,4 dengan kategori cukup. Dan siswa yang
memiliki disposisi matematis rendah memiliki rata-rata skor kemampuan berpikir
kreatif sebesar 3,4 dengan kategori kurang.
Hal tersebut sejalan dengan NCTM (2000:8) yang menyatakan bahwa sikap
dan keyakinan (disposisi matematis) siswa dalam menghadapi matematika dapat
mempengaruhi prestasi mereka dalam menyelesaikan masalah matematis. Dalam
dokumen Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics (NCTM,
2000), disposisi tidak sekedar merujuk pada sikap tetapi juga kecenderungan
berpikir dan bertindak secara positif. Disposisi matematis siswa dapat dilihat
dalam cara siswa mendekati suatu masalah, apakah dengan percaya diri,
mempunyai kemauan kuat untuk menyelesaikannya, tekun, dan tertarik, serta
cenderung untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipikirkannya.
Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan
mereka gigih menghadapi masalah yang menantang, untuk bertanggung jawab
terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di
matematika.
Belajar matematika tidak hanya mengembangkan ranah kognitif. Ketika
siswa berusaha menyelesaikan masalah matematis, antara lain diperlukan rasa
ingin tahu, ulet, percaya diri, serta melakukan refleksi atas cara berpikir. Dalam
matematika hal tersebut dinamakan disposisi matematis (Karlimah, 2010:10).

13
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, wawancara dan pembahasan yang telah
dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Siswa dengan disposisi
matematis tinggi memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan
sebesar 9,6 dengan kategori baik; (2) Siswa dengan disposisi matematis sedang
memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 6,4 dengan
kategori cukup; (3) Siswa dengan disposisi matematis rendah memiliki rata-
rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 3,4 dengan kategori
kurang;
(4) Terindikasi terdapatnya hubungan antara kemampuan berpikir kreatif
matematis dan disposisi matematis. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa
siswa yang memiliki disposisi matematis tinggi memiliki kemampuan berpikir
kreatif baik pula.

Saran
Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan temuan dalam
penelitian ini sebagai berikut: (1) Dalam mengukur disposisi matematis siswa,
sebaiknya data hasil lembar angket disposisi matematis wajib ditopang dengan
melakukan wawancara disposisi matematis agar disposisi matematis siswa
yang diperoleh tidak keliru; (2) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian kualitatif, sebaiknya mempersiapkan diri dengan banyak latihan
dalam menggali informasi agar pada saat melakukan wawancara bisa
memperoleh data yang mendalam; (3) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin
melakukan penelitian mengenai kemampuan berpikir kreatif, instrumen soal
sebaiknya memberikan kebebasan bagi sisa dalam menjawab; (4)
Menggunakan model wawancara klinis dalam melakukan wawancara terhadap
siswa; (5) Bagi guru yang mengajar di sekolah, sebaiknya siswa dibiasakan
untuk diberikan soal-soal yang menunjang berpikir kreatif siswa.

DAFTAR RUJUKAN
Asrori, Ali. 2015. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Bumi Aksara.
Depdiknas. 2006. Standar isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Karlimah. 2010. Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Katz, L. 1993. Dispositions as educational goals. Urbana, IL: ERIC
Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education.
Mahmudi, Ali. 2010. Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.
Manado: Universitas Negeri Yogyakarta.
Munandar, Utami. 2012 . Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta.

14
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School
Mathematics. USA: The National Council of Teachers Mathematics,
Inc.
Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Sugilar, 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Disposisi
Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah Melalui Pembelajaran
Generatif. Bandung: STKIP Siliwangi.
Widiani, Tresia. 2016. Penerapan Pendekatan Saintifik Dan Pengaruhnya
Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Berpikir Kreatif
Siswa. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

15

Anda mungkin juga menyukai