DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Pembatasan Masalah.................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.4 Pemecahan Masalah..................................................................................4
1.5 Tujuan Penelitian.......................................................................................4
1.6 Manfaat Penelitian.....................................................................................4
BAB 2......................................................................................................................6
TINJAUN PUSTAKA.............................................................................................6
2.1 Deskripsi Teori..........................................................................................6
2.1.2 Model Pembelajaran Koperatif..........................................................6
2.1.2 Teknik Paired Story Telling...............................................................9
2.1.3 Kemampuan Bercerita......................................................................14
2.1.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia.......................................................20
2.2 Deskripsi Temuan................................................................................24
2.3 Kerangka Berpikir...............................................................................27
2.4 Hipotesis..............................................................................................28
BAB 3....................................................................................................................29
METODE PENELITIAN.......................................................................................29
3.1 Jenis Penelitian dan Desain.....................................................................29
3.2 Subyek Penelitian dan Sample Penelitian...............................................30
3.3 Lokasi Penelitian.....................................................................................30
3.4 Rencana Tindakan...................................................................................31
i
3.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................................34
3.5.1 Proses Pengumpulan Data................................................................34
3.5.2 Instrumen Pengumpulan Data..........................................................35
3.6 Analisis Data...........................................................................................36
3.7 Indikator Kinerja.....................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam berkomunikasi ada pihak yang terlibat yakni pengirim dan penerima
pesan. Pengirim pesan akan memilih pesan yang disampaikan kemudian
memformulasikannya dalam wujud lambang-lambang berupa bunyi/tulisan yang
disebut proses encoding. Sedangkan penerima menerjamahkan lambang-lambang
bunyi/tulisan yang diterima dari pengirim pesan sehingga mempunyai makna
yang disebut proses decoding. Sehingga kedua belah pihak yang terlibat
komunikasi harus sama-sama memiliki keterampilan memilih lambang
(bunyi/tulisan) untuk menyampaikan pesan bagi si pengirim pesan dan si
penerima harus terampil memberi makna terhadap lambang-lambang
(bunyi/tulisan) yang berisi pesan yang disampaikan.
1
siswa dituntut untuk menggunakan bahasa sebagaimana funginya, tidak hanya
ditekankan pada teori saja.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru
kelas V SD Negeri 1 Watopute pada tanggal 15 September 2020, diperoleh
informasi bahwa kemampuan bercerita siswa kelas V SD Negeri 1 Watopute
masih rendah. Hal ini terlihat ketika guru meminta siswa untuk bercerita, masih
banyak siswa yang tidak mau maju bercerita kedepan kelas disebabkan rasa malu,
takut salah dan rasa gugup dalam diri siswa. Selain itu berdasarkan data nilai rata-
rata siswa untuk kemampuan bercerita juga masih rendah 2019/2020
menunjukkan dari 29 orang siswa hanya 14 atau 48,27 % siswa yang
2
sesuai yang membuat Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (PAIKEM). Salah satu teknik yang sesuai yaitu teknik paired
story telling. Maka penelitian ini merujuk bagaimana teknik paired story telling
dapat memengaruhi kemampuan bercerita siswa agar kemampuan berceritanya
bisa lebih tinggi.
Selain itu banyak kelebihan pembelajaran dengan teknik paired story telling
menurut Lie sebagai berikut : pembelajaran paired storytelling : 1) dapat
meningkatkan partisipasi siswa. 2) cocok untuk tugas-tugas sederhana. 3) lebih
banyak mendapat kesempatan untuk memberikan atau mendapatkan masukan
pada masing-masing anggota kelompok.
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan diatas maka peneliti akan
melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul Penerapan Model Kooperatif
Teknik Paired Story Telling (Bercerita Berpasangan) untuk Meningkatkan
Kemampuan Bercerita Siswa Kelas V Sd Negeri 1 Watopute”
3
1. Materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu materi non fiksi
2. Kemampuan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu kemampuan
berbicara pada materi non fiksi
4
2. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan bercerita dalam
pembelajaran bahasa Indonesia dan suatu proses pembelajaran dapat
PAIKEM (Pemeblajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Meneyenangkan) serta lebih bermakna bagi siswa.
3. Bagi guru dapat meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan model
koperatif teknik paired story telling dalam pembelajaran bahasa Indonesia
dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa
4. Bagi sekolah, hasil penelitian dapat memberikan kontribusi positif bagi
sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses pembelajaran yang
tercermin dari peningkatan kemampuan profesional para guru dan dapat
menjaga prestasi belajar siswa dalam meningkatkan muutu pendidikan di
sekolah tersebut.
5
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman 2013)
6
keseluruhan yang terjadi dalam pembelajaran dari mulai awal, pada saat, maupun
akhir pembelajaran pada tidak hanya guru namun juga siswa. (Hanna 2015)
7
dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Roger dan David Johnson ada lima unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:
8
4. Partispasi dan komunikasi (participation comuniccation), yaitu melatih siswa
untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
9
telling diterapkan untuk pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun
berbicara. Bahan pelajaran yang paling cocok untuk digunakan dengan teknik ini
adalah bahan-bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, tidak menutup
kemungkinan untuk dipakai pada bahan-bahan ajar yang lainnya. Dalam teknik
Paired story telling guru harus memahami kemampuan dan pengalaman siswa dan
membantu mereka mengaktifkan kemampuan dan pengalaman agar bahan pelajan
menjadi bermakna. Dalam kegitan ini siswa juga dirangsang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajiasi. Hasil pemikiran mereka
akan dihargai sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar secara berkelanjutan.
(Huda Miftahul 2016)
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memilih judul buku yang
menarik dan mudah diingat. Studi linguistik membuktikan bahwa judul
mempunyai kontribusi terhadap memori cerita. Melalui judul, audience maupun
pembaca akan memanfaatkan latar belakang pengetahuan untuk memproses isi
10
cerita secara top down. Menurut Mac Donald dalam memilih cerita yang akan
didongengkan, pendongeng dapat mulai mendongeng dengan cerita yang telah
diketahui. Agar dapat menampilkan karakter tokoh, pendongeng terlebih dahulu
harus dapat menghayati sifat-sifat tokoh dan memahami relevansi antara nama
dan sifat-sifat yang dimilikinya. Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut,
pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan, pikiran, dan
emosi tokoh pada saat mendongeng.
11
Cerita yang didongengkan akan terasa berbeda jika pendongeng
melakukan gerakan-gerakan yang merefleksikan apa yang dilakukan
tokoh-tokoh yang didongengkannya.
d. Suara. Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan
pendongeng untuk membawa audience merasakan situasi dari cerita yang
didongengkan. Pendongeng biasanya akan meninggikan intonasi suaranya
untuk merefleksikan cerita yang mulai memasuki tahap yang
menegangkan.
e. Kecepatan. Pendongeng harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada
saat storytelling.
f. Alat Peraga. Untuk menarik minat anak-anak dalam proses storytelling,
perlu adanya alat peraga misalnya boneka kecil yang dipakai di tangan
untuk mewakili tokoh yang sedang menjadi materi dongeng.
12
2.1.2.3 Langkah- Langkah Teknik Paired Story Telling
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan menggunakan
teknik paired story telling
13
memprediksikan dan menulis apa yang terjadi selanjutnya, sedangkan siswa
yang membaca/mendengarkan bagian yang kedua menulis apa yang terjadi
sebelumnya.
k. Tentu saja, versi karangan masing-masing siswa ini tidak harus sama dengan
bahan yang sebenarnya. Tujuan kegitan ini buka untuk mendapatkan jawaban
yang benar, melainkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
memprediksi suatu kisah/bacaan. Setelah selesai menulis, beberapa siswa
bisa diberikkan kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.
l. Kemudian, guru membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada
masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
m. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik pembelajaran pada
pertemuan hari itu. Diskusi ini bisa dilakukan antarpasangan atau bersama
seluruh siswa
14
(2015, hlm.25) mengemukakan bahwa Bercerita merupakan salah satu
kompetensi berbicara yang harus di capai dalam kegiatan pembelajaran siswa
Sekolah Dasar. Menurut Nurbiana Dhieni (2006:6.4) bercerita adalah suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau
tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau
sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena
itu yang menyajikan cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik.
15
tersebut dapat dipraktikkan dan dimanfaatkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-
hari.
1. Membantu pembentuka pribadi dan moral anak. Cerita sangat efektif untuk
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak karena mereka senang
mendengarkan cerita walaupun dibacakan secara berulang-ulang.
Pengulangan, imajinasi anak, dan nilai kedekatan antara guru atau orang tua
membuat cerita menjadi efektif untuk mempengaruhi cara berpikir mereka.
Hal itu dibuktikan oleh psikolog Joseph Strayhorn, Jr dalam bukunya The
Competent Child. Ia menulis tentang kisah keteladanan positif yang berkaitan
dengan masalah anak dalam dunia nyata. Anak yang terbiasa memperoleh
kebahagiaan melalui berbagai kegiatan, termasuk saat-saat menyimak
dongeng, akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih hangat, kompromis, dan
memiliki kecerdasan interpersonal lebih tinggi daripada anakanak yang tidak
memperoleh kesempatan semacam itu. Guru atau orang tua yang berperan
16
sebagai pencerita memiliki posisi sentral sebagai tempat bertanya bahkan
tempat berbagi. Hubungan psikologis ini membuka peluang bagi orang tua
dan guru untuk mentransmisikan ajaran moral dan keteladanan pada anak.
Peran guru sangat penting untuk mampu memaparkan cerita dengan baik,
serta dengan penuh kesabaran menjawab setiap pertanyaan dan tanggapan
dari anak, untuk membanu pembentukan kepribadian dan moral anak.
3. Memacu Kemampuan Verbal Anak. Cerita yang baik tidak hanya sekedar
menghibur tetapi juga mendidik, sekaligus merangsang berkembangnya
komponen kecerdasan linguistik yang paling penting, yakni kemampuan
menggunakan bahasa. Menyimak cerita yang baik bagi anak, sama artinya
17
dengan melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, semantik, dan
pragmatik. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyibunyi
yang bermakna diajarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara
logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks berfungsi dalam makna. Hal
yang lebih penting, anak juga belajar bagaimana mengambil pelajaran
gramatika bahasa tentang bagaimana mengambil pola pergiliran bicara (turn
taking) yang tepat. Ini berarti, secara tidak langsung, anak telah menajamkan
kecerdasan linguistiknya. Dalam periode perkembangan pra operasional anak
mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu
mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. Kemempuan verbal
anak lebih terstimulasi secara efektif pada saat guru melakukan semacam tes
pada anak untuk menceritakan kembali isi cerita. Dari sini anak belajar
berbicara, menuangkan kembali gagasan yang didengarnya dengan gayanya
sendiri. Anak menyusun kata-kata menjadi kalimat dan menyampaikannya
dengan segenap kemampuan. Anak memiliki kemampuan mengucapkan kata
dan menceritakan isi cerita dengan bahasanya sendiri. Anak yang menyadari
kekuatan kata-kata akan berusaha memperbaiki apabila kurang tepat dan
meningkatkannya apabila memperoleh kekuatan. Cerita membuat anak
menyadari arti pentingnya berdialog dan menuangkan gagasan dengan kata-
kata yang baik. Metode ini menjadi solusi belajar bahasa yang menyenangkan
melalui bercerita di dalam kelas.
18
sendiri. Anak terpacu menggunakan kata-kata yang diperolehnya, dan terpacu
menyusun kata-kata dalam kalimat dengan perspektif dongengnya sendiri.
Dari menyimak cer- ita anak terinspirasi untuk menulis dan mengkreasikan
ceritanya dan imajinasinya sendiri. Bercerita dengan media buku, menjadi
stimulasi yang efektif bagi anak-anak, karena pada waktu itu minat baca pada
anak mulai tumbuh. Minat itulah yang harus diberi lahan yang tepat, antara
lain melalui bercerita. Membacakan cerita dapat menjadi contoh yang efektif
bagi anak bagaimana aktivitas membaca harus dilakukan. Secara tidak
langsung anak memperoleh contoh tentang orang yang gemar dan pintar
membaca dari apa yang dilihatnya. Apabila sering memperoleh contoh, minat
baca anak akan tumbuh dengan sendirinya. Memberikan buku cerita yang
bergambar merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan minat baca anak.
Mula-mula anak dibacakan cerita dengan media buku, lama-kelamaan anak
akan dengan sendirinya tertarik untuk membaca buku cerita itu sendiri.
19
2.1.3.3 Tujuan dan Manfaat Bercerita
1. Tujuan
2. Manfaat
20
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis, kapur dan alat belajar),
fasilitas (ruang, kelas audio visual), dan proses yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran (Fakhrurrazi 2018). Berdasarkan dua pengertian ini
penulis menarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang
direncanakan sebagai proses belajar yang direncanakan oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dari pendapat diatas maka dapat dipaparkan bahwa bahasa memiliki peran
penting dalam membentuk karakter manusia. Peran bahasa Indonesia adalah
sebagai cerminan pembentuk karakter bangsa. Bahasa Indonesia harus digunakan
sesuai konteks dan kedudukannya secara baik dan benar. Dengan penggunaan
bahasa Indonesia secara baik dan benar, orang-orang di sekitar kita termasuk
orang asing akan menilai bahwa karakter orang Indonesia adalah berkarakter
sopan-santun. Selain itu, dengan mempelajari bahasa secara baik dan benar,
manusia diharapkan dapat belajar tentang apa itu karakter positif maupun karakter
21
negatif lainnya dalam kehidupannya. Ketika manusia sudah bisa memilah mana
karakter yang positif dan karakter yang negatif, diharapkan karakter tersebut
dapat diintegrasikan dalam kehidupannya sehari-hari.
1) Anak SD/MI adalah anak yang senang bermain. Karakteristik ini menuntun
guru SD/MI untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan
permainan, lebih-lebih bagi siswa kelas rendah. Guru SD seyogyanya
merancang model pembelajaran yang memungkin adanya unsur permainan
di dalamnya. Implementasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia yakni
guru mengajak siswa untuk bermain di luar, lalu siswa disuruh mengamati
apa saja yang terjadi dan ada di lingkungan tersebut, lalu guru menyuruh
siswa untuk menceritakan. Dalam pelajaran bahasa Indonesia hal ini
berkaitan dengan kemampuan bahasa lisan yang dilakukan oleh siswa.
2) Anak SD/MI adalah anak yang senang bergerak. Orang dewasa dapat duduk
berjam-jam, sedangkan anak anak SD/MI dapat duduk dengan tenang paling
lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model
22
pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak.
Implementasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia yakni apabila guru
mengetahui siswanya sudah merasa bosan dan jenuh maka hendaknya guru
menyuruh siswa untuk melakukan olah raga refleksi yang dimana hal ini
bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan pada siswa.
3) Anak SD/MI adalah anak yang senang bekerja dalam kelompok.
Karakteristik ini membawa implementasi bahwa guru harus merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja dan belajar
dalam kelompok. Implementasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia
yakni guru meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan
anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelasaikan suatu tugas secara
kelompok, dimana dalam hal ini akan mendorong siswa untuk belajar
berkomunikasi dengan baik bersama kelompoknya.
4) Anak SD/MI adalah anak yang senang merasakan atau melakukan/
meragakan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari dari teori perkembangan
kognitif, anak SD/MI memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang
dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan
konsep lama berdasarkan pengalaman. (Farhrohman 2017)
23
2.1.4.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013
24
(PTK). Teknik analisis data yang digunakan teknik deskriptif komperatif dan
teknik analisis kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengunaan teknik
paired story telling dapat meningkatkan kemampuan bercerita siswa kelas X3
SMA Shalom Bengkayang Kabupaten Bengkayang. Hasil belajar siswa dalam
materi kemampuan bercerita mengunakan teknik paired story telling pada siswa
kelas X3 SMA Shalom Bengkayang pada siklusnya semakin meningkat dan
mencapai nilai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 72. Peningkatan ini
dapat dilihat dari perbandingan nilai rata-rata dan persentase peningkatan siswa
sebelum dan sesudah penelitian. Sebelum dilakukan penelitian KKM bercerita
nilai rata-rata siswa adalah 17,86% dengan persentase ketuntasan siswa 19,44%.
setelah dilakukan penelitian mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata siswa
24,91% dengan persentase ketuntasan 33,33% untuk siklus I dan pada siklus II
nilai ratarata siswa adalah 27,41% dengan ketuntasan 86.11 sehingga dapat
dikatakan bahwa pembelajaran bercerita menggunakan teknik paired story telling
pada siswa kelas X3 SMA Shalom Kabupaten Bengkayang mengalami
peningkatan.
25
setelah diterapkan model pembelajaran paired storytelling. Berdasarkan data hasil
observasi dalam penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran paired storytelling dapat meningkatkan
keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V
semester II SD Negeri 4 Tejakula Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016.
26
Siklus II. Selain itu, aktivitas belajar siswa juga mengalami peningkatan dari rata-
rata skor 78.12% menjadi 90.65%. Hasil belajar siswa juga mengalami
peningkatan dari rata rata nilai 75.65 menjadi 85.21.
27
Kondisi Awal
Belum menggunakan
model pembelajaran Kemampuan bercerita
kooperatif teknik masih rendah
paired story telling
Tindakan
Kondisi akhir
2.4 Hipotesis
28
BAB 3
METODE PENELITIAN
29
g. Bersifat kasuistik, artinya PTK menggarap kasus-kasus spesifik atau tertentu
dalam pembelajaran yang sifatnya nyata dan terjangkau oleh guru; menggarap
masalah-masalah besar.
h. Menggunakan konteks alamiah kelas, artinya kelas sebagai ajang pelaksanaan
PTK tidak perlu dimanipulasi dan atau direkayasa demi kebutuhan,
kepentingan dan tercapainya tujuan penelitian.
i. Mengutamakan adanya kecukupan data yang diperlukan untuk mencapai
tujuan penelitian, bukan kerepresentasifan (keterwakilan jumlah) sampel
secara kuantitatif. Sebab itu, PTK hanya menuntut penggunaan statistik yang
sederhana, bukan yang rumit.
j. Bermaksud mengubah kenyataan, dan situasi pembelajaran menjadi lebih
baik dan memenuhi harapan, bukan bermaksud membangun teori dan
menguji hipotesis. (Ani Widayati 2018)
30
ini akan dilalukan sebanyak 2 siklus dan tiap siklus terdiri dari dua kali
pertemuan. Alasan peneliti memilih SD Negeri 1 Watopute sebagai tempat
penelitian karena di lokasi ini masih ada kendala terkait keterampilan siswa dalam
menyimak. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V pada
tanggal 15 September 2020. Selain itu karena SD Negeri 1 Watopute merupakan
satu dari beberapa sekolah yang masih beroperasi ditengah pandemi covid-19
karena berada di zona hijau.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas setiap siklus adalah sebagai
berikut:
1. Siklus 1
31
Rincian pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
32
d. Refleksi
2. Siklus II
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
33
evaluasi diakhir pertemuan diakhir siklus. Proses pembelajaran dilaksanakan
sesuai RPP dengan menerapkan teknik paired story.
d. Refleksi
Dari tiap akhir siklus dilihat apakah target penelitian sudah tercapai atau
belum. Refleksi inilah yang dijadikan acuan untuk menentukan langkah-langkah
dalam siklus berikutnya bila target belum tercapai dalam siklus II. Untuk itu perlu
melakukan analisis data yang diperoleh dan melakukan refleksi. Dari pengamatan
melalui lembar pengamatan bagi peserta didik, hasilnya difokuskan kearah tujuan
penelitian. Data yang berkenaan dengan peserta didik dikelompokkan dalam satu
data pendukung penelitian tindakan kelas.
34
1. Observasi
2. Tes
Alasan memilih teknik pengumpulan data berupa Observasi dan Tes yaitu
karena penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas jadi harus
mengetahui kondisi siswa terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian.
Instrumen yang digunakan berupa tes hasil belajar yang berbentuk soal
essay atau uraian sebanyak 10 soal, hal ini untuk mengetahui tingkat keefektifan
penggunaan model kooperatif teknik paired story telling dalam meningkatkan
35
keterampilan pembelajaran setelah dilakukan kegiatan pembelajaran. Tes hasil
belajar akan dilakukan setiap siklus selesai. Hal ini untuk melihat pengaruh model
kooperatif teknik paired story telling terhadap kemampuan berbicara siswa kelas
V SD Negeri 1 Watopute.
Adapun rumus yang akan digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai siswa ditentukan skor yang diperoleh siswa pada tes
yang dilakukan dengan rumus:
% KABS = x 100%
Keterangan :
KABS = Persentase ketuntasan belajar siswa.
NS = Jumlah siswa yang mendapat nilai 75 keatas.
36
N = Jumlah siswa.
% KAMG = x 100
KB = x 100%
Katerangan:
KB = Ketuntasan Belajar
T = Jumlah skor yang diperoleh anak
Tt = Jumlah skor total
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu indikator tentang
keterlaksanaan kegiatan pembelajaran yang termuat dalam lembar observasi dan
indikator pemahaman belajar siswa dalam proses pembelajaran.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Nugroho Yekti. 2018. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Yang
Menyenangkan Dengan Mendongeng. XI:3550.
Oktaviarini, Nourma. Wiratama Angga Novialita. 2019. Seminar Nasional PGSD
UNIKAMA Https://Conference.Unikama.Ac.Id/Artikel/ Vol. 3, November
2019. 3(November):40817.
Rusman. 2013. Model Model Pembelajaran. ke-6. Depok: PT RajaGrafindo
Persada.
Sanjaya Wina. 2015. Penelitian Pendidikan Jenis Metode Dan Prosedur. 3rd ed.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Sri, Hayati. 2017. Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Kooperatif Learning.
Magelang: Graha Cendekia.
Susilowati, Dwi. 2018. Penelitian Tindakan Kelas (Ptk) Solusi Alternatif
Problematika Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Edunomika 2(01):3646.
Yufrinalis, Marianus, Veronika Fedia, and Ebe Gleko. 2019. Penggunaan Teknik
Paired Story Telling Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada
Siswa Kelas V SD Katolik HABI. VI(1):110.
39