PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia (Host Intermediate) pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria,
tetapi kekebalan yang ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi
Kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi. 2) Kekebalan
pasif (Pasif Immunity) kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibodi atau
zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum
dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi baru
lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang tinggi
yang dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang
dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.
dewasa. Anak-anak usia kurang dari lima tahun adalah kelompok terbanyak yang
1
2
penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang
relatif resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria. b. Jenis
segala golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil. c.
Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar
jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas
perkebunan yang datang dari daerah yang non endemis ke daerah yang endemiss
sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-pekerja yang
didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria. d. Ras berbagai
bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial) terhadap
terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog
spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa waktu. f. Cara
hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak memakai
kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan aktivitas di luar
rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak teratur di
dalam rumah.
3
alami terhadap penyakit malaria. Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang
tinggi hampir sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal dan sebagian besar
dalam darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah
dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi. h. Status gizi seorang penderita
malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja farmakokinetik obat
anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat. Selain itu,
disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak yang bergizi baik
dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
i. Sosial budaya, yang dimaksud adalah kebiasaan berada di luar rumah sampai
larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan
rumah dan pengguna zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
(Harijanto, 2006).
Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan
ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan
4
lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika
dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian
negara Eropa. Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan World Health
malaria tersebut telah dirumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme
(GMP). Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya masih berisiko
telah dimulai dari Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau
Batam; tahun 2015 di Pulau Jawa, Provinsi Nanggoroe Aceh Darusalam (NAD) dan
Kepulauan Riau; tahun 2020 di Pulau Sumatera, Nusa Tenggara Barat (NTB),
Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi dan tahun 2030 diharapkan Provinsi Papua,
Provinsi Papua Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Maluku dan
Provinsi Maluku Utara pun telah bebas dari penyakit endemis ini (CDC, 2015).
dilaporkan Insiden Malaria penduduk Indonesia tahun 2007 didapati 2,9 dan
tahun 2013 sebanyak 1,9 . Prevalensi malaria tahun 2013 sebesar 6,0 persen. 5
provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit malaria sering terjadi di Provinsi Papua,
kegiatan penemuan penderita secara aktif Active case Detection maupun Passive
darah positif) dan pengobatan malaria berat (penderita rawat inap). Upaya lain
Beberapa upaya telah dilakukan baik secara kuratif maupun preventif seperti
kejadian malaria. Target penurunan kasus malaria tahun 2030 di Papua adalah
5/1000 untuk annual malariae incidence (AMI) dan 1/1000 untuk annual parasite
incidence (API), tetapi laporan Dinas Kesehatan Kota Jayapura tahun 2018
menunjukkan bahwa kasus malaria di kota Jayapura yaitu angka AMI: 0 per 1000
penduduk dan API: 66.50 per 1000 penduduk. Kejadian penyakit malaria masih
menduduki urutan ke dua dari 10 besar penyakit infeksi di Kota Jayapura, dan
dengan puskesmas lainnya, yaitu sebanyak 6.504 Kksus, Puskesmas Waena 1.990
6
kasus, Puskesmas Skouw Mabo 1.748 kasus, Puskesmas Abepura, 1. 565 kasus,
Puskesmas Kota Raya 1.543 kasus, Puskesmas Twano Entrop 1.237 kasus,
Puskesmas Tanjung Ria 1. 060 kasus, Puskesmas Elly Uyo 969 kasus, Puskesmas
Yoka 893 kasus, Puskesmas Jayapura Utara 694 kasus, Puskesmas Imbi 485 kasus,
Puskesmas Abepantai 456 kasus, dan Puskesmas Hamadi 407 kasus. Keadaan ini
dengan target eleminasi malaria tahun 2030 di Papua nanti sulit terpenuhi. Guna
hingga intervensi yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan nasional dimaksud
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Tahun 2020
Tahun 2020
D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini kiranya bisa menjadi sumbangsih yang berguna bagi berbagai
pihak.
1. Bagi Pemerintah
a. Dinas Kesehatan
eliminasi malaria yang gencar dilakukan menuju Papua bebas malaria tahun
Kota Jayapura.
b. Puskesmas.
3. Bagi Masyarakat
4. Bagi Penulis
Puskesmas.
9
E. Keaslian Penelitian