Anda di halaman 1dari 97

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN POST OP LAPARATOMI

PADA An. N DENGAN MASALAH OBSTRUKSI ILEUS


DI RUANG ANYELIR RSUD RAJA AHMAD THABIB TANJUNGPINANG

DISUSUN OLEH :

1. RIDUWAN 8. THALIA VRENZEZITA. D


2. RIFKI ARISANDI 9. UMIE ASMARANI
3. SISWANTO 10. VERONIKA MERRYCI
4. SRI ASTUTI 11. WIDIA JANNATUL AMANI
5. SRI MURSALINA 12. YANTI YULIANA PURBA
6. SYAFINA NUHA ANNISA 13. YOPITA SARI
7. SYUKRINA NURLAILLI. R 14. ZIA AMIERA AZZAHRA

15. DOSEN PENGAJAR


16. ASMARITA JASDA, S. Kep,. M. Si,. Med
Ns. ELSA GUSRIANTI, S. Kep,. M. Si,. Med

2B KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG
PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya Tugas Kelompok Praktik Klinik Keperawatan
Anak Pada An. N Dengan Post Op Laparatomi dapat terselesaikan. Tugas
kelompok ini dibuat dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti dalam
membuat sebuah karya tulis yang baik dan benar.
Makalah ini dilakukan guna memenuhi tugas dari Dosen Pembimbing
Praktik Klinik Keperawatan Anak yaitu Ibu Ns. Elsa Gusrianti, S. Kep,. M. Si,.
Med dan Ibu Asmarita Jasda, S. Kep,. M. Si,. Med
Kami selaku penyusun tugas kelompok ini mengucapkan terima kasih
kepada  teman yang  telah membantu dalam menyusun tugas kelompok ini,
sehingga dapat terselesaikan.
Kami menyadari meskipun tugas kelompok telah disusun dengan baik dan
teliti tetapi di dalam tugas kelompok ini masih banyak terdapat kekurangan baik
dari segi tulisan maupun isi. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca makalah ini.

Tanjungpinang, 25 April 2021

           

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................4
1.4.1 Bagi Penulis......................................................................................................4
1.4.2 Bagi Institusi Penelitian.....................................................................................4
1.4.3 Bagi Masyarakat................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS.....................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Penyakit......................................................................................5
2.1.1 Anatomi dan Fisiologis...........................................................................................6
2.1.2 Etiologi............................................................................................................10
2.1.3 Patofisiologi...................................................................................................11
2.1.4 Web Of Caution (WOC)....................................................................................8
2.1.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................10
2.1.6 Klasifikasi....................................................................................................11
2.1.7 Penatalaksanaan..............................................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................12
2.1.9 Batasan Karakteristik......................................................................................13
2.2 Askep Teoritis.........................................................................................................14
2.2.1 Pengkajian......................................................................................................14
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................16
2.2.3 Intervensi.........................................................................................................17

ii
BAB III STUDI KASUS..............................................................................................18
3.1 Pengkajian...............................................................................................................18
2.1 Analisa Data.....................................................................................................30
2.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................33
2.3 Intervensi..........................................................................................................34
2.4 Implementasi....................................................................................................42
2.5 Evaluasi............................................................................................................57
BAB IV PENUTUP......................................................................................................68
4.1 Kesimpulan......................................................................................................68
4.1 Saran................................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................70

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan Kesehatan di Indonesia telah berhasil meningkatkan pelayanan
kesehatan dasar secara lebih merata sehingga telah menurunkan angka kematian
bayi dan balita, meningkatkan kesehatan ibu dan anak meningkatkan keadaan gizi
masyarakat dan memperpanjang umur harapan hidup penduduk Indonesia.
Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam hubungannya
dengan masyarakat adalah di Rumah Sakit. Sebagai pemberian layanan kesehatan
yang komplek, mutu layanan hendaklah diperhatikan dan dikembangkan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga tuntunan masyarakat yang terus
berubah dan maju. Dampak perkembangan zaman dan pembangunannya dewasa
ini juga menjadi faktor peningkatan permasalah kesehatan yang ada, menjadikan
banyaknya masalah kesehatan fisik juga masalah kesehatan mental atau spiritual
(Ani, LS. 2016).
Angka kejadian di Indonesia menunjukan kasus laparotomi meningkat
dari 162 kasus pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada 2006 dan 1281 kasus
pada tahun 2007 (Depkes RI, 2007) . Angka kejadian di Rumah Sakit H. Adam
Malik Medan menunjukan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen
tiap tahunya, pada tahun 2008 terdapat 172 kasus laparotomi, lalu pada tahun
2009 terdapat 182 kasus pembedahan laparotomy (Desmita. 2006).
Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Barbara, 2004). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-
400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada
7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan
7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia. Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah
abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut

1
abdomen yang bukan appendicitis akut. Penyebab yang paling sering dari
obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang
terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi,
dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan
dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan
perforasi saluran cerna atau perdarahan (Antara, M., & Wirawan, I. (2013).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi
pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsuhidayat, 2003).
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan untuk
melanjutkan pengawasan pasien yang ketat selama intraoperatif oleh anestesis
sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat
suatu ruangan khusus dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan
diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh
sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal dipandang
perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja,
namun juga pada masa pasca bedah (Ariutami, RK., Subagio HW, 2012).
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat
individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Menurut International
Association for the Studi of Pain (IASP), penyebab nyeri pada anak tidak hanya
dari penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker, tetapi juga cidera, operasi,
luka bakar, infeksi, dan efek kekerasan. Anak-anak juga mengalami nyeri dari
banyak prosedur dan penyelidikan yang digunakan oleh dokter dan perawat untuk
menyelidiki dan mengobati penyakit (Finley, 2005).

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit post laparatomi ?
2. Apa pengertian laparatomi?
3. Bagaimana obstruksi pada ileus?
4. Bagaimana anatomi fisiologi organ sistem pencernaan?
5. Apa etiologi obstruksi ileus?
6. Bagaimana patofisiologi obstruksi ileus?
7. Bagaimana woc dari obstruksi ileus?
8. Bagaimana manifestasi obstruksi ileus?
9. Apasaja klasifikasi obstruksi ileus?
10. Bagaimana penatalaksanaan obstruksi ileus?
11. Apasaja pemeriksaan diagnostik obstruksi ileus?
12. Bagaimana Asuhan Keperawatan secara teoritis?
13. Bagaimana cara memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
post op laparatomi?
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk memberikan gambaran Asuhan Keperawatan Anak dengan Post
Op Laparatomi pada An.N dengan masalah obstruksi ileus di ruang Anyelir
RSUD Raja Ahmad Thabib Tanjungpinang

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui konsep dasar penyakit post laparatomi
2. Mengetahui pengertian laparatomi
3. Mengetahui obstruksi pada ileus
4. Mengetahui anatomi fisiologi organ sistem pencernaan
5. Mengetahui etiologi obstruksi ileus
6. Mengetahui patofisiologi obstruksi ileus
7. Mengetahui woc dari obstruksi ileus
8. Mengetahui manifestasi obstruksi ileus
9. Mengetahui klasifikasi obstruksi ileus

3
10. Mengetahui penatalaksanaan obstruksi ileus
11. Mengidentifikasi data pengkajian yang menunjang masalah
keperawatan pada klien post operasi laparatomi
12. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien post operasi laparotomi
13. Menyusun intervensi keperawatan pada klien post operasi laparotomi
14. Melaksanakan implementasi keperawatan pada klien post operasi
laparotomi
15. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien post operasi
laparotomi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman laporan
mengenai perkembangan proses Asuhan Keperawatan post op Dengan
laparatomi dengan masalah mobilitas fisik

1.4.2 Bagi Institusi Penelitian


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai revisi dalam mengembangkan
pendidikan terkait dengan Asuhan Keperawatan post op Dengan laparatomi
masalah hambatan mobilitas fisik

1.4.3 Bagi Masyarakat


Sebagai bahan masukan bagi peningkatan pemberdayaan keluarga
terutama post op Dengan laparatomi dalam melakukan asuhan keperawatan
khususnya dalam tata laksana secara tepat dan benar

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Obstruksi Ileus
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi
usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Intestinal obstruction terjadi
ketika isi usus tidak dapat melewati saluran gastrointestinal. Ileus adalah
gangguan/hambatan pasase (isi usus) yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan (Ani, LS.
2016).
Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik menyumbat usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.
Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Antara, M., & Wirawan, I.
2013).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologis
1. Usus Halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan

air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna

protein, gula dan lemak ( Ariutami, RK., Subagio HW. 2012).

5
Lapisan usus halus : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot

melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan

lapisan serosa ( Sebelah Luar )Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu

usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus

penyerapan atau ileum ( Arisman. 2014).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri.

Padabagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut

papila vateri. Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus

halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus

kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek

dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum

Treitz (Bakta, IM. 2015).

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari

yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang

berarti dua belas jari (Cahyono, B. 2009).

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan

masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang

bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan

6
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan (Chauhan,

U., Sandeep, G., Dahake, P. 2016).

b. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)

adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari

(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang

seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.

Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan

mesenterium (Dharma, KK. 2013).

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara

histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya

kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus

penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk

membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam

bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus,

yang berarti "kosong".Mukosa usus halus Permukaan epitel yang sangat

halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan

absorpasi (Adin,A. 2009).

7
c. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan

terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.

Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi

menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu (Adriana, D. 2011).

Fungsi usus halus :

1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui

kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

3) Karbonhidrat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.

2. Usus besar (Kolon)

Panjangnya ±1 meter, Lebar 5-6 cm . Usus besar atau kolon dalam

anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rectum (Carande-

Kulis,G.V. 2003).

Usus besar terdiri (Carande-Kulis,G.V. 2003) :

a. Kolon asenden

Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum

sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm

b. Kolon transversum

Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan

panjang ± 28 cm.

8
c. Kolon desenden

Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke

bawah dengan panjangnya ± 25 cm.

d. Kolon sigmoid

Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf

"S" ujung bawah berhubungan dengan rektum. Banyaknya bakteri

yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa

bahan yang membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam

usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti

Vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan

pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi

yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air dan

terjadilah diare (Carande-Kulis,G.V. 2003).

3. Usus Buntu

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: Caecus, “buta”) dalam

istilah anatomi adalah suatu kantung yang berhubung pada usus

penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini

ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian

besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif

memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan

oleh umbai cacing (Arikunto, S. 2010).

9
4. Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan

rektum dengan dunia luar (Bornstein,H. 2010).

2.1.3 Etiologi
Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah

abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan

resiko terjadinya ileus, di antaranya sebagai berikut :

1. Sepsis

2. Obat-batan (misalnya: opoid, antasid, coumarin, amitriptyline,

chlorpromazine).

3. Ganguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalamia,

hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, atau hoposmolalitas).

4. Infark miokard.

5. Pneumonia

6. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cidera spina).

7. Bilier dan ginjal kolik.

8. Cidera kepala dan prosedur bedah saraf.

9. Inflamasi intraabdomen dan peritonitis.

10. Hematoma retroperitoneal.

(Cook,G., Alimudin. (2009).

10
2.1.4 Patofisiologi

Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi organ

abdomen , peritonitis, sepsis, dll, sedang ileus mekanis disebabkan oleh

perlengketan neoplasma, hernia, benda asing, volvulus. Adanya penyebab

tersebut dapat mengakibatkan passage usus terganggu sehingga akumulasi

gas dan cairan dalam lumen usus. Adanya akumulasi isi usus dapat

meneyebabkan gangguan absorbsi H2O dan elektrolit pada lumen usus

yang mengakibatkan kehilangan H2O dan natrium. Selanjutnya akan

terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler sehingga terjadi syok

hypovolemik, penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan ,

hipotensi dan asidosis metabolik (Daryo. 2007).

Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi dinding usus

sehingga timbul nyeri, kram dan kolik. Distensi dinding usus juga dapat

menekan kandung kemih sehingga terjadi retensi urine. Retensi juga dapat

menekan diafragma sehingga ventilasi paru terganggu dan menyebabkan

sulit bernapas. Selain itu distensi juga dapat menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen. Selanjutnya terjadi iskemik dinding usus, kemudian

terjadi nekrosis, rupture dan perforasi, sehingga terjadi pelepasan bakteri

dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi

sistem. Pelepasan bakteri dan toksin ke peritoneum akan menyebabkan

peritonitis septicemia (Depkes RI. 2010).

11
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi komplet sehingga gelombang perstaltik

dapat berbalik arah dan menyebabkan isi usus terdorong ke mulut. keadaan

ini akan menimbulkan muntah-muntah yang akan yang akan menyebabkan

dehidrasi. Muntah-muntah yang berlebihan dapat menyebakan kehilangan

ion hidrogen dan kalium dari lambung serta penurunan klorida dan kalium

dalam darah. (Desmita. 2006).

Merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi

dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh

serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab

untuk serangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan

nyeri (Lauren, S. 2011).

12
2.1.5 Web Of Caution (WOC)

Gangguan Infark Pneumonia Biller & Cidera Peritonitis Hematoma


Sepsis Obat-obatan Trauma
elektronik & Miokard Ginjal Kolik Kepala Retroperitoneal
metabolik

Retensi Penurunan Obstruksi


Perleng Peningkatan Distensi Perforasi
Penurunan Urine volume Peningkatan pada
ketan akumulasi Masuknya dinding dinding
volume cairan penekanan dinding
Neoplas gas dan Benda asing usus usus
cairan ekstraseluler intra lumen usus
ma cairan dalam
lumen usus ekstra
Menekan
seluler
diafragma Menekan Pelepasan
Gangguan Iskemik bakteri
Hipotensi Penurunan kandung Distensi
Obstruksi absorbsi dinding
curah kemih dinding
komplet / H2O dan kepala
Syok jantung usus
elektrolit Menekan
ileus Hipovolemik
diafragma Toksin dari
Retensi usus ke
Syok urine Rupture Peningkatan dalam
Gelombang Kehilangan Asidosis hipovolemik & tekanan peritoneum
peristaltik H2O dan metabolik Ventilasi pada bakteri
berbalik arah Natrium terganggu
ke mulut

Isi usus
terdorong ke
mulut

8
Obstruksi Ileus

Post Op Laparatomi

Distensi dinding usus Saluran (passage) usus terganggu Kenaikan akumulasi cairan
dalam lumen usus.

Menekan kandung kemih Kenaikan akumulasi gas dan


cairan dalam lumen usus Timbul kram pada perut

9
Gangguan absorbsi H2O Distensi dinding Usus
dan elektrolit
Retensi Urine

Merangsang proses
Kehilangan H2O dan Natrium ? inflamasi
Menekan diafragma

Penurunan volume cairan


meningkatkan permeabilitas
Ventilasi paru terganggu pembuluh darah.

Syok Hipovolemik
Sulit bernafas
Vasokonstriksi (oleh
serotonin )
MK : Penurunan
MK : Ketidakefektifan pola Hambatan dalam bergerak curah jantung
napas.
Merangsang nosiseptor yang
menimbulkan kram pada perut
MK : Hambatan Mobilitas
Fisik

MK : Nyeri Akut

Cook,G., Alimudin. (2009), Daryo. (2007), Depkes RI. 2010), Desmita. 2006),Djuwita, E. (2009), (Lauren, S. 2011).

10
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,
artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung.
Nyeri bisa berat dan menetap, nyeri abdomen sering dirasakan sebagai
perasaan tidak enak di perut bagian atas (Ertem,O.I.,Atay ,G. 2007).

2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai


dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas
operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri
iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut,
maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya
nekrosis usus (Farah, J. M. 2008).

3. Obstruksi mekanis di kolon


Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri
akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan
terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Konstipasi
atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih
sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan
tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat
refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan
pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian (Fathani. 2008).
Pada pemeriksaan fisik akan menunjukkan distensi abdomen dan
timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan
terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi (Hadibroto, I., Alam, S.,
Suryaputra, E. 2005).

11
2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif dibedakan menjadi :
1. Ileus Obstruktif letak tinggi : Obstruksi mengenai usus halus dari
gaster sampai ileum terminal.
2. Ileus Obstruktif letak rendah : Obstruksi mengenai usus besar dari
ileum terminal sampai rectum.
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan
stadiumnya, antara lain :
1. Obstruksi Sebagian ( Partial Obstruction ) : Obstruksi terjadi
sebagian sehingga makan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan
defekasi sedikit.
2. Obstruksi Sederhana ( Simple Obstruction ) : Obstruksi / sumbatan
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah ( tidak disertai
gangguan aliran darah ).
3. Obstruksi Strangulasi ( Strangulated Obstruction ) : Obstruksi
disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren.
(Halimsyah. 2008).

2.1.7 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Tindakan Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain:
a. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta
tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis
insisi ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada
eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilicus
untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis
(Hidayat, A.A. 2009).

12
b. Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi
pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus
bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki
keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan
fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah (Hurlock, E. 2007).
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan kolesistotomi
dan splenektomi (Khasanah, I., Prasetyo, A., Rakhmawati, E. 2011).
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior
spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy (Lauren, S. 2011).

2) Penatalaksanaan Keperawatan
Dasar perawatan obstruksi Ileus adalah koreksi keseimbangan
cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal (Burnner & Suddarth. 2002)

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan rektum : Adanya darah menunjukkan kelainan pada usus


besar,kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung 29 dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
2. Laboratorium : Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit dan Analisis urine.
3. Radiologik : Bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : Hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.

13
5. Parasentesis perut : Tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut
yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan
dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan bulibuli terlebih dahulu
(Narendra, M.B. 2004).
2.2 Askep Teoritis
2.2.1 Pengkajian
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama.
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri abdomen.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah
diambil sebelum akhirnya klien dibawah ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan secara medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Ada riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah
sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus , atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peran pasien dalam keluarga, status emosional meningkat, interaksi
sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan

14
dengan tetangga tidak harmonis , status dalam pekerjaan. Dan
apakah klien rajin melakukan ibadah sehari-hari.

5. Aktifitas sehari-hari
a. Pola nutrisi
b. Pola eliminasi
c. Pola personal hygiene
d. Pola istirahat dan tidurPola aktivitas dan latihan
e. Seksualitas / reproduksi
f. Peran
g. Persepsi diri / konsep diri
h. Kognitif diri / konsep diri
i. Kognitif perseptual

6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemotoma atau
riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam menganggkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (Nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakan bola mata kelateral (nervus
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfactorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan atau lidah akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
Inspeksi: kesimetrisan bentuk, kembang dan kempih dada.

15
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan dan masa
Perkusi: mendengar bunyi hasil perkusi, untuk mengetahui suara
napas.

f. Abdomen
Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi: mendengar bising usus
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
g. Ekstremitas
Pengukuran kekuatan otot
1) Nilai 0 : bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : bila terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi
3) Nilai 2 : bila ada gerakan pada sendi tetatpi tidak bisa melawan
gravitasi
4) Nilai 3 : bila dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat
melawan tekenan pemeriksaan
5) Nilai 4 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Laparotomi menurut NANDA (2015), adalah :
1. Nyeri Akut Berhubungan dengan distensi dinding usus.
2. Ketidakefektifan Pola Nafas Berhubungan dengan ventilasi paru
terganggu.
3. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan hambatan dalam bergerak.
4. Penurunan Curah jantung Berhubungan dengan Syok hipovolemik.

16
2.2.3 Intervensi

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

Nyeri Akut berhubungan dengan distensi NOC : Tingkat Nyeri NIC : Manajemen Nyeri
dinding usus

1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara


2. Pain control, komprehensif termasuk lokasi,
3. Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

Batasan Karakteristik : dan faktor presipitasi.

Setelah dilakukan tindakan

- Skala nyeri (face) keperawatan selama 3 hari, pasien 2. observasi reaksi nonverbal dari

- Mengeluh nyeri tidak mengalami nyeri, dengan kriteria ketidaknyamanan.

- TD, Nadi, Suhu, RR. hasil :

17
- PQRST. 1. mampu mengontrol nyeri ( tahu 3. bantu pasien dan keluarga untuk
penyebab nyeri, mampu menggunakan mencari dan menemukan dukungan.
teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri dan mencari 4. kontrol lingkungan yang dapat
bantuan). mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.

5. kurangi faktor presipitasi nyeri.


2. melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen 6. kaji tipe dan sumber nyeri untuk
nyeri. menentukan intervensi.

3. mampu mengenali nyeri ( skala, 7. ajarkan tentang teknik non


intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). farmakologi : napas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat / dingin.
4. menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang. 8. kolaborasi pemberikan analgetik untuk

18
5. tanda vital dalam rentang normal. mengurangi nyeri.

6. tidak mengalami gangguan tidur. 9. tingkatkan istirahat.

10. berikan informasi tentang nyeri seperti


penyebab nyeri, barapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur.

11. monitor vital sign sebelum dan


sesudah pemberian analgesik pertama kali.

19
20
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

Ketidakefektifan pola nafas NOC: Pola Napas NIC: Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan ventilasi paru
terganggu 1. Respiratory status : Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
2. Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
patency 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Vital sign status 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau

Batasan Karakteristik : 4. Setelah dilakukan tindakan suction


keperawatan selama 3 hari pasien 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
menunjukkan keefektifan pola suara tambahan
- Penggunaan otot bantu
nafas, dibuktikan dengan kriteria 5. Berikan bronkodilator
pernapasan.
hasil: 6. Berikan pelembab udara kassa basah
- Pola napas normal/abnormal.
5. Mendemonstrasikan batuk efektif NaCl lembab
- RR.
dan suara nafas yang bersih, tidak 7. Atur intake untuk cairan
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengoptimalkan keseimbangan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Monitor respirasi dan status O2

21
bernafas dengan mudah, tidak ada 9. Bersihkan mulut, hidung dan secret
pursed lips) trakea
6. Menunjukkan jalan nafas yang 10. Pertahankan jalan nafas yang paten
paten (klien tidak merasa tercekik, 11. Observasi adanya tanda-tanda
irama nafas, frekuensi pernafasan hipoventilasi
dalam rentang normal, tidak ada 12. Monitor adanya kecemasan pasien
suara nafas abnormal) terhadap oksigenisasi
7. Tanda-tanda vital dalam rentang 13. Monitor vital sign
normal (tekanan darah, nadi, 14. Informasikan pada pasien dan
pernafasan) keluarga tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas
15. Ajarkan bagaimana batuk efektif
16. Monitor pola nafas

Hambatan mobilitas fisik berhubungan NOC: Mobilitas Fisik NIC : Dukungan Ambulasi
dengan hambatan dalam bergerak

1. Mobility level Exercise therapy : ambulation


2. Self care : ADLs

22
Batasan Karakteristik : 3. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign sebelum /
keperawatan selama 3 hari, sesudah latihan dan lihat respon

- Mengeluh sulit bergerak. hambatan mobilitas fisik teratasi pasien saat latihan.

- Memenuhi aktivitas sehari-hari. dengan kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik

- Kekuatan otot. 4. Klien meningkat dalam aktivitas tentang rencana ambulasi sesuai
fisik. dengan kebutuhan.
5. Mengerti tujuan dari peningkatan 3. Bantu klien untuk menggunakan
mobilitas. tongkat saat berjalan dan cegah
6. Memverbalisasikan perasaan terhadap cedera.
dalam meningkatkan kekuatan dan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
kemampuan berpindah. kesehatan lain tentang teknik
7. Memperagakan penggunaan alat ambulasi.
bantu untuk mobilisasi ( walker ). 5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi.
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan.
7. Dampingi dan bantu pasien saat

23
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
8. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.

Penurunan Curah Jantung berhubungan NOC : Status Sirkulasi NIC : Perawatan Jantung
dengan Syok Hipovolemik

1. Circulation Status 1. Evaluasi adanya nyeri dada.


2. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung.
a. Setelah dilakukan asuhan 3. Catat adanya tanda dan gejala

Batasan Karakteristik : selama 3 hari penurunan penurunan cardiac output.


kardiak output klien teratasi 4. Monitor status pernafasan yang
dengan kriteria hasil : menandakan gagal jantung.
- Irama jantung.
3. Tanda vital dalam rentang normal 5. Monitor balance cairan.
- TD, Nadi perifer
a. ( tekanan darah, nadi, 6. Monitor respon pasien terhadap

24
- Capillary refill time. respirasi ). efek pengobatan antiaritmia.
- Warna kulit. 4. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak 7. Atur periode latihan dan istirahat
ada kelelahan. untuk menghindari kelelahan.
5. Tidak ada edema paru, perifer, dan 8. Monitor toleransi aktivitas pasien.
tidak ada asites. 9. Monitor adanya dyspneu, fatigue,
6. Tidak ada penurunan kesadaran. tekipneu dan ortopneu.
7. AGD dalam batas normal. 10. Anjurkan untuk menurunkan stress.
8. Tidak ada distensi vena leher. 11. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum,
9. Warna kulit normal. selama, dan setelah aktivitas.
12. Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung.
13. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan.
14. Monitor pola pernapasan abnormal.
15. Monitor suhu, warna, dan
kelembutan kulit.
16. Monitor sianosis perifer.
17. Monitor adanya cushing triad

25
( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, dan peningkatan
sistolik).
18. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
19. Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen.
20. Sediakan informasi untuk
mengurangi stress.
21. Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung.
22. Kelolan pemberian antikoagulan
untuk mencegah trombus perifer.
23. Minimalkan stress lingkungan.

26
27
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Pengkajian

A. Pengumpulan Data
1. Biodata Pasien
a. Nama : An. N
b. Usia : 10 Tahun
c. Alamat : Perumahan Agung Vista Km.9
d. Jenis Kelamin : Laki- Laki
e. Pendidikan : SD
f. Diagnosa Medis : Trauma Tumpul Abdomen
Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. K
b. Usia : 38 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Wiraswasta
f. Alamat : Perumahan Agung Vista km.9
g. Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung

2. Informasi Medik yang penting waktu masuk


Tanggal Masuk : Rabu, 21-04-2021
Tanggal Pengkajian : Kamis, 22-04-2021
No. Medical Record : 13-08-81
Ruang Rawat : Irna Anyelir
Diagnosa Post Op : Post Laparatomi dengan Obstruksi
Ileus
Yang mengirim/merujuk : dr. Iswahyudi, Sp.B
Alasan Masuk : Trauma Tumpul Abdomen

18
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :
1) Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit
Ibu klien mengatakan klien sesak dan merasakan nyeri yang
sangat hebat dibagian perutnya tepatnya di bagian
Laparatominya
2) Keluhan utama saat pengkajian
Klien tampak sedikit sesak, lemah dan wajah klien
tampak meringis menahan nyeri. ibu klien mengatakan
sering mengelus dada klien dan klien hanya bisa pindah
posisi kanan dan kiri dengan cara mengerakkan secara
perlahan.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)


P : An.N tertimpa cincin sumur
Q : Seperti tertindih dan ngilu.
R : Bagian dada dan sekitar bekas dioperasi
S : Skala nyeri 6.
T : Saat bergerak dan menarik nafas dalam dan saat merubah
posisi baring.

Ket : Angka Skala nyeri

0 = tidak sakit.

1-2 = sedikit sakit.

3-4 = agak mengganggu.

5- 6 = mengganggu aktivitas.

7–8 = sangat mengganggu.

9 – 10 = sakit yang tak tertahankan.

(Andarmoyo,S. 2013 )

19
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu klien mengatakan klien pernah mengalami DBD dan di rawat
di RSAL kurang lebih satu minggu sekitar lima tahun yang lalu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu Klien mengatakan dari keluarganya tidak ada riwayat
penyakit apapun.

e. Genogram

Keterangan :

Laki laki

Perempuan

Meninggal

Klien

Tinggal Bersama

e. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


1. Riwayat pertumbuhan
BB: 30 kg
TB: 125 cm

20
Tabel Pertumbuhan sesuai BB/TB ( Depkes, 2019 )
USIA LAKI – LAKI PEREMPUAN
BERAT BADAN Tinggi Badan Berat Badan Tinggi Badan
6 tahun 21 kg 116 cm 20 kg 115 cm
7 tahun 23 kg 122 cm 23 kg 122 cm
8 tahun 26 kg 128 cm 26 kg 128 cm
9 tahun 29 kg 134 cm 29 kg 133 cm
10 tahun 32 kg 139 cm 33 kg 138 cm
11 tahun 36 kg 144 cm 37 kg 144 cm
12 tahun 41 kg 149 cm 42 kg 152 cm

 IMT menurut Umur :


IMT = 30 kg / (1,25)^2 = 30 kg / 1,5625 m^2 = 19,2 kg/m^2.

2. Riwayat Perkembangan
 Ibu klien mengatakan klien mulai memahami hubungan,
dan perannya di rumah.

21
 Mudah bergaul dengan teman sebaya.
 Mengerti dan sadar akan sudut pandang pendapat orang
lain.
 Klien memberitahu daerah nyeri kepada ibu klien.

Tabel Perkembangan Anak Usia 10 Tahun ( Depkes RI, 2007 )


PERKEMBANGAN ANAK USIA 10 TAHUN
Bahasa - Sadar beberapa kata punya 2 makna.
- Paham & menggunakan beragam sudut pandang
dalam berkomunikasi dengan orang lain.
- Senang menggunakan bahasa gaul saat bersosialisasi.
- Mengekspresikan perasaan & emosi secara verbal
dengan detail.
- Menggunakan humor yang tidak masuk akal saat
cerita lelucon dan teka-teki.
- Menggunakan tata bahasa yang baik dan mengenali
ketika penggunaanya salah.
Fisik - Melempar bola ke sasaran dengan akurat.
- Menikmati olahraga tim ; perlu meningkatkan
keterampilan kompleks, termasuk strategi permainan.
- Tinggi badan bertambah, setidaknya 5 cm per tahun.
- Kehilangan gigi susu, gigi permanen kadang tumbuh
tumpang tindih karena rahang kecil.
- Senang kerja tangan , seperti memasak, prakarya, dan
menjahit.
- Ukuran otak meningkat, hampir seukuran otak orang
dewasa.
Kognitif - Mampu analisis bacaan berdasarkan pengalaman &
logika.
- Senang tantangan berhitung, termasuk dengan
batasan waktu.
- Tidak betah duduk & mengerjakan tugas lebih dari

22
30 menit.
- Suka bereksperimen dengan alat sehari-hari.

Sosial Emosional - Bermain dengan yang berminat.


- Marah saat di ejek atau diberi julukan.
- Kagum pada guru, pelatih, ketua kelas, sering cari
perhatian mereka.
- Paham perilaku dapat melukai perasaan atau nilai
moral, seperti jujur dan respek.
- Tidak menunjukkan marah dengan tindakan fisik.

Kesimpulan :
- Dalam riwayat pertumbuhan An. N termasuk lambat dalam pertumbuhan
dengan status gizi normal.
- Dalam riwayat perkembangan normal dalam bersosial teman sebaya dan
keluarga.

f. Riwayat Imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi lengkap
sampai umur lima tahun.

23
4. Data Biologis
a. Pola Aktifitas Sehari-hari
ibu klien mengatakan kebutuhan sehari-hari dibantu oleh ibu dan keluarganya.
Nutrisi : Makanan & minuman Sebelum sakit Selama sakit
Jenis makanan : nasi + lauk + sayur Lewat infus & tidak nafsu makan
Pola makan : teratur Tidak teratur
Frekuensi : 3x sehari 1x sehari makan
Porsi makan : 1 piring habis ½ piring habis
Nafsu makan : Baik Kurang baik
Frekuensi minum : 14. – 4 gelas / hari, 1000 ml 1-2 gelas / hari, 500 ml
Istirahat & Tidur Istirahat Sebelum Sakit Selama Sakit
Tidur malam : 7 -8 jam / hari 8 -10 jam / hari
Tidur siang : 2-3 jam / hari 3-4 jam / hari
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
Eliminasi BAK Sebelum sakit Selama sakit
Frekuensi : 4-7x/hari 2-3 x/hari
Warna : Kuning jernih Kuning jernih

BAB : 1-2x/hari 1x / hari

23
Frekuensi : Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Warna : Lunak Semi padat
Konsistensi : Tidak ada Tidak ada
Keluhan :
Personal Hygine Kebersihan Diri Sebelum sakit Selama Sakit
Mandi : 2x sehari Pasien hanya di lap-lap saja, 1x sehari
Ganti pakaian : 2x sehari 1x sehari
Oral hygine : 2x sehari 1x sehari

24
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum: Klien tampak lemah, menahan nyeri dan
wajah pucat, CRT 2 detik.
2) Tanda-tanda vital :
 TD: 93/61 mmHg ( normal = 110 / 66 mmHg ).
 S: 36,2℃ ( normal = 35,9 - 36,7Oc )
 RR: 35×/menit ( normal = 20 – 30 x /menit)
 N: 120×/menit ( normal = 80 – 90 x / menit )
3) Pemeriksaan wajah
a) Mata
Inspeksi : Tidak ada lagoptalamus, wajah pucat.
Palpasi : Tidak ada gangguan perarakan mata
b) Hidung
Inspeksi : Hidung tampak simetris
Palpasi : Tidak ada krepitasi
c) Mulut
Inspeksi : Bibir tampak pucat dan tidak ada lesi serta
simetris pada bibir
d) Telinga
Inspeksi : Telinga tampak bersih
4) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala
Inspeksi : Tampak simetris dan bersih
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan
b) Leher
Inspeksi : Tampak bersih
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan

25
 Kekuatan otot ( ekstermitas atas dan ekstermitas bawah ).

2 2
2 2

Ket : 0 = tidak terdapat kontraksi otot sama sekali, atau


lumpuh total.
1 = terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
dapat menggerakan persendian.
2 = pasien mampu menggerakkan ekstremitas,
namun gerakan ini tidak mampu melawan
gaya berat, misalnya pasien mampu menggeser
lengan namun tidak dapat mengangkatnya.
3 = kekuatan otot sangat lemah, akan tetapi
anggota tubuh dapat digerakkan melawan gaya
gravitasi.
4 = kekuatan otot lemah, tetapi anggota tubuh
dapat digerakkan melawan gaya gravitasi, dan
dapat pula menahan sedikit tahanan yang
diberikan.
5 = tidak didapatkan kelumpuhan, atau kondisi
normal.
5) Pemeriksaan Thoraks / dada
a) Pemeriksaan paru
Inspeksi :Bentuk dada simetris dan saat klien
menarik napas menggunakan otot bantu
pernapasan (bahu).
Auskultasi :Tidak adanya bunyi tambahan dan suara
nafas vesikuler (bersih)
Palpasi: Tidak dapat di lakukan pemeriksaan dikarenakan
pasien mengalami sesak napas.

26
b) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis (tidak terlihat)
Auskultasi : BJ 1 terdengar tunggal, lemah, reguler
BJ 2 terdengar tunggal, lemah, reguler
6) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Tampak datar, terdapat perban post op
laparatomi, terdapat kemerahan disekitar
post op.
Palpasi : tidak bisa dilukakan karena terdapat area
perban post op laparatomi.
Perkusi : tidak bisa dilakukan karena terdapat area
baru perban post op laparatomi 1 hari
yang lalu.
Auskultasi : tidak bisa dilakukan karena terdapat area
perban post op laparatomi dan pasien
nyeri.
7) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
Inspeksi : tangan kanan dan kiri tampak simetris
Palpasi : tidak adanya teraba bejolan, turgor kulit
hangat.
b) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : kaki kanan dan kiri tampak simetris
Palpasi : tidak teraba benjolan, turgor kulit hangat.
8) Pemeriksaan Genetalia dan Rectal
a) Genetalia pria
Inspeksi : tidak adanya lesi
b) Genetalia Wanita : -

27
5. Data Psikologis
Ibu klien mengatakan klien pendiam orangnya
6. Data Sosial dan Spiritual
Ibu klien mengatakan klien sering bermain setelah pulang sekolah
dan melakukan kegiatan didalam maupun diluar rumah serta rajin
ibadah, mengikuti pengajian di Surau setelah solat magrib.

7. Data Penunjang
a. Darah/urine/feses
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan
Hematologi
Hemaglobin 7,64 gl dl 12.00-15.00 Kurang
Leukosit 9,85 ribu u/s 4.50-13.50 Normal
Eritrosit 2,84 juta 4.00-5.40 Kurang
Hematokrit 22,7 % 35.0-49.0 Normal
Trombosit 156,0 ribu u/s 150.0-450.0 Normal
RDW- CV 11,9 a 80.0-94.0 Kurang
MCH 26,9 Pg 26.0-94.0 Normal
MCHC 33,6 % 32.0-36.0 Normal

Hitungan jenis
Basofil 0,738 % 0.000-2,000 Normal
Eosinofil 0,48 % 1.0-4.0 Kurang
Neutrofil 73,7 % 23.0-53.0 Berlebih
Limfosit 17,20 % 23.0-53.0 Kurang
Monosit 7,90 % 2.00-11.00 Normal

b. Terapi dan pengobatan


1) Cairan infus: IVFD RL 20 tmp, 1xsehari
Fungsi : diberikan pada jam setiap hari terpasang infus,
menggantikan cairan tubuh yang hilang saat mengalami luka,
cedera, atau menjalani operasi yang menyebabkan
kehilangan darah dengan cepat dalam jumlah yang banyak.
2) Ganti Perban : Kasa + Nacl 1xsehari, setiap jam 08.30 pagi
mengganti perban.

28
3) Obat- obatan
N NAMA OBAT DOSIS & PEMAKAIAN FUNGSI
O

1. Keterolac - inj 30 mg , 1 x sehari obat untuk meredakan nyeri dan


- Diberikan pada jam 10.00 peradangan.
pagi

2. Ranitidine - inj 50 mg 2 x sehari untuk mengatasi berbagai


- Diberikan sebelum makan. kondisi yang berhubungan
dengan asam berlebih di dalam
lambung.
3. St ceftriaxone - 20mg, 1 x sehari untuk mengatasi berbagai
- Diberikan pada jam 14.00 infeksi bakteri yang terjadi pada
siang, tubuh.

4. As troneksanat - 250 mg 1 x sehari untuk menghentikan perdarahan


- diberikan setiap jam 09.00 pada beberapa kondisi, seperti
pagi. mimisan yang tidak kunjung
berhenti, menorrhagia, cedera,
prosedur cabut gigi, atau
perdarahan pascaoperasi.
5. Ceftriaxone - inj 500 mg 1 x sehari untuk mengatasi berbagai
- diberikan pada jam 14.00 infeksi bakteri yang terjadi pada
siang. tubuh.

29
2.1 Analisa Data

DATA YANG MENYIMPANG ETIOLOGI MASAL

Nyeri Akut Berhubungan dengan distensi Kenaikan akumulasi cairan Nyeri A


dinding usus. dalam lumen usus

DS :

1. Ny. K mengatakan klien mengeluh nyeri Distensi dinding usus


di bagian perut pada bagian appendiks.

DO :
Timbul kram pada perut
1. Skala nyeri 6 ( sedang ).

Ket : Angka Skala nyeri


Nyeri Akut
0 = tidak sakit.

1-2 = sedikit sakit. Kenaikan akumulasi cairan


3-4 = agak mengganggu. dalam lumen usus.

5- 6 = mengganggu aktivitas.

7–8 = sangat mengganggu.

9 – 10 = sakit yang tak tertahankan.

2. wajah klien tampak meringis menahan


nyeri, gelisah dan pucat.

3. TD: 93/61 mmHg


( normal = 110 / 66 mmHg ).
S: 36,2℃
( normal = 35,9 - 36,7Oc )
RR: 35×/menit
( normal = 20 – 30 x /menit)
N: 120×/menit
( normal = 80 – 90 x / menit )

30
4. P : An.N tertimpa cincin sumur
Q : Seperti tertindih dan ngilu.
R : Bagian dada dan sekitar bekas
dioperasi
S : Skala nyeri 6.
T : Saat bergerak dan menarik nafas
dalam dan saat merubah posisi baring.

5. Terapi Obat :
- Keterolac , inj 30 mg , 1 x sehari,
Diberikan pada jam 10.00 pagi.
- As troneksanat, 250 mg 1 x sehari
diberikan setiap jam 09.00 pagi.

Ketidakefektifan Pola Napas Distensi dinding usus Ketidakef


Berhubungan Dengan ventilasi paru Pola na
terganggu.
Menekan kandung kemih
DS :

1. ibu Klien mengatakan klien tampak Retensi urine


sesak dan lemah.

2. ibu klien mengatakan sering mengelus Menekan diafragma


dada klien.

Ventilasi paru terganggu

DO :
Sulit bernapas
1. saat klien menarik napas menggunakan

31
otot bantu pernapasan ( bahu).

2. tidak ada bunyi tambahan dan suara nafas Ketidakefektifan pola napas

vesikuler ( bersih ) .

3. RR: 35×/menit ( normal = 20 – 30 x


/menit)

Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan Ventilasi paru terganggu Hamba


Dengan hambatan dalam bergerak. mobilita

DS : Sulit bernapas

1. ibu klien mengatakan untuk memenuhi


kebutuhan sehari-hari dibantu oleh ibu dan Hamabatan dalam bergerak
keluarganya.
2. ibu klien mengatatakan klien hanya bisa
Hambatan monilitas fisik
pindah posisi kanan dan kiri dengan cara
mengerakkan secara perlahan.

DO :

1. P : An.N tertimpa cincin sumur


Q : Seperti tertindih dan ngilu.
R : Bagian dada dan sekitar bekas
dioperasi
S : Skala nyeri 6.
T : Saat bergerak dan menarik nafas
dalam dan saat merubah posisi baring.

2. Kekuatan otot :

2 2
2 2

32
Ket :
2 = pasien mampu menggerakkan
ekstremitas, namun gerakan ini tidak
mampu melawan gaya berat, misalnya
pasien mampu menggeser lengan namun
tidak dapat mengangkatnya.
Penurunan curah jantung berhubungan Passage usus terganggu Penuru
dengan syok hipovolemik. curah ja

DS : Kenaikan akumulasi gas dan cairan


dalam lumen usus
1. ibu Klien mengatakan klien tampak
sesak dan lemah.
Gangguan absorbsi H2O dan elektrolit
DO :

1. BJ 1 terdengar tunggal, lemah, reguler


Penurunan volume cairan
BJ 2 terdengar tunggal, lemah, regular
2. TD: 93/61 mmHg
( normal = 110 / 66 mmHg ). Syok hipovolemik

N: 120×/menit
( normal = 80 – 90 x / menit )
Penurunan Curah Jantung
3. Capillary Refill Time ( CRT ) : 2 detik.
4. - wajah klien tampak pucat.
- mukosa Bibir tampak pucat
- turgor kulit teraba hangat.

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut Berhubungan dengan distensi dinding usus.

33
2. Ketidakefektifan Pola Napas Berhubungan Dengan ventilasi paru
terganggu.
3. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan hambatan dalam
bergerak.
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan syok hipovolemik.

34
2.3 Intervensi

INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


Nyeri Akut berhubungan dengan distensi NOC : Tingkat Nyeri NIC : Manajemen Nyeri
dinding usus 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
2. Pain control, komprehensif termasuk lokasi,
3. Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Setelah dilakukan tindakan dan faktor presipitasi.
keperawatan selama 3 hari, pasien 2. observasi reaksi nonverbal dari
tidak mengalami nyeri, dengan kriteria ketidaknyamanan.
hasil : 3. bantu pasien dan keluarga untuk
1. mampu mengontrol nyeri ( tahu mencari dan menemukan dukungan.
penyebab nyeri, mampu menggunakan 4. kontrol lingkungan yang dapat
teknik nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
mengurangi nyeri dan mencari pencahayaan dan kebisingan.
bantuan). 5. kurangi faktor presipitasi nyeri.
2. melaporkan bahwa nyeri berkurang 6. kaji tipe dan sumber nyeri untuk
dengan menggunakan manajemen menentukan intervensi.

35
nyeri. 7. ajarkan tentang teknik non
3. mampu mengenali nyeri ( skala, farmakologi : napas dalam, relaksasi,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). distraksi, kompres hangat / dingin.
4. menyatakan rasa nyaman setelah 8. kolaborasi pemberikan analgetik untuk
nyeri berkurang. mengurangi nyeri.
5. tanda vital dalam rentang normal. 9. tingkatkan istirahat.
6. tidak mengalami gangguan tidur. 10. berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, barapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur.
11. monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama kali.

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

36
Ketidakefektifan pola nafas NOC: Pola Napas NIC: Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan ventilasi paru 1. Respiratory status : Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
terganggu. 2. Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
patency 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Vital sign status 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau
4. Setelah dilakukan tindakan suction
keperawatan selama 3 hari pasien 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
menunjukkan keefektifan pola suara tambahan
nafas, dibuktikan dengan kriteria 5. Berikan bronkodilator
hasil: 6. Berikan pelembab udara kassa basah
5. Mendemonstrasikan batuk efektif NaCl lembab
dan suara nafas yang bersih, tidak 7. Atur intake untuk cairan
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengoptimalkan keseimbangan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Monitor respirasi dan status O2
bernafas dengan mudah, tidak ada 9. Bersihkan mulut, hidung dan secret
pursed lips) trakea
6. Menunjukkan jalan nafas yang 10. Pertahankan jalan nafas yang paten
paten (klien tidak merasa tercekik, 11. Observasi adanya tanda-tanda
irama nafas, frekuensi pernafasan hipoventilasi

37
dalam rentang normal, tidak ada 12. Monitor adanya kecemasan pasien
suara nafas abnormal) terhadap oksigenisasi
7. Tanda-tanda vital dalam rentang 13. Monitor vital sign
normal (tekanan darah, nadi, 14. Informasikan pada pasien dan
pernafasan) keluarga tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas
15. Ajarkan bagaimana batuk efektif
16. Monitor pola nafas
Hambatan mobilitas fisik berhubungan NOC: Mobilitas Fisik NIC : Dukungan Ambulasi
dengan hambatan dalam bergerak. 1. Mobility level Exercise therapy : ambulation
2. Self care : ADLs 1. Monitoring vital sign sebelum /
3. Setelah dilakukan tindakan sesudah latihan dan lihat respon
keperawatan selama 3 hari, pasien saat latihan.
hambatan mobilitas fisik teratasi 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
dengan kriteria hasil : tentang rencana ambulasi sesuai
4. Klien meningkat dalam aktivitas dengan kebutuhan.
fisik. 3. Bantu klien untuk menggunakan
5. Mengerti tujuan dari peningkatan tongkat saat berjalan dan cegah
mobilitas. terhadap cedera.

38
6. Memverbalisasikan perasaan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
dalam meningkatkan kekuatan dan kesehatan lain tentang teknik
kemampuan berpindah. ambulasi.
7. Memperagakan penggunaan alat 5. Kaji kemampuan pasien dalam
bantu untuk mobilisasi ( walker ). mobilisasi.
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan.
7. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
8. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
Penurunan Curah Jantung berhubungan NOC : Status Sirkulasi NIC : Perawatan Jantung
dengan Syok Hipovolemik 1. Circulation Status 1. Evaluasi adanya nyeri dada.
2. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung.

39
3. Catat adanya tanda dan gejala
a. Setelah dilakukan asuhan penurunan cardiac output.
selama 3 hari penurunan 4. Monitor status pernafasan yang
kardiak output klien teratasi menandakan gagal jantung.
dengan kriteria hasil : 5. Monitor balance cairan.
3. Tanda vital dalam rentang normal 6. Monitor respon pasien terhadap
a. ( tekanan darah, nadi, efek pengobatan antiaritmia.
respirasi ). 7. Atur periode latihan dan istirahat
4. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak untuk menghindari kelelahan.
ada kelelahan. 8. Monitor toleransi aktivitas pasien.
5. Tidak ada edema paru, perifer, dan 9. Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tidak ada asites. tekipneu dan ortopneu.
6. tidak ada penurunan kesadaran. 10. Anjurkan untuk menurunkan stress.
7. AGD dalam batas normal. 11. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum,
8. Tidak ada distensi vena leher. selama, dan setelah aktivitas.
9. Warna kulit normal. 12. Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung.
13. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan.

40
14. Monitor pola pernapasan abnormal.
15. Monitor suhu, warna, dan
kelembutan kulit.
16. Monitor sianosis perifer.
17. Monitor adanya cushing triad
( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, dan peningkatan
sistolik).
18. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
19. Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen.
20. Sediakan informasi untuk
mengurangi stress.
21. Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung.
22. Kelolan pemberian antikoagulan

41
untuk mencegah trombus perifer.
23. Minimalkan stress lingkungan.

2.4 Implementasi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tanggal / Jam No. DX Implementasi Respon Paraf

42
Jumat, 1 Menanyakan penyebab dan lokasi nyeri. S : - Ny. K mengatakan anaknya masih mengeluh
nyeri pada bekas operasi di bagian perut.
23/04/2021 Monitor vital sign TTV
O : - skala nyeri 5.
08.20 wib
An. K terpasang IVFD RL 20 tmp

TD : 115/72 mmHg S : 36oC

N : 100 x/menit RR : 28 x/menit

09.45 WIB 1 Menanyakan Reaksi / keluhan nyeri klien. S : - Ny. K mengatakan An. N masih nyeri luka
post Operasi.
Kolaborasi Pemberian Obat mengurangi nyeri.
O : - wajah An. N tampak meringis menahan nyeri.

An. N sering mengeluh nyeri kepada ibunya.

Pemberian Obat Katerolac sudah masuk melalui IV


Bolus.

10.30 WIB 1 Ajarkan Teknik Non farmakologi S : - Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan
melakukan kembali relaksasi napas dalam.
( relaksasi napas dalam).
O : - An. N tampak mengikuti perawat untuk
Tindakan kompres hangat. Relaksasi napas dalam.

43
Ny. K melakukan kompres hangat bagian dada
An.N sesuai instruksi perawat.

An.N tampak lebih tenang meski masih terasa


nyeri.

13.30 WIB 2 Monitor vital sign ( TTV ) dan monitor RR. S : - Ny. K mengatakan An.N Masih sesak napas
dan mengeluh sulit bernapas.
Monitor Pola Napas
O : - Hasil TTV :

TD : 96/70 mmHg Suhu : 36,4 oC

N : 109 x/menit RR : 35 x/menit

Pola napas An. N masih menggunakan otot bantu


dalam bernapas.

An. N tampak sesak napas.

44
14.15 WIB 2 Ajarkan batuk efektif post operasi. S : - Ny. K mengatakan An. N mengeluh sesak
napas menurun.
Membersihkan mulut dan hidung klien.
O : - Akral hangat.

Turgor kulit pucat.

An.N tampak mengikuti perawat untuk batuk


efektif.

15.45 WIB 2 Kolaborasi pemberian obat analgetik. S : - Ny. K mengatakan An. N sesak napas masih
terasa tetapi mulai berkurang.

O : - pemberian IVFD RL : 60 cc/jam

Pemberian IVFD PCT 3x 500 mg.

17.15 WIB 3 Monitor vital sign ( TTV ). S : - Ny. K mengatakan An.N hanya bisa merubah
posisi badan ke miring kanan dan miring kiri.
Ajarkan klien merubah posisi baring dan berikan
bantuan. Ny. K mengatakan kebutuhan sehari-hari klien
masih dibantu oleh Ny. K dan keluarga.

O : - Hasil TTV :

45
TD : 90/60 mmHg Suhu : 36 oC

N : 110 x/menit RR : 32 x/menit

An. N tampak mengikuti intruksi dari perawat.

An. N tampak menahan nyeri saat mengubah posisi


mika dan miki dalam 2 jam sekali.

18.30 WIB 4 Monitor adanya nyeri dada. S : - Ny. K mengatakan nyeri yang dirasakan An. N
dari perut sampai ke dada dan masih sesak.
Monitor status pernapasan.
O : - Tidak ada bunyi tambahan pernapasan.
Kolaborasi obat anti aritmia.
An.N menggunakan otot bantu ( bahu ) saat
menarik napas.

Pemberian obat Traneksanat 250 mg IV bolus.

19.00 WIB 4 Monitor CRT. S : - Ny. K mengatakan nafsu makan An.N


menurun dan hanya banyak minum air putih.
Monitor suhu, warna kulit dan akral kulit.
O : - CRT : 2 detik.

Suhu : 36oC

Warna kulit klien pucat.

46
Teraba turgor akral hangat

S : - Ny. K mengatakan anaknya mulai berkurang


mengeluh nyeri pada bekas operasi di bagian perut.
Sabtu, 1 Menanyakan penyebab dan lokasi nyeri.
O : - skala nyeri 4.
24/04/2021 Monitor vital sign TTV
An. K terpasang IVFD RL 20 tmp
08.30 wib
TD : 90/60 mmHg S : 36oC

N : 120 x/menit RR : 24 x/menit

09. 50 WIB 1 Menanyakan Reaksi / keluhan nyeri klien. S : - Ny. K mengatakan An. N mulai berkurang
nyeri luka post Operasi.
Kolaborasi Pemberian Obat mengurangi nyeri.
O : - wajah An. N tampak sedikit meringis
menahan nyeri.

An. N kadang-kadang mengeluh nyeri kepada


ibunya.

Pemberian Obat Ceftriaxone sudah masuk melalui

47
IV Bolus.

10.40 WIB 1 Ajarkan Teknik Non farmakologi S : - Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan
melakukan kembali relaksasi napas dalam.
( relaksasi napas dalam).
O : - An. N tampak mengikuti perawat untuk
Tindakan kompres hangat. Relaksasi napas dalam.

Ny. K melakukan kompres hangat bagian dada


An.N sesuai instruksi perawat.

An.N tampak lebih tenang meski mulai berkurang


rasa nyeri.

13.40 WIB 2 Monitor vital sign ( TTV ) dan monitor RR. S : - Ny. K mengatakan An.N mulai berkurang
sesak napas dan kadang-kadang mengeluh sulit
Monitor Pola Napas bernapas.

O : - Hasil TTV :

TD : 109/72 mmHg Suhu : 36,4 oC

N : 115 x/menit RR : 23 x/menit

Pola napas An. N mulai berkurang dalam


menggunakan otot bantu dalam bernapas.

An. N tampak mulai berkurang sesak napas.

48
14.30 WIB 2 Ajarkan batuk efektif post operasi. S : - Ny. K mengatakan An. N mengeluh sesak
napas menurun.
Membersihkan mulut dan hidung klien.
O : - Akral hangat.

Turgor kulit pucat.

An.N tampak mengikuti perawat untuk batuk


efektif.

15.55 WIB 2 Kolaborasi pemberian obat analgetik. S : - Ny. K mengatakan An. N sesak napas masih
terasa tetapi mulai berkurang.

O : - pemberian IVFD RL : 60 cc/jam

Pemberian IVFD PCT 3x 500 mg.

Pemberian O2 tpm

49
16.10 WIB 3 Monitor vital sign ( TTV ). S : - Ny. K mengatakan An.N hanya bisa merubah
posisi badan ke miring kanan dan miring kiri.
Ajarkan klien merubah posisi baring dan berikan
bantuan. Ny. K mengatakan kebutuhan sehari-hari klien
masih dibantu oleh Ny. K dan keluarga.

O : - Hasil TTV :

TD : 110/60 mmHg Suhu : 36 oC

N : 110 x/menit RR : 22 x/menit

An. N tampak mengikuti intruksi mengubah posisi


baring dari perawat.

An. N tampak menahan nyeri saat mengubah posisi


mika dan miki dalam 2 jam sekali.

50
17.15 WIB 4 Monitor adanya nyeri dada. S : - Ny. K mengatakan nyeri yang dirasakan An. N
dari perut sampai ke dada dan mulai berkurang
Monitor status pernapasan. sesaknya.
Kolaborasi obat anti aritmia. O : - Tidak ada bunyi tambahan pernapasan.

An.N kadang-kadang menggunakan otot bantu


( bahu ) saat menarik napas.

Pemberian obat Traneksanat 250 mg IV bolus.

18.35 WIB 4 Monitor CRT. S : - Ny. K mengatakan nafsu makan An.N mulai
makan ½ porsi dan banyak minum air putih.
Monitor suhu, warna kulit dan akral kulit.
O : - CRT : 1 detik.
Pemberian diit makanan saring.
Suhu : 36oC

Warna kulit klien kuning langsat.

Teraba turgor akral hangat.

Diit bubur saring.

51
Minggu, 1 Menanyakan penyebab dan lokasi nyeri. S : - Ny. K mengatakan anaknya mulai berkurang
mengeluh nyeri pada bekas operasi di bagian perut.
25/ 04/2021 Monitor vital sign TTV
O : - skala nyeri 3.
08.25 WIB
An. K terpasang IVFD RL 20 tmp

TD : 120/60 mmHg S : 36oC

N : 98 x/menit RR : 18 x/menit

09.50 WIB 1 Menanyakan Reaksi / keluhan nyeri klien. S : - Ny. K mengatakan An. N mulai berkurang
nyeri luka post Operasi.
Kolaborasi Pemberian Obat mengurangi nyeri.
O : - wajah An. N tampak sedikit meringis
menahan nyeri.

An. N kadang-kadang saat nyeri meminta kepada


ibunya relaksasi napas dalam.

Pemberian Obat Ceftriaxone sudah masuk melalui


IV Bolus.

52
10.35 WIB 1 Ajarkan Teknik Non farmakologi S : - Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan
melakukan kembali relaksasi napas dalam.
( relaksasi napas dalam).
O : - An. N tampak mengikuti perawat untuk
Tindakan kompres hangat. Relaksasi napas dalam.

An.N tampak lebih tenang meski mulai berkurang


rasa nyeri.

13.35 WIB 2 Monitor vital sign ( TTV ) dan monitor RR. S : - Ny. K mengatakan An.N mulai berkurang
sesak napas dan berkurang nyeri dada.
Monitor Pola Napas
O : - Hasil TTV :

TD : 120/72 mmHg Suhu : 36 oC

N : 80 x/menit RR : 20 x/menit

Pola napas An. N mulai berkurang dalam


menggunakan otot bantu dalam bernapas.

An. N tampak mulai berkurang sesak napas.

53
14.25 WIB 2 Ajarkan batuk efektif post operasi. S : - Ny. K mengatakan An. N berkurang mengeluh
sesak napas.
Membersihkan mulut dan hidung klien.
O : - Akral hangat.

Turgor kulit pucat.

An.N tampak secara mandiri dan dibantu ibunya


untuk batuk efektif.

13.50 WIB 2 Kolaborasi pemberian obat analgetik. S : - Ny. K mengatakan An. N sesak napas masih
terasa tetapi mulai berkurang.

O : - pemberian IVFD RL : 60 cc/jam

Pemberian IVFD PCT 3x 500 mg.

Pemberian O2 20 tpm

54
16.05 WIB 3 Monitor vital sign ( TTV ). S : - Ny. K mengatakan An.N hanya bisa
menaikkan kepala dengan satu bantal.
Ajarkan klien merubah posisi baring dan berikan
bantuan. Ny. K mengatakan kebutuhan sehari-hari klien
masih dibantu oleh Ny. K dan keluarga.

O : - Hasil TTV :

TD : 12/60 mmHg Suhu : 36,3 oC

N : 82 x/menit RR : 18 x/menit

An. N tampak mandiri memiringkan badan kanan


dan kiri secara perlahan.

An. N tampak menaikkan kepala dengan


menggunakan bantal saat diberi makan.

55
17.30 WIB 4 Monitor adanya nyeri dada. S : - Ny. K mengatakan nyeri yang dirasakan An. N
dari perut sampai ke dada dan mulai berkurang
Monitor status pernapasan. sesaknya.
Kolaborasi obat anti aritmia. O : - Tidak ada bunyi tambahan pernapasan.

An.N kadang-kadang menggunakan otot bantu


( bahu ) saat menarik napas.

Pemberian obat Traneksanat 250 mg IV bolus.

18.45 WIB 4 Monitor CRT. S : - Ny. K mengatakan nafsu makan An.N mulai
makan ½ porsi dan banyak minum air putih.
Monitor suhu, warna kulit dan akral kulit.
O : - CRT : 1 detik.
Pemberian diit makanan saring.
Suhu : 36oC

Warna kulit klien kuning langsat, dan bersih.

Teraba turgor akral hangat.

Diit bubur saring.

2.5 Evaluasi
CATATAN PERKEMBANGAN

56
Tanggal/ Jam No. Dx Catatan Perkembangan Paraf
Jumat, 13-08-81 S:
- Ny. K mengatakan anaknya masih mengeluh nyeri pada bekas operasi di
23/04/2021 bagian perut.

- Ny. K mengatakan An. N masih nyeri luka post Operasi.

- Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan melakukan kembali relaksasi


napas dalam.

- Ny. K mengatakan An.N Masih sesak napas dan mengeluh sulit bernapas.

- Ny. K mengatakan An. N mengeluh sesak napas menurun.

- Ny. K mengatakan An. N sesak napas masih terasa tetapi mulai berkurang.

- Ny. K mengatakan An.N hanya bisa merubah posisi badan ke miring kanan
dan miring kiri.

- Ny. K mengatakan kebutuhan sehari-hari klien masih dibantu oleh Ny. K


dan keluarga.

- Ny. K mengatakan nyeri yang dirasakan An. N dari perut sampai ke dada dan

57
mulai berkurang sesaknya.

- Ny. K mengatakan nafsu makan An.N menurun dan hanya banyak minum air
putih.

O:

- skala nyeri 5.

- An. K terpasang IVFD RL 20 tmp


- TD : 115/72 mmHg S : 36oC

N : 100 x/menit RR : 28 x/menit

- wajah An. N tampak meringis menahan nyeri.

- An. N sering mengeluh nyeri kepada ibunya.


- Pemberian Obat Katerolac sudah masuk melalui IV Bolus.

- An. N tampak mengikuti perawat untuk Relaksasi napas dalam.

- Ny. K melakukan kompres hangat bagian dada An.N sesuai instruksi


perawat.

58
An.N tampak lebih tenang meski masih terasa nyeri.
- An. N tampak mengikuti intruksi dari perawat.
- An. N tampak menahan nyeri saat mengubah posisi mika dan miki dalam 2
jam sekali.

- Tidak ada bunyi tambahan pernapasan.

- An.N menggunakan otot bantu ( bahu ) saat menarik napas.


- Pemberian obat Traneksanat 250 mg IV bolus.

- CRT : 2 detik.

- Suhu : 36oC
- Warna kulit klien pucat.
- Teraba turgor akral hangat

A : Masalah Belum teratasi.

P : - Monitor vital sign TTV

59
- Menanyakan Reaksi / keluhan nyeri klien.

- Kolaborasi Pemberian Obat mengurangi nyeri.

- Ajarkan batuk efektif post operasi.

- Membersihkan mulut dan hidung klien.


- Monitor CRT.
- Monitor suhu, warna kulit dan akral kulit.
- Monitor adanya nyeri dada.
- Monitor status pernapasan.
- Kolaborasi obat anti aritmia.

Sabtu, 13-08-81 S:
- Ny. K mengatakan anaknya mulai berkurang mengeluh nyeri pada bekas
24/04/2021 operasi di bagian perut.

- Ny. K mengatakan An. N mulai berkurang nyeri luka post Operasi.

- Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan melakukan kembali relaksasi


napas dalam.

- Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan melakukan kembali relaksasi


napas dalam.

60
- Ny. K mengatakan An. N mengeluh sesak napas menurun.

- Ny. K mengatakan An. N sesak napas masih terasa tetapi mulai berkurang.

- Ny. K mengatakan An.N hanya bisa merubah posisi badan ke miring kanan
dan miring kiri.

- Ny. K mengatakan kebutuhan sehari-hari klien masih dibantu oleh Ny. K


dan keluarga.

- Ny. K mengatakan nyeri yang dirasakan An. N dari perut sampai ke dada dan
mulai berkurang sesaknya.

- Ny. K mengatakan nafsu makan An.N mulai makan ½ porsi dan banyak
minum air putih.

O:
- skala nyeri 4.

- An. K terpasang IVFD RL 20 tmp


- TD : 90/60 mmHg S : 36oC

N : 120 x/menit RR : 24 x/menit

61
- wajah An. N tampak sedikit meringis menahan nyeri.

- An. N kadang-kadang mengeluh nyeri kepada ibunya.

- Pemberian Obat Ceftriaxone sudah masuk melalui IV Bolus.


- An. N tampak mengikuti perawat untuk Relaksasi napas dalam.

- Pola napas An. N mulai berkurang dalam menggunakan otot bantu dalam
bernapas.
- An. N tampak mulai berkurang sesak napas.
- Ny. K melakukan kompres hangat bagian dada An.N sesuai instruksi
perawat.

- An.N tampak lebih tenang meski mulai berkurang rasa nyeri.


- Akral hangat.

- Turgor kulit pucat.

- An.N tampak mengikuti perawat untuk batuk efektif.


- An. N tampak mengikuti intruksi mengubah posisi baring dari perawat.

- An. N tampak menahan nyeri saat mengubah posisi mika dan miki dalam 2
jam sekali.

62
- An.N kadang-kadang menggunakan otot bantu ( bahu ) saat menarik napas.

- Pemberian obat Traneksanat 250 mg IV bolus.


- CRT : 1 detik.

- Suhu : 36oC
- Warna kulit klien kuning langsat.
- Teraba turgor akral hangat.

- Diit bubur saring.

A : masalah belum teratasi.

P : - Menanyakan penyebab dan lokasi nyeri.

- Monitor vital sign TTV


- Menanyakan Reaksi / keluhan nyeri klien.
- Kolaborasi Pemberian Obat mengurangi nyeri.
- Ajarkan Teknik Non farmakologi

( relaksasi napas dalam).

- Tindakan kompres hangat.


- Monitor vital sign ( TTV ) dan monitor RR.
- Monitor Pola Napas

63
- Ajarkan batuk efektif post operasi.
- Membersihkan mulut dan hidung klien.
- Kolaborasi pemberian obat analgetik.
- Monitor vital sign ( TTV ).
- Ajarkan klien merubah posisi baring dan berikan bantuan.
- Monitor adanya nyeri dada.
- Monitor status pernapasan.
- Kolaborasi obat anti aritmia.
- Monitor CRT.
- Monitor suhu, warna kulit dan akral kulit.
- Pemberian diit makanan saring.

Minggu, S:
- Ny. K mengatakan anaknya mulai berkurang mengeluh nyeri pada bekas
25/ 04/2021 operasi di bagian perut.

- Ny. K mengatakan An. N mulai berkurang nyeri luka post Operasi.

- Ny. K mengatakan anaknya mulai tenang dan melakukan kembali relaksasi


napas dalam.

- Ny. K mengatakan An.N mulai berkurang sesak napas dan berkurang nyeri
dada.

64
- Ny. K mengatakan An. N berkurang mengeluh sesak napas.

- Ny. K mengatakan An. N sesak napas masih terasa tetapi mulai berkurang.

- Ny. K mengatakan An.N hanya bisa menaikkan kepala dengan satu bantal.

- Ny. K mengatakan kebutuhan sehari-hari klien masih dibantu oleh Ny. K


dan keluarga.

- Ny. K mengatakan nyeri yang dirasakan An. N dari perut sampai ke dada dan
mulai berkurang sesaknya.

- Ny. K mengatakan nafsu makan An.N mulai makan ½ porsi dan banyak
minum air putih.

O:
- skala nyeri 3.

- An. K terpasang IVFD RL 20 tmp


- TD : 120/60 mmHg S : 36oC

N : 98 x/menit RR : 18 x/menit

65
- wajah An. N tampak sedikit meringis menahan nyeri.

- An. N kadang-kadang saat nyeri meminta kepada ibunya relaksasi napas


dalam.

- Pemberian Obat Ceftriaxone sudah masuk melalui IV Bolus.

- An. N tampak mengikuti perawat untuk Relaksasi napas dalam.

- An.N tampak lebih tenang meski mulai berkurang rasa nyeri.

- Hasil TTV :

TD : 120/72 mmHg Suhu : 36 oC

N : 80 x/menit RR : 20 x/menit

- Pola napas An. N mulai berkurang dalam menggunakan otot bantu dalam
bernapas.

- An. N tampak mulai berkurang sesak napas.


- Akral hangat.

66
- Turgor kulit pucat.

- An.N tampak secara mandiri dan dibantu ibunya untuk batuk efektif.

- pemberian IVFD RL : 60 cc/jam

- Pemberian IVFD PCT 3x 500 mg.

- Pemberian O2 20 tpm
- An. N tampak mandiri memiringkan badan kanan dan kiri secara perlahan.

- An. N tampak menaikkan kepala dengan menggunakan bantal saat diberi


makan.
- Tidak ada bunyi tambahan pernapasan.

- An.N kadang-kadang menggunakan otot bantu ( bahu ) saat menarik napas.

- Pemberian obat Traneksanat 250 mg IV bolus.


- CRT : 1 detik.

- Suhu : 36oC
- Warna kulit klien kuning langsat, dan bersih.
- Teraba turgor akral hangat.

67
- Diit bubur saring.

A : Masalah teratasi sebagian.

P : lanjutkan intervensi :
- Teknik non farmakologi ( relaksasi napas dalam ).
- Monitor TTV.
- Monitor status pernapasan.
- Kolaborasi pemberian obat analgetik.
- Manajemen nyeri.
- Pemberian Diit bubur saring.

68
BAB IV

PENUTUP

.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan tersebut, penulis menarik kesimpulan
bahwa secara umum asuhan keperawatan pada pasien An N dengan post operasi
laparatomi ileus harus dilakukan secara komprehensif, artinya teliti dalam
pengkajian dan memprioritaskan kebutuhan pasien, adanya kesesuaian antara
proses keperawatan dan sumber daya yang ada, serta kesungguhan dalam
implementasi untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi. Dan secara
khusus penulis menguraikan sebagai berikut:
1. Pada pasien obstruksi ileus khususnya An N dengan Post Operasi
Laparatomi Ileus Hari ke IV di ruang Anyelir ditemukan masalah-
masalah keperawatan: nyeri akut dengan etiologi terputusnya kontinuitas
jaringan, nausea dengan etiologi distensi abdomen, risiko infeksi dengan
etiologi pembedahan.
2. Untuk mengatasai masalah-masalah yang muncul pada kasus obstruksi
ileus dengan post operasi laparatomi ileus sebagian besar rencana
tindakan secara teori dapat diterapkan pada rencana tindakan kasus.
3. Mengacu pada intervensi yang telah dibuat oleh penulis dan sudah
dilakukan implementasi yang sesuai maka hasil evaluasinya antara lain:
a. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan teratasi sebagian dikarenakan pasien masih
merasa nyeri, walaupun sudah sedikit berkurang intervensi
dilanjutkan.
b. Diagnosa kedua nausea berhubungan dengan distensi abdomen
teratasi sebagian dikarenakan pasien masih merasa mual dan
intervensi masih dilanjutkan.

69
c. Diagnosa ketiga resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan
teratasi sebagian dikarenakan masih adanya jaringan terbuka maka
masih potensial terjadi infeksi dan intervensi dilanjutkan.

.1 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dari Post Op Laparatomi, tentunya masih banyak kekurangan
kerena terbatasnya pengetahuan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul ini. Saran kepada penulis selanjutnya untuk mencantumkan referensi
lebih banyak dan relevan lagi.

70
DAFTAR PUSTAKA

Adin,A. (2009). Pendidikan kesehatan dan perilaku masyarakat.Jakarta:


PT.RinekaCipta

Adriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan Terapi Bermain pada


Anak.Jakarta:Salemba Medika.

Akdemir,D., Cuhadaroglu-Cetin,F., Ozusta, S., Karadang, F.


(2010).Relationshipdisorder and cognitive functioning in youngchildren.The
turkish Jaurnalof Pediatrices, Vol.52, No.5, 512-
519.http://www.turkishjournalpediatrics.org(diakses tanggal 11 mei 2021)

Andarmoyo,S 2013. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Yogyakarta : Ar-


RuzMedia.

Anderson,L.M., Shinn, C., Fullilove, T.M., Scrimshaw,C.S.,Fielding,E.J.,


Normand,J.,Carande-Kulis,G.V.(2003). The Effectiveness of Early
Childhood DevelopmentProgramsA. American Journal of Preventive
Medicine. Elsevier,Vol 32,No,3,32–
46.http://www.who.int/social_determinants/resources/ecd.pdf. (diakses
tanggal 17 mei 2021)

Ani, LS. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC Adriani, M &
Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

71
Antara, M., & Wirawan, I. (2013). Permintaan Buah Pisang Ambon Oleh Rumah
Tangga di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jurnal
Ekonomi Kuantitatif Terapan, 6(1).

Arikunto, S. (2010).Prosedur Penelitiansuatu Pendekatan Praktik.Jakarta:Rineka


Cipta.

Arisman, 2014. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

Ariutami, RK., Subagio HW, 2012. Beda Kadar Hemoglobin Remaja Putri
Anemia Setelah Pemberian Suplementasi Tablet Besi Folat Satu Kali Dan
Dua Kali Per Minggu. Diakses dari website:
http://eprints.undip.ac.id/35951/1/429_Kintha_Raditya_Ariutami_G2C0070
41.pdf. Pada tanggal 29 Agustus 2016.

Bakta, IM. 2015. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Burnner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Kperawatan Medikal Bedah. EGC :
Jakarta.

Bornstein,H., Cote,R.L., Haynes,M.O., Hahn,C., and YoonjungPark.


(2010)ParentingKnowledge: Experiential andSociodemographic Factors
inEuropeanAmerican Mothers of
YoungChildren.DevelopmentalPsychology,inpress.Vol.46, No.6,
16771693.doi:10.1037/a0020677http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
C3412549/pdf/nihms322971.pdf(diaksestanggal 3 mei 2013)

Cahyono, B. 2009. Usaha Tani Dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta:


Kanisius

72
Chauhan, U., Sandeep, G., Dahake, P, 2016. Correlation Between Iron Deficiency
Anemia And Cognitive Achievement In School Aged Children. Annals Of
International Medical And Dental Research, Vol (2), Issue (4). DOI:
10.21276/aimdr.

Cook,G., Alimudin. (2009). Manson’s tropical diseases 22nded.


Philadelpia:Saunders elseviers

Daryo.(2007). Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu


AnakMengembangkanDisiplin Diri. Jakarta : RINEKA CIPTA.

Depkes RI.(2010). Pedoman Nasional Tumbuh Kembang Anak .Jakarta


:Gramedia

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Dharma, KK, 2013. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta Timur: CV


Trans Info Media.

Djuwita, E. (2009). Peran OrangtuaDalam Mengasuh Anak.Jakarta : SagungSeto.

Ertem,O.I.,Atay ,G., Dogan ,G D., Bayhan,A., Bingoler,E.B., Gok,


G.C.,Ozbas,S.,Haznedaroglu,D., IsikliSet .(2007). Mothers’ knowledge
ofyoung childdevelopmadevelopingcountry. JournalCompilation,,Vol 33,
No.6,728–737 doi:10.1111/j.13652214.2007.00751.x.

Farah, J. M. (2008). Environmental stimulation, parental nurturance


andcognitivedevelopment in humans. Journal Developmental ScienceVol
11,No.5,793-801.doi:10.1111/j.14677687.2008.00688.

73
http://www.psych.upenn.edu/mfarah/DevelopmentEnviroStimParentalNurt.
pdf. (diakses tanggal 20Mei2013).

Fathani.(2008).PAUD sarana identifikasi kecerdasan anak. Jakarta: Platinum

Garcia, op., martinez, m., ramano, d., camacho, m., moura, ffd., abrams, sa.,
khanna, Hk., dale, jl., dan rosado, jl, (2015). Iron absorption in raw and
cooked Bananas: a field study using stable isotopes in women. Food &
nutrition Research, 59: 25976. Dignass, A. U., Gasche, C., Bettenworth, D.,
Birgegård, G., Danese, S., Gisbert, J. P., & Magro, F, 2015. European
Consensus On The Diagnosis And Management Of Iron Deficiency And
Anaemia In Inflammatory Bowel Diseases. Journal Of Crohn’s and Colitis,
9(3), 211-222

Hadibroto, I., Alam, S., Suryaputra, E. (2005). Misteri Perilaku Anak


Sulung,Tengah, Bungsu, danTunggal. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Halimsyah. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : SalembaMedika.

Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk


PendidikanKebidanan.Jakarta : Salemba Medika..(2007). Riset Keperawatan
dan Teknil Penulisan Ilmiah.Jakarta : Salemba Medika.

http://courseware.ku.edu.tr/ahmetkoc/publ(diaksestanggal 20 Mei 2013)

Hurlock, E. (2007). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang


rentankehidupan.Jakarta :Erlangga.

Lauren, S. (2011). Ensiklopedia Perkembangan Anak, alih bahasa


LukmanAndrian dan Cahyani Insawati. Jakarta : Erlangga.

74
Narendra, M.B. (2004). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta :
SagungSeto.

Notoatmodjo, S. (2007).Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu


PerilakuKesehatan.Jakarta: PT.Rineka Cipta.(2005).Metode Penelitian
Kesehatan.Jakarta:Rineca Cipta.

NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2018-2020. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC

75
76
77

Anda mungkin juga menyukai