Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA MIKROBA (BM-2204)

MODUL 7
EKSPRESI PROTEIN: Induksi Ekspresi, Fraksinasi Protein, Uji Aktivitas
Protein EmGFP
PJ: Dini Meidita Co-PJ: Ardy

I. Pendahuluan
Ekspresi protein terjadi saat DNA telah berhasil ditranskripsi menjadi mRNA,
kemudian ditranslasi menjadi rantai polipeptida yang akan mengalami pelipatan (folding)
untuk membentuk protein. Ekspresi protein diamati untuk menentukan jumlah protein
yang disintesis dalam suatu sel atau jaringan tertentu. Sistem ekspresi protein untuk
produksi protein rekombinan sudah sangat luas digunakan dalam berbagai bidang seperti
bioteknologi, industri, medis, dan biologi molekuler.
Escherichia coli merupakan salah satu organisme yang paling umum digunakan
dalam ekspresi protein karena proses transkripsi, translasi dan mekanisme pelipatan
protein pada E. coli sudah diketahui dengan baik dibandingkan organisme lain. Selain
kemampuannya untuk tumbuh cepat, telah banyak pula metode genetik yang
dikembangkan untuk manipulasi E. coli sehingga penggunaanya sangat mudah bahkan
untuk ekpresi protein eukariot yang kompleks sekalipun.
Untuk tujuan produksi protein tingkat tinggi, digunakan strain E. coli BL21 (DE3)
dan vektor ekspresi yang sesuai. Jenis vektor ekspresi yang digunakan harus disesuaikan
dengan strain inang (host) yang digunakan dan jenis protein yang akan diekspresikan.
Salah satu jenis vektor ekspresi adalah pRSET. Pada sistem vektor pRSET, gen target
berada di downstream promoter bakteriofag T7. E. coli strain BL21 (DE3) digunakan
karena tidak memiliki protease lon (protease serin) dan ompT (protease membran luar)
sehingga protein yang diekspresikan tidak terdegradasi dan memiliki fragmen DE3 yang
mengandung T7 RNA polimerase sehingga cocok dengan sistem promoter T7-lacO. Dalam
sistem ekspresi gen yang efektif, minimal dibutuhkan keberadaan sekuens promoter kuat
dan dapat diregulasi pada daerah upstream gen yang akan diekspresikan. Promoter yang
kuat merupakan sekuens yang memiliki afinitas tinggi terhadap RNA polimerase.
Beberapa contoh promoter yang umum digunakan dalam vektor ekspresi adalah promoter
lacUV5 dan promoter lac yang dapat diinduksi IPTG, promoter bakteriofag T7 (pT7),
dan promoter dari bakteriofag λ (pL dan pR) (Sambrook dan Russel, 2001).
gambar A. gambar B. gambar C.

Promoter gen bakteriofag T7 membutuhkan kehadiran RNA polimerase T7 untuk


proses transkripsi, namun protein T7 RNA polimerase tidak disintesis oleh E. coli secara
alami. Oleh karena itu, gen pengkode T7 RNA polimerase disisipkan ke dalam
kromosom E. coli BL21 (DE3). Setelah sel inang ditransformasi oleh plasmid dengan
gen insert target yang berada di bawah kendali promoter T7, IPTG ditambahkan ke
dalam medium sebagai inducer. Kondisi ini memicu ekspresi protein T7 RNA
polimerase yang kemudian akan menempel pada promoter T7 di plasmid dan akhirnya
mentranskripsi gen target. Umumnya terdapat waktu jeda satu jam atau lebih dari
dimulainya induksi ekspresi gen T7 RNA polimerase hingga gen target ditranskripsi. T7
RNA polimerase dapat mentranskripsi maksimal 230 nukleotida per detik yang 5 kali
lebih cepat dibandingkan RNA polimerase E. coli yang kecepatannya 50 nukleotida per
detik (Sorenson dan Mortenson, 2005; Glick dan Pasternak, 2003). Gen T7 RNA
polymerase ditranskripsi ketika induser IPTG terikat pada protein LacI dan memicu
pelepasan LacI tetramerik dari operator lac (lacO) (gambar A). Transkripsi gen target
dapat berlangsung dari promoter T7 yang diinisiasi oleh T7 RNA polimerase (gambar
C). mRNA akan menempel pada ribosom dan ditranslasikan menjadi polipeptida. Secara
alami polipeptida akan melipat ke konformasi stabilnya. Selain pelipatan yang terjadi
secara alami, polipeptida dilipat dibantu oleh chaperone.

Protein dapat memiliki peptida sinyal yakni peptida dengan ukuran pendek yang
terletak pada ujung N yang menjadi alamat protein akan ditranslokasikan. Protein yang
tidak memiliki peptida sinyal akan menetap di sitoplasma. Protein yang memiliki peptida
sinyal dapat ditranslokasikan ke membran dalam atau periplasma atau membran luar
ataupun ekstrasel. Protein yang memiliki peptida sinyal akan ditranslokasikan melalui
mesin sekresi (protein transpor) yang terdapat pada membran. Contoh protein sekresi
protein pada E. coli adalah kompleks SecYEG (Sec translocon) dan TatABC translocase
(Tat translocon). Saat protein melewati membran sel, peptida sinyal dikenali dan akan
dipotong oleh signal peptidase yang sudah terdapat di membran. Tidak semua protein
terlipat di sitoplasma oleh chaperone sitoplasmik. Terdapat protein yang
ditranslokasikan sebelum dilipat. Protein di periplasma dapat dilipat kembali oleh
chaperone periplasmik. Secara alami, protein yang tidak diperlukan akan didegradasi
oleh protease yang dikeluarkan secara alami. Beberapa kategori protease yang umum
ditemukan di mikroba adalah serine protease, aspartic protease, cysteine protease, dan
metalloprotease. Protease secara alami dapat ditemukan di sitoplasma, periplasma,
maupun membran luar bakteri. Dalam ekspresi protein, protease dapat mengganggu hasil
yang ingin didapatkan. Oleh karena itu, biasa digunakan inhibitor protease dalam buffer
untuk pemanenan protein dan digunakan strain E. coli yang telah dimatikan sebagian
ekspresi proteasenya. Pemilihan buffer harus disesuaikan dengan protein yang akan
diekstraksi. Beberapa permasalahan yang umum ditemukan dalam ekspresi protein
adalah sintesis protein berlebih yang tidak diimbangi dengan chaperone dan mesin
sekresi yang dapat menyebabkan terbentuknya agregat protein yang tidak larut atau tidak
fungsional (inclusion body), protein bersifat toksik bagi bakteri, dan keberadaan protease

Untuk mendapatkan protein dari lokasi subselular tertentu, fraksinasi protein perlu
dilakukan. Fraksinasi dilakukan untuk membagi larutan protein yang didapatkan menjadi
beberapa fraksi subseluler. Fraksi ekstrasel dan sel dapat dipisahkan menggunakan
sentrifugasi. Fraksi sel akan mengendap sebagai pelet, sedangkan fraksi ekstrasel
(medium) akan menjadi supernatan. Pada bakteri Gram negatif, fraksi sel dapat diberi
perlakuan lisozim untuk merusak membran luar sehingga dapat dipisahkan fraksi
periplasmiknya. Apabila fraksi periplasmik tidak diperlukan, sel dapat langsung
dipecahkan menggunakan sonikasi, osmotic shock, maupun french press. Sonikasi
merupakan metode lisis sel memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk membentuk pori
pada membran sel. Fraksi membran dan sitoplasmik dapat dipisahkan dari lisat bakteri
menggunakan sentrifugasi. Fraksi membran dan inclusion body akan tertahan di pelet,
sedangkan fraksi sitoplasmik didapatkan dari supernatan. Apabila diperlukan protein
yang murni dari pengotor garam atau akan mengganti buffer, protein dapat didialisis.
Setelah proses ekspresi protein terjadi, protein yang dihasilkan diuji aktivitasnya.
Uji aktivitas protein GFP dilakukan dengan mendeteksi fluoresensi yang dihasilkan oleh
protein tersebut dengan menggunakan fluoresence reader. Larutan yang mengandung
protein akan dimasukkan ke dalam microplate 96-well yang akan dipasangkan ke
fluoresence reader. Protein GFP merupakan protein dari Aequorea victoria dan memiliki
kromofor di tengah struktur beta barrel. Protein GFP dapat tereksitasi saat dipancarkan
cahaya dengan panjang gelombang 487 nm dan akan mengemisikan pendaran pada
panjang gelombang 509 nm. Emisi pendaran yang dihasilkan dari protein EmGFP akan
ditangkap oleh sensor pada fluoresence reader. Pada penelitian induksi ekspresi protein
dari bakteri, diperlukan kontrol bakteri non transforman dan kontrol bakteri transforman
yang tidak diinduksi.

Poin Teori Dasar:


- Apa yang dimaksud ekspresi protein
- Sistem ekspresi pada E. coli BL21 (DE3) dengan plasmid pRSET
- Pelipatan protein dan translokasi protein pada E. coli
- Prinsip sonikasi dalam memfraksinasi protein
- Prinsip uji aktivitas EmGFP menggunakan fluoresence reader

II. Tujuan
1. Mengekspresikan protein GFP fusi dari plasmid pRSET-emGFP dari E. coli BL21
(DE3) transforman melalui induksi IPTG
2. Mengekstraksi protein GFP yang diekspresikan E. coli BL21 (DE3) transforman
terinduksi IPTG mlalui metode sonikasi

3. Menentukan pengaruh konsentrasi induksi IPTG terhadap ekspresi protein


EmGFP dari E. coli BL21 (DE3) transforman pada berbagai fraksi subseluler
(dilanjutkan hingga minggu depan dengan SDS-PAGE)
4. Menentukan pengaruh konsentrasi induksi IPTG terhadap aktivitas protein
EmGFP dari E. coli BL21 (DE3) transforman pada berbagai fraksi subseluler
melalui pengukuran fluoresensi protein.
III. Alat dan Bahan; Cara Kerja
Tabel 1. Alat dan bahan
Alat Bahan

• Mikropipet biru, kuning, putih • Koloni E. coli BL21 (DE3) yang telah
steril diinsersi dengan pRSET-emGFP
• Incubator shaker 37o C • Koloni E. coli BL21 (DE3)
• Bunsen (disediakan praktikan) • Medium LB cair
• Lighter (disediakan praktikan) • Medium LB cair + ampisilin
• Fluoresence reader (GloMaxTM) • Microtube 1,5 mL steril
• Spektrofotometer UV-Vis • IPTG 1 M
• Refrigerated microsentrifuge • Tisu (disediakan praktikan)
• Refrigerated centrifuge • Alkohol 70% (disediakan praktikan)
• Ultrasonic homogenizer / • Spiritus
sonikator • Plastik seal
• LAF / BSC • Kuvet
• Rak tabung falcon • Tabung falcon 15 ml steril
• Rak microtube • Tabung falcon 50 mL steril
• Ice box • Microtiter plate 96 well
• Spidol permanen (disediakan • Tips biru, kuning, putih steril
praktikan) • Native Binding Buffer steril
• Erlenmeyer 250 mL steril dengan • PMSF 1 M
tutup kapas • Plastik tahan panas (disediakan
praktikan)
Cara Kerja
I. Induksi Ekspresi Protein

A. Perlakuan

Koloni Transforman E.coli

• Diinokulasikan pada 10 mL medium LB cair yang mengandung ampisilin 100 ppm dalam tabung
falcon 50 mL, diinkubasi di dalam shaker incubator 37 ° C selama 16-18 jam (volume kultur
maksimal adalah 1/3 volume wadah kultur untuk mendukung aerasi kultur bakteri)
Kultur overnight

• Dilakukan subkultur 5% mL inokulum ke dalam LB cair yang mengandung ampisilin 100 ppm
(volume akhir kultur sekitar 150 mL dalam Erlenmeyer 250 mL steril dengan tutup kapas)
• Inkubasi dalam shaker incubator 37o C hingga OD600 mencapai 0.4 (siapkan kuvet, spektrofotometer,
dan blanko sebelum pengukuran OD600)
• Setelah kultur mencapai OD600 yang ditargetkan, kultur dibagi ke tabung falcon 50 mL masing-
masing sebanyak 15 mL
Kultur dengan OD600 0,4 (pada fase mid-log)

• diberi IPTG 1 M hingga mencapai konsentrasi yang diinginkan (macam-macam sesuai kelumpok : 0,
250, 500, 750, 1000 µM) -> dikerjakan perwakilan 1 orang per kelompok hari Kamis sekitar
pukul 09.30
• Diinkubasi pada suhu 37 °C dengan agitasi 200 rpm selama 4 jam
• Diukur OD600 dan diencerkan dengan LB-ampisilin jika diperlukan agar dapat dihitung jumlahnya
menurut kurva baku bakteri (range OD600 0,2-0,8)
Kultur yang telah terinduksi

Digunakan dua kontrol negatif berupa E. coli BL21 kosong (tanpa plasmid) ditumbuhkan pada medium
yang tidak mengandung ampisilin dan E. coli BL21 transforman yang tidak diinduksi IPTG.

B. Kontrol

Koloni Transforman E.coli

• Diinokulasikan pada 5 mL medium LB cair yang dalam tabung falcon 15 mL, diinkubasi di dalam
shaker incubator 37o C selama 16-18 jam
Kultur overnight

• Dilakukan subkultur 5% mL inokulum ke dalam LB cair (volume akhir kultur sekitar 15 mL dalam
tabung falcon 50 mL)
• Inkubasi dalam shaker incubator 37 ° C hingga OD600 mencapai 0.4 (siapkan kuvet, spektrofotometer,
dan blanko sebelum pengukuran OD600)
Kultur dengan OD600 0,4 (pada fase mid-log)

• Diinkubasi pada suhu 37o C dengan agitasi 200 rpm selama 4 jam
• Diukur OD600 dan diencerkan dengan LB jika diperlukan agar dapat dihitung jumlahnya menurut
kurva baku bakteri (range OD600 0,2-0,8)
Kultur kontrol negatif
II. Pengukuran Aktivitas emGFP Fraksi Sel dan Ekstrasel (dalam LB)
Kultur yang telah terinduksi dan fraksi ekstrasel*

• Dimasukkan kultur sebanyak 100 µl ke dalam 96-well microtitter plate


• Microtiter plate dimasukkan ke dalam alat fluoresence reader (GloMaxTM)

Hasil pembacaan fluoresens

*Fraksi ekstrasel didapatkan setelah tahapan pemisahan fraksi sel (unlyzed cell)

Digunakan dua kontrol negatif berupa E. coli BL21 kosong (tanpa plasmid) ditumbuhkan pada medium yang
tidak mengandung ampisilin dan E. coli BL21 transforman yang tidak diinduksi IPTG. Pada pembacaan ini juga
dilakukan pembacaan fluoresensi dari medium LB + ampisilin yang tidak mengandung bakteri.

Fraksinasi Protein dengan Sonikasi dan Sentrifugasi


A. Pemisahan Fraksi Sel (Unlyzed Cell)

Kultur hasil ekspresi

• Dimasukkan 1,5 mL ke dalam microtube 1,5 mL steril yang telah ditimbang beratnya
terlebih dahulu
• Disentrifugasi selama 5 menit pada 6000 x g pada suhu 40C sehingga sel membentuk pelet
• Supernatan disimpan sebagai fraksi ekstrasel
• Pelet yang tersisa di resuspensi sehingga dengan Native Binding Buffer (250 mM Na2HPO4, 2,5
M NaCl) yang mengandung PMSF 1 mM sebanyak 100 µL untuk 0,02 gram

Fraksi Sel

B. Pemisahan Fraksi Membran dan Sitoplasmik

Kultur hasil ekspresi


• Dimasukkan 10 mL ke dalam tabung falcon 15 mL steril
• Disentrifugasi selama 5 menit pada 6000 x g pada suhu 40C sehingga sel membentuk pelet
• Supernatan dibuang

Fraksi sel

• Pelet yang tersisa di resuspensi menggunakan (10% volume kultur) 1 mL Native Binding Buffer
(250 mM Na2HPO4, 2,5 M NaCl) yang mengandung PMSF 1 mM
• (Opsional) Larutan sel dapat diberi lisozim bubuk hingga konsentrasi 1 mg/mL dan diinkubasi
di es selama 30 menit
• Larutan di dalam tabung falcon disonikasi selama 10 detik on dan 10 detik off
sebanyak 25 kali, pada frekuensi maksimum di dalam jar kaca berisi es
• Larutan lisat dipindahkan ke microtube 1,5 mL steril yang telah ditimbang beratnya terlebih
dahulu
Lisat sel
• Microtube 1,5 mL berisi lisat disentrifugasi dengan kecepatan 15000 x g pada suhu 4°C selama
30 menit
• Supernatan dipisahkan ke microtube 1,5 mL steril yang baru dan disimpan sebagai fraksi
sitoplasmik pada suhu 4°C (untuk penyimpanan sebelum diuji fluoresensinya) dan pada suhu -
20°C (setelah diuji fluoresensi dan disimpan untuk jangka panjang)
• Pelet diresuspensi dengan Native Binding Buffer sebanyak 100 uL setiap 0,02 gr
• Microtube 1,5 mL yang berisi hasil resuspensi pelet disimpan sebagai fraksi protein tidak
terlarut atau fraksi membran pada suhu 4°C (untuk penyimpanan sebelum diuji
fluoresensinya) dan pada suhu -20°C (setelah diuji fluoresensi dan disimpan untuk jangka
panjang)
Fraksi membran dan sitoplasmik

Pengukuran Aktivitas emGFP Fraksi Sel, Membran, Sitoplasmik (dalam Native Binding Buffer)
Fraksi-Fraksi Subseluler

• Masing-masing fraksi dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam 96-well microtitter plate


• Microtiter plate dimasukkan ke dalam alat fluoresence reader (GloMaxTM)

Hasil pembacaan fluoresens

Digunakan dua kontrol negatif berupa E. coli BL21 kosong (tanpa plasmid) ditumbuhkan pada medium
yang tidak mengandung ampisilin dan E. coli BL21 transforman yang tidak diinduksi IPTG. Pada
pembacaan ini juga dilakukan pembacaan fluoresensi dari Native Binding Buffer

Alternatif :
Sampel fraksi sel maupun fraksi membran yang akan dianalis SDS-PAGE dapat langsung disimpan dalam SDS-PAGE
sample buffer 2x dengan penambahan buffer sebanyak 100 µL setiap 0,02 gram pelet.

Pembagian Kerja
Perlakuan Kelompok yang mengerjakan
BL21 (DE3) kosong Asisten
IPTG 0 µM Asisten
IPTG 250 µM 1, 2
IPTG 500 µM 3, 4
IPTG 750 µM 5, 6
IPTG 1000 µM 7, 8
Peta microtiter plate akan diberitahu pada saat praktikum

TUGAS PENDAHULUAN
Lakukan analisis secara in-silico protein emGFP fusi yang terdapat pada pRSET-emGFP meliputi penentuan
hidrofobisitas protein dengan Kyte-Doolitle Hydropathy Plot serta penentuan pI dan MW protein emGFP fusi!

Anda mungkin juga menyukai