Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

URINE

Disusun Oleh:
Nama : Erika Rahmawati
NPM : 1806185254
Rekan Kerja : 1. Annisa Titi Cahyani
2. Putri Permata Puspita Dewi
3. Dafa Adham Haritz
4. T. Hafidh Asyraf
Asisten Labotarium : Dian Proboningrum

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2021
Tanggal praktikum: 28 april 2021
Cara Kerja:

1. Penentuan Sifat Fisik dari Urine

dikumpulkan urine
selama 24 jam dan
dilakukan penentuan
diberi pengawet (2 ml
sebagai berikut:
toluene atau 2 ml
formaldehida 40%)

a. Penentuan volume urine

setelah ditampung,
ditentukan volume dipisahkan 250 ml
urine, dikocok urine untuk pemerikasaan
hingga homogen

Reaksi: normal: 900-2100 cc per hari

b. Penentuan kejernihan dan warna

diamati warna urine


dan kejernihannya

Reaksi:

c. Penentuan berat jenis urine


diisi tabung urinometer
dibaca berat jenis dan
(gelas ukur 50 ml) dan
dicatat suhunya. Diamati
diletakkan hydromeeter
suhu urinometer (27oC -
tanpa menyentuh
32oC)
dinding tabung

jika ada perbedaan


suhu, dikoreksi setiap
kenaikan suhu 3oC
dengan ditambahkan
0,001 yang tertera di
hydrometer
Reaksi:

d. Penentuan pH urine

tentukan pH urine
menggunakan kertas
pH universal

Reaksi: pH normal = 4,7 – 8

PEMBAHASAN:
Pemeriksaan fisik urine meliputi penentuan warna, kejernihan, bau dan berat
jenis. Pemeriksaan ini memberikan informasi awal mengenai gangguan seperti
perdarahan gromerulus, penyakit hati, gangguan metabolisme bawan dan infeksi
saluran kemih (ISK) (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

- Penentuan berat jenis urin

Penetapan berat jenis urin biasanya cukup teliti dengan menggunakan


urinometer.Apabila sering melakukan penetapan berat jenis dengan contoh urin
yang volumenya kecil,sebaiknya memakai refraktometer untuk tujuan itu. Berat
jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi
zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan
ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Berat jenis urin sangat erat
hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya,
dan sebaliknya. Diuresis adalah keadaan peningkatan urine yang dibedakan
menjadi dieresis air dan dieresis osmotic (Soewolo, 2005).
Berat jenis urine normol berkisar 1,003 – 1,030 (Soewolo). Berat jenis yang
lebih dari 1030 memberi isyarat adanya kemungkinan glukosuri (Gandasoebrata,
2006). Efek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan
kemampuan untuk memekatkan urine. Tingginya berat jenis memberi makna
terhadap kepekatan urin yang berhubungan dengan fisiologi pemekatan di ginjal.
Penetapan berat jenis urin biasanya cukup teliti dilakukan dengan menggunakan
urinometer (Tim Dosen UNJ, 2010). Berat jenis urine yang rendah persisten
menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine
malam > 500 ml dan Berat jenis kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi,
atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi
secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul
rendah (Gandasoebrata, 2006).
Berat jenis urine mencerminkan sifat dan jumlah zat padat yang terlarut dalam
urine misalnya glukosa,karena glukosa memilki sifat sebagai pereduksi dan sebagai
partikel yang padat. Berat jenis urine rendah dapat dijumpai pada Diabetes Insifidus
dengan berat jenis berkisar antara 1.001- 1.003 dan juga pada penderita Glumerulus
nefritik, pielonefritik,kelainan ginjal lain (R. Wirawan ,2010). Faktor yang
mempengaruhi berat jenis urine adalah: Makanan, obat-obatan, perombakan bakteri
dan ureum (bau amoniak), dan adanya ketonuria (as.asetat, aseton).
Berat jenis urine tinggi dapat dijumpai pada keadaan insufisiensi adrenal,
kelainan hati, payah jantung dan kehilangan cairan badan yang berlebihan misalnya
berkeringat banyak, muntah, diare (Kee Lefever,1997: 258). Pemeriksaan berat
jenis urine dapat dilakukan dengan menggunakan urinometer dan refraktometer.
Penetapan berat jenis urine biasanya cukup teliti dengan urinometer diukur pada
suhu kamar (Baron, 1990).
Bila urine pekat terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan bila urine encer
terjadi ekresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut, kedua hal ini memiliki arti
penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh (Gandasoebrata,
2006). Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan cara Urinometer. Cara
urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis dengan kapasitas pengapungan
hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder yang terisi kemih (Price dan
loraine,1995). Urinometer akan mengapung pada angkat dekat ujung yang
menwentukan berat jenis secara langsung, untuk meyakinkan urinometer terapung
bebas dapat memutar urinometer secara perlahan.

- Penentuan pH Urin
Urin mempunyai pH bersifat asam, yakni rata-rata 5,5-6,5. Jika didapatkan pH
yang relative basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah urea, sedangkan
jika pH yang terlalu asam kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada
batu asam urat.
Urin berbau khas yaitu berbau ammonia, pH urin berkisar 4,8 – 7,5 dan akan
menjadi lebih asam jika mengonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi lebih
basa jika mengonsumsi banyak sayuran.

2. Penentuan Beberapa Komponen yang Terdapat dalam Urine

a. Penentuan garam-garam ammonium

dipanaskan campuran di
ditambahkan larutan
penangas air, dicium bau
ditempatkan 2 ml urine NaOH encer sampai
asap yang keluar dan diuji
ke dalam tabung reaksi larutan bersifat basa
dengan lakmus merah
(lakmus merah)
basah

Reaksi:

b. Pemeriksaan sulfat anorganik dan sulfat eterial


ditempatkan 5 ml urine ditambahkan 1 ml endapan dilarutkan
dalam tabung reaksi, BaCl2 1M, dikocok dan dengan 1 ml HCl 0,5N
diasamkan dengan 1 ml disaring endapan lalu dan diamati
HCl 0,5M dipisahkan perubahannya

dididihkan filtrat di
penangas air, tidak ada
endapan ditambahkan
1 ml BaCl2 1M
Reaksi: sulfat anorganik. Sulfat eterial

c. Penentuan adanya ion kalsium

ditempatkan masing-
tabung pertama (+) dibandingkan
masing 3 ml urin
3 ml lar. sulkowitch, kekeruhan antara
dalam 2 tabung
kocok tabung
reaksi

Reaksi:

d. Penentuan asam urat

ditempatkan 2 ml urine dalam


diamati warna endapan dan
cawan penguap, ditambahkan
ditambahkan 2 ml larutan NH3
4 tetes HNO3 pekat dan
1:100, diamati perubahan
dipanaskan di atas hot plate
warna
dalam lemari asam

Reaksi:

e. Penentuan kreatinin
ditempatkan 5 ml urine diteteskan NaOH 1 M
diasamkan dengan asam
dalam tabung reaksi, tetes demi tetes hingga
asetat glacial dengan
ditambahkan 5 tts warna merah timbul,
hati-hati, dipanaskan dan
natrium nitroprosida didihkan campuran dan
diamati perubahan warna
0,1M diamati perubahan warna

Reaksi:

Pembahasan:
Penentuan garam-garam ammonium. Pengujian terhadap garam ammonium
ini dilakukan utnuk mengetahui adanya garam ammonium dalam urine. Berdasarkan
percobaan diperoleh hasil timbul uap warna merah ini menunjukkan adanya garam
ammonium atau gas NH3 yang mudah menguap (Ganong, 2003). Bau khas pada urine
seperti ammonia terjadi karena urine mengandung garam ammonium. Pada penentuan
ini 2mL urine ditambahkan larutan NaOH agar suasana basa yang dapat merubah garam
ammonium menjadi ammonia dan dipanaskan dengan air mendidih. Munculnya uap
berbau ammonia dari tabung menandakan adanya garam ammonium yang terkandung
dalam urine dan telah berubah menjadi ammonia. Diletakkan kertas lakmus merah pada
bibir tabung reaksi. Hasilnya, kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru karena
uap basa dari ammonia.
Pemeriksaan sulfat anorganik dan sulfat eterial. Sulfat anorganik adalah ion
sulfat bebas yang terdapat dalam urine dan sulfat eterial adalah sulfat yang terikat
dengan senyawa endogen. Urine ditambahkan dengan HCl lalu ditambahkan BaCl2 dan
dikocok. Jika dalam urine terdapat ion sulfat anorganik, penambahan BaCl2
menghasilkan endapan putih BaSO4. Endapan dan filtrate dipisahkan dengan
penyaringan. Untuk membuktikan adanya endapan BaSO4, akan larut kembali jika
ditambahkan HCl. Filtratnya dipanaskan dengan penangas air untuk memutuskan
ikatan sulfat anorganik pada sulfat eterial. Ditambahkan BaCl2 dalam larutan. Jika
terbentuk endapan putih, terbentuk kembali endapan BaSO4.
Penentuan adanya ion kalsium. Kalsium merupakan mineral yang digunakan
untuk metabolisme tubuh, kerja jantung, dan lainnya. Penentuan ion kalsium dengan
metode sulkowitch dimana mengendapkan kalsium dengan adanya endapan warna puti
jika positif akan terlihat keruh.
Penentuan asam urat. Tes ini dinamakan juga tes mureksid. Asam urat bila
dioksidasikan oleh asam nitrat akan menghasilkan asam dialurat dan alloksan, yang
akan mengalami kondensasi dengan adanya ammonium. Urine dimasukkan ke cawan
uap dan ditambahkan asam nitrat pekat sampai ada uap yang terbentuk. Selanjutnya
ditambahkan ammonium. Jika dalam urine terdapat asam urat, akan terbentuk endapan
mureksid (asam furfurat) bewarna ungu kemerahan yang merupakan hasil kondensasi
dengan ion ammonium.
Penentuan kreatinin. Percobaan ini berdasarkan pembentukkan warna merah
rubi bila kreatinin direaksikan dengan nitroprusida dalam suasana basa. Warna tersebut
lama kelamaan berubah menjadi kuning. Bila campuran tersebut diasamkan dengan
asam asetat, warnya akan berubah menjadi hijau dan kemudian menjadi biru karena
terbentuknya biru prusian. Urine dimasukkan ke tabung reaksi dan diberi nitroprusida
lalu natrium hidroksida sampai larutan bewarna merah. Larutan didihkan dalam
penangas air dan diasamkan dengan asam asetat glasial. Hasilnya akan terbentuk
larutan biru prusian.

3. Penentuan Beberapa Senyawa pada Urine Tidak Normal


a. Penentuan adanya glukosa pada urine tidka normal

diteteskan 5 tetes urine


tidak normal ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan diamati perubahannya
1 ml benedict dan dididhkan
selama 5 menit

Reaksi:

b. Penentuan Benda-Benda Keton

ditempatkan 1 ml urine ditambahkan 2 tetes


tidak normal ke dalam larutan natrium
tabung, dijenuhkan dengan nitroprusida 5% dan 1 ml
(NH4)2SO4 jenuh sambil NH3 pekat, dikocok dan
dikocok dibiarkan selama 30 menit

Reaksi:
c. Penentuan Bilirubin

dirempatkan 2 ml urine tidka


normal ke dalam tabung dikeringkan endapan kertas
reaksi, ditambahkan 2 ml saring dan diteteskan 2-3
larutan BaCL2 10%, dikocok tetes pereaksi fouchet.
dan disaring

Reaksi:

a. Penentuan Darah
ditempatkan 2 ml urine
tidak normal, ditambah
dikocok dan diamati
1 ml larutan benzidin
perubahannya
jenuh dan 0,5 ml larutan
H2O2 3%
Reaksi:

PEMBAHASAN:
Penentuan adanya Glukosa pada Urine Tidak Normal. Urine tidak normal
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditetesi larutan pereaksi Benedict. Percobaan
dilakukan saat tabung yang berisi urine tidak normal dipanaskan dalam penangas air. Jika urine
mengandung glukosa, warna larutannya akan menjadi merah bata.
Penentuan Bneda-Benda Keton. Urine tidak normal dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
jenuhkan urine dengan ammonium sulfat jenuh dan dikocok. Lalu larutan direaksikan dengan
nitroprusida dan ammonium pekat. Larutan dikocok dan didiamkan selama 30 menit. Jika
terbentuk larutan bewarna ungu menandakan urine mengandung benda keton.
Penentuan Bilirubin. Urine tidak normal ditetesin larutan barium klorida dan dikocok
sampai terbentuk endapan. Dilakukan penyaringan dan endapan hasil ditetesin pereaksi
Fouchet. Jika endapan yang terbentuk bewarna hijau, tandanya ad bilirubin yang terkandung
dalam darah.
Penentuan Darah. Urine tidak normal dalam tabung reaksi yang sudah tercampur asam
asetat glasial ditambahkan larutan benzidin. Lalu ditambahkan larutan hydrogen peroksida
kedalam larutan dan dikocok. Jika larutan bewarna biru, menandakan urine mengadung darah.
Daftar Pustaka:

Sahaliya, Syifa. 2015. Kegiatan 8.1 “Uji Kandungan Urine”. Hal: 4-5

Sant
hi, Dharma. 2017. Diktat Praktikum Urinalisa dan Cairan Tubuh. Hal: 20

R. Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian rakyat.

R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma. 2010. Penilaian Hasil Pemeriksaan


Urin. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No.30. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,Jakarta.

Baron, D.N. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kee Lefever,Jocce. 1997. Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik. Edisi2. Jakarta:


PenerbitBuku Kedokteran EGC.

Tri susilowati, Rizal. Laporan kimia klinik dasar pemeriksaan urine.

Tim KBI Biokimia. 2021. Diktat Penuntun Praktikum Biokimia. Departemen Kimia:
Universitas Indonesia

Zamzami, Zurihman. 2019. PROFILE OF URINALYSIS IN KIDNEY, URETER


AND BLADDER STONE PATIENTS. Surabaya: Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai