Anda di halaman 1dari 17

Kajian Al-Qur’an (KAQ)

Kelas X SMA NU 1 Gresik

Pesan Ilmiah Al-Qur’an tentang Hewan


[part 2]
Disusun Oleh:
Moh. Shufyan Tsauri, S. Si.
B. Simbiosis pada Hewan

Dalam menciptakan
Berbeda dengan hewan yang tidak
manusia, Allah memberinya
diberi kelengkapan otak untuk
kelengkapan berupa otak
berpikir, namun demikian
untuk berpikir. Dengan
hubungan antar jenis hewan tetap
pikiran itu manusia berhasil
saja berlangsung. Siapa yang
mengadakan hubungan
membimbing hewan untuk dapat
antar individu dengan
melakukan hal itu? Tentu saja Allah-
jenisnya sendiri (sesama
lah yang membimbing semua
manusia) maupun dengan
makhluk-Nya untuk dapat saling
jenis (makhluk) lainnya.
berhubungan dengan cara yang
khas, sebagaimana dinyatakan
dalam ayat berikut,
Artinya: “Dia (Musa) menjawab, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang
telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu,
kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha: 50)

Menurut Tafsir Ringkas Kementerian Agama RI menjelaskan, Nabi


Musa menjawab, “Tuhan kita semua ialah Tuhan yang telah
menciptakan semua makhluk dan memberikan bentuk kejadian
kepada segala sesuatu di alam semesta ini, kemudian memberinya
petunjuk dan potensi untuk dapat melakukan segala sesuatu
sesuai fungsinya.”
Pesan Ilmiah Surat Thaha Ayat 50

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan instink (naluri)


dan kodrat alamiah kepada semua makhluk, tidak terkecuali
hewan, untuk dapat melangsungkan hidupnya masing-masing.
Salah satunya berupa naluri untuk interaksi dan bekerja sama di
antara jenis hewan, baik yang menguntungkan kedua belah pihak
maupun salah satunya. Dalam sains, interaksi ini disebut dengan
simbiosis.
Simbiosis adalah sebuah hubungan atau
interaksi antara dua organisme yang
berbeda jenis. Kata simbiosis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu sym dan biosis.
Sym memiliki arti dengan, dan biosis
berarti kehidupan. Makhluk hidup yang
bersimbiosis disebut sebagai simbion.
Setiap makhluk hidup di bumi
bersimbiosis satu sama lainnya.

Secara umum ada tiga macam simbiosis, yaitu


simbiosis mutualisme, simbiosis komensalisme
dan simbiosis parasitisme
1. Simbiosis Mutualisme
Dalam simbiosis mutualisme, kedua
jenis makhluk hidup memperoleh
keuntungan dari interaksi ini. Keduanya
tidak dirugikan dalam bentuk apa pun.
Contoh klasik simbiosis mutualisme
adalah hubungan antara bunga dengan
polinator (perantara penyerbukan
tanaman): lebah, burung, semut, kupu-
kupu, lalat, nyamuk, dan sejenisnya.
Serangga membantu tumbuhan karena berperan
mentransfer dan mempertemukan sel jantan
(benangsari) dan sel betina (putik) tumbuhan
(Gambar 1). Pertemuan keduanya akan berujung pada
produksi buah dan biji yang menjadi alat reproduksi
pada tumbuhan. Dan polinator mendapat keuntungan
karena memperoleh makanan berupa nektar (sari
bunga) dan polen atau benangsari.

Gambar 1. Lebah sedang melakukan tugas


sebagai polinator.
Banyak contoh simbiosis mutualisme di
antara serangga, seperti hubungan
antara semut dengan kutu daun.
Hubungan keduanya dapat digambarkan
sebagai hubungan peternak dengan
ternaknya (Gambar 2).
Semut akan menjaga kutu daun, baik
yang dewasa maupun telurnya, dan
menyebarkan anakan kutu daun yang
baru menetas ke cabang atau pohon
lain. Dengan demikian, kutu daun yang
menyesap (minum dengan mengisap) Gambar 2. Semut sedang
cairan tumbuhan akan hidup dan “memerah” kutu daun.
menyebar dengan aman. Sebagai imbal
jasa, kutu daun menghasilkan kotoran
berupa cairan gula yang manis yang
disukai semut.
Keadaan yang mirip terjadi antara semut jenis Formica
fusca dengan kupu-kupu Glaucopsyche lygdamus. Kerja
sama tidak terjadi pada dua jenis hewan dewasa, namun
antara semut dewasa dan ulat kupu-kupu (Gambar 3).
Seperti halnya kutu daun, ulat ini juga menghasilkan
kotoran berupa cairan manis yang disukai semut. Demi
mendapat cairan manis itu semut rela mati-matian
melindungi ulat dari serangan pemangsa, seperti lebah
atau lalat. Keduanya betul-betul diuntungkan dalam
kerja sama ini.

Gambar 3. semut sedang memelihara


ulat kupu-kupu.
Contohnya adalah hubungan
antara ikan hias dengan
anemon laut, seperti ikan
2. Simbiosis Komensalisme badut (Amphiprion ocellaris)
dengan anemon laut
Komensalisme adalah hubungan
(Heteractis magnifica).
atau interaksi dimana hanya
Contoh lain dari hubungan
salah satu organisme yang
komensalisme yang klasik
memperoleh keuntungan di satu
adalah relasi antara sarang
sisi, dan di sisi lain jenis lainnya
burung dan pohon. Pohon tidak
sama sekali tidak dirugikan atau
akan dirugikan karena salah
diuntungkan.
satu cabangnya digunakan
burung untuk tempat
meletakkan sarangnya.
Anemon laut adalah hewan tidak bertulang belakang
yang tubuhnya menempel ke dasar karang atau batu,
dengan tentakel (seperti tangan untuk perangkap)
yang lengket dan dipenuhi alat sengat yang beracun.
Begitu ada ikan mendekat, ia akan melepaskan
racunnya yang bisa mengakibatkan ikan yang
tersengat pingsan atau mati. Setelah itu ikan pun
dimakan. Namun tidak begitu kejadiannya apabila
yang mendekat adalah ikan badut. Sebabnya, tubuh
ikan badut dilapisi oleh lendir yang berperan
menenolak atau mengurangi efek sengatan.
Ikan badut menggunakan tentakel anemon sebagai
sarana pertahanan diri. Ikan badut hidup di antara
tentakel anemon, maka jelas bagaimana ikan badut
memperoleh manfaat dari hubungannya dengan
anemon (Gambar 4). Dengan demikian anemon laut
tidak memperoleh keuntungan apa-apa, meski juga
tidak dirugikan.

Gambar 4. Ikan badut di tengah


tentakel anemon laut.
3. Simbiosis Parasitisme
Dalam simbiosis parasitisme, hanya satu
organisme yang memperoleh keuntungan,
baik berupa makanan maupun perlindungan.
Di sisi yang lain, jenis satunya akan dirugikan
karena menderita dan terganggu akibat
hubungan ini.
Contoh dari simbiosis parasitisme adalah hubungan antara burung
kerak basi yang berukuran kecil dengan burung kedasih yang
berukuran beberapa kali lebih besar.
Induk burung kedasih betina akan meletakkan satu telurnya pada
sarang burung kerak basi. Burung kerak basi akan menolak telur
kedasih bila mereka tahu ketika induk burung kedasih meletakkan
telurnya. Bila tidak tahu maka burung kerak basi tidak dapat
membedakan antara telur miliknya sendiri dan telur yang
“dititipkan”, meski ukurannya sebenarnya berbeda.
Induk jantan dan betina burung kedasih tidak pernah mau
membuat sarang untuk bertelur apalagi mengerami telur-
telurnya. Induk betina justru menitipkan telur di dalam sarang
milik burung lain yang berukuran lebih kecil.
Setelah menetas, anakan burung
kedasih dengan sengaja menjatuhkan
semua telur yang belum menetas dan
anakan kerak basi.
Induk burung yang dititipi juga
diperbudak anakan burung kedasih ini
untuk terus memberi makan dirinya
hingga tubuhnya lebih besar dari induk
yang mengeraminya tadi.
Hanya dalam 20 hari anakan kedasih
dapat tumbuh delapan kali lebih berat
daripada induk angkatnya. Gambar 5. Induk burung kerak basi
sedang memberi makan anakan
Akan tetapi, induk angkatnya masih burung kedasih.
terus menyuapinya (Gambar 5), seolah
tidak dapat membedakan perbedaan
morfologi (bentuk luar) antara jenisnya
dengan jenis lainnya.
Hubungan parasitisme yang begitu tampak dapat dijumpai
pada jenis-jenis serangga, seperti beberapa jenis lebah yang
menaruh telurnya pada badan ulat, atau lebah yang
menyuntikkan telur ke dalam tubuh kutu daun. Dengan
menaruh telur pada hewan hidup, maka lebah akan
memperoleh jaminan bahwa pada saat telurnya menetas,
terdapat makanan yang sudah tersedia untuk anaknya.
Strategi demikian ini banyak ditemukan pada serangga.

Gambar 6. Telur lebah yang ditaruh Gambar 7. Lebah yang sedang


pada tubuh ulat. menyuntikan telur ke dalam kutu daun.
Semoga Bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai