NIM : 11901148
Kelas : PAI 2G
tu siswa dalam perkembangan etika, tanggung jawab melalui model, dan pengajaran
karakter yang baik melalui nilai-nilai universal (Berkowitz & Bier, 2005:7). Nilai-ni-
lai karakter ini sudah seharusnya ditanamkan kepada siswa sehingga mereka mam-
pu menerapkan dalam kehidupannya baik di keluarga, sekolah, masyarakat, dan ne-
gara sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari
nilai moral universal (bersifat absolut) sebagai pengejawantahan nilai-nilai agama
yang biasa disebut the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli
psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih
sayang, peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah,
keadilan kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan.
B. Paradigma Pendidikan Dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter mengemban dua tugas, yaitu mengembangkan
kemampuan intelektual dan mengembangkan kemampuan moral. Pengembangan
kemampuan intelektual berorientasi pada terciptanya siswa yang memiliki kecerdasan
dan ketajaman intelektual, sedangkan pengembangan kemampuan moral berorientasi
pada terciptanya siswa yang memiliki integritas diri dan berkarakter kuat (Koesoema,
2007:118). Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (tt:79) yang menyatakan bahwa
perkembangan moral bergantung pada perkembangan kecerdasan (intelektual).
Menurutnya, perubahan kemampuan anak dalam menangkap dan mengerti akan
menggerakkan anak pada tingkat perkembangan moral yang tinggi. Karena itu,
pengembangan kemampuan intelektual dan moral merupakan dua tugas yang selalu
berjalan beriringan dan tidak bisa dipisahkan.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah menyusun undang-undang baru tentang
pendidikan bermuatan karakter yakni Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional BAB I Pasal 1 ayat 1 berbunyi: “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan
demikian, dapat disederhanakan muatan pendidikan bahasa Indonesia adalah (a)
pengetahuan, (b) keterampilan, (c) pemikiran dan (d) karakter. David Brooks dan
Mark Kann dalam Arthur (2003) menjelaskan pendidikan karakter memiliki berbaai
elemen. Mereka percaya bahwa harus ada instruksi langsung dalam pendidikan watak,
untuk anak-anak harus terbiasa dengan kebajikan dengan nama mereka harus
mendengar dan melihat kata-kata, belajar maknanya, mengidentifikasi perilaku yang
tepat dan menerapkannya dalam praktik.
Berdasarkan pemahaman diatas, dapat dijelaskan paradigma pendidikan
karakter dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan dalam hal mengenai bahasa perlu dikategorikan menjadi dua yaitu
pendidikan bahasa dan pendidikan berbahasa. Pendidikan bahasa akan terkait
dengan pengetahuan tentang sistem (internal-eksternal) bahasa itu sendiri.
Sementara itu, pendidikan berbahasa akan terkait dengan hal bagaimana
penggunaan bahasa itu.
2. Poin (a) di atas harus diajarkan kepada masyarakat bahasa khususnya peserta
didik secara komprehensif dan maksimal. Dengan demikian dua hal yang dirujuk
dalam poin (a) tersebut akan membentuk kompetensi dan performansi bahasa.
3. Kompetensi dan performansi bahasa yang terbentuk melalui pendidikan bahasa
dan berbahasa tersebut akan melahirkan loyalitas (sikap positif) dalam bahasa dan
berbahasa.
4. Dengan demikian, loyalitas (sikap positif) bahasa dan berbahasa itu akan
direpersentasikan dalam ranah menjaga sekaligus mengembangkan eksistensi
bahasa daerah sebagai akar budaya yang membentuk bahasa nasional (bahasa
Indonesia) sebagai budaya nasional.
E. 18 Nilai-nilai Karakter
Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu karakter akan melekat
dengan nilai dari perilaku seseorang. Karena itu, dalam perspektif pendidikan
karakter, tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai (Kesuma, dkk., 2011:2).
Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan ada 18 karakter. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, Pancasila,
budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun 18 nilai tersebut yaitu:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan. Jadi dengan peirlaku tertib ini dapat membangun karakter siswa
dalam kehidupan nyata.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan di dengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
(religius) dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: merumuskan visi dan
misi yang religius, penciptaan suasana religius serta tradisi dan perilaku religius
5
Doni Koesuma A, Pendidikan Karakter, hlm. 208-212.
6
Uyanto, Urgensi Pendidikan (02 Mei 2011)
secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious cuture tersebut dalam
lingkungan sekolah (Sahlan, 2012: 51). Saat ini, usaha penanaman nilai-nilai religius
dalam rangka mewujudkan budaya sekolah religius dihadapkan pada berbagai
tantangan, baik secara internal maupun eksternal.
Dengan menjadikan agama sebagai tradisi di sekolah, maka pada dasarnya
seluruh warga sekolah telah mengamalkan ajaran agama. Membudayakan nilai-nilai
religius di sekolah dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, di antaranya: melalui
kebijakan pimpinan sekolah; pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
kelas; kegiatan ekstra kurikuler di luar kelas, serta tradisi dan perilaku seluruh pihak
di sekolah secara kontinyu dan konsisten melalui budaya sekolah yang ada,
menjadi budaya sekolah religius.
REFERENSI