Anda di halaman 1dari 31

BAB III

DIKSI ATAU PILIHAN KATA

A. Pengertian Diksi atau Pilihan Kata

Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia
adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan
sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).

Diksi dapat terbentuk dari satu morfem atau lebih. Seperti: dan, di, ke, dengan, maka, lalu, menulis,
bertanggungjawab, menyebarluaskan, mempertanggungjawabkan dan sebagainya. Sehingga tepat
bila ada yang memahami diksi dengan sebutan pilihan kata. Artinya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata adalah satu unsur penting, baik dalam dunia tulis-menulis
maupun dalam dunia tutur setiap hari.

Fungsi dari diksi antara lain :

A. Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap
apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
B. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
C. Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
D. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga
menyenangkan pendengar atau pembaca.

Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan sesuatu yang mengandung maksud,
kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian
kata-kata. Dalam hal ini, mana kata yang tepatlah yang diperlukan.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi—-25

Untuk menghasilkan pembicaraan yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:

1. ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.


2. Pembicara arau penulis harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna, sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pendengar dan pcmbaca.
3. Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut
menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien

Contoh diksi atau kata yang baik disertakan dengan bandingannya:

Hari ini, Rudi pergi ke pantai bersarna dengan teman-temannya. Udara di sana sangat sejuk. Mereka
bermain bola air sampai tidak terasa hari sudah sore. Mereka pun pulang tak lama kemudian.

Liburan kali ini Rudi dan ternan-temannya berencana untuk pergi ke pantai. Mereka sangat senang,
ketika hari itu tiba. Saat sampai di sana, mereka sudah disarnbut oleh semilir angin yang tidak henti-
hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tidak mau kalah untuk menyambut
kedatangan mereka. Mereka menghabiskan waktu sepanjang hari di sana. Mereka pulang dengan
hati senang.
Makna yang disampaikan dalam dua paragraf di atas adalah sama. Namun dalam pemilihan diksi
berbeda. Paragraf kedua lebih menarik untuk dibaca, karena memiljki diksi yang 'mengalir' dan tidak
membosankan.

Bila memperhatikan dua contoh pilihan kata yang terdapat di dalam dua paragraf di atas, dapat
dikatakan bahwa kata adalah alat penyalur gagasan. Sehingga ketika semakin banyak kata yang
dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup
diungkapkannya. Artinya, siapa yang menguasai banyak kosa kata atau luas kosa katanya, dapat
dengan mudah dan lancar berkomunikasi dengan orang lain.

Betapa sering ditemukan seseorang tidak dapat merespons informasi yang disampaikan orang lain,
hanya karena tidak cukup memiliki kata atau gagasan, atau bisa jadi sebaliknya, karena orang yang
diajak berbicara tidak cukup memiliki kosa kata sehingga tidak sanggup mengungkapkan maksudnya
secara jelas.

26---Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi

Banyak yang berpendapat bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, yang
tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada
setiap manusia. Fakta nyata yang sering disaksikan, ketika seseorang yang 'kaya' kosakata, memiliki
kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk
mewakili maksud atau gagasannya. Secara populer orang akan mengatakan bahwa kata meneliti
sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati dan menyidik. Karena itu, kata-kata turunannya
seperti: penelitian, penyelidikan, pengamatan dan penyidikan adalah kata yang sama artinya atau
merupakan kata yang bersinonim.

Mereka yang 'kaya' kosakata dipastikan akan menolak anggapan tersebut. Karena tidak menerima
anggapan seperti itu, maka mereka akan berusah menempatkan secara cermat kata mana yang
harus dipakainya dalam sebuah konteks tertentu. Sebaliknya yang 'miskin' kosakatanya akan
menemukan kata yang tidak tepat, karena ia tidak tahu ada kata lain yang lebih tepat, dan ia tidak
tahu bahwa ada perbedaan antara kata-kata yang bersinonim tersebut.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata juga harus sesuai dengan
situasi dan tempat penggunaan kata-kata tersebut. Dari sini dapat dipahami bahwa efektivitas
komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan
memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.

Widjono HS menyebutkan ada sepuluh syarat ketepatan pilihan kata:

1. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat,

2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, misalnya: adalah, ialah,
yaitu/yakni, dalam pemakaiannya berbeda-beda.

Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi---27

3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya kurban
(persembahan kepada tuhan, seperti kambing, sapi, dan unta yang disembelih pada hari
Iduladha)dan korban (orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian,
perbuatan jahat, dan sebagainya), sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan).
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri. Jika
permahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna kau yang
tepat dalam kamus, misalnya modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut
kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka
menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual.
5. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat,
misalnya dilegalisir seharusnya dilegalisasi, kordinir seharusnya dikoordinasi.
6. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar. Misalnya
sesuai bagi, seharusnya sesuai dengan.
7. Menggunakan kata umum dan kata khusus, secara cermat. Untuk mendapatkan
pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya:
mobil (kata urnum) corolla (kata khusus, sedan buatan Toyota)
8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya: isu (berasal bahasa
Inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar
yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-desus)
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku,
serta buku dan kitab; berhomofoni, misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan;
dan berhomograf. misalnya, apel buah, apel upacara; buku ruas, buku kitab
10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak Misalnya:
pendidikan, wirausaha dan pengobatan modern, dan kata konkret atau kata khusus
misalnya; mangga, sarapan dan berenang.

28---gahaso Indonesia untuk Perguruan Tinggi

B. Makna Denotatifdan Konotatif

Makna kata menjadj penting dibahas, agar ketika melakukan pillhan kata dapat dilakukan dengan
tepat Pilihan kata yang tepat akan mampu menciptakan komunikasi yang baik dan benar. Dalam
kajian linguistik bahasa Indonesia, yang menjadi pembahasan utama tentang kata atau diksi selalu
diawali dengan membahas makna denotatif dan konotatif- Sebelum menjelaskan kata yang
mengandung makna denotatif dan kata yang mengandung makna konotatif.

Perhatikan terlebih dahulu kalimat-kalimat berikut ini:

Toko itu dilayani godis-godis manis.

Toko itu dilayani doro-doro manis.

Toko itu dilayani perawan-perawan manis.

Ketiga kata yang dicetak miring di atas memiliki makna yang sama,ketiganya mengandung referensi
yang sama, yaitu: wanita yang masih muda. Namun kata gadis boleh dikatakan mengandung asosiasi
paling umum, yaitu merujuk langsung ke wanita yang masih muda, juga mengandung sesuatu yang
lain, yaitu "rasa indah", dengan demikian mengandung asosiasi yang lebih menyenangkan.
Sedangkan kata perawan, di samping merujuk mahluk yang sama, juga mengandung asosiasi yang
lain.
Kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut dengan makna
denotatif, sedangkan kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu atau nilai rasa
tertentu disamping makna dasar yang umum, dinamakan makna konotatif.

Jadi dari contoh di atas, kata gadis adalah kata yang mengandung makna denotatif, karena mengacu
kepada sejenis mahluk tertentu tanpa suatu penilaian tambahan, sedangkan kata dara dan perawan
adalah kata yang mengandug makna konotatif, karena di samping mengacu kepada sejenis mahluk
tertentu, juga mengandung nilai tambahan.

Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. la tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada
kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga toilet (konotatif). Dalam hal ini,
terkadang kita lupa apakah kata tersebut mengandung makna denotatif atau konotatif.

Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna konotatif tersebut tidak
dapat diganti dengan kata lain, sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga
dengan istilah rumah asap.

Bohasa Indonesia untuk Perguruon Tinggi—29

Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif. Makna
denotatifadalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan
dengan kondisi dan situasi.

Misalnya:

Denotatif Konotatif

rumah gedung, wisma, graha

penonton pemirsa, pemerhati

dibuat dirakit, disulap

sesuai harmonis

tukang ahli, juru

pembantu asisten

pekerja pegawai, karyawan

tengah madia

bunting hamil, mengandung

mati meninggal, wafat

Menemukan makna denotatif terdapat dalam pidato ilmiah atau buku-buku ilmiah. Penggunaan
kata-kata yang mengandung makna denotatif agar tidak menimbulkan intrepretasi lain, selain dari
apa yang dibicarakan atau dituliskan. Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus
adalah tujuan utama, sehingga dalam orasi ilmiah atau buku ilmiah yang dipilih adalah kata dan
konteks yang relatif bebas dari interpretasi.
Berikut ini contoh kata yang mengandung makna denotatif dan konotatif.

- Rumah itu luasnya 300 meter persegi (denotatif)


- Rumah itu luas sekali (konototif)
- Ada seribu orang yang menghadiri pertemuan itu (denotatif)
- Banyak sekali yang menghadiri pertemuan itu (konotatif)
- Meluap hadirin yang menghadiri pertemuan itu (konototif)

Jadi, makna denotatif dan makna konotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa.
Makna denotatif adalah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan
makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, peranan dan lain-lain yang
menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat
umurn, sedangkan makan konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.

30---gohoso Indonesia untuk Perguruan ringgi

Contoh kalimat di bawah ini menuniukkan hal tersebut.

Dia adalah wanita yang cantik (denotatif)

Dia adalah wanita yang monis (konotatif)

Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik memberikan gambaran umum tentang
seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung maksud yang lebih bersifat memukau
perasaan kita. Nilai kata konotatif bisa bermakna positif (baik) dan bisa bermakna negatif (jelek).

Contoh kata-kata yang berkonotasi jelek adalah, goblok (lebih jelek daripada bodoh), mampus (lebih
jelek daripada mad), gubuk oebih jelek daripada rumah).

C. Kata Konkret dan Abstrak

Dalam berbicara sehari-hari, kita selalu menggunakan kata konkret dan abstrak, misalnya: meja,
kursi, opini, gagasan, dan perdamaian. Kata meja dan kursi adalah kata konkret, karena dapat
diserap oleh pancaindera manusia. Sedangkan opini. gagasan, perdamaian adalah kata abstrak,
karena tidak bisa diserap oleh pancaindera.

Letak perbedaan kata konkret dan abstrak adalah, ketika menjelaskan kata yang rumit. Kata abstrak
selalu dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang rumit. Kata abstrak dapat membedakan gagasan
yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi. iika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur -
hamburkan dalam tulisan. maka kandungan tulisan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.

D. Sinonim

Sinonim berasal dari kata syn yang berarti sama, dan anoma yang berarti nama. Maka sinonim
adalah persamaan makna kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan. dan
pengucapannya, tetapi bermakna sama. Misalnya wanita bersinonim dengan perempuan, makna
sama tetapi berbeda tulisan maupun pengucapannya.

Dalam kajian linguistik, beradaan sinonim tidak diakui. Tiap kata diyakini memiliki makna yang
berlainan, meskipun saling tumpang tindih dengan kata yang lain. Tumpang tindih tersebut
membuat konsep sinonim muncul dan diterima di masyarakat luas.

B0hasa Indonesia untuk Perguruon Tinggi 31


Hal-hal yang menyebabkan munculnya sinonim:

1. karena proses serapan (borrowing), muncul akibat penerimaan kata – kata baru yang sebenarnya
sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya: hasil-prestasi-produksi. Sinonim terjadi
karena menerima dua bentuk / lebih dari sebuah bahasa donor atau menerima bentuk dari
beberapa bahasa donor, buku, kitab dan pustaka; sekolah dan madarasah; reklame, iklan dan
advertesting.

2. Karena penyerapan kata-kata daerah ke dalam bahasa Indonesia. Jarak dan vvilayah
mempengaruhi pembentukan kosakata meskipun referensinya sama. Misalnya: tali-tambang,
parang-golok.

3. Karena makna emotif(nilai rasa) dan evaluatif. Makna kognitif dari sebuah kata Yang bersinonim
tetap sama, hanya nilai evaluatif dan nilai emotifnya berbeda. Misalnya: ekonotnis-hemat-irit; dara-
gadis-perawan.

kata-kata lain yang bersinonim, ialah:

a. hamil, bunting

b. kecil, mikro, minor, mungil

c. korupsi, mencuri

d. strategi, teknik, taktik, siasat, kebijakan

e. terminal, halte, perhentian, stasiun, pangkalan pos.

Jadi, sinonim ini dipergunakan untuk mengalih - alihkan pemakaian kata tempat tertentu sehingga
disusun tidak membosankan. Dalam pamakaiannya bentuk-bentuk kata bersinonim akan
menghidupkan bahasa dan mengkonkretkannl sehingga komunikasi yang dibentuk merniliki wujud
nyata. Pemakai bahasa dapat memilih kata yang mana yang paling tepat untuk dipergunakannya,
sesuai dengan kebutuhannya dan situasi yang dihadapinya.

Perhatikan contoh berikut ini:

1) kegiatan, misalnya: aman-tenteram, matahari-surya


2) kesopanan, misalnay: saya, aku.
3) nuansa makna, misalnya: melihat, melirik, melotot, meninjau, mengintip; penginapan, hotel,
motel, losmen; mantan, bekas.
4) Tempat atau daerah, misalnya: saya, beta.
5) waktu, misalnya: pasar menjadi tempat bersinonim dengan konsumen atau pelanggan. masa
laiu berarti tempat orang yang berjual beli. Sedangkan Pasar pada situasi masa sekarang,
mengalami Perluasan bukan hanya berjual beli, tetapi juga berarti pemakai produk,
konsumen, atau pelanggan.

Dua kata bersinonim tidak digunakan dalam sebuah frasa. Misalnya: adalah merupakan, agar supaya,
bagi untuk, adalah yaitu,yth kepada. Dalam sebuah kalimat, penggunaan kedua kata tersebut,
misalnya:

1) Harimau adaloh merupokan binatang buas. (salah)

2) Kepado Yth. Bapak Zainal Abidin. (salah)

3) Joko giat belajar agar supayo berprestasi. (salah)


E. Bentuk Kata

Dalam kajian lingustik, kata dibedakan atas (1) kata dasar, (2) kata berimbuhan, (3) kata ulang dan
(4) kata majemuk.

Kata dasar adalah kata yang tidak mengalami proses afiksasi. Sehingga kata dasar berbeda dengan
bentuk dasar, karena bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks yang menjadi
dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar. Misalnya, kata pakai adalah kata dasar; pakaian adalah
bentuk dasar.

Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses afiksasi, seperti kata: berpakaian. Kata
imbuhan sering juga disebut dengan kata jadian atau kata turunan. Jadi, bila dihubungkan antara
kata dasar, bentuk dasar dan kata imbuhan dari kata berpakaian, kata dasarnya pakai; bentuk
dasarnya pakaian, dan kata berimbuhannya berpakaian dengan mendapatkan afiks ber- yang
terletak di depan kata pakai dan afiks -an yang terletak setelah kata pakai.

Kata ulang adalah kata yang terbentuk hasil proses pengulangan (reduplikasi). Misalnya: anak-anak,
besar-besar, pagi-pagi.

Jenis pengulang antara lain:

1. Pengulangan berimbuhan: bersalam-salaman, berdesak-desakan.

2. Pengulangan kata dasar. berlari-lari, bertiga-tiga, memukul- mukul.

3, Pengulangan dengan perubahan bunyi: warna-warni, lauk pauk

4. Pengulangan dwipurwa, yaitu pengulangan yang terjadi hanya pada suku awal kata: lelaki,
tetangga, leluhur.

Kata ulang berfungsi sebagai:

a. Menyatakan jamak: peraturan-peraturan, siswa-siswi.

b. Menyatakan jamak dan bermacam-macam: buah-buahan.

c. Menyatakan hal menyerupai sesuatu: langit-langit, kuda-kudaan, pohon-pohonan.

d. Menyatakan intensitas: kuat-kuat, setinggi-tingginya.

e. Menyatakan resiprokal: tolong-menolong, pukul-memukul.

f. Menyatakan kolektifr. tiga-tiga, ketiga-tiganya.

Kata majemuk adalah kata yang tergagas hasil proses komposisi atau penggabungan. Maksudnya,
penggabungan dua kata yang menimbulkan kata baru. Sebagai kata baru. Kesatuan tersebut
mempunyai suatu makna baru, sedangkan makna lama dari bagian-bagian kata tersebut hilang.

Penulisan kata majemuk menurut E YD ada dua macam, yaitu kata majemuk yang ditulis serangkai,
seperti kata matahari dan kata majemuk yang ditulis terpisah, seperti rumah sakit. Mengenai makna
kata majemuk, dapat dipahami sebagai berikut:

1) Makna kata majemuk dapat ditelusuri dari asal usulnya. Misalnya unjuk rasa. Namun bila makna
kata majemuk tidak bisa ditelusuri dari asal usulnya atau tidak ada sangkut pautnya, maka gabungan
kata tersebut disebut dengan idiom, misalnya kaki tangan.
2) Urutan komponennya seolah-olah telah menjadi satu sehingga tidak dapat ditukar dengan
tempatnya atau ditukar dengan kata lain, misalnya suami isteri, ganti rugi. Namun kata majemuk
berbeda dengan frasa. Frasa penggabungannya masih bisa disisipi oleh kata lain, sedangkan kata
majemuk tidak bisa. Misalnya, suami Fauziah dapat menjadi suami dari Fauziah.

Bahasa Indonesia, selain terbentuk dari dalam bahasa Indonesia sendiri (terbentuk dari kosakata
baru dengan dasar kata yang sudah ada), juga terbentuk dari luar bahasa Indonesia. Artinya,
kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing. Kontak bahasa memang tidak
dapat dielakkan, karena kita berhubungan dengan bangsa lain. Oleh karena itu, pengaruh-
mempengaruhi dalam hal kosakata pasti ada.

Kata-kata asing tersebut ada yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia dan ada yang belum.
Kata-kata dan istilah yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia pelafalan dan ejaannya
disesuaikan dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia, seperti kata riset, sirkulasi,
akumulasi, vaksin, klasifikasi, teknik, sistem kromosom, mesin, eksekutif dan lain-lain. Sedangkan
yang belum terserap ke dalam bahasa Indonesia diberi tanda dengan memiringkan penulisannya,
seperti shutle cock, ad hoc, cum laude.

Kata-kata asing yang diambil dari kata-kata asing disebut dengan kata serapan. Penyerapan kata-
kata asing tersebut sangat kita perIukan karena kita memerlukan suatu komunikasi dalam dunia dan
teknologi modern, kita memerlukan komunikasi yang lancar segala macam segi kehidupan.

Bentuk-bentuk kata serapan terbagi kepada empat macam:

a) Penyer-apan yang diambil dari kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia, misalnya:
bank, opname, golf lain-lain

b) Penyerapan yang diambil dari kata asing dan menyesuaikannya dengan ejaan bahasa Indonesia.

Misalnya:

Kata Asing Kata Serapan

Subject subjek

Apotheek apotek

Standard standar

University universitas

c) Penyerapan yang dilakukan dengan menerjemahkan istilah-istilah asing ke dalam bahasa


Indonesia.

Misalnya:

Kata Asing Kata Serapan

starting point titik tolak

meet the press jumpa pers

up to date mutakhir

briefing taklimat

hearing dengar pendapat


d) Penyerapan yang dilakukan dengan mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat
keuniversalannya. Misalnya: de facto, status quo, cum laude, ad hoc dan lain-lain.

F. Kesalahan Diksi atau Kata

Di dalam kenyataan tidak sedikit ditemukan kalimat yang dari Sisi tata disebabkan oleh penggunaan
kata yang tidak tepat. Dalam penyusunan kalimat diperlukan kecermatan dalam memilih kata.
supaya kalimat yang dihasilkan memenuhi sprat sebagai kalimat yang baik. bidang pemilihan kata itu
disebut juga diksi.

Jadi, kesalahan diksi ini meliputi kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan
kata. Berikut ini beberapa kesalahan diksi yang sering terjadi.

Bohoso Indonesia untuk Perguruon Tinggi 35

1. Pemakaian kata yang tidak tepat

Pemakaian kata yang tidak tepat sering ditemukan, baik dalam lisan maupun tulisan. Misalnya,
pemakaian kata dari atau daripada yang sering digunakan dengan tidak tepat.

- Hasil daripada penjualan saham akan digunakan untuk memperluas bidang usaha.
- Hasil penjualan saham akan digunakan untuk memperluas bidang usaha.

2. Penggunaan kata berpasangan

Ada seiumlah kata yang penggunaanya berpasangan, tidak bisa tidak..„ dipisahkan. Seperti baik...
maupun..., bukan... melainkan..., tetapi..„ antara... dan...

Untuk lebih ielasnya perhatikan contoh berikut ini:

- Baik wanita suci otaupun haid mendatangi tempat salat 'id, berdasarkan anjuran Rasulullah
Saw. (salah)
- Baik wanita suci maupun haid mendatangi tempat salat 'id, berdasarkan anjuran Rasulullah
Saw. (benar)
- Bukan harga sembilan bahan pokok yang mengalami kenaikantetopi harga produk yang
menggunakan bahan baku impor (salah)
- Bukan harga sembilan bahan pokok yang mengalami kenaikan, meloinkon hasil produksi
yang menggunakan bahan baku impor. (benar)
- Sebagian pedagang tidak menaikkan harga meloinkan menimbun sebagian barang
dagangannya sampai ada ketentuan berapa persen kenaikan harga dapat dilakukan (salah)
- Sebagian pedagang tidak menaikkan harga, tetapi menimbun sebagian barang dagangannya
sampai ada ketentuan berapa persen kenaikan harga dapat dilakukan (benar)
- Antara kemauan konsumen dengon kemauan pelanggan terdapat perbedaan dalam
penentuan kenaikan harga. (salah)
- Antara kemauan konsumen don kemauan pedagang terdapat perbedaan dalam penentuan
harga. (benar)

3. Penggunaan dua kata


Di dalam kenyataan terdapat penggunaan dua kata yang makna dan fungsinya kurang lebih sama.
Penggunaan dua kata secara serentak ini tidak efisien. Di antara penggunaan dua kata yang sama,
yaitu: adalah merupakan, agar supaya, demi untuk, seperti misalnya, daftar nama-nama.

36-—Bohaso Indonesio untuk Perguruon Tinggi

Untuk lebih jelas, perhatikan contoh-contoh berikut:

- peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia merupakan kewajibam kita semua. (salah)
- peningkatan mutu pengguna bahasa Indonesia adoloh kewajiban kita semua. (benar)
- Bersama surat ini saya lampirkan daftar nama-nama calon peserta penataran guru. (salah)
- Bersama surat ini saya lampirkan daftar nama calon peserta penataran guru. (benar)

4. Penggunaan kata maka

Kata maka sering menyertai ungkapan penghubung antarkalimat, seperti sehubungan dengan itu
maka, oleh karena itu maka, dengan demikian maka, setelah itu maka, jika demikian maka.

Agar lebih jelas perhatikan contoh-contoh berikut:

- Sehubungan dengan itu, maka suatu penelitian harus dibatasi secara jelas supaya
simpulannya terandalkan. (salah)
- Sehubungan dengan itu, suatu penelitian harus dibatasi secara jelas Maka, suatu penelitian
harus dibatasi secara jelas supaya simpulannya terandalkan. (benar)
- Maka, suatu penelitian harus dibatasi secara jelas supaya simpulannya terandalkan (benar)
- Oleh karena itu, maka perencaan penilitian harus disusun berdasararkan observasi lapangan.
(salah)
- oleh karena itu, perencanaan penelitian harus disusun berdasarkan observasi lapangan.
(benar)
- Maka, perencanaan penelitian harus disusun berdasarkan observasi lapangan. (benar)

salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi
padat isi. Namun, dalam komunikasi sehari-hari sering diiumpai pemakaian kata yang tidak hemat
(boros).

Berikut ini daftar kata yang tidak hemat kata.

Hemat Boros

sejak dari sejak atau dari

agar supaya agar atau supaya

demi untuk demi atau untuk

adalah merupakan adalah atau merupakan

seperti... dan sebagainya seperti atau dan sebagainya

misalnya... dan lain-lain misalnya atau dan lain-lain

antara lain... dan seterusnya antara lain atau dan lain-lain

tujuan daripada pembangunan tujuan pembangunan

mendeskripsikan tentang mendeskripsikan hambatan


hambatan

berbagai faktor-faktor berbagai faktor

daftar nama-nama peserta daftar nama peserta

mengandalkan penelitian meneliti

dalam rangka untuk untuk mencapai

mencapai tujuan tujuan

melakukan penyiksaan menyiksa

menyatakan persetujuan menyetujui

berdasarkan..., maka berdasarkan, tanpa maka

namun demikian namun, tanpa kata demikian

sangat sekali sangat, tanpa sekali

38---Bohasa Indonesia untuk Perguruon Tinggi

Bab 2

lhwal Diksi

A. Peranti-peranti Diksi

1. Peranti Kata Berdenotasi dan Berkonotasi

Dalam studi linguistik clitegaskan bahwa kata yang tidak mengandung makna tambahan atau
perasaan tambahan makna tertentu disebut denotasi. Adapun maknanya disebut makna denotatif,
makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau
makna proporsional. Jadi, makna denotatif ini dapat disebut makna yang sebenarnya, makna yang
ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan itu.

Sebuah peranti duduk dalam perkantoran, misalnya saja, namanya 'kursi'. Maka peranti untuk duduk
itu disebut sebagai 'kursi'. Kata 'kursi' dalam hal ini memiliki makna apa adanp, sesuai dengan yang
disimbolkan, tidak ada nuansa makna lain di luar makna sesungguhnya Jadi, makna demikian itulah
yang dimaksud makna denotatif. Karya-karya jurnalistik harus mengutamakan kata-kata denotatif
demikian ini dibandingkan dengan kata-kata konotatif.

Lazimnya diketahui karya-karya jurnalistik adalah karya kolektif insidental yang usianya hanya dalam
hitungan menit, jam, atau mungkin hari. Karena usianya yang tidak panjang itulah, karva-karya
jurnalistik harus disatnpaikan dengan bahasa yang jelas, ringkas, padat, singkat, lugas, dan langsung
pada sasaran. Jadi, makna yang harus ditunjukkan haruslah makna denotatif, makna yang sesuai
dengan fakta sesungguhnya.

Demikian pula di dalam karya-karya ilmiah akademik di perguruan tinggi, yang lazimnya juga
membuat banyak mahasiswa kalang-kabut ketika dituntut menyelesaikannya. Karena karya ilmiah
akademis semua dasarnya adalah data atau fakta sesungguhnya, maka bahasa yang digunakannya
pun harus denotatif, konseptual, referensial, sesuai dengan objek dan fakta sesungguhnya.
Jadi, memang harus dicatat bahwa karya-karya ilmiah yang mereka buat itu sepenuhnya harus
bersifat denotatif, objektif, tidak dipengaruhi konteksnya. Dengan perkataan lain, bahasa karangan
ilmiah itu harus konseptual, bukan kontekstual. Dalam studi bahasa pula lazimnya diketahui bahwa
makna konotatif adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa
tertentu di samping makna dasar yang umum. Konotasi atau makna konotatif sering disebut makna
konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif.

Dapat juga dikatakan makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya. Maka,
sebuah kata bisa diartikan berbeda pada masyarakat yang satu dan masyarakar lainnya. Makna
konotatif memiliki nuansa makna subjektif dan cenderung digunakan dalam situasi tidak formal.
Dalam konteks ibniah, coba perhatikan kalimat, Dengan memanjarkan puji syukur kepada....
‘Pemakaian bentuk memanjatkan' dalam kalimat di itujelas sekali bermakna konotatif, bukan
denotatif .

Demikian pula kalimat, 'Tulisan Anda belum memenuhi persyaratan yang ada di fakultas ini. ' Bentuk
'memenuhi persyaratan' bukan makna denotatij: melainkan konotatif. Dalam penulisan karya ilmiah,
bentuk-bentuk kebahasaan bermakna konotatif demikian ini tidak digunakan.

Apalagi pada analisis data, bentuk-bentuk kebahasaan bernuansa makna denotatif lebih banyak
digunakan daripada bentuk-bentuk konotatif. Dalam pemakaian tidak formal yang banyak
membutuhkan basa-basi, membutuhkan bentuk-bentuk kesantunan yang tinggi, banyak ditemukan
bentuk-bentuk konotatif.

2. Peranti Kata Bersinonimi dan Berantonimi

Kata 'bersinonim' berarti kata seienis, sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki arti sama. Secara
lebih gampang dapat dikatakan bahwa sinonim adalah persamaan makna kata. Adapun yang
dimaksud ad-ayah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapan atau
lafalnya, tetapi memiliki makna sama atau hampir sama.

Ambil saja bentuk 'hamil' dan 'mengandung' serta 'bunting'. Keriga benruk kebahasaan ini dapat
dikatakan bersinonim karena benruknya berbeda, ,naknanya sama. Nah, para mahasiswa harus
memiliki stok banyak ihwal bencuk kebahasaan demikian ini. Semakin banyak perbendaharaan kata
bersinonim demikian ini, akan makin mudahlah karya tulis demikian itu akan dihasilkan.

Kelemahan seseorang dalam menukis biasanya adalah karena stok atau persediaan kebahasaan yang
dimilikinya tidak memadai. Maka, orang mengatakan ‘menulis’ itu mudah. ‘mengarang’ itu tidak
mudah, 'membuat karya ilmiah' ini tidak gampang, dan seterusnya. Dalam konteks media massa,
seseorang jurnalis harus dapat memilih kata bersinonim dengan cermat dan akurat. Dia harus dapat
membuat bahasa yang dipakainya menjadi segar, hidup, khas, dan menunjukkan pesan yang
sesungguhnya sebagaimana dikehendaki penutur. setiap kata yang dipilih harus dipertimbangkan
konteksnya, situasinya, maksudnya, dan lain-lain. Kata berantonim berlawanan dengan kata
bersinonim. Bentuk kebahasaan tertentu akan dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu
memiliki makna yang tidak sama dengan makna lainnya. Dalam linguistik dijelaskan bahwa antonim
menuniukkan bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki relasi antarmakna yang wujud logisnya
berbeda atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

Kita ambil saja contoh ‘panas' dan 'dingin’. Bentuk berantonim dapat dibedakan sebagai berikut.
Bentuk. Pertama, bentuk berantonim kembar. Antonimi kembar menunjuk pada perbedaan anatara
dua entitas kebahasaan, misalnya ‘jantan’ dan ‘betina’, ‘bayi’ dan ‘dewasa’. Ciri yang mendasar dari
kehadiran antonimi kembar atau ‘dual’ adalah bahwa kehadiran entitas kebahasaan yang satu
meniadakan entitas kebahasaan yang satunya lagi.

Dengan perkataan lain, penyangkalan terhadap entitas kebahasaan yang akan menegaskan
eksistensi yang satunya lagi. Kedua, antonimi plural. Ciri pokok antonimi jenis ini adalah bahwa
penegasan terhadap anggota tertentu akan mencakup penyangkalan setiap anggota lainnya secara
terpisah, misalnya kelas ‘logam’, kelas ‘tumbuhan’,kelas ‘buah-buahan’.

Jadi, dapat ditegaskan bahwa antonimi majemuk sesungguhnya menunjuk pada penyangkalan –
penyangkaan atas anggota-anggota kelas atau kelompok seperti di depan itu. Ketiga, antonimi
gradual, maksudnya antonimi yang merupakan penyimpanan dari antonimi dual seperti disebutkan
didepan. Kalau dalam antonimi kembar terdapat dikotomi ‘kaya’ dan ‘miskin’, dalam antonimi
gradual terdapat ‘setengah kaya’ atau ‘lumayan kaya’ atau ‘agak kaya’.

Demikian pula antara dikotomi 'bodoh' dan 'pintar' arau 'pandai' terdapat ‘setengah pintar’ dan agak
pintar’ atau ‘agak pandai’. Jenis antonimi keempat adalah antonimi relasional. Maksudnya, bentuk
kebahasaan yang diaanggap beratonim itu miliki relasi kebalikan. Antara ‘guru’ dan ‘murid’,
misalnya, terdapat jenis antonimi itu.

3. Peranti Kata Bernilai Rasa

Diksi atau pemilihan kata juga mengajarkan uncuk senantiasa menggunakan kata-kata yang bernilai
casa dengan cermat. Memang sering ada kontroversi antara kata-kata bernilai rasa dan kata-kata
baku. Kadang ditemukan bahwa kata baku tertentu tidak memiliki nilai rasa sama sekali.

Sebaliknya, dapat pula ditemukan bahwa kata bernilai rasa jauh dari dimensi-dimensi kebakuan. Jika
menghadapi kasus demikian ini, Anda harus benar-benar cermat mempertimbangkan laras
bahasanya. Bila laras bahasanyl adalah laras ilmiah, seperti halnva bahasa yang digunakan dalam
penulisan karya ilmiah, maka tidak bisa tidak preferensi Anda haruslah pada kava-kata baku
tersebut.

Sebaliknya kalau dalam laras pemakaian bahasa lebih santai, seperti dalam surat-menyurat personal,
maka pertimbangan nilai rasa boleh masuk di situ. Jadi, harus saya tegaskan bahwa pemakaian
bahasa tidak dapat dilakukan serampangan saja. Harus ada pertimbangan-pertimbangan bijaksana
menyangkut segala hal yang berkaitan dengan konteksnya- Kelalaian seseorang terhadap
pertimbangan konteks pemakaian entitas kebahasaan menjadikan bahasa yang digunakan
amburadul.

Dalam konreks pemakaian umum, sebagai conroh, Anda pasti rahu bahtva 'wanita' dan
perempuan'juga sering dipersoalkan. Ada yang mengatakan bentuk ‘permpuan’ lebih benar, tetapi
mengatakan perempuan' tidak memiliki nilai rasa. Juga seperti 'pelacur’, pasti tidak lebih bagus
daripada bentuk ‘pekerja seks komersial’. Jadi, pertimbangan untuk memilih bentuk kebahasaan
tertentu yang dianggap atau dirasakan lebih tepat lebih memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan
konteks pemakaian sangat penting dilakukan.

4. Peranti Kata Konkret dan Abstrak

konkret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dapat dipilih, didengar, diraba, atau
dicium. konkret lebih mudah dipahami daripada kata-kata abstrak konkret dapat lebih efektif jika
dipakai deskripsi sebab kata-kata demikian itu akan dapat merangsang pancaindera. Jadi,
sesungguhnya kata-kata konkret menunjuk pada kata-kata yang dapat diindera. lazimnya, kata-kata
konkret dalam ilmu bahasa merupakan kata yang bukan jadian atau kata bentukan.

Dengan perkataan lain, kata-kata yang sifatnya konkret itu melambangkan atau menyimbolkan
sesuatu. Kata ‘meja’ dan ‘kursi’ jelas sekali merupakan kata konkret. Akan tetapi kalau ‘pendidikan’
atau ‘pembodohan’, juga ‘kemiskinan’ dan kepandaian ‘ jelas merupakan kata-kata yang tidak
dapat diindera. Jadi, demikian itulah kerangka kerja

diksi atau pemilihan kata. Harus ada pembedaan yang tegas di antara entitas-entitas kebahasaan itu
sendiri.

Kata abstrak menunjuk pada konsep atau gagasan. Kara-kata abstrak sering dipakai untuk
mengungkapkan gagasan yang cendcrung rumit. Kalau kata-kata konkret lazim digunakan untuk
membuat deskripsi, beberapa juga untuk narasi, maka kata-kata abstrak lazim digunakan untuk
membuat persuasi dan/atau argumentasi. Bentuk- bentuk kebahasaan yang merupakan konsep
tentu saja lebih tepat digunakan untuk menyarnpaikan gagasan, argumentasi, persuasi, bukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan barang atau benda.

Benruk kebahasaan seperti 'pembodohan' dan 'kemiskinan' rentu saja merupakan kata-kara abstrak'
yang hanya dapar ditangkap maknanya dengan kejernihan pemikiran dan ketajaman pikir. Jadi,
pemaknaan arau penafsiran makna untuk kata-kata abstrak itu bukan melalui indera.

5. Peranti Keumuman dan Kekhususan Kata

Kara-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan kata-kata yang sifatnya
khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik Kata-kata umum tidak tepat untuk mendeskripsikan
sesuatu karena memiliki kadar akurasi yang rendah.

Kara-kata umum demikian ini lebih tepat digunakan untuk argumentasi atau persuasi, karena dalam
pemakaian yang disebutkan terakhir itu akan dibuka kemungkinan-kemungkinan penafsiran yang
lebih luas, yang lebih umum, yang lebih komprehensif. Maka, jika Anda hendak berhasil
berargumentasi dalam diskusi-diskusi misalnya, kuasailah bentuk-bentuk kebahasaan yang sifatnya
umum demikian ini.

Dengan pemakaian bentuk-bentuk kebahasaan umum, pematahan argumen cenderung lebih sulit
dilakukan. Lebih lanjut, dapat dipahami bahwa kata-kata umurn ialah kata-kata yang lebih luas ruang
lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan. Maka, dapat pula
dikatakan sesungguhnya pemakaian kata-kata umum bertentangan dengan prinsip akurasi. Akurasi
berarti ketelirian dan ketepatan secara spesifik, sesuatu yang khas, yang sekaligus membedakan
dirinya dari yang lain.

Dalam hal-hal tertentu, kata-kata umum bisa mengaburkan pesan dan menyesatkan pemahaman.
Bentuk 'banyak korban' misalnya, adalah bentuk yang harus dihindari dalam deskripsi. Alasannya,
makna frasa 'banyak korban' masih terbuka untuk diargumentasikan. Bentuk 'para pengunjung'
misalnya, juga hanya tepat digunakan dalam argumentasi, bukan dalam deskripsi.

Maka, sebagai kava-kata akhir pemaparan ihwal kata-kata umum ini, harus ditegaskan bahwa bentuk
kebahasaan demikian ini tetap dapat digunakan tetapi harus dalam konteks pemakaian yang tepat.
Tidak semua peristiwa kebahasaan dapat dinyatakan dengan kata-kata umum tetapi banyak pula
maksud-maksud kebahasaan dan komunikasi yang harus memerantikan kata-kata umum itu. Sebagai
imbangan kata-kata umum adalah kata-kata khusus.
Dalam banyak hal, kata-kata khusus memang merupakan kebalikan dan kata-kata umum. Kata-kata
khusus cenderung digunakan dalam konteks terbatas, dalam kepentingan-kepentingan yang perlu
pemerincian, dan perlu ketepatan dan keakuratan konsep. Maka, lazim pula dipahami bahwa kata-
kata khusus adalah kata-kata yang sempit ruang lingkupnya, terbatas konteks pemakaiannya.

Akan tetapi harus dipahami pula bahasa makin khusus sebuah kata, maka makin jelaslah maknanya.
Kata-kata khusus lebih menegaskan pesan, lebih memusatkan perhatian, dan memfokuskan
pengertian. serta selaras dengan prinsip akurasi kejurnalistikan.

Di dalam karya-karya ilmiah yang perlu akurasi dalam pendeskripsian dan penjelasan, peran kata-
kata yang sifatnya khusus demikian ini akan menjadi besar dan signifikan. Deskripsi yang tidak
mendetail, tidak terperinci sudah jelas tidak akan memberikan kejelasan apa pun kepada
pennbacanya. Maka, memang benar jika di depan dikatakan bahwa dalam konteks jurnalistik,
khu.susnya di dalam berita-beritanya, dimensi kekhususan dan kespesifikan atau kemendetailan itu
menjadi sangat penting dan utama.

Maka, alih-alih menyebut 'banyak korban', sebut saja jumlah akuratnya. Gunakanlah angka yang
tepat untuk menunjukkan kespesifikan itu, selain juga jenis dan kelompoknya. Bentuk kebahasaan
berikut ini dapat dipertimnbangkan dalam kerangka kekhususan dan kespesifikan ini, 'Para korban
banjir yang terdiri atas 200 pria dan 100 perempuan, 50 remaja, dan 60 balita, masing-masing
mendapatkan selembar selimut. 'Para mahasiswa pasti akan banyak memerantikan dimensi-dimensi
kekhususan dan kespesifikan ini dalam penyelesaian tugas-tugas ilmiah mereka.

6. Peranti Kelugasan Kata

Diksi juga mengajarkan kita ihwal kata-kata lugas, apa adanya. Ada juga yang menyebut bahwa kata-
kata lugas itu tembak langsung (to the point), tegas, lurus, apa adanya, kata-kata yang bersahaja.
Kata-kata yang lugas adalah kata-kata yang sekaligus juga ringkas, tidak merupakan frasa panjang,
tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit. Lazimnya, kata-kata lugas itu juga bukan
merupakan bentuk-bentuk kebahasaan kompleks.

Pemakaian bentuk-bentuk yang verbalistis, yang keasing-asingan, sesungguhnya dapat dianggap


bertentangan dengan prinsip kelugasan ini. Orang cenderung menggunakan bentuk asing karena
merasa bahwaa kata-kata yang bukan asing tidak lugas, tidak pas, tidak tepat menggambarkan
konsep, Dengan memerantikan bentuk kebahasaan yang belum sepenuhnya dikenal masyarakat itu
karena keasingannya, dimensi kelugasannya akan jauh menurun.

Bentuk-bentuk tabu, katakan saja, akan menjadi kabur kadar ketabuan dan kelugasannya ketika
diungkapkan dengan kata-kata asing. Ambil saja bentik asing 'penis', yang sepertinya lebih tidak
lugas digunakan daripada 'zakar' Demikian Pula 'senggama', sepertinya terlalu lugas dan terlalu
langsung dibandingkan dengan 'koitus’ atau ‘berhubungan badan’.

Akan tetapi, itu tidak berarci bahwa kata-kata lugas itu jelek dan harus dihindarkan dalam
pemakaian. Sekali lagi, tidak! Ada peristiwa-peristiwa kebahasaan dan bentuk- bentuk kcbahasaan
yang mcmang memerlukan kelugasan dalam pernyataan dan pemakaian. Ketika kontcks pemakaian
kebahasaan itu adalah untuk menyatakan kebasa-basian dan kesantunan, sudah barang tentu
pemakaian bentuk-bentuk kebahasaan yang lugas itu tidak tepat.

Akan tetapi, untuk menganalisis data penelitian, menarik simpulan dalam penelitian. pemakaian
bentuk-bentuk kebahasaan yang lugas, apa adanya, sesuai dengan fakta harus digunakan sebaik-
baiknya. Dalam kerangka penyusunan karya ilmiah, para mahasiswa hendaknya sangat
memperhatikan pemakaian bentuk-bentuk kebahasaan yang lugas ini.
7. Peranti Penyempitan dan Perluasan Makna Kata

Dalam kerangka diksi atau pemilihan kata pula, para mahasiswa harus memahami masalah
penyempitan makna kava-kata dalam sebuah bahasa. Bahasa yang hidup itu selalu bcrkembang.
Perkembangan yang teriadi terhadap entitas kebahasaan juga bisa bertnacam-macanl, di antaranya
adalah ihwal penyempitan makna kata. Nah, sebuah kara dapat dikatakan mengalami penyempitan
makna apabila di dalam kurun tertentu maknanya bergeser dari semula yang luas ke makna yang
sempit atau sangat terbatas.

Adakalanya, pcnyempitan makna yang demikian ini memang merupakan tuntutan kehidupan dan
perkembangan bahasa. Oleh karena itu, tidak dapat dengan serta-merta dikatakan bahwa
penyempitan makna kata demikian ini merupakan simbol dari kematian sebuah bentuk kebahasaan.
Sekali Lagi saya tegaskan bukan simbol kematian, tetapi lebih karena tuntutan kesepesifikan. Ambil
saja contoh bentuk 'pendeta' yang bermakna orang yang berilmu, tetapi kini menyempit maknanya
menjadi ‘guru agama Kristen' atau ‘pengkhotbah Kristen'. Judi, kehadiran makna-makna baru dari
sebuah bentuk kebahasaan seperri disebutkan di depan itu adalah karena tuntutan kespesifikan atau
kekhususan.

Tuntutan yang demikian itu hadir karena adanya dinamika bahasa. Bahasa yang hidup pasti terus
berdinamika. Dengan kreativitas dan inovasi kebahasaan akan dapat dimunculkan makna-rnakna
kebahasaan yang baru, yang dalam konteks ini lewat penyempitan-penyempitan makna kebahasaan
dari yang sebelumnya memang sudah Ada. Dalam bahasa jawa, sebutan 'biyung’ yang berrnakna
‘ibu' sekarang sudah menyempit digunakan untuk menyebut seorang ‘pembantu rumah tangga'.
Maka, dapat dikatakan bahwa telah terjadi penyempitan dalam pemaknaan kata 'biyung’ itu.

Saya rasa banyak sckali contoh penycmpitan makna yang dapat dihadirkan dari kata-kata yang ada di
sekcliling kita. Para mahasiswa dituntut untuk lebih rajin mendata kata-kata yang maknanya
menyempit demikian ini, juga di dalam konteks- konteks pemakaian ilmiah supaya pada akhirnya
Anda akan dimudahkan ketika harus memulai sebuah karya tulis di dalam perkuliahan Anda.

Sebagai imbangan dari penyempitan makna kata adalah perluasan makna kata. Bahasa yang
berdinamika karena hidup dan berkembang, selain akan mengalami banyak penyempitan makna,
juga akan mengalami banyak perluasan makna.Sebuah makna kebahasaan dikatakan akan meluas
jika dalam kurun wakru tertentu maknanya akan bergeser dari yang semula sempit ke makna yang
lebih luas. Perluasan makna yang demikian ini juga tidak dapat dikatakan sebagai sebuah simbol dari
kesuburan bahasa. sebagai imbangan dari simbol kematian bahasa seperti yang sudah disampaikan
di depan. Makna kata dalam sebuah bahasa akan meluas juga karena tuntutan.

Jadi, sama persis dengan penyempitan makna seperti yang disebutkan di depan. Pemakai bahasa
yang dari waktu ke waktu bertambah dan berkembang bagi sebuah bahasa yang berdinamika
progroif akan menyebabkan peluasan makna-makna kebahasaan seperti disebutkan di bagian
depan. Kata 'bapak' dalam pengertian sempit pasti hanya digunakan oleh seorang anak kepada
ayahnya. Demikian pula sebutan 'ibu'yang pada awal mulanya hanya digunakan untuk menyebut
orang tua imbangan dari 'bapah' oleh seorang anak.

Akan tetapi, coba perhatikanlah sekarang bahwa di kantor-kantor seorang pimpinan pasti akan
disebut sebagai 'bapak' dan sebagai 'ibu' oleh para karyawan yang menjadi bawahannya. Dalam
konteks keagamaan, misalnya, bentuk kebahasaan seperti assalamuaLaikum'dan 'wassalam' kini
sudah juga melampau batas-batas agama. Artinya, siapa pun boleh menggunakannya karena kata itu
tidak saja menjadi milik umat agama tertentu. Mungkin memang untuk yang satu ini dapat
diperdebatkan. tetapi demikianlah fakta pemakaian kebahasaan yang sekarang ini terjadi.

8. Peranti Keaktifan dan Kepasifan Kata

Dalam kerangka diksi atau pemilihan kata, yang dimaksudkan dengan kata-kata aktif bukanlah kata-
kata yang berlawanan ‘me-‘ dan tidak berlawanan ‘di-‘. Adapun yang dimaksudkan dengan kata-kata
aktif itu adalah kata-kata yang banyak digunakan oleh tokoh masyarakat. Karena banyak dirantikan
oleh tokoh masyarakat, para selebritas, para jurnalis media massa, para dosen, para politisi, maka
kata-kata yang semula tidak pernah digunakan itu menjadi semakin banyak digunakan dalam
pemakaian kebahasaan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata-kata demikian itu telah menjadi aktif lagi dan siap
untuk digunakan. Dalam kerangka dinamika bahasa, fakta demikian ini lazim terjadi karana telah
terjadi proses kreatif, yakni kreativitas yang bentuk-bentuk kebahasaan yang semula telah terlahir
tetapi tidak banyak digunakan. Sehingga seperti tertutup oleh selubung yang samar-samar itu
menjadi terbuka lagi untuk digunakan dan dikemabangkan. Jadi telah terjadi proses pengaktifan
terhadap kata-kata yang semula telah terlanjur ‘pasif’.

Bab 2:

Nah. sebagai dari imbangan kreativitas yang sifatnya generatif atau membangkitkan itu, di dalam
kehidupan bahasa juga terdapat kreativitas inovatif. Dengan jenis kreativitas itu, sebuah bentuk
kebahasaan yang belum ada, belum pernah terlahir, lalu dihadirkan sebagai kata-kata yang benar-
benar baru. Pemakaian bahasa Indonesia kontemporer yang terjadi sekarang ini banyak meniadi
bukti sekaligus saksi akan banyak dilahirkannya kata-kata yang baru, kata-kata yang semula belum
pernah dilahirkan itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata-kata aktif dalam kerangka diksi
itu lahir lewat dua cara sepcrti yang telah disebutkan di depan tadi.

Dalam konteks politik dan pemerintahan, Anda pasti ingat slogan-slogan yang hadir di era-era
pemerintahan yang berbeda. Di zaman orde lama misalnya, telah hadir banyak jargon khusus.
Demikian pula di era orde baru dan orde reformasi sampai dengan sekarang ini pasti telah terlahir
banyak sekaii bentuk kebahasaan yang akhirnya menjadi aktif. Praktik pengaktifan yang salah
misalnya. dapat dilihat dari pemakaian bentuk ‘terkini' oleh media massa. Tidak banyak orang yang
tahu bahwa bentuk kebahsann yang demikian itu sesunguhnya benar dari sisi kebahasaan. bentuk
adverbia 'kini' bagaimana mungkin ditambahi dengan awalah ‘ter-' sehinga menjadi ‘terkini'.

Akan tetapi, karena bentuk kebahasaan itu benar-benar diaktifkan oleh media massa- jadilah
pemakaian yang salah itu sangar meluas terjad. Nah, dalam kerangka karangan ilmiah, para
mahasiswa mutlak harus menguasai bentuk-bentuk kebahasaan yang secara aktif digunakan sccara
benar itu. Bersikap kritislah terhadap bentuk- bentuk kebahasaan yang tidak benar alias salah,
sekalipun bentuk kebahasaan itu telah banyak digunakan oleh kalangan luas. Anda harus menyadari
bahwa di pundak Andalah masa depan bahasa Indonesia ini sesungguhnya berada.

9. Peranti Ameliorasi dan Peyorasi

Diksi juga mengajarkan kepada kita ihwal ‘peyorasi' dan 'ameliorasi'. Adapun yang dimaksud dengan
ameliorasi adalah proses perubahan makna dari yang lama ke yang baru ketika bentuk yang baru
dianggap dan dirasakan lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta konotasinya dibandingkan dengan
yang lama.
Nah. sebagai imbangan dari 'ameliorasi' adalah 'peyorasi'. Maksudnya adalah perubahan makna dari
yang baru ke yang lama ketika yang lama dianggap masih tetap lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa
serra konotasinya dibandingkan dengan makna yang baru. Beberapa orang mungkin sekali merasa
sedikit aneh, lho kenapa makna kebahasaan bisa bolak-balik demikian itu. Sekali lagi, inilah
sesungguhnya bukti dari dinamika bahasa yang bermartabat.

Bahasa yang bermartabat itu selalu berdinamika untuk menemukan hal-hal kebahasaan baru yang
lebih tepat. Jika ternyata ketepatan makna itu harus dilakukan dengan kembali kepada bentuk
kebahasaan yang lama, maka jadilah proses kembali ke makna yang lama itu.

Demikian sebaliknya, kalau ketepatan makna itu harus dilakukan dengan cara berjalan ke depan,
maka jadilah bahasa inu bergerak ke depan dalam kerangka penemuan maknanya. Anda pasti ingat
ketika di masa lalu telah ada upaya untuk menggunakan bentuk 'sangkil' dan 'mangkus' untuk
maksud 'efekti’ dan 'efisien'. Akan tetapi, kenapa upaya berjalan ke depan dengan bentuk
kebahasaan yang baru itu tidak benar-benar terlaksana dan kemudian orang kembali ke dalam
bentuk ‘efektif’ dan ‘efisien’ hingga sekarang ini.

Akan tetapi, orang jarang sekali mengatakan 'berak' di zaman sekarang ini, padahal di masa lalu,
bentuk kebahasaan itu lazim sekali digunakan Juga di dalam buku-buku, bentuk kebahasaan itu
sangat sering digunakan Kata 'kakus' juga hampir tidak ada sekarang ini dan orang telah berpindah
ke bentuk kata yang diangapnya lebih bermartabat, lebih memiliki nilai rasa yang tinggi.

Dengan perkataan lain, terhadap bentuk-bentuk kebahasaan yang disampaikan di depan itu, telah
terjadj proses 'ameliorasi' dan 'peyorasi'. Anda para mahasiswa harus rajin mencerrnati perubahan-
perubahan makna yang demikian ini. Penguasaan Anda yang benar-benar baik terhadap makna
kebahasaan yang demikian ini akan menjadikan Anda mudah mengungkapkan ide atau gagasan
ketika Anda harus menulis karangan ilmiah.

Kendala terbesar dari para mahasiswa dalam menyusun karya ilmiah adalah pada masalah
kebahasaan. Bahasa ilmiah yang kacau, yang lazirnnya dibuat oleh para mahasiswa, juga para dosen
adalah akibat dari tidak dikuasainya prinsip diksi atau pernilihan kata yang demikian ini, terrnasuk
ihwal 'ameliorasi' dan 'peyorasi'.

10. Peranti Kesenyawaan Kata

Bentuk idiomatis atau bentuk bersenyawa, sesuai dengan namanya, tidak dapat dipisahkan begitu
saja oleh siapa pun juga. Dikatakan sebagai bentuk senyawa karena bentuk demikian itu sudah
sangat erat hubungan antara satu dan yang lainnya. Jadi, di dalam konstruksi idiomatis, kata yang
satu dan kata yang lainnya itu berhubungan erat, lekat, dan tidak dapat dipisahkan oleh alasan apa
pun juga.

Bahasa jurnalistik selalu salah dalam menempatkan bentuk-bentuk idiomatis demikian ini karena
selalu didalihkan pada persoalan ruang atau spasi. Mereka cenderung beranggapan bahwa bentuk
idiomatis itu cenderung berlebihan, dan karena berlebihan pengurangan-pengurangan kebahasaan
itu harus dilakukan.

Nah, kalau di dalam jurnalistik upaya demikian itu dilakukan, padahal sesungguhnya tidak benar, di
dalam pemakaian bahasa untuk tujuan ilmiah jangan sampai terjadi. Bahasa dalam laras ilmiah harus
menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan yang baku, yang sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan
yang berlaku. Dalam pencermatan saya selama ini, banyak mahasiswa yang tidak cermat dalam
memerantikan kaidah-kaidah kebahasaan baku ini dalam melaksanakan tugas-tugas penulisan dan
penelitian mereka.

Demikian pula, meraka masih cenderung menggunakan bahasa-bahasa yang tidak standar dalam
mengungkapkan maksud-maksud ilmiah mereka di dalam makalah, kertas kerja, tulisan di jurnal
ilmiah, dan sebagainya. Di antaranya, ihwal bentuk-bentuk senyawa atau bentuk idiomatis ini benar-
benar telah banyak mereka abaikan.

Sehubungan dengan semuanya itu, lewat tulisan ini, buku ini, siapa saja yang berkecirnpung dalam
bidang akadernik, entab dosen, peneliti, atau mahasiswanya diingatkan kembali untuk kembali
untuk kembali kepada bentuk-bentuk kebahasaan yang seharusnya.

Pengabagian bentuk-bentuk idiomatis dernikian ini akan menjadikan bahasa ilmiah rusak
berantakan. Ambil saja sebagai contoh bentuk ‘sesuai dengan’ dan 'disebabkan oleh'. Banyak orang
yang menyimplifikasi bentuk 'sesuai dengan' menjadi bentuk ‘sesuai’ saja.

11. Peranti Kebakuan dan Ketidakbakuan Kata

Diksi dan pernilihan kata juga mengajarkan kepada kita untuk selalu cermat dengan btntuk-bentuk
yang baku dan yang tidak baku. Bentuk baku hadir karena adanya pembakuan bentuk-bentuk
kebahasaan. Pembakuan bahasa demikian itu pada gilirannya akan menjadikan bahasa Indonesia
semakin bermartabat. Bahasa yang bermartabat lazimnya akan banyak digunakan oleh masyarakat,
baik masyarakat dalam pengertian domestik maupun masyarakat dalam pengertian internasional.

Bilamana bahasa baku tersebut digunakan oleh masyarakat internasional, maka jadilah bahasa itu
bahasa yang berharkat dan bermartabat tinggi. Bahasa Indonesia sangat berpotensi untuk dapat
dikembangkan menjadi bahasa yang berharkat dan bermartabat tinggi, hingga akhirnya akan banyak
digunakan dalam kancah internasional.

Akan tetapi, syarat untuk dicapainya cita-cita itu adalah bahwa bahasa baku bahasa Indonesia ini
harus benar-benar mantap dan stabil. Kaidah-kaidah kebahasaan ini tidak boleh terus menerus
berubah. Dugaan saya, sifat keakomodatifan bahasa Indonesia yang ringgi terhadap bahasa-bahasa
asing dan daerah akan menganggu kestabilan kaidah-kaidah kebahasaan itu sendiri. Memang
masuknya berbagai kosakata bahasa asing dan daerah ke dalam bahasa Indonesia akan menjadikan
perbendaharaan bahasa ini luar biasa kaya dan hal ini terlihat dari perkcmbangan kamus besar
bahasa Indonesia yang dari tahun ke tahun senantiasa berkembang hebat.

Dalam tataran yang berada di atas perbendaharaan kata. saya menduga, masuknya pengaruh
bahasa asing dalam dimensi struktur. katakan saja, justru akan menjadikan bahasa Indonesia ini
tidak stabil harkat dan martabatnya. Para mahasiwa diharapkan untuk kreatif mencari dan mendata
bentuk-bentuk kebahasaan yang digolongkan baku, baik dalam dimensi kata-kata maupun struktur
bahasanya.
BAHASA INDONESIA DI PERCURUAN TINCCI -

1. Pengertlan Plllhan Kata (Dlksl)

Diksi merupakan penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih dan digunakan oleh penulis.
Diksi dapat pula diartikan sebagai pemilihan kata untuk mencapai suatu gagasan, membentuk,
mengelompokkan kata yang tepat, menggunakan ungkapan-ungkapan yang sesuai, dan gaya bahasa
yang paling baik dalam suatu situasi. Menurut Nurgiyantoro (1998: 290), diksi adalah pemilihan kata-
kata melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki.

58

Diksi digunakan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan serta kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa
yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Untuk itu, pemillihan kata harus disesuaikan dengan
konteks permasalahan, topik, dan kondisi yang sedang dihadapi.

Allyn and Bacon (1999:12) mengemukakan bahwa:

"Diction will be effective only when the words you choose are appropriate for the audience and
purpose, when they convey your message accurately and comfortably The idea of comfort may seem
out of place in connection with diction, but, in fact, words can sometimes cause the reader to feel
uncomfortable. You've probably experienced such feelings yourself as a listener-hearing a speaker
whose words for one reason or another strike you as inappropriate.”

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan kata yang
tepat dan sesuai untuk mewakili gagasan, ide, perasaan, dan lain sebagainya. Dengan tujuan agar
pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca atau pendengar tanpa
menimbulkan persepsi yang berbeda. Di dalam pemilihan kata ini terdapat indikasi seseorang
mampu menguasai sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata dari bahasa itu. Adapun yang
di maksud pembendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki
suatu bahasa.

2. Fungsl Dlksl

Adapun fungsi diksi adalah: (a) untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas.
Maka sebuah kata akan lebih jelas, bila pilihan kata tersebut tepat dan sesuai; (b) ketepatan pilihan
kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis/pembicara
dengan pembaca/pendengar, sedangkan kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana; (c)
untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah; (d) untuk mendukung jalan cerita agar
lebih runtut dalam mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar tempat,
dan latar sosial dalam cerita tersebut.

59
3. Prinsip Pemilihan Kata

Berikut adalah syarat kesesuaian diksi:

a. Bahasa Standar dan substandar

Bahasa standar adalah bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang menduduki status
sosial yang cukup dalam suatu masyarakat dan dalam situasi formal. Kelas ini meliputi pejabat
pemerintah, ahli bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur,
dan sebagainya. Bahasa nonstandar pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak
di pakai dalam tulisan. Bahasa standar lebih efektif daripada bahasa nonstandar dan biasanya cukup
untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.

b. Kata ilmiah dan kata populer

Kata-kata ini dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, dan
dalam diskusi-diskusi ilmiah.

Tabel 22. Perbedaan Kata Populer dan Kata llmiah

Kata Populer Kata llmiah

Sesuai Harmonis

Pecahan Fraksi

Aneh Eksentrik

Bukti Argumen

Kesimpulan Konklusi

c. Kata percakapan

Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang
yang terdidik. Pengertian percakapan ini di sini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa
yang tidak benar, tidak terpelihara atau tidak disenangi. Bahasa percakapan yang dimaksud di sini
lebih luas dari pengertian kata-kata populer, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian kata-
kata ilmiah yang biasa dipakai oleh golongan terpelajar.

d. Bahasa artifisial

Artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana
dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.

4. Jenis-jenis makna kata

Jenis makna kata dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.

a. Jenis makna kata berdasarkan jenis semantiknya: makna leksikal dan makna gramatikal.
b. Jenis makna kata berdasarkan ada tidaknya referen: makna referensial dan makna
nonreferensial.
c. Jenis makna kata berdasarkan ada tidaknya nilai rasa: makna konotatif dan makna denotatif.
d. Jenis makna kata berdasarkan ketepatan maknanya: makna istilah atau makna umum dan
makna khusus.

Namun secara umum, jenis-jenis makna kata digolongkan dalam dua jenis, yaitu: makna konseptual
dan makna kontekstual.

5. Relasl Makna
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kita temui adanya hubungan kemaknaan
atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa
lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal sinonim, antonim,
polisemi, ambiguitas, hiponim, redundansi, dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan masalah
tersebut satu per satu.

a. Sinonim

Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu anoma yang berarti "nama",
dan syn yang berarti "dengan". Maka secara harfiah kata sinonim berarti "nama lain untuk benda
atau hal yang sama." Secara semantik Verhaar mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata,
frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya
kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga
buah kata yang bersinonim; mati, wafat, meninggal, dan mampus adalah empat buah kata yang
bersinonim. Contoh lain:

binatang fauna

bohong dusta

haus dahaga

pakaian baju

bertemu berjumpa

buruk jelek

bunga kembang

mati wafat

hulubalang komandan

aku saya

melihat melirik

b. Antonim

Kata antonim berasal dari kata Yunani Kuno. yaitu onoma yang artinya "nama" dan anti yang artinya
"melawan". Maka secara harfiah antonim berarti "nama lain untuk benda lain pula." Secara
semantik, Verhaar mendefinisikan sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula
dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makan ungkapan lain.
Misalnya kata bagus adalah berantonim dengan kata buruk: kata besar berantonim dengan kata
kecil. Contoh lain:

hidup mati

besar kecil

suami istri

keras lembek

naik turun
kaya miskin

surga neraka

pria wanita

halal haram

atas bawah

c. Homonim, Homofon, Homograf

Kata homonim berasal dari bahasa Yunani Kuno onoma yang artinya "nama" dan homo yang artinya
Osama." Secara harfiah homonim dapat diartikan sebagai "nama sama untuk benda atau hal lain."
Secara semantik, Verhaar memberi definisi homonim sebagai ungkapan (berupa kata. frasa. atau
kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan Iain (juga berupa kata, frasa. atau kalimat) tetapi
maknanya tidak sama.

Hubungan antara dua buah kata yang homonim bersifat dua arah. Misalnya antara kata bisa yang
berarti ‘racun ular' dan kata bisa yang berarti sanggup atau dapat'. Contoh homonim:

buku ruas

buku kitab

rapat berdempet-dempetan

rapat pertemuan

beruang hewan

beruang punya uang

genting gawat

genting benda penutup atop rumah

malam nama waktu lawannya slang

malam nama zat bahan membatik

di samping homonim ada pula istilah homofon dan homograf. Homofon dilihat dari segi "bunyi"
(homo : sama, fon = bunyi) misalnya: "bank" yang berarti tempat menyimpan uang dan "bang" yang
berarti kakak laki-laki. sedangkan homograf dilihat dari segi "tulisan, ejaan" (homo sama. grafo =
tulisan) misalnya: "apel" yang berarti berkunjung dan "apeli' yang berarti buah. Homofon sebetulnya
sama saja dengan homonim. karena realisasi bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Namun
dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang homofon tetapi ditulis dengan ejaan yang berbeda
karena ingin memperjelas perbedaan makna.

Contoh homofon:

sangsi ragu-ragu

sanksi hukuman
bank tempat menabung

banq panggilan untuk orang laki-laki

rok pakaian

rock aliran musik

massa kerumunan orang

masa waktu

contoh homograf:

apel (lafal e seperti pada kata teh) = upacara

apel (lafal e seperti pada kata teman) = nama buah

teras (lafal e seperti pada kata tebu) =inti kayu

teras (lafal e seperti pada kata sate) = beranda

Serang (lafal e seperti pada kata setan) = nama kota

serang (lafal e seperti pada kata sepatu) = perang

D. Hiponim dan Hipernim

Kata hiponim berasal dari bahasa Yunani Kuno. yaitu onoma berarti ‘nama’ dan hypo berarti "di
bawah". Jadi, secara harfiah berarti "nama yang termasuk di bawah nama lain". Secara semantik,
Verhaar menyatakan hiponim ahila ungkapan (biasanya berupa kata. tetapi kiranya dapat juga frase
atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satu ungkapan lain. Kalau
relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah, maka
relasi antara dua buah kata yang berhipomm inl adalah searah.

Konsep hiponim dan hipernim mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan. adanya
makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya. Karena itu, ada kemungkinan sebuah
kata yang merupakan hipernim terhadap sejumlah kata lain. akan menjadi hiponim terhadap kata
lain yang hierarkial berada di atasnya. Konsep hiponim dan hipernim mudah diterapkan pada kata
benda tapi agak sukar pada kata kerja atau kata sifat.

Contoh:

Hipernim hewan

Hiponim ayam, kambing, harimau, gaJdh, sapi

Hipernim buah

Hiponim apel, anggur, durian, pisang, jeruk

Hipernim karya ilmiah

Hiponim esai, artikel, makalah, proposal, laporan


e. Polisemi

Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna
lebih dari satu. Misalnya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki enam makna. Namun makna
yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal,
karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut.

Persoalan lain yang berkenaan dengan polisemi ini adalah bagaimana kita bisa membedakannya
dengan bentuk-bentuk yang disebut homonim. Perbedaannya yang jelas adalah bahwa homonim
bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama- Tentu
saia karena homonim ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda.

Di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonim didaftarkan sebagai entri-entri yang berbeda.
Sebaliknya bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, karena
polisemi ini adalah sebuah kata maka di dalam kamus didaftarkan sebagai sebuah entri. Satu lagi
perbedaan antara homonim dan polisemi, yaitu makna-makna pada bentuk homonim tidak ada
kaitan atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya.

Tabel 23. Penggunaan Polisemi dalam Kalimat

Polisemi kata tangan Tangan Adin terluka karena terkena pisau.

Ayah saya tangan kanan menteri.

Polisemi kata kepala tiap kepala diwajibkan membayar uang pajak

Ayah saya adalah seorang kepala sekolah.

Polisemi kata memeluk Keluarga saya memeluk agama Islam.

Saya sangat ingin memeluk ibu saya.

f. Ambiguitas

Ambiguitas sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Konsep ini tidak
salah, tetapi juga kurang tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan polisemi. Polisemi dan
ambiguitas memang sama-sama bermakna ganda. Hanya kalau kegandaan makna dalam polisemi
berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal
yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat. dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal
yang berbeda. Dalam bahasa lisan penafsiran ganda ini mungkin tidak akan terjadi karena struktur
gramatikal itu dibantu oleh unsur intonasi.

Perbedaan antara ambiguitas dan homonim adalah homonim dilihat sebagai dua bentuk yang
kebetulan sama dan dengan makna yang berbeda. sedangkan ambiguitas adalah suatu bentuk
dengan makna yang berbeda sebagai akibat dari berbedanya penafsiran struktur gramatikal bentuk
tersebut. Lagi pula ambiguitas hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat, sedangkan homonim
dapat terjadi pada se-mua satuan gramatikal.

Contohnya:

1. Dikutip dari sebuah surat kabar, yang terbit pada tanggal 22 Agustus 2007 dengan judul berita:
"Nyawa Kedua Flu Burung". Judul tersebut dapat memiliki banyak arti seperti:
Arti 1: Flu burung memiliki dua nyawa.

Arti 2: Flu burung telah merenggut nyawa orang yang kedua. (telah ada korban kedua)

2. Diambil dari sebuah surat kabar, yang terbit pada tanggal 26 November 2007 dengan judul berita:
"Anak Dipukuli Konglomerat Balas Dendam".

Arti 1: Anak konglomerat yang dipukuli laiu orang tuanya balas dendam.

Arti 2: Seorang anak (bukan dari keluarga konglomerat) dipukuli oleh konglomerat dan kerabatnya
balas dendam kepada konglomerat.

3. Diambil dari sebuah surat kaban yang terbit pada tanggal 19 Juni 2007 dengan judul berita:
"Petugas Periksa KTP Diamankan".
Arti 1: Petugas yang bertugas memeriksa KTP yang diamankan.
Arti 2: Petugas pemeriksa itu KTP-nya diamankan (disita).

6. Perubahan Makna Kata

Bahasa itu dinamis. Suatu bahasa bisa tumbuh berkembang, berubah, mengglobal, atau sebaliknya,
bahasa yang tenggelam dan mati dibawa oleh para penuturnya. Dinamika bahasa tersebut terjadi
pula dalam ranah makna. Karena berbagai faktor makna kata dapat berubah atau bergeser dari
makna sebelumnya.

a. Faktor-faktor penyebab perubahan

1) llmu dan teknologi.


2) Sosial dan budaya.
3) Perbedaan bidang pemakaian.
4) Adanya asosiasi.-
5) Pertukaran tanggapan indra.
6) Perbedaan tanggapan.
7) Adanya penyingkatan.
8) Proses gramatikal.
9) pengembangan istilah.

b. Macam-macam perubahan makna

1) Meluas (generalisasi)

Cakupan makna sekarang (kini) lebih luas daripada makna yang lama. Contoh:

Pelayaran ke negara Perancis itu dipimpin oleh Kapten Sugianto.

Kata pelayaran dahulu atau asalnya bermakna mengarungi lautan dengan perahu layar, tetapi kini
kata pelayaran juga bisa bermakna mengarungi lautan dengan kapal bermesin.

2) Menyempit (spesialisasi)

Cakupan makna kata yang sekarang lebih sempit atau terbatas daripada makna yang dahulu atau
makna asalnya. Contoh:

Saya bercita-cita ingin menjadi sanana pendidikan.


Kata sarjana dahulu dipakai untuk menyebut cendekiawan atau orang pintar atau orang berilmu.
Sekarang kata sarjana dipakai untuk menyebut orang yang telah lulus dari jenjang strata satu di
perguruan tinggi.

3) Membaik (amelioratif)

Suatu proses perubahan makna yang membuat makna kata baru dirasakan lebih tinggi atau lebih
baik nilai rasa bahasanya daripada makna kata lama. Contoh:

Anak-anak penyandang tunarungu pun berhak mengenyam pendidikan.

4) Memburuk (peyoratif)

Suatu proses perubahan makna yang membuat makna kata baru dirasakan lebih rendah nilai rasa
bahasanya daripada nilai pada makna kata lama. Contoh:

Direktur perusahaan ini ternyata berbini tiga.

Kata bini dianggap baik pada masa lampau, tetapi sekarang dirasakan kasar.

5) Sinestesia

Perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan. Misalnya:
pengecap, pendengaran, pendengaran, pengecap, penglihatan, pengecap.

Contoh:

Suara ponyanyi Rossa sampai saat ini masih empuk.

Kata empuk sebenarnya yang merasakan adalah indra peraba (kulit) dengan makna lunak atau tidak
keras. Akan tetapi. pada kalimat tersebut kata empuk yang merasakan adalah indra pendengar
(telinga) dengan makna merdu.

6) Asosiatif

Perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat.

Contoh:

Orang itu tnencatut nama pojabat untuk mencari sumbangan.

Kata catut berarti alat untuk menarlk atau mencabut paku dan sebagainya. Berdasarkan persamaan
sifat ini. kata catut dipakai untuk menyatakan makna mengambil sesuatu yang bukan haknya.

7. Idiom dan Unokapan Idiomatls

Idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan
tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya. Contoh:

a. Selaras dengan, insaf akan, berbicara tentang, terima kasih atas, berdasarkan pada/kepada.

b. Membanting tulang, bertekuk lutut, mengadu domba, menarik hati, berkeras kepala.

Pada contoh (a) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, atas, dan pada/kepada dengan
kata-kata yang digabunginya merupakan ungkapan tetap sehingga tidak dapat diubah atau
digantikan dengan kata tugas yang lain. Demikian pula pada contoh (b) Idiom-idiom tersebut tidak
dapat diubah dengan kata-kata yang lain.

a. Idiom dengan bagian tubuh

hati kocil : maksud yang sebenarnya

mendarah daging : sudah menjadi kebiasaan

kepala angin : bodoh

b. Idiom dengan kata indra

pendek permintaan : singkat umurnya

besar kepala : sombong

pakaian kebesaran : kehormatan

c. Idiom dengan warna

merah muka : Kemalu-maluan

merah telinga : marah sekali

jago merah : api kebakaran

d. Idiom dengan nama benda-benda alam

tanah tumpah darah : tanah tempat lahir

gerakan di bawah tanah : gerakan rahasia

makan tanah : miskin sekali

e. Idiom dengan nama binatang

kambing hitam : orang yang dipersalahkan

kelas kambing : kelas paling murah

kuda hitam : pemenang yang tak diduga-duga

f. Idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan

pohon kejahatan : asal mula

batang air : sungai

sebatang kara : hidup seorang diri

g. Idiom dengan kata bilangan

bersatu padu : bersatu benar-benar

bersatu hati :seiya sekata

berbadan dua : hamil


Contoh kata yang belum idiomatik:

Berita selengkapnya dibacakan Nita Bonita.

Contoh kata yang sudah idiomatik:

Berita selengkapnya dibacakan oleh Nita Bonita.

Perhatikan contoh pemakaian kata berpasangan yang salah dalam kalimat berikut, perbaikannya
dengan memakai pasangan kata yang ditempatkan dalam tanda kurung.

Pemasalahan ini terjadi disebabkan karena kelalaian kita. (seharusnya disebabkan oleh)

8. Kesalahan Pemakalan Kata dan Gabunoan Kata

a. Kesalahan penggunaan kata kepanjangan, singkatan, dan kependek-an

Contoh penggunaan kata kepanjangan:

BNN adalah kepanjangan Badan Narkotika Nasional. (Salah)

Kepanjangan dari BNN adalah Badan Narkotika Nasional. (Benar)

Contoh penggunaan kata singkatan:

TNI singkatannya adalah Tentara Nasional Indonesia (Salah)

TNI sudah merupakan singkatan atau akronim dan tidak bisa disingkat lagi. Seharusnya:

TNI singkatan dari Tentara Nasional Indonesia (Benar)

Contoh penggunaan kata kependekan:

Hardiknas kependekannya adalah Hari Pendidikan Nasional (Salah)

Seharusnya:

Hardiknas kependekan dari Hari Pendidikan Nasional (Benar)

Kasus kesalahan penggunaan kata kependekan sama dengan penggunaan kata singkatan di atas.
Kependekan merupakan kata bentukan dari kata dasar pendek yang mendapat awalan ke- dan
akhiran -an, yang artinya sama dengan akronim.

Kesalahan-kesalahan tersebut tentu perlu dihindari. Apalagi jika yang menggunakan kata tersebut
adalah seorang guru. mahasiswa, atau dosen dan dalam tulisan ilmiah, yang bukan hanya dari isi
yang harus baik, tetapi dari tata bahasa juga harus dituntut memenuhi kaidah tata bahasa Indonesia
yang baik dan benar.

b. Kesalahan pemakaian kata dengan, di, dan ke.

Contoh pemakaian kata dengan dalam kalimat yang tidak tepat, sebagai berikut:

Sampaikan salam saya dengan Dani.

Kata dengan pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan ke pada karena tidak sesuai apabila
dipakai dalam kalimat tersebut, karena kata dengan yang berarti bersama.

Pemakaian kata di dalam kalimat sering tidak tepat pula. Contoh:


Dokumen itu ada di kita. (seharusnya pada)

Pemakaian kata ke dalam kalimat sering tidak tepat. kata yang dipakai seharusnya kata yang
ditempatkan dalam tanda kurung.

Contoh:

Tolong berikan buku ini ke Tika. (seharusnya kepada)

c. Kesalahan pemakaian kata berbahagia

Pemakaian kata berbahagia dalam kalimat sering tidak tepat dan keliru. Contoh:

Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk menyaksikan peresmian hotel
kami. (Salah)

Pada kesempatan yang membahagiakan ini, kami mengajak hadirin untuk menyaksikan peresmian
hotel kami. (Benar)

Perhatikan proses perubahan kata sifat menjadi kata kerja dan arti

yang ditimbulkannya:

1) Bahagia (ks) = berbahagia (kk) = "merasa bahagia"

2) Sedih (ks) : bersedih (kk) = "merasa sedih"

3) Manis (ks) = bermanis muka (kk) = "menunjukkan muka yang manis"

d. Kesalahan pemakaian gabungan kata yang mana, di mana, daripada. Contoh:

Marilah kita dengarkan sambutan yang mana akan disampaikan oleh Pak Lurah. (Salah)

Marilah kita dengarkan sambutan yang akan disampaikan oleh Pak Lurah. (Benar)

Contoh berikutnya:

Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah mengimbau kita untuk lebih tekun bekerja.

Kalimat di atas seharusnya dipecah menjadi dua kalimat, menjadi:

Demikian tadi sambutan Pak Lurah. Beliau telah mengimbau kita untuk lebih tekun bekerja.

Contoh selanjutnya:

Marilah kita perhatikan kebersihan daripada lingkungan kita. (salah)

Kalimat di atas kurang tepat karena mengikutsertakan kata daripada.

Marilah kita perhatikan kebersihan lingkungan kita, (Benar)

Pemakaian gabungan kata dan daripada yang tepat, yaitu:

1) Bentuk gabungan di mana dipakai sebagai kata tanya untuk menanyakan tempat. Contoh: Anda
tinggal di mana?

2) Bentuk gabung yang mana dipakai dalam kalimat tanya yang mengandung pilihan, termasuk
dalam pertanyaan retoris.

Contoh: Komputer yang mana yang akan kita bawa?


Berikut ini akan dijelaskan mengenai analisis kesalahan dalam pemilihan kata/diksi.

Anda mungkin juga menyukai