Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KMB
PENYAKIT GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

Disusun oleh :

NAMA : Shandy Fabbiyant Putra

NIM : 30901700081

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SULTAN ANGUNG SEMARANG
I. KONSEP DASAR :
A. Pengertian
Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana
cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi
sebagai akibat akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang
terbawa dalam darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan
oksigen pada berbagai organ.
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya adakalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif  yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Pengertian lain menyebutkan bahwa dekompensasi cordis adalah
ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
dan kebutuhan oksigen jaringan.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dekompensasi cordis
merupakan keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh.

B. Etiologi
1) Kelainan mekanis.
a. Peningkatan beban tekanan
- Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
- Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katub, pirau, peningkatan beban awal dan
sebagainya)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
d. Tamponade perikardium.
e. Restriksi endokardium atau miokardium.
f. Aneurisme ventrikel.
g. Dis sinergi ventrikel.
2) Kelainan miokardium
a. Primer
- Kardiomiopati.
- Miokarditis.
- Kelainan metabolik.
- Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
- Presbikardia.
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis) .
- Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
- Kelainan metabolik.
- Inflamasi.
- Penyakit sistemik.
- Penyakit paru obstruktif menahun.
3) Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
- Henti jantung.
- Fibrilasi.
- Takikardi atau bradikardi yang berat.
-Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.

C. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula
pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung
selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi
cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup
atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda
tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
D. Pathways

E. Manifestasi Klinik
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung kanan
dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan
bising akibat regurgitasi mitral
Gagal Jantung Kiri
a.   Dispneu
b.   Orthopneu
c.    Paroksimal Nokturnal Dyspneu
d.   Batuk
e.   Mudah lelah
f.    Gelisah dan cemas
Gagal Jantung Kanan
a.   Pitting edema
b.   Hepatomegali
c.    Anoreksia
d.   Nokturia
e.   Kelemahan
F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat
farmakologi.
3) Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
4) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis, miksedema, dan aritmia
digitalisasi
5) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/pembatasan aktivitas
Terapi farmakologis :
1) Glikosida jantung  Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan curah  jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi
edema.
2) Terapi diuretik  Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.
Penggunaan harus hati  –  hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3) Terapi vasodilator  Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi
tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan.

Penatalaksanaan Medis  
1.    Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/pembatasan aktivitas
2.    Memperbaiki kontraktilitas otot jantung : Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk
tiroksikosis, miksedema, dan aritmia digitalisasi :
a.    Dosis digitalis :
1.    Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan
dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
2.    Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
3.    Cedilanid> iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
b.   Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c.    Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
d.  Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
1. Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
2. Cedilanid> 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
Cara pemberian digitalis
Dosis dan cara pemberian digitali bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal
jantung berat dengan sesak napas hebat dan takikardi lebih dari 120/menit, biasanya
diberikan digitalis cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalis lambat. Pemberian
digitalis per oral paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar
tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek meksimal secepatnya, misalnya pada
fibrilasi atrium rapi respone. Dengan pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar
terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian secara iv hanya
dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati-hati, dan secara perlahan-lahan.
3.    Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic (mis : furosemid 40-80 mg,
dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan vasodilator (vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6
mg sublingual atau 0,2-2 ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv,
prazosin per oral 2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg).
4.  Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, tetapi hati-hati
depresi pernapasan.     
5. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk mengurangi impedansi
(tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura
yang menegaskan diagnosa CHF.
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan AMI), Ekokardiogram
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang
rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl,
Ureum, gula darah.

II. KONSEP KEPERAWATAN :


A. Pengkajian

1. Pengkajian

a. Identitas

Data biografi yang perlu dipertimbangkan adalah usia, jenis kelamin,


suku/bangsa. Penyakit cardiovaskuler lebih sering pada usia 40-60 tahun,
laki- laki lebih sering dari pada wanita, bising jantung lebih sering pada kulit
putih, sedangkan hipertensi lebih sering pada kulit hitam.
b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Dispneu, edema periper, kelelahan dan kelemahan.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,


dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P:Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.

Q:Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R:Di daerah mana gejala dirasakan

S:Seberapa keparahan yang dirasakan klien

T:Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan


memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan yang lalu Apakah pasien menderita :
 Hipertensi

 Hiperliproproteinemia

 Diabetes melitus

 Rematik fever dan penggunaan obat-obatan tertentu.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit cardiovaskuler, DM, Penykit renal dan predisposisi genetik


c. Pemeriksaan fisik/Focus pengkajian
Menurut Doenges (2000: 52) pengkajian fokusnya adalah sebagai berikut :

1. Aktivitas/istirahat

a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,


insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,


penyakit  jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

b. Tanda :

1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

3) Irama Jantung ; Disritmia.

4) Frekuensi jantung ; Takikardia.

5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

6) posisi secara inferior ke kiri.

7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

9) Murmur sistolik dan diastolic.

10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian

12) kapiler lambat.

13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting

16) khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas ego

a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan


penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari


(nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Higiene

a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan


diri.

b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah


tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan

a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
9. Pernapasan

a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :

1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaanotot


asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum : Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental : Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit : Pucat dan sianosis.

10. Keamanan
Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.

11. Interaksi sosial

Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa


dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran

a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :


penyekat saluran kalsium.
b. Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

B. Diangnosa Keperawatan

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik, Perubahan structural.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar
suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
menbran kapiler-alveolus.
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi
tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.

C. Rencana Tindakan

1)Penurunan curah jantung berhubungan dengan : Perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan structural, ditandai dengan :
- Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan
gambaran pola EKG
- Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
- Bunyi ekstra (S3 & S4)
- Penurunan keluaran urine
- Nadi perifer tidak teraba
- Kulit dingin kusam
- Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam curah


jantung adequat dengan kriteria hasil : Klien akan menunjukkan tanda vital
dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas
gejala gagal  jantung, melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut
serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :

a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk


mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi
yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi
tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder
terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru
atu belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas
dan menurunkan kongesti.
2) Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai
dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia,
Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam ADL
terpenuhi dengan kriteria hasil : Klien akan berpartisipasi pada ktivitas yang
diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.
Intervensi :

a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi
 jantung.

b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,


dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung


daripada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja

 jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi

 jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

3)Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium dan air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,
Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan,
bunyi jantung abnormal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam kelebihan
volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil : Klien akan
mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman
tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga
pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal
 jantung.
e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4)Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
membran kapiler-alveolus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam gangguan
pertukaran gas tidak terjadi, dengan kriteria hasil : Klien akan
mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional: menyatakan adanya kongest paru/pengumpulan secret


menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

c. Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.


e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah


baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam kerusakan
integritas kulit tidak terjadi, dengan kriteria hasil : Klien akan
mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :

a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya


terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi
fisik dan gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak


pasif/aktif.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu


aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat


absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program
pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan
persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawtan selama 3x24 jam pengetahuan
klien meningkat dengan kriteria hasil, klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang
dan mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik
untuk menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi :
a. Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat


memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca


pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa
lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum


waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu
indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penataksanaan dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan),
Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal.
443 – 450

Doenges Marilynn E,  Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien),
Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64
& 240 – 249.

Naga, S.S., 2012, Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam,


Yogyakarta, DIVA Press

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare,  Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H.
Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta :
EGC, 2002.

Soemantri, S., 2012, Panduan Lengkap Mencegah dan Mengobati Serangan


Jantung, Stroke & Gagal Ginjal, Yogyakarta, Araska

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(I). Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Udjianti, W.J., 2010, Keperawatan Kardiovaskular, Jakarta, Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai