Oleh :
Pembimbing :
Demam berdarah (DBD) adalah infeksi infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditandai dengan demam 2- 7 hari dengan manifestasi perdarhan, penurunan trombosit
(trombositopenia), adanya hemokonsetrasi yang ditandai dengan adanya kebocoran plasma
(peningkatan hematokrit). Dapat juga disertai gejala tida khas seperti nyeri kepala, nyeri otot, ruam
kulit, nyeri bola mata.
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukan manifestasi DBD berat. ada
yang bermanifestasi ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang tidak
begejala (asimtomatik). Sebagian lagi akanmenderita demam dengue saja tanpa menimbulkan
kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian.
Penuakit DBD ini meningkat insidennya di berbagai belahan dunia terutama daerah tropis
dan sub tropis. Banyak ditemukan pada wilayah urban atau semi-urban. Penyakit ini ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes yang mengandung virus dengue.
Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya, dan cenderung semakin meningkat
angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD
terjangkit di 463 kabupaten/kota dengan angka kesakitan sebesar 78,13 per 100.000 pendidik.
Namun angka kematian dapat ditekan dibawah 1% yaitu 0,79%. KLB DBD terjadi hampir setiap
tahunnya di tempat yang berbeda-beda.
Pada tahun 2020 kasus DBD tersebar di 472 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia.
Kasus DBD sampai akhir tahun 2020 tercatat terdapat 95.893, sementara jumlah kematian akibat
DBD sebanyak 661. Proporsi kasus DBD per golongan umur antara lain < 1 tahun sebanyak 3,13%,
1-4 tahun 14,88%, 5-14 tahun 33,97%, 15-44 tahun 37,45%, dan > 44 tahun 11,57%. Adapun
proporsi kematian yang terjadi antara lain < 1 tahun 10,32%, 1-4 tahun 28,57%, 5-14 tahun 34,13%,
15-44 tahun 15,87%, dan > 44 tahun 11,11%.
DBD diperkirakan akan masih cenderung meningkat dan juga meluas sebarannya. Hal ini
karena vektor penularan DBD tersebar luas baik ditempat pemukiman maupun ditempat umum.
Sleain itu kepadatn penduduk, mobilitas penduduk, san urbanisas yang semakin mengingkat sejak
beberapa dekade terakhir.
PEDOMAN DIAGNIOSIS DAN TATALAKSANA DBD
A. Diagnosis
Kriteria untuk mendiagonosis infeksi yang diakibatkan karena dengue ada dua, yaitu
kriteria diagnosis klinis dan diagnosis laboratoris.
a. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis merupakan cara awal untuk mendiagnosis infeksi dengue.
Diagnosis klinis ditegakan melalui anamnesis dan juga pemeriksaan fisik yang
dilakukan kepada pasien. Mengenali dengan dini gejala dengue merupakan cara untuk
mencegah terjadinya gejala yang lebih berat. pada dasarnya gejala dari infeksi dengue
dibagi berdasarkan klasifikasi. Pada saat gejala awal kita sulit untuk membedakan
antara DD (demam dengue) dan DBD (demam berdarah dengue) oleh karena itu perlu
monitoring setiap harinya untuk mengetahui apakah pasien menderita DD atau DBD.
Gejala klinis berdasarkan WHO 1997 adalah sebagai berikut:
manifestation).
B. Fase Klinis
setelah manifestasi klinis, kita harus mengetahui fase-fase klinis pada pasien yang
terinfeksi dengue, karena fase ini sangat berhubungan dengan tatalaksana yang diberikan
serta pencegahan agar tidakterjadi gejala yang lebih berat. Fase klinis dengue ada 3 yaitu
fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan. Selain itu fase klinis ini yang dapat
membedakan apakah pasien mengalami DD atau DBD.
1. Fase demam
Karakteristik pasien pada fase demam adalah adanya demam tinggi (>= 38.5)
yang bisa disertai dengan adanya gejala sakit kepala, muntah, myalgia, atralgia dan
rash. Pada fase demam gejala pada anak-anak cenderung asimtomatik dari pada orang
dewasa. Fase demam ini biasanya terjadi selama 2-7 hari.
Gejala sakit kepala, nyeri retroorbital, dan nyeri sendi merupakan gejala yang
paling sering terjadi yaitu sekitar 60-70%. Gejala rash dapat muncul sekitar 2-5 hari
setelah terjadinya demam. Tipe rash ini sendiri adalah makular atau makulopapular.
Predileksi rash biasa terdapat pada wajah, dada, perut, dan ektremitas. Selain itu dapat
juga disertai gejala gastrointestinal dan gejala pernafasan. Gejala gastrointetinal berupa
anoreksia, mual, muntah, nyeri perut, diare. Gejala pernafasannya berupa batuk, sakit
tenggorokan, dan hidung tersumbat.
Gejala perdarahan dapat ditemukan juga pada fase ini, namun pada anak jarang
terjadi. Perdarahan yang dapat terjadi adalah pteki/ekimosis, melena, hematemesis,
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik juga bisa didapatkan injeksi konjungtiva, eritema
faring, limfadenopati, dan hepatomegali.
Pada fase ini juga dapat terjadi leukopenia dan trombositopenia. Selain itu
dapat juga ditemukan peningkatan serum aspartate 2-5 kali dari batas normal.
Peningkatan enzim hati ini biasa ditemukan pada fase demam yang disebabkan karena
terjadinya disfungsi kerja hati (peningkatan APTT).
Setelah hari ke tiga demam pasien harus dipantau hingga hari ke tujuh, karena
bisa terjadi kebocoran plasma pada pasien. kebocoran plasma terjadi ketika memasuki
fase kritis. Hal yang membedakan pasien DD dan DBD adalah pada fase kritis, dimana
kebanyakan pada penderita DD setelah fase demam akan memasuki fase penyembuhan,
sedangkan pada pasien DBD setelah fase demam akan memasuki fase kritis. Kebocoran
plasma yang terjadi dapat menyebabkan penurunan cairan intravaskular dan
menurunkan perfusi ke organ-organ.
2. Fase kritis
fase kritis merupakan fase dimana terjadinya kebocoran plasma, dan dapat
menyebabkan syok apabila tidak diatasi dengan cepat. Fase kritis ini dapat berlangsung
selama 24-48 jam. saat awal terjadinya kebocoran plasma, tubuh masih bisa
mengkompensasi dengan cara kompensasi fisiologi yang menyebabkan takikardi dan
penyempitan tekanan darah (sistolik – diastolik <= 20 mmhg). Namun lama-kelamaan
apabila tidak tangani dengan cepat tubuh sudah tidak dapat mengkompensasi lagi,
sehingga dapat terjadi tanda-tanda syok yaitu hipotensi, nadi lemah dan cepat.
Manifestasi perdarahan juga dapat terjadi pada fase ini.
Gejala dari kebocoran plasma yang dapat sering terjadi adalah efusi pleura dan
ascites, selain itu penebalan dinding kandung kemih juga dapat ditemukan. Pada fase
ini dapat ditemukan trombositopenia yang berat yaitu platelet ≤20,000 cells/mm3,
peningkatan APTT, dan juga penurunan kadar fibrinogen.
3. Fase penyembuhan
Fase penyembuhan merupakan fase terakhir. Kebocoran plasma dan gejala
perdarahan akan membaik pada fase ini, plasma akan kembali ke pembuluh darah. Vital
sign juga sudah mulai membaik. Trombosit dan leukosit mulai meningkat, serta
hematokrit yang semula meningkat mulai menurun. Pada fase ini akan terdapat
manifestasi rash yang disebut rash confluent (white island in the sea of red). Fase ini
akan berlangsung selama 2 – 4 hari. Pemberian cairan intravena harus diberikan dengan
hati-hati pada fase ini, karena dapat terjadi kelebihan cairan. Nafsu makan anak akan
kembali seperti semula serta anak sudah tidak rewel dn mulai aktif kembali.
C. Diagnosis laboratoris
jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi dengue yaitu pemeriksaan
hematologi, radiologi, dan juga pemeriksaan untuk menentukan etiologi dari infeksi
(serotipe virus). Untuk menentukan etiologi infeksi dapat menggunakan isolasi virus,
asam nukleat, antigen virus, IgM dan IgG dengue. Pemeriksaan yang paling bagus
untuk menentukan serotipe virus adalah asam nukleat dan isolasi virus namun
pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang cukup mahal. Pada fase akhir dapat
menggunakan test imunologi untuk mendiagnosis. Pemeriksaannya adalah sebagai
berikut :
1. hematologi
Leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya dapat menurun (<5000/ul)
dan didominasi dengan neutrofil. peningkatan limfosit juga dapat terjadi
(limfosit atipikal atau limfosit plasma) dan dapat dijumpai pada hari sakit
ketiga sampai hari ke tujuh.
Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
semi kuantitatif (apusan darah), langsung (Rees-Ecker), atau dengan
kemajuan teknologi yaitu jumlah trombosit ≤100.000/μl biasa ditemukan
antara hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit ini dapat dilakukan setiap
4-6 jam sampai terbukti bahwa trombosit dalam batas normal atau keadan
klinis pasien sudah membaik.
Hematokrit
Peningkatan kadar hematokrit merupakan tanda adanya kebocoran
plasma pada penderita DBD. Pada awalnya penurunan trombosit
mendahului terjadinya peningkatan hematokrit. Hemokonsetrasi dengan
peningkatan hematokrit > 20% (misalnya awalnya 35% menjadi 42%) .
pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki alat pemeriksaan Hmt, dapat
menggunakan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. Penilaian hematokrit ini
dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu penggantian cairan, atau perdarahan
Faktor pembekuan
Pada faktor pembekuan dapat ditemukan adanya penurunan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. Peningkatan PTT
juga dapat ditemukan karena terdapat adanya disfungsi pada hati yang
menyebabkan adanya gangguan pada vitamin K. gangguan vitamin K ini
dapat pengaruhi faktor pembekuan darah, seperti faktor V, VII, IX, dan X.
Temuan lain
Pada pemeriksaan darah juga dapat ditemukan hyponatremia/albuminemia
(karena terjadi kebocoran plasma). Metabolik asidosis dapat ditemukan
pada kasus syok berat. Selain itu dapat juga ditemukan peningkatan serum
aspartat (≤ 200 U/L)
2. Radiologi
Pada radiologi dapat menggunakan foto toraks (right lateral decubitus)
untuk mendeteksi adanya efusi pleura pada paru kanan. Pada syok yang berat dapat
terjadi efusi pada kedua paru, Sedangkan ascites dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan ultrasonografi (USG).
3. asam nukleat
RT-PCR (reverse transcriptase polymerase chain reaction assay). RT-PCR
merupakan salah satu cara metode deteksi asam nukleat virus.Pemeriksaan ini
dapat dilakukan pada lima hari pertama sakit. RT-PCR ini dapat mengetahui serotip
virus yang menginfeksi.
4. Antigen virus
NS 1 (nonstructural protein 1). NS1 merupakan metode diagnosis dengan deteksi
antigen dari virus dengue. NS1 adalah salah satu produk glikoprotein yang
diproduksi oleh semua jenis flavivirus. NS1 ini digunakan untuk replikasi dan
kelangsungan hidup virus. Pemeriksaan ini dapat positif pada hari tujuh hari
pertama sakit. Pemerisksaan ini tidak dapat membedakan serotype dari virus yang
menginfeksi.
5. Isolasi virus
Dapat dilakukan saat tujuh hari pertama sakit. Pengambilan spesimen untuk isolasi
virus yaitu 6 hari pertama sejak sakit.
6. IgM dan IgG dengue
Pada infeksi primer, IgM akan muncul dalam darah pada hari ke-3 sampai hari ke-
5 dan akan bertahan selama 60-90 hari (3 bulan), setelah itu akan diikuti
peningkatan IgG dan akan ada terus di darah. Apabila ditemukan IgG dan IgM
negatif namun gejala masih merujuk pada infeksi dengue, maka ambil lagi sampel
kedua dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer, dan 2-3 hari bagi infeksi sekunder.
7. Hemaglutinin inhibition test
Tes ini dahulu sering digunakan untuk diagnostik serologi iuntuk infeksi dengue,
namun kekurangan dari tes ini adalah memiliki spesifisitas yang rendah, oleh
karena itu sampai sekarang sudah jarang dipakai.
D. Manajemen dan tatalaksana
1. Triase pasien dengue
Triase ini dilakukan untuk memilah pasien mana yang layak untuk rawat jalan dan
rawat inap. Triase yang dilakukan adalah :
Saat pasien pertama datang dengan gejala berat atau fase kritis, maka
pasien harus ditangani oleh tenaga medis yang kompeten (pada poin 3).
Pada pasien dengan gejala ringan, dapat dilakukan :
(1) Menanyakan durasi, selama berapa hari pasien mengalami demam,
dan apakah ada tanda-tanda kegawatan. Hal ini dapat dilakukan
oleh perawat.
(2) Lakukan tornikuet test untuk melihat tanda-tanda ptekie
(3) Pemerisksaan fisik pada pasien meliputi vital sign berupa suhu,
tekanan darah, nadi, nafas, dan perfusi perifer. Perfusi perifer
dilakukan dengan menilai nadi, suhu, warna kulit ekstremitas, dan
waktu pengisian kapiler. Hal ini dilakukan kepada setiap pasien.
keadaan yang harus diperhatikan adalah apabila terdapat pasien
tidak demam namun takikardi, dan penurunan perfusi perifer.
Pasien ini harus diberikan tatalaksana segera. Selain itu lakukan
pemeriksaan darah lengkap serta gula darah anak.
(4) Rekomendasi untuk pemeriksaan darah lengkap adalah :
Pasien demam pada kunjungan pertama untuk melihat
kadar HMT, WBC, PLT
Pasien dengan gejala warning sign
Pasien yang demam lebih dari 3 hari
Pasien yang alami syok (harus disertai dengan pengecekan
glukosa)
(5) Konsultasi medis, direkomendasikan pada pasien dengan syok dan
gejala kegawat daruratan (pasien yang sakit > 4 hari)
(6) Indikasi untuk melakukan observasi dan tatalaksana :
Pasien syok
Pasien hipoglikemia tanpa leukopenia dan atau
trombositopenia harus segera diberikan infus glukosa iv.
Pasien ini harus diobservasi selama 8-24 jam. pastikan
keadaan klinis membaik sebelum pasien dipulangkan.
Pasien dengan gejala warning sign
Pasien dengan leukopenia dan trombositopenia
(7) Pasien dan keluarga diberikan edukasi ketat sebelum dipulangkan.
Terutama terkait edukasi tentang gejala waning sing. edukasi dapar
dilihat pada gambar dibawah.
(8) Pasien harus melakukan follow up visit setiap hari.
2. Manajemen di rumah sakit
Monitor
pasien yang dindikasikan untuk rawat inap adalah pasien dengan gejala
kegawat daruratan. Gejala kegawat daruratan adalah tanda-tanda memasuki
fase kritis. Hal yang harus kita lakukan adalah memonitor keadaan pasie. Hal
yang harus di monitor adalah:
(1) Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan gejala lain
(2) Perfusi perifer juga bisa dilakukan untuk pasien indikasi syok
karena sangat mudah untuk di lakukan.
(3) Pemeriksaan vital sign seperti suhu, nafu, laju nafas, dan tekanan
darah di cek setiap 2-4 jam untuk pasien non syok, dan untuk
pasien syok setiap 1-2 jam.
(4) Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam sekali pada kasus
yang stabil, dan lebih sering lagi untuk pasien yang tidak stabil
(suspek perdarahan). pemeriksaan lab hematokrit harus dilakukan
sebelum melakukan resusitasi.
(5) Monitor urin output setiap 8-12 jam pada pasien yang tak memiliki
komplikasim dan setiap jam pada pasien dengan syok berat atau
pada pasien dengan kelebihan cairan. Target urin output adalah 0,5
ml/kg/h (tergantung pada berat badan).
Pemeriksaan tambahan
Selain itu terdapat pemeriksaan tambahan pada pasien yang menderita
obesitas, diabetes melitus, dan pasien yang mengalami syok berat.
pemeriksaan ini biasa dilakukan pada penderita yang mengalami
hipoglikemia, hipokalsemia dan metabolik asidosis yang tidak berespon
terhadap resusitasi cairan. Pada pasien yang PTT memanjang, dapat diberikan
vitamin K1 iv. Metabolik asidosis dapat dikoreksi dengan pemberian
NaHCO3 bila pH < 7.35 dan serum bikarbonat < mEq/L
Pemberian terapi cairan pada DHF, tergantung pada derajat berapa. Berikut ini
merupakan pemberian terapi cairan pada DHF :
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menanggulangi adanya kejadin DBD adalah :