Anda di halaman 1dari 6

Nama : M.

Sholikhudin

Kelas : PAI – 3A

NIM : 20201025

JAWABAN UAS TASAWUF

1. *Pengertian ma’rifah
Secara khusus atau dalam ilmu tasawuf makrifat berarti mengetahui Allah SWT dari
dekat. Dengan Makrifat seorang Sufi lewat hati sanubarinya dapat melihat Tuhan.
Makrifat merupakan cahaya yang memancar kedalam hati, menguasai daya yang ada
dalam diri manusia dengan sinarnya yang menyilaukan.

Secara umum Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa, yu’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya
pengetahuan, pengalaman, atau pengetahuan Ilah. Sedangkan secara bahasa ma’rifat
berarti pengetahuan rahasia hakekat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi dari pada
ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat dalam istilah tasawuf
berarti pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang tuhan yang diperoleh dari
sanubari.
Al-Ghazali menerangkan, bahwa ma’rifat menurut pengrtian bahasa adalah ilmu
pengetahuan yang tidak bercampur dengan keraguan. Inti tasawuf Ghazali adalah
jalan munuju Allah. Sarana ma’rifat seorang sufi adalah qalbu, bukan perasaan dan
tidak pula akal budi. Konsepsi ini,qalbu bukan diartikan sebagai wujud yang
sebenarnya akna tetapi qalbu adalah bagaikan cermin, sememtara ilmu adalah
pantulan gambaran realitas yang termuat didalamnya.

*Perbedaan ma’rifah secara ittihad dan hulul


Adapun letak perbedaannya adalah pada ittihad roh manusia naik dan menyatu
kedalam diri Tuhannya (khaliq), sedangkan ajaran Hulu,l roh ketuhanan telah turun
dan masuk ke dalam tubuh atau jasad sang hamba (makhluk).
Ittihād itu akan tercapai kalau seorang sufi telah dapat menghilangkan kesadarannya.
Dia tidak mengenal lagi wujud tubuh kasarnya dan wujud alam sekitarnya. Apabila
seseorang telah dapat menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dan
mengembangkan sifat-sifat Ilahiyatnya melalui fana, maka Tuhan akan mengambil
tempat dalam dirinya dan terjadilah kesatuan manusia dengan Tuhan dan inilah yang
dimaksud dengan hulul.

2. Pemikiran tasawuf aceh banyak terkat dengan pemikiran-pemikiran tasawuf wilayah


di nusantara, baik dari segi sejarah maupun segi subtansi pemikiran. Dalam segi
sejarah sudah terbukti banyak dari tokoh-tokoh sufi aceh yang menyebar luaskan
tasawuf sampai ke nusantara, sedangkan dalam segi subtansi, pemahaman tasawuf di
aceh mempengaruhi daerah-daerah lain dan ada kecenderungan isi dan corak
pemikiran tasawufnya mirip dengan tasawuf yang ada di aceh. Sebetulnya sedikit atau
banyak telah mengalami modifikasi. Ketika aceh mengalami masa kejayaan ternyata
substansial, mazhab tasawuf Ibnu Arabi dan al – Jailli yang berwatak pantheisme
telah mendominasi pemikiran dan penghayatan keagamaan dalam istana dan kalangan
masyarakat umum , terutama karena ajaran itu telah diantu dan disebrkan oleh 2 orang
pemuka tasawuf Aceh terkenal yaitu Hamzah Fansuri dan muridny Zymzuddin
Sumatrani (w 1630 ). melalui 2 orang sufi ini , ajaran tasawuf Ibnu Arabi yang
kemudian di Aceh dikenal dengan wujudiyyah memperoleh kemajuan sangat pesat
dan dianut secara luas oleh masyarakat umum dan kalangan istana . melalui kitab –
kitab dan sejumlah muridnya , ajaaran taswuf Wujudiyyah menjadi ajaran formal dan
mendapat dukungan luas masyarakat Aceh .

3. Tarekat, sebagai gerakan kesufian populer (massal), sebagai bentuk terakhir gerakan
tasawuf, tampaknya juga tidak begitu saja muncul. Kemunculannya tampaknya lebih
dari sebagai tuntutan sejarah, dan latar belakang yang cukup beralasan, baik secara
sosiologis, maupun politis pada waktu itu.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat pada
masa itu, yaitu faktor kultural dan struktur.
Unsur pokok : Guru, Murid, Bai’at, Silsilah dan Ajaran.
Dalam ajaran Thoriqoh qodariyah wa naqsyabandiyah, tradisi dzikir wirid tersebut
juga dapat dijadikan sebagai trapi dzikir. Yaitu untuk korban pecandu narkoba yang
nantinya akan direhabilitasi dengan melakukan dzikir, dengan berdzikir secara
istiqomah akan mendapatkan hasil yangt luar biasa yang akhirnya perlahan akan
sembuh dari ketergantungan obat terlarang tersebut. Dzikir dapat dilakukan setiap saat
dan setiap hari, namun terdapat waktu khusus yaitu selesai sholat fardhu. Selain
melakukan dzikir tersebut para pecandu juga melakukan tradisi dalam ajaran thoriqoh
qodariyah wa naqsyabandiyah lainnya yaitu khataman dan manaqiban.
Berikut adalah ritual ibadah, dzikir dan wirid tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah.
Ritual ibadah:
a) Mursyid/Syaikh (Guru tarekat)
b) Salik (murid tarekat)
c) Suluk (wirid dan amalan yang harus dilakukan oleh seorang salik)
d) Zawiyah (majelis tempat para salik mengamalkan suluk)
Amalan dzikir dan wirid:
Dzikir Ismu Dzat: “mengingat yang Haqiqi”
Pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan
tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.

a. Dzikir Latha’if: “mengingat Asma Allah pada tujuh titik halus pada tubuh”
Seseorang yang berdzikir memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama
Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh titik halus pada
tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha’if), adalah;
– qalb (hati), terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri
– ruh (jiwa), selebar dua jari di bawah puting susu kanan
– sirr (nurani terdalam), selebar dua jari di atas puting susu kiri
– khafi (kedalaman tersembunyi), dua jari di atas puting susu kanan
– akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di tengah dada
– nafs nathiqah (akal budi), di otak belahan pertama
– kullu jasad, luasnya meliputi seluruh tubuh, bila seseorang telah mencapai tingkat
dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam
Asma Allah.
b. Dzikir Nafi Itsbat: “mengingat keesaan”
Bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat La Ilaha Illallah, yang
dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi La permulaan
digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke
kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, Illa dimulai
dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah
kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu
mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.
c. Dzikir Wuquf: “diam dengan semata-mata mengingat Allah”
Mengingat Dzat Allah yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci, atau jauh
dari segala sifat kekurangan. Dzikir Wuquf ini dirangkaikan setelah selesai
melaksanakan dzikir Ismu Dzat atau dzikir Latha’if, atau dzikir Nafi Itsbat.
Pelaksanaan dzikir Wuquf ini sebelum menutup dzikir-dzikir tersebut.
d. Dzikir Muraqabah Ithla’
Seseorang berdzikir dan ingat kepada Allah SWT bahwa Ia mengetahui keadaan-
keadaannya dan melihat perbuatan-perbuatannya, serta mendengar perkataan-
perkataannya.
e. Dzikir Muraqabah Ahadiyatul Af’al
Berkekalannya seorang hamba menghadap serta memandang Allah SWT yang
memiliki sifat sempurna serta bersih dari segala kekurangan, serta Maha
Berkehendak.
f. Dzikir Muraqabah Ma’iyah
Berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Allah
SWT yang mengintai di mana saja hamba itu berada.
g. Dzikir Muraqabah Aqrabiyah
Keadaan mengingat betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya.
h. Dzikir Muraqabah Ahadiyatuzzati
Mengingat sifat Allah yang esa dan menjadi tempat bergantungnya segala sesuatu.
i. Dzikir Muraqabah Zatissyarfi wal Bahti
Berkaitan dengan sumber timbulnya kesempurnaan kenabian, kerasulan dan ‘ulul
azmi, yakni dari Allah semata.
j. Maqam Musyahadah
Kondisi di mana seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap berpandang-pandangan
dengan Allah.
k. Maqam Mukasyafah
Kondisi di mana seolah terbuka rahasia ketuhanan bagi seseorang yang berdzikir. Bila
berdzikir pada maqam ini dilaksanakan dengan baik, sempurna, dan ikhlas, maka
seorang hamba akan memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya.
l. Maqam Muqabalah
Dalam tahap berhadap-hadapan dengan wajah Allah yang wajibul wujud.
m. Maqam Mukafahah
Tahap ruhaniah seseorang yang berdzikir berkasih sayang dengan Allah. Dalam
maqam ini, kecintaan pada selain Allah telah hilang sama sekali.
n. Maqam Fana’ Fillah
Kondisi di mana rasa keinsanan seseorang melebur ke dalam rasa ketuhanan, serta
secara fana melebur dalam keabadian Allah.
o. Maqam Baqa’ Billah
Pencapaian tahap dzikir, di mana kehadiran hati seorang hamba hanya bersama Allah
semata.
p. Tahlil Lisan
Melaksanakan dzikir Nafi Itsbat yang diucapkan secara kedengaran, atau jahar. Dzikir
Tahlil Lisan ini dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh syaikh
mursyid.

4. Bukti bahwa tasawuf-tarekat dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk pendidikan
Islam ialah di dalam ketasawufan, terdapat 4 unsur tarekat, yaitu:
a) Mursyid/Syaikh (Guru tarekat)
b) Salik (murid tarekat)
c) Suluk (wirid dan amalan yang harus dilakukan oleh seorang salik)
d) Zawiyah (majelis tempat para salik mengamalkan suluk)
Dari keempat unsur tersebut lah yang dapat menyatakan bahwasanya tasawuf-tarekat
merupakan salah satu bentuk pendidikan Islam. Bisa di katakan demikian karena
sistem pendidikan yang diterapkan di dalam pendidikan tasawuf-tarekat juga sama
seperti dalam pendidikan islam (Tarbiyatul Islamiyah).

5. Proses masuknya islam di indonesia berkembang ada enam yaitu: perdagangan,


perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik dan di tambah dengan saluran
dakwah menurut referensi lain. Dari saluran di ataslah Islam bisa menjangkau hampir
ke seluruh pelosok Indonesia yangsalah satu pengaruhnya diakui sebagai kebudayaan
Indonesia sampai sekarang seperti pengaruh bahasa, nama, adat-istiadat dan pengaruh
kesenian. Sebab itu, masuknya Islam di nusantara tidak merusak tatanan kebudayaan
melainkan mengakomodir yang direkonstruksi formulasinya dalam ajaran Islam.

Diantara aliran tarekat yang berkembang di Indonesia yaitu tarekat rifai’yah, tarekat
qadiriyah, tarekat tijaniyah, tarekat naqsabandiyah, tarekat syadzaliyah, tarekat
qadiriyah wa naqsabandiyah, tarekat dasuqiyah, tarekat sathaniyah, tarekat
samaniyah, tarekat alawiyah, tarekat al-mu’tabarah. namun hanya beberapa tarekat di
indonesia yang berhasil memperoleh simpati rakyat diantaranya, tarekat khalwatiyah,
syatariyah, qadariyah, naqsabandiyah dan alawiyah.

Corak tarekat yang berkembang di Indonesia merupakan kelanjutan dari tasawuf


sunni Al-Ghazali. Para ulama nusantara yang menuntut ilmu di Mekkah membawa
ijazah dari para gurunya dan mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia. Tarekat di
Indonesia mempunyai corak seperti tarekat pada umumnya. Tarekat tidak hanya
memiliki fungsi keagamaan, namun juga mempunyai sistem keterikatan kekeluargaan.

Menurut pendapat saya, jika seseorang ingin membina seseorang yang lain menuju
jalan kebenaran, maka ia sudah seharusnya menggunakan cara yang baik pula, sesuai
yang telah diajarkan dalam Al-Qur’an tata cara penyampaian Islam dalam surah An-
Nahl ayat 125, yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.”
Karena Islam merupakan agama yang damai dan toleransi. Dan sikap menyindir orang
yang tidak segolongan atau mengganggap orang yang berbeda adalah hina adalah
salah.
Bagaimana kita menyikapinya? Jika kita kuasa untuk mengingatkan, maka kita
sebaiknya mengingatkan dengan baik-baik, mengingatkan bahwa Agama Allah hanya
mengajarkan kebaikan, namun jika kekuatan mereka lebih besar, lebih baik kita
menghindari berurusan dengan oknum-oknum seperti itu, dan membiarkan mereka
mengeluarkan pendapatnya, disertai mendo’akan mereka agar segera diberikan
hidayah. Kemudian kita hanya perlu menjalankan ibadah dan juga kebaikan-kebaikan
yang telah diajarkan dalam Islam, dan jangan sampai terpengaruh oleh sindiran-
sindiran mereka.

Syatariyah pada umumnya tidak begitu mementingkan segi syari’at da juga tidak
menekankan sekali kewajiban shalat lima kali sehari. Tetapi mengajarkan shalat
permanen. Sedangkan Terekat Naqsababdiyah lebih mementingkan segi syari’at dan
pada umumnya hanya mau menerima anggota tarekat, yang sudah melaksanakan
kewajiban Islam yang penting dan yang mengetahui dasar pengetahuan tentang
agama. Dalam tasawuf dan tarekat, terdapat pembahagian segi spekulatif dan segi
ritual. Segi spekulatif hanya dipelajari oleh golongan kecil, yang mengerti tentang
seluk beluk spekulatif. Sedangkn rakyat biasa hanya mempelajari segi ritual dengan
menghafal dan mengucapkan beberapa wirid saja.
Sebenarnya pelajaran spekulatif tidak hanya merupakan latar belakang untuk wirid
(segi ritual). Dalam tasawuf Syaratriyah dasar intelektual pada umumnya lebih luas
dipelajari dan dipraktekan daripada dalam tarekat Naqsabandiyah. Dasar teoritis dan
spekulaif untuk tarekat Syatariyah adalah ajaran martabat tujuh, yang sebenarnya
tidak berhubungan dengan praktek ritual terekat itu. Dasar teoritis untuk Tarekat
Naqsababdiyah agak terbatas, yaitu hanya suatu teori tentang kalimat tauhid dan
kedudukan guru. Sebenarnya teori ini juga cukup erat hubungannya dengan praktek
ritual dalam tarekat ini.
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah merupakan tarekat mu’tabarah yang didirikan
oleh ulama Indonesia Ahmad Khatib Sambas (kalimantan Timur). Tarekat ini
mengalahkan tarekat yang sebelumnya paling populer di Indonesia yaitu
Sammaniyah. Ketika ia wafat pada tahun 1873 atau 1875, khalifahnya bernama Abd.
Al-Karim dari Banten menggantikan sebagai Syaikh tertinggi tarekat ini. Namun,
Abdul al-Karim harus ke Makkah untuk menggantika kedudukan sang Syaikh. Dua
orang khalifah utama yang lainnya adalah kiai Thalhah dari cirebon dan seorang kiai
Madura, kiai Ahmad Hasbullah. Namun sejak Abd ak-karim wafat, tarekat ini
terpecah belah, berdiri sendiri yang berasal dari ketiga khalifah pendiri tersebut.

Anda mungkin juga menyukai