Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS GANGREN


DI RUANG MAWAR RSU ANWAR MEDIKA

Disusun Oleh :
Fenty Maziyyah Mustaziroh
201904009

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara
normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormone yang diproduksi oleh
pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun,atau
pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan
hiperglikemi yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolic akut seperti diabetes
ketiasidosis dan sindrom hiperglikemi hiperosmoler neokenetik (HKNK). Hiperglikemi
jangka Panjang dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal
dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit syaraf). (Suddarth, 2002)
Menurut WHO, Indonesia diperkirakan akan menempati peringkat 5 sedunia dengan
jumlah penderita diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth. 2002)
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya, dimana hiperglikemia berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan berbagai organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh
darah. (American Diabetes Association, 1998)
TIPE DM
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

2. ETIOLOGI
Diabetes tipe I
Dirumuskan bahwa kerusakan sel beta terjadi diakibatkan karena infeksi , biasanya virus
dan atau respon autoimun secara genetik pada orang yang terkena. Awitan dimulai pada
saat usia kurang dari 30 tahun.
a. Faktor genetik
b. Faktor-faktor imunologi
c. Faktor lingkungan : virus/toksin
d. Penurunan sel beta : Proses radang, keganasan pankreas, pembedahan.
e. Kehamilan
f. Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3
d. Gaya hidup
(Brunner & Suddarth, Tucker Susan Martin)
3. Patofisiologi
Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan kehamilan
akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin sehingga sehinga
terjadi gangguan permeabilitas glukosa di dalam sel.
Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan hormon
tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa
darah.peningkatan kadar hormon – hoormon tersebut dalam jangka panjang terutama
hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik ( menimbulkan diabet ). Hormon – hormon
tersebut merangsang pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau
lengerhans paankreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin
dan apabila hati mengalami gangguan dalam mengolah glukosa menjadi glikogen atau
proses glikogenesis maka kadar gula dalam darah akan meningkat.
Dan apabila ambang ginjal dilalui timbulah glukosuria yang menyebabkan
peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam jumlah
yang banyak ( polidipsi )karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi ekhilangan
kalori dan starvasi seeluler, slera makan dan orang menjadi sering makan ( polifagi ).
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat
menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal – gatal. Akibat
hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak kapiler dan
menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan menyebabkann gangguan fungsi endotel.
Kebocoran sklerosis yang menyebabkan gangguan – ganguan pada arteri dan kepiler.
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan membran
dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan perfusi jaringan
turun yang mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf. ( Elizabeth J.
Corwin, 2001 )

4
4. PATHWAY

5. MANIFESTASI KLINIS

a. Poliuria g. Kesemutan, rasa baal


b. Polifagia h. Pruritus, bisul
c. Polidipsi i. Mata kabur
d. Kelemahan j. Impotensi pada pria
e. Berat badan turun k. Pruritus vulva / keputihan
f. Infeksi Saluran Kencing l. Luka yang lama sembuhnya
(PAPDI, IPD, 2000)
5. KOMPLIKASI
Komplikasi akut DM :
a. Hipoglikemia
b. Hiperglikemia

5
c. Ketoasidosis Diabetik
Komplikasi kronis DM :
a. Mata : retinopati diabetik, katarak
b. Ginjal : glomerulosklerosis intra kapiler, infeksi
c. Saraf : Neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom.
d. Kulit : dermopati diabetik, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, kandidiasis, tukak
kaki dan tungkai
e. Sistem kardiovaskuler : penyakit jantung dan gangren pada kaki
f. Infeksi tak lazim : fasilitis dan miositis nekrotikans, meningitis mucor, kolesistitis
emfisematosa, otitis eksterna maligna.
6. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan DM dengan
tujuan :
1) Memberikan semua unsur makanan essensial
2) Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
5) Menurunkan kadar kemak darah jika meningkat.
b. Latihan
Efek latihan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko penyakit
kardiovaskuler.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita DM
dapat mengukur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia
lainnya.
d. Terapi (jika diperlukan)
Pada DM tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Dengan
demikian insulin eksogeneus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM
6
tipe II, insulin mungkin diperlukan terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar
glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.
e. Pendidikan
Pendidikan mengenai penyuntikan insulin perlu diberikan kepada klien dan
keluarganya.
(Brunner & Suddarth)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus


 Pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b. Aseton plasma : Positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat
e. Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal meningkat/menurun
 Kalium : Normal, peningkatan semu selanjutnya akan menurun
 Fosfor : lebih sering menurun

7
 ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/normal
 Insulin darah : mungkin menurun
 Urine : gula dan aseton positif
 Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih

8
LUKA GANGRENE

DEFINISI
Luka didefinisikan sebagai suatu kelainan dimana terjadi gangguan keseimbangan
terhadap integritas kulit baik kehilangan ataupun kerusakan sebagian struktur jaringan
utuh, akibat trauma mekanik, termal, radiasi, fisik, pembedahan dan zat kimia. Luka kaki
merupakan kejadian luka yang tersering pada klien diabetik. Neuropati menyebabkan
hilangnya rasa pada kondisi terpotong kaki.
Gangrene atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan
mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian
tubuh sehingga suplai darah terhenti, dapat terjadi akibat proses inflamasi yang
memanjang perlukaan bisa akibat digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar, proses
degeneratif/ateriosklerosis atau ganggaun metabolik / diabetes mellitus.

PENATALAKSANAAN LUKA DIABETIK (GANGRENE)


a. Tujuan perawatan luka
1) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
2) Optimalisasi suasana luka dalam kondisi lembab
3) Dukungan / kondisi klien termasuk nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyebab.
4) Tingkatkan edukasi klien dan keluarganya.
b. Perawatan luka diabetik
1) Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal yang pokok untuk memperbaiki, meningkatkan dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjadinya infeksi. Tujuan mencuci luka adalah menghilangkan jaringan nekrosis,
menghilangkan cairan luka yang berlebihan, dan menghilangkan sisa
metabolisme tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik untuk mencuci
luka adalah cairan non toksik misalnya normal saline / NaCl 0.9 %. Cairan anti
septik sebaiknya digunakan ketika luka mengalami infeksi atau tubuh dalam
keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali
dengan normal saline.
2) Debridement

9
Merupakan upaya untuk membuang jaringan nekrosis / slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari infeksi atau selulitis, karena jaringan
nekrosis selalu berhubungan dengan peningkatan jumlah bakteri.
3) Perawatan kulit sekitar luka
Melindungi kulit di sekitar luka merupakan hal penting untuk mencegah
timbulnya luka baru. Penggunaan Zinc-oxide salep cukup efektif untuk
melindungi kulit sekitar luka dari cairan atau eksudat berlebihan.
4) Penggunaan balutan pada luka
Penggunaan balutan bertujuan untuk mempertahakan daaerah luka agar selalu
lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50 %, absorpsi eksudat dan
cairan luka yang berlebihan, membuang jaaringan nekrosis, kontrol terhadap
infeksi dan menurunkan rasa sakit serta menurunkan biaya selama perawatan.

a) Absorbent dressing
Jenis balutan yang paling banyak menyerap cairan pada luka, juga berfungsi
sebagai homeostasis tubuh jika terdapat perdarahan dan brter terhadap
kontaminasi pseudomonas. Contoh balutan : aliginate, kaltostaat, sorbsan,
alevyn.
b) Hydrocoloid
Jenis balutan yang berfungsi untuk mempertahankan luka dalam keadaan
lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari kontaminasi,
digunakan pada keadaan luka berwarna merah. Contoh balutan : cuntinova-
hydro, duoderm CGF, comfell.
Kedua jenis balutan diatas disebut occlusive dressing, merupakan jenis
balutan yang mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan optimal, saat
penggantian balutan akan tampak peluruhan jaringan nekrotik dengan dasar
luka bersih.
5) Topikal terapi
Hydroactive gel merupakan jenis terapi topicl yang membnatu peluruhan jaringan
nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolisis debridement). Contoh : intrasit
gel, duoderm-gel.
6) Balutan untuk mengontrol terjadinya edema
Kontrol edema diperlukan guna membantu proses penyembuhan luka diabetik,
seringkali ditemukan edema pada ekstremitas. Kontrol edema dapat dilakukan
10
dengan cara memberikan kompresi atau penekanan dengan menggunakan elastic
bandage (elastis stoking), dengan penekanan kurang lebih sekitar 18 mmHg atau
kekuatan 50% tarikan.

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Identitas klien
 Riwayat kesehatan
 Riwayat pengobatan
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang

a. Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur.
Tanda : Takikardia dan takipneu, letargi dan disorientasi, koma, penurunan
kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayaat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki,penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan,
mata cekung
c. Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah keuangan.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria/nokturia), rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih, ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poluria dapat berkembang menjadi
oligouria/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau
busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah
dan menurun : hiperaktif (diare)
e. Makanan/Cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, peningkatan masukkan glukosa dan
karbohidrat, penurunan BB, haus, penggunaan diuretik.
Tanda : Kulit kering, bersisik, turgor jelek, muntah, bau halitosis, nafas bau
aseton.
12
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia, ganguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, gangguan memori, aktifitas
kejang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen tegang/nyeri.
Tanda : Wajah meringis.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekuranagn oksigen, batuk
Tanda : Lapar udara, batuk
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak / ulserasi, menurunnya kekuatan umum /
rentang gerak, parestesia / paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan
jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam.
j. Seksualitas
Gejala : Impotensi, kesulitan orgasme pada wanita, luka / lecet pada vagina.
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengkajian luka Diabetes Mellitus (gangrene)
adalah :
a. Lokasi / letak luka
Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan
penyebab terjadinya luka sehingga luka dapat diminimalkan.
b. Stadium luka
Dibedakan atas ;
a) Anatomi kulit (Pressure Ulcers Panel, 1990)
1). Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis
yang paling atas.
2). Full thicknes : hilangya lapisan epidermis hingga lapisan sub kutan.
Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis.

13
Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas
dermis paling atas.
Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
sub kutan.
Stadium IV : Rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan tulang.
b) Warna dasar luka (Nedherlands Woundcare Consultant Society, 1984)
Merah : (pink, merah, merah tua) disebut jaringan sehat, granulasi /
epitelisasi / vaskularisasi.
Kuning: (kuning muda, kuning kehijauan, kuning tua, kuning kecoklatan)
disebut jaringan mati yang lunak, fibrionilitik, slough,
avaskularisasi.
Hitam : Jaringan nekrosis, avaskularisasi.
c) Stadium Wagner untuk luka diabetik
1). Superficial ulcer
Stadium 0: Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, tapi dengan
bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot arthropathies)
Stadium I: Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang
tampak menonjol.

2). Deep Ulcers


Stadium II: Lesi terbuka dengan penetrasi tulang atau tendon (dengan
goa).
Stadium III: Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyartrosis, plantar abses
atau infeksi hingga ke tendon.
3). Gangrene
Stadium IV: Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian jari kaki,
kulit sekitarnya selulitis, gangrrene lembab atau kering.
Stadium V: Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau gangrene.
c. Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga
dimensi atau mengambil foto untuk mengevaluasi kemajuan proses
penyembuhan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran adalah
dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut
digunakan berulang kali, hindari terjadinya infeksi silang (nosokomial).
14
Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit selitar luka untuk mengetahui
apakah pada luka terdapat selulitis, edema, benda asing, dermatitis kontak
atau maserasi.

a) Pengukuran tiga dimensi


Dilakukan dengan mengkaji panjang-lebar-kedalaman dan dengan
menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa (sinus
track/undermining0 dengan mengukur berputar searah jarum jam.
b) Photography
c) Serial foto dapat memberikan gambaran proses penyembuhan luka
secara komprehensif, (catatan berikan inform consent sebelum
pengambilan foto).
d. Status Vaskuler
Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran
oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel dan merupakan unsur penting
dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi
perlakuan palpasi, capillaryrefill, edema dan temperatur kulit.
a) Palpasi
b) Langkah pertama dalam pengkajian status perkusi jaringan adalah
palpasi pada daerah tibia dan dorsal pedis untuk menilai ada tidaknya
denyut nadi. Klien usia lanjut kadang sulit diraba denyut nadinya dan
dapat menggunakan stetoskop ultrasonic doppler.
Tingkatan denyut nadi :
0 : Nadi tidak teraba
1 : Ada denyut nadi sebentar
2 : Teraba tapi kemudian hilang
3 : Normal
4 Sangat jelas kemudian ada bendungan (aneurysm)
c) Capillary Refill
Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberikan tekanan pada
ujung jari, setelah tampak kemerahan segera lepasksna dan lihatlah
apakah ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi
menurunnya atau hilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari

15
tipis dan rambut yang tidak tumbuh merupakan indikasi iskemik
(arterrial insufficiency) dengan capillary refill labih dari 40 detik.
Capillary Refill Time
Normal : 10 – 15 detik
Iskemik Sedang : 15 – 25 detik
Iskemik berat : 25 – 40 detik
Iskemik sangat berat : lebih dari 40 detik
d) Edema
Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar
pada midealf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan
jari kaki pada tulang menonjol di tibia atau maleolus. Kulit yang edema
akan tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali
merupakan tanda adanya ganguan darah balik vena.
Tingkatan udema :
0 – ¼ inchi : 1 + (mild)
¼ - ½ inchi : 2 + (moderate)
½ - 1 inchi : 3 + (several)
e) Temperaturkulit
Temperatur kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan
dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai
adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan.
Cara melakukan penilaian dengan menempelkan punggung tangan pada
kulit sekitar luka, membandingkannya dengan kulit pada bagian lain
yang sehat.
e. StatusNeurologik
a) Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik berhubungan dengan kelemahan otot secara
umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk tubuh (terutama
kaki), seperti jari0jari yang menekuk atau mencengkram dan telapak kai
yang menonjol. Penurunan fungsi motorik menyebabkan pengguanaan
sepatu atausandal berubah, biasanya akan terjadi penekanan terus menerus
pada ujung-ujung tulang kaki sehingga menimbulkan kalus yang
kemudian menjadi luka.
b) Fungsi Sensorik
16
Pengkajian fungsi ini berhubungan dengan cara penilaian terhadap
kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien DM
dengan neuropati sensori akan mengatakan bahwa lukanya barusaja terjadi
namun kenyatannya terjadi beberapa waktu sebelumnya.
c) Fungsi Autonom
Dilakukan pada klien DM untuk melihat tingkat kelembaban kulit.
Biasanya klien mengatakan keringatnya berkurang dan kering kulitnya.
Penurunan faktor kelembaban kulit akan mempermudah terjadinya lecet
atau pecah-pecah (terutama pada ektremitas) akibatnya akan timbul fisura
yang akan diikuti oleh formasi luka.
f. Infeksi
Merupakan masalah yang paling serius pada penderita luka DM.
Pseudomonas Aureginase dan staphylococcus aureus, keduanya merupaka
organisme patogenik yang paling sering muncul saat perawatan luka.
Penilaian ada tidaknya infeksi pada luka didasari pengertian bahwa seluruh
jenis luka kronik adalah jenis luka yang terkontaminasi oleh adanya
kolonisasi bakteri, tetapi tidak semuanya terinfeksi. Pada keadaan luka
terinfeksi akan memperlihatkan adanya :
a) Sistematik Tubuh
Bertambahnya jumlah leukosit dan mekrofag melebihi batas normal
yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh.
b) Lokal Infeksi
Jumlah eksudat yang bertambah banyak danmenjadi lebih kental,
berbau tidak sedap dan disertai dengan penurunan panas dan nyeri.
Infeksi dapat meluas dengan cepat hingga tulang (osteomyelitis dapat
dilihat dengan X – rays) jika tidak dibatasi segera. Kultur merupakan
rekomendasi yang dikerjakan untuk menentukan pemberian
antibiotik.

17
B. Analisa Data
Data Penyebab Masalah
DS : Diuresis Osmotik Kekurangan
Os mengatakan sering volume cairan
merasa haus, sering
kencing.
DO :
 Tekanan darah turun
 Tekanan nadi cenderung
cepat dan lemah
 Capillary refill diatas
normal
 Turgor kulit kering
DS : klien mengatakan  Intake kurang Nutrisi kurang dari
sengaja membatasi makan  Peningkatan kebutuhan tubuh
karena takut gulanya naik, metabolism
badan lemah protein &
DO ; lemak
 Diet yg disajikan tidak
dihabiskan
 BB turun ( tidak sesuai
BB normal)
 HB turun
DS : Klien mengatakan Kadar glukosa Gangguan
nyeri pada daerah luka tinggi integritas kulit
DO :
 Tampak luka di
daerah…, oedema,
kemerahan, keluar pus
 Hasil lab GD diatas
normal

C. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d. diuresis osmotik

18
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
2) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
3) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
5) Pantau masukan dan pengeluaran
6) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
7) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
8) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi
tidak teratur
9) Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan masukan oral,
anoreksia, mual, peningkatan metabolism protein dan lemak
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
19
5) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
6) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
7) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
8) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
9) Kolaborasi dengan ahli diet.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi
ganti balut.
2) Kaji tanda vital
3) Kaji adanya nyeri
4) Lakukan perawatan luka
5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

c. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
1) Hindarkan lantai yang licin.
2) Gunakan bed yang rendah.
3) Orientasikan klien dengan ruangan.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
5) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

20
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C, Bare Brendo G Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner,
Suddart, Edisi 8, vol 2, Jakarta: EGC 2002
Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu,
Jakarta : Heul 2002
Reeves,Roux,Lockhart; Keperawatan medikal Bedah (2001),Salemba Medika, Jakarta.
Price, Wilson, Patofisiologi Konsep klinis Proses Penyakit(1995),EGC,Jakarta.
Doenges, ME and Moor House, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke 3, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Tucker, et al, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan Diagnosis dan Evaluasi
(1998) Ed. V, Vol.2, EGC, Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai