DI
OLEH
KELOMPOK 4
NADIA KHUMAIRA
MUSFIRA ANISA
RAHMI
NOVAL YASIR
SAHRIAL. A
DESAIN
A. DESAIN
1. Pengertian Desain
Desain merupakan kata baru peng-Indonesiaan dari kata design (bhs.Inggeris).
Istilah ini merupakan pengilmuan kata merancang yang penggunaannya di nilai
terlalu umum dan kurang mewadahi aspek keilmuan secara formal. Sejalan dengan
itu, untuk bidang arsitektur rekayasa, kerapkali pula menggunakan istilah rancang
bangun . di lingkungan akademik, kata desain telah di bakukan sebagai nama cabang
ilmu ( desain ), nama departemen (jurusan desain), nama fakultas (Fakultas eni Rupa
dan Desain), nama organisasi profesi (Ikatan Ahli Desain Indonesia), nama
perundang-undangan (Undang-Undang Desain Industri), lembaga pemerintah (Pusat
Desain Nasional) maupun istilah yang dipergunakan oleh media massa (majalah
desain, jurnal desain) .
Dalam kurun tiga puluh tahun (1971) sejak istilah ini dipergunakan di
lingkungan akademis dan profesi, kata ‘dsain’ telah mantap sebagai sati istilah budaya
yang melingkupi berbagai aspek kegiatan di masyarakat luas.
Secara etimologis desain berasal dari kata designo (tali) yang artinya gambar.
Kata ini diberi makna baru dalam bahasa inggris pada abad ke-17, yang di pergunakan
untuk membentuk Shcol of design tahun 1836. Makna baru tersebut dalam praktek
kerapkali semakna dengan kata craft, kemudian atas jasa Ruskin dan Morris – dua
tokoh gerakan antiindustri di inggris pada abad ke-19, kata ‘desain’ di beri bobot
sebagai art and craft: yaitu paduan antara seni dan keterampilan.
Desain terdiri atas beberapa jenis di antaranya sebagai berikut:
a. Desain Arsitektur
b. Desain grafis
c. Desain interior
d. Desain busana
e. Desain produk
Karakter Radio
Beberapa ahli komunikasi massa dan praktisi radio, menyebutkan beberapa
ciri radio sebagai salah satu medium komunikasi massa. Misalnya, reportase radio
harus memperhatikan karakter auditif, yang berbeda dengan media cetak yang
mengandalkan teks sebagai antaran pesan beritanya. Berikut ini adalah gambaran
karakter radio menurut Suherman, sebagai sebuah medium jurnalistik.
1. Bersifat Auditif
Dari radio, orang hanya bisa mendengar. Khalayak radio Cuma dapat
“suara”. Tidak ada kata-kata tekstual yang bisa diulang-ulang pembacaannya.
Sifat auditif ini memberi batasan tertentu pada pelaporan radio. Pemberitaan radio
mesti langsung, dan tepat, dipahami pendengar. Orang tidak boleh kalang kabut
mencerna apa yang diucapkan penyiar radio. Apalagi sampai salah menyebut
fakta, seperti nama, tempat dan lain-lain.
2. Selintas
Pemberitaan radio punya daya jangkau yang seketika, langsung membekas
di benak khalayak. Dalam kejapan waktu, orang langsung menyimpulkan apa
yang terjadi. Berbagai fakta dan peristiwa yang dilaporkan langsung memberi
gambaran apa yang terjadi. Akibatnya fatal bila terjadi kesalahan. Orang agak
kesulitan merubah apa yang barusan di dengarnya.
3. Imajinatif
Faktor imaji ini dibangun dari “suara-suara” yang disampaikan penyiar.
Ketika penyiar menyampaikan sebuah kendaraan telah “nyemplung” ke dalam
parit dan menunggu “derekan” mobil mengangkut ke pinggir jalan, maka
bayangan pendengar dipenuhi oleh banyak gambaran kejadian yang terjadinya.
4. Daya dengar khalayak
Khalayak radio memiliki kendala psikologi sosial dalam menangkap
pesan. Para pendengar mudah jenuh, bosan, dan mencari gelombag radio lain.
Jurnalis radio harus menghindari redundansi dengan meningkatkan lebih banyak
informasi yang berguna bagi khalayaknya. Pesan harus membuat khalayak
terfokus pada elemen-elemen kunci dan materi yang tengah disiarkan dan juga
menyertakan konsep-konsep kompleks, nama-nama tidak familiar, istilah-istilah
yang harus dikenali khalayak seperti yang dikehendaki.
5. Bahasa Berita Radio
Dunia radio adalah dunia siaran. Dunia siaran berbeda dengan dunia media
cetak (Koran, majalah). Dunia radio di antaranya mengenali bahasa siaran sebagai
bahasa percakapan, bukan bahasa teks yang dibaca, tapi bahasa audio yang
didengar telinga. Maka, dibutuhkan keterampilan mengolah bahasa.
Fungsi Radio
Perkembangan teknologi radio akhirnya meningkatkan fungsi radio sebagai
media jurnalisme. Jurnalisme radio bertugas melaporkan fakta-fakta. Juga, membuat
estimasi, analisis, interpretasi terhadap berbagai fakta, berbagai peristiwa, dan
fenomena. Singkatnya, jurnalisme radio membawahi fungsi-fungsi: informasi,
analitis, dan dokumentari artistik.
Informasi: yang muncul dalam programa siaran-siaran informasi, laporan radio,
ulasan radio, wawancara radio, dan peliputan radio, serta korespondensi radio
(information radio-correspondence).
Analitis: yang menyajikan analisis-analisis melalui wawancara-radio, peliputan
radio, korespondensi radio, ulasan-radio, surat-menyurat, ulasan terhadap surat-
surat, percakapan radio (radio-conversation), komentar radio, diskusi radio,
pembicaraan radio, investigasi jurnalistik radio.
Dokumentari-artistik: ialah komposisi-radio, sketsa-radio, esai-radio, dan radio-
feuilleton.
Sejarah Televisi
Televisi, merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang
ditemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama
teknologi pertelevisian adalah Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884. Ia
menemukan alat yang disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe.
Penemuannya tersebut melahirkan electrische teleskop atau televisi elektris.
1. Perkembangan Televisi
Gambar dan kata-kata merupakan hal penting dalam jurnalisme televisi.
Kamera menjadi mata pemirsa dalam melihat kejadian. Televisi merupakan media
massa paling hebat dibanding semua pendahulunya. Televisi tidak mengenal
batas. Televisi adalah fenomena yang muncul dari fenomena gelombang kemajuan
abad ke-20, di dalam penyempurnaan teknologi. Televisi melipatgandakan efek
media dalam menjalankan tugas, memberikan informasi, pendidikan, hiburan dan
bimbingan.
2. Imaji Visual
Kelebihan televisi, selain menjadi tempat orang menerima kebenaran dan
akurasi informasi, ialah menjadi penyampaian nilai-nilai atraktif kepada sejumlah
besar orang, secara serentak dan luas, melalui hitungan bisnis media yang
menguntungkan.
3. Generasi Televisi
Televisi generasi pertama adalah televisi hitam-putih. Di sini sinar pantul
setelah melewati sistem lensa akan terbentuk gambar proyeksi hitam putih. Dalam
perkembangan selanjutnya, sinar pantul setelah melewati sistem lensa, disalurkan
sebuah prisma sehingga terbentuklah tiga warna dasar, yakni merah, hijau, biru.
Inilah yang akan menghasilkan gambar proyeksi berwarna di layar televisi.
Televisi geberasi kedua adalah televisi warna. Selanjutnya televisi generasi
ketiga adalah High Definition TV (HDTV). Televisi generasi ketiga inilah yang
menjamin kesempurnaan tontonan. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki
sistem HDTV maka televisi di masa depan akan mampu memberikan kepuasan
lebih kepada masyarakat.
4. Program Siaran
Program siaran di Indonesia pada umumnya di produksi oleh stasiun
televisi yang bersangkutan. Di Amerika sebuah stasiun televisi tidak memproduksi
sendiri semua program siarannya. Mereka hanya membeli atau memesan dari
production company yakni kalau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
production house.
5. Reporter
Reporter adalah sebutan bagi salah satu profesi yang digunakan dalam
bisnis media massa. Sebutan ini di Indonesia lebih dispesifikasikan untuk radio
dan televisi. Sedangkan bagi media massa cetak cenderung menggunakan sebutan
wartawan. Reporter televisi juga berfungsi sebagai produser untuk liputan yang ia
lakukan.
6. Nilai dan Kualitas Berita
Mencher, membaginya ke dalam tujuh berita:
Timeless: kesegeraan waktu. peristiwa yang baru-baru ini terjadi atau aktual.
Impact: suatu kejadian yang dapat memberikan dampak terhadap orang banyak.
Prominence: suatu kejadian yang mengandung nilai keagungan bagi seseorang
maupun lembaga.
Proximity: suatu peristiwa yang ada kedekatannya dengan seseorang, baik secara
geografis maupun emosional.
Conflic: suatu peristiwa atau kejadian yang mengandung pertentangan antara
seseorang, masyarakat, atau lembaga.
The Unusual: sesuatu kejadia atau peristiwa yang tidak biasanya terjadi dan
merupakan pengecualian dari pengalaman sehari-hari.
Accurate: sebelum berita itu disebarluaskan harus dicek dulu ketepatannya.
Budaya Televisi
Lahirnya budaya televisi (audiovisual) memang mampu menggeser dominasi
budaya tulis. Neil postman, berbicara mengenai kemerosotan zaman mesin cetak dan
kebangkitan zaman televisi. Jerry Mander mengatakan televisi harus dimusnahkan,
menurutnya televisi tidak akan pernah mungkin menjadi baik, karena teknologi itu
tidak netral, melainkan dengan sendirinya menghasilkan kemerosotan kebudayaan.
George Orwell meramalkan, televisi akan membuat dunia menjadi semacam penjara.
Karena semua akan dikontrol oleh seorang penguasa melalui alat-alat elektronis.
1. Pengaruh Buruk Televisi
Dalam sejarah media kita dapat melihat bahwa dengan adanya teknologi
baru, tidak berarti teknologi lama disingkirkan, melainkan teknologi lama hidup
terus berdampingan dengan teknologi baru. Masyarakat Indonesia termasuk dalam
kategori view society, yakni suatu keadaan dimana kegiatan menonton lebih
ditonjolkan dibanding lainnya. Seperti kata Jerry Mander masyarakat sulit diajak
berfikir, mereka lebih senang diberi hiburan.
2. Antara Jurnalistik Cetak dan Televisi
Pada saat bisnis pertelevisian belum berkembang, orientasi mahasiswa
lebih mengarah kepada media cetak. Zaman bergulir, sejak industri televisi
berkembang orientasi mahasiswa pun berubah, tidak hanya melirik peluang kerja
di media cetak tapi juga televisi. Jika sebelumnya mereka berbondong-bondong
ingin terjun ke wilayah media cetak, kini mereka sudah melirik ke media
elektronik, yakni radio dan televisi.