Anda di halaman 1dari 7

Bab IV Diskusi dan Korelasi Biostratigrafi Kuantitatif

Dari hasil analisis biostratigrafi kuantitatif ranking dan scaling yang dilakukan
pada sepuluh sumur atau penampang di Blok Rokan, Cekungan Sumatera
Tengah, telah menghasilkan delapan zone selang (interval zone) biostratigrafi
kuantitatif, yaitu Zone I sampai Zone VIII. Masing-masing zone dicirikan oleh
rata-rata kemunculan akhir dari event-event optimum sebagai penciri batas
bawah dan batas atas zone. Digunakan pula beberapa event khusus (unique
events) sebagai penciri umur relatif yang dijumpai pada masing-masing zone
biostratigrafi kuantitatif ini.

Analisis dan korelasi biostratigrafi kuantitatif yang diterapkan pada sumur atau
penampang pada Blok Rokan ini hanya didasarkan pada data distribusi
mikrofosil foraminifera dan nannoplangton. Hasil analisis biostratigrafi
kuantitatif pada Blok Rokan ini memberikan hasil yang kurang optimal pada
bagian bawah dari kedalaman sebagian besar sumur-sumur yang ada, yaitu
menghasilkan pembagian biozonasi kuantitatif yang kurang rinci dan optimal.
Misalnya dijumpai pada Sumur A dan Sumur B.

Pada Sumur A (pada kedalaman 1580’ sampai 3130’) dan Sumur B (pada
kedalaman 1820’ sampai 3320’), analisis biostratigrafi kuantitatif yang
diterapkan kurang mampu untuk membagi lagi menjadi beberapa zone
biostratigrafi kuantitatif yang rinci. Hal ini disebabkan oleh data distribusi
mikrofosil yang digunakan, baik foraminifera ataupun nannoplangton,
seluruhnya hanya menggunakan kemunculan akhir (last occurrence/LO) dari
kisaran stratigrafi suatu takson spesies yang ditemukan atau dijumpai pada
kedua sumur tersebut. Dengan data distribusi kemunculan awal (first
occurrence/FO) dan kelimpahan puncak (acme occurrence) dari suatu takson
spesies, serta adanya event-event penciri (marker events) lainnya pada suatu
sumur atau penampang, akan dapat menghasilkan suatu zonasi biostratigrafi
kuantitatif yang lebih optimal dan lebih rinci lagi.

65
Pada dua sumur, yaitu Sumur E dan Sumur H, hasil analisis ranking dan
scaling menghasilkan beberapa event optimum yang memiliki kedalaman yang
diperkirakan (probable depth) terletak pada kedalaman yang relatif sama. Hasil
ini diperlihatkan pada bentuk hasil grafik scattergram yang relatif datar. Hal
ini disebabkan oleh data distribusi mikrofosil yang digunakan pada kedua
sumur ini adalah kurang optimal (data kurang tersedia), serta kedalaman
sampel (top - bottom sample) yang diperoleh adalah relatif pendek.

Keadaan di atas akan memberikan hasil yang kurang optimal bagi urutan
optimum event-event yang muncul, karena bukan suatu kemunculan akhir yang
sebenarnya dari event-event tersebut. Diperkirakan kisaran stratigrafi event-
event optimum tersebut lebih panjang dari hasil yang diperoleh pada grafik
scattergram yang ada.

Pada Sumur E (kedalaman 4220’ – 4450’), hasil analisis biostratigrafi


kuantitatif dapat menghasilkan lima zone (Zone I, Zone II, Zone III, Zone VI,
dan Zone VII) dan satu zone kisaran (Zone kisaran IV - V), sedangkan dengan
hasil biostratigrafi konvensional foraminifera hanya menghasilkan satu zone
kisaran saja, yaitu Zone kisaran N4 – N13 (zonasi Blow, 1969). Bila hasil
analisis biostratigrafi konvensional ini digunakan dalam korelasi biostratigrafi
antara Sumur E dengan Sumur D dan G, maka akan sulit diterapkan untuk
memperoleh korelasi biostratigrafi yang lebih rinci. Hal berbeda bila
dibandingkan dengan zonasi biostratigrafi kuantitatif pada Sumur E ini yang
memberikan peluang kemungkinan kedalaman yang diperkirakan (probable
depth) dari event-event (kisaran stratigrafi mikrofosil) yang tidak muncul atau
absen pada sumur ini dapat digunakan sebagai korelasi diantara sumur-sumur
yang ada.

Pada Sumur D (kedalaman 1500’ – 3480’), dari hasil analisis biostratigrafi


konvensional foraminifera diperoleh sebanyak empat zone dan satu zone
kisaran foraminifera plangtonik (Zone N5, N6, N7 – N8, N9 dan N10), dan
berdasarkan analisis nannoplangton didapatkan lima zone nannoplangton

66
(Zone NN1, NN2, NN3, NN4, dan NN5). Sedangkan dengan menggunakan
analisis biostratigrafi kuantitatif, didapatkan lebih banyak pembagian zonasi
pada Sumur D ini, yaitu sebanyak delapan zone (Zone I dan atau lebih tua, I,
II, III, IV, V, VI, dan VIII).

IV.1 Korelasi Biostratigrafi Kuantitatif


Kedelapan biozonasi kuantitatif yang diperoleh dari hasil penelitian ini
umumnya dapat diterapkan dengan baik pada seluruh sumur yang ada,
sehingga memberikan peluang untuk dapat digunakan sebagai zonasi yang
lebih rinci dan detail terhadap zonasi hasil analisis biostratigrafi konvensional.
Adanya biozonasi kuantitatif ini dapat dijadikan sebagai alat korelasi
biostratigrafi pada sumur atau penampang di daerah penelitian.

Dengan analisis biostratigrafi kuantitatif ranking dan scaling, dimungkinkan


untuk mendapatkan korelasi biostratigrafi yang lebih optimal dan rinci dari
kisaran stratigrafi mikrofosil yang diinginkan. Pada Gambar IV.1,
diperlihatkan adanya perbedaan korelasi biostratigrafi antara hasil analisis
biostratigrafi konvensional dan biostratigrafi kuantitatif dengan menggunakan
event optimum Helicosphaera scissura yang merupakan spesies penciri zone
kisaran NN1 – NN4 (zonasi Martini, 1971).

Mikrofosil nannoplangton Helicosphaera scissura (nomor kode 89) dari hasil


analisis biostratigrafi konvensional (berdasarkan kedalaman sesuai dengan
yang diamati/observed depth) akan lebih sulit untuk dikorelasikan antara
sumur-sumur yang ada karena tidak dijumpai kehadirannya pada Sumur E dan
Sumur G. Dengan hasil analisis biostratigrafi kuantitatif, didapatkan
kedalaman yang diperkirakan (probable depth) dengan disertai error bar dari
event optimum Helicosphaera scissura pada Sumur E dan Sumur G. Hasil ini
memberikan korelasi biostratigrafi yang lebih rinci dan detail untuk dapat
dilakukan diantara seluruh sumur yang ada.

67
Observed Depths

Well A Well B Well D Well E Well G Well H Well J

1000 1000
1250 1250
1500 86 1500
86
1750 1750
2000 86 2000
86
86
2250 2250
2500 2500
Depth (feet)

2750 2750
3000 3000
3250 3250
3500 3500
3750 3750
4000 4000
4250 4250
4500 4500
4750 4750

(hasil analisis biostratigrafi konvensional)

Probable Depths with Error Bars

Well A Well B Well D Well E Well G Well H Well J

1000 1000
1250 1250
1500 86 1500
86
1750 1750
2000 86 2000
86 86
2250 2250
2500 2500
Depth (feet)

2750 2750
3000 3000
3250 3250
3500 3500
3750 3750
4000 4000
86
4250 4250
86
4500 4500
4750 4750

(hasil analisis biostratigrafi kuantitatif)

Gambar IV.1 Korelasi biostratigrafi dari event optimum Helicosphaera scissura


(nomor indeks 86)

68
Korelasi hasil analisis biostratigrafi kuantitatif pada Blok Rokan (terletak pada
bagian tengah Cekungan Sumatera Tengah) ini diperlihatkan pada Lampiran 4
dengan arah orientasi Utara - Selatan. Dari gambaran korelasi antar sumur-
sumur tersebut (Sumur A – Sumur J), terlihat bahwa umumnya seluruh zonasi
yang dihasilkan oleh analisis biostratigrafi kuantitatif dapat dikorelasikan
secara optimal dan lebih rinci diantara penampang atau sumur yang ada, dan
tidak terjadi adanya kontradiksi antara biozonasi kuantitatif tersebut di seluruh
Blok Rokan ini.

Kerangka kerja stratigrafi di daerah penelitian menjadi penting mengingat selama


ini target lapisan dalam kegiatan pengeboran pada skala eksplorasi maupun
pengembangan masih didasarkan pada korelasi unit litostratigrafi. Padahal satuan
ini secara regional maupun skala lapangan dapat menyebar secara lokal dan
bersifat diakronos sehingga mengarah pada kekeliruan dalam interpretasi
konektifitas akibat korelasi yang salah, karena keakuratan dalam korelasi
merupakan kunci keberhasilan pengembangan lapangan.

Digunakannya bioevent hasil analisis biostratigrafi kuantitatif dimungkinkan


untuk dijadikan alat korelasi yang lebih rinci karena event-event optimum yang
diperoleh umumnya dapat ditemukan di seluruh sumur yang ada, walaupun dari
hasil analisis konvensional tidak diperoleh datanya. Kekurangan menggunakan
unit biostratigrafi kuantitatif ini sebagai alat korelasi adalah distribusi bioevent
masih dikontrol oleh lingkungan pengendapan (paleoenvironment) dan
kemungkinan adanya keterbatasan (isolasi) biogeografi.

Dalam skala blok Rokan ini, dengan jarak antara sumur-sumur yang ada relatif
sangat jauh, maka digunakan bioevent yang menerus dan menyebar secara luas
dan dijadikan sebagai horison kunci dalam korelasi. Suatu bioevent adalah suatu
horison korelasi yang berpotensi guna apabila bioevent ini dijumpai pada lebih
dari satu penampang stratigrafi. Bioevent yang digunakan sebagai horison kunci
dalam korelasi biostratigrafi kuantitatif ini adalah kemunculan akhir

69
Globigerinoides obliquus obliquus (57) dari golongan foraminifera plangtonik
sebagai biodatum untuk puncak atau batas atas Zone III.

Dalam gambaran korelasi biostratigrafi kuantitatif ini terlihat bahwa Zone III yang
dijumpai pada seluruh sumur yang ada berumur Miosen Tengah bagian bawah.
Secara regional, sedimen yang diendapkan pada umur relatif ini termasuk
dalam Formasi Telisa yang merupakan batuan tudung dari reservoar Kelompok
Sihapas. Secara lateral, interval sedimen yang masuk dalam Zone III ini dapat
diamati secara menerus dari Sumur A sampai Sumur J dengan ketebalan
sedimen relatif sama pada Sumur A - Sumur B dan semakin menebal ke arah
Sumur D sampai Sumur E. Ketebalan sedimen ini makin menepis ke arah
tengah blok ini yaitu Sumur G, untuk kemudian relatif menebal kembali ke
arah Sumur H dan J.

Dilihat dari kisaran umur relatifnya, dapat diperkirakan bahwa Zone I dan
Zone II masih termasuk dalam awal Miosen Tengah dan secara regional saat
diendapkannya sedimen Formasi Telisa. Pelamparan interval sedimen yang
masuk dalam kisaran Zone I dan Zone II ini pada sumur A dan B mempunyai
ketebalan yang hampir sama, dan kemudian semakin menebal secara ekstensif
pada Sumur D. Pada Zone I dan Zone II di Sumur D ini, interval sedimen yang
tebal pada kedalaman ini juga mempunyai rentang waktu yang relatif panjang
(zone N6 – N9), sehingga dimungkinkan bahwa pada interval waktu relatif ini
diendapkan pula sedimen-sedimen dari formasi lainnya yang lebih tua dari
Formasi Telisa. Ke arah tengah blok ini (Sumur E dan Sumur G), ketebalan
sedimen kembali semakin menepis secara drastis dan kemudian relatif menebal
kembali ke arah selatan (Sumur H dan Sumur J).

Zone-zone biostratigrafi kuantitatif di atas horison korelasi (Zone IV sampai


Zone VII) dapat ditemukan pada sumur-sumur yang ada, kecuali pada Sumur
H tidak dijumpai Zone VI dan Zone VII. Sedangkan Zone VIII hanya
ditemukan pada Sumur A, Sumur B dan Sumur G. Zone IV sampai Zone VII
ini termasuk dalam umur relatif Miosen Tengah dan secara regional pada

70
Cekungan Sumatera Tengah diendapkannya Formasi Telisa dan Formasi
Petani. Interval sedimen yang termasuk dalam Zone IV sampai Zone VII ini
pada bagian utara Blok Rokan (Sumur A dan Sumur B) mempunyai ketebalan
yang relatif sama dan semakin menebal ke arah Sumur D. Ketebalan sedimen
pada kisaran zone ini semakin menepis ke arah tengah blok ini, yaitu pada
Sumur E dan G dan semakin ke arah selatan dari blok ini kembali relatif makin
menebal (Sumur J).

71

Anda mungkin juga menyukai