Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KACAPIRING ( GARDENIA


AUGUSTA MARR. ) TERHADAP PENURUNAN KADAR
GULA DARAH PADA MENCIT ( MUS MUSCULLUS )

HASTUTI ILYAS

515 18 011 074

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2020
PROPOSAL
Uji Efek Ekstrak Daun Kacapiring ( Gardenia augusta Marr. )
Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Mencit
( Mus Muscullus )

Disusun dan diajukan oleh

HASTUTI ILYAS

515 18 011 074

Menyetujui

Tim Pembimbing

Pembimbing pertama Pembimbing kedua

Drs.H.Tahir Ahmad.,M.Kes.,Apt. Muh.Taufiq Duppa,S.Si.,M.Si.,Apt.

Ketua Program Studi Farmasi

Muh. Saharuddin,S.Si.,M.Si.,Apt
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom dengan

terganggunya metabolisme Karbohidrat, Lemak dan Protein yang disebabkan

oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap

insulin (Guyton & Hall, 2012).

Menurut WHO, Indonesia merupakan negara ke dua terbe sar setelah

India yang mempunyai penderita DM terbanyak yaitu 8.426.000 orang di

tingkat Asia Tenggara, dan diperkirakan meningkat menjadi 21.257.000 pada

tahun 2030. Tahun 2011 Indonesia berada pada peringkat sepuluh negara

dengan penderita DM terbanyak (usia 20 – 79 tahun), yaitu mencapai 7,3 juta

orang (Masfufah, dkk., 2014).

Pengobatan yang banyak dilakukan untuk menurunkan kadar gula

darah adalah pemberian secara oral, seperti Glibenklamid dan Metformin.

Tingginya biaya dan efek samping yang ditimbulkan pada pengobatan

modern, menjadikan masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional yang

biayanya lebih murah dan efek samping yang lebih sedikit. Oleh karena itu,

pengobatan tradisional bisa menjadi alternatif penyembuhan yang cukup

efektif. (Malni, S.I, 2017)

Di Indonesia saat ini upaya penyembuhan berbagai penyakit terus

dilakukan diantaranya adalah dengan pencarian obat baru. Hal ini merupakan

salah satu upaya dalam meminimalisir efek samping obat, terutama obat-
obatan yang digunakan dalam jangka lama untuk penyakit degeneratif. Salah

satu upaya pencarian obat baru yang saat ini banyak dikembangkan adalah

dengan memanfaatkan tanaman asli Indonesia. Departemen Perdagangan

Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki sebanyak 30.000 tanaman

obat dari total 40.000 tanaman obat di dunia (Arianti, 2012).

Salah satu bagian dari tanaman Kacapiring adalah daun yang berbentuk

oblong dan berwarna hijau tua mengkilat. Pemanfaatan Daun Kacapiring selama ini

oleh masyarakat dan dunia kesehatan lebih banyak dikenal dan dimanfaatkan sebagai

tanaman obat tradisional dengan cara direbus yang dapat menyembukan berbagai

macam penyakit seperti Diabetes Mellitus, demam, sariawan dan yang lainya (Azuri,

DS. dan Suwartono, Eddy, 2003). Namun, pegolahannya yang kurang maksimal

membuat daun kurang dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu tumbuhan obat

yang dapat menyembukan penyakit.(Ana Lestari, dkk. 2009)

Tanaman Kacapiring juga sangat mudah tumbuh di berbagai tempat,

baik di daerah dingin maupun di daerah panas. Namun tumbuhan ini lebih

cocok tumbuh di daerah pegunungan atau lokasi yang tingginya lebih dari

400 meter di atas permukaan laut. Sedang pengembangbiakan tanaman ini

dapat di lakukan dengan cara stek, biji, dan cangkok batang. karena

keharuman bunganya yang semerbak, Kacapiring memiliki nilai komersil

untuk di buat minyak wangi. (Dewi wijayanti, 2010)

B. Rumusan Masalah

Berapa besar pengaruh pemberian ekstrak Daun Kacapiring terhadap

penurunan kadar gula darah pada mencit ?


C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Daun Kacapiring

terhadap penurunan kadar gula darah pada mencit.

b. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak Daun Kacapiring yang

dapat menurunkan kadar gula darah pada mencit yang telah diinduksi

dengan glukosa 20%b/v.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat Daun

Kacapiring yang dapat digunakan sebagai obat Antidiabetes alternatif.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang mengangkat

topik yang sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Nama Tanaman

Tumbuhan yang di gunakan adalah Daun Kacapiring

2. Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan adalah :

Klasifikasi  : Kacapiring

Sub Devisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliopsida

Sub Kelas : Mangnoliopsida

Kelas : Asteridae

Regnum  : Plantae 

 Order  : Rubiales

Famili : Rebiacea

 Genus  : Gardenia

Species  : Gardenia augusta Merr

3. Nama daerah

Kacapiring (Indonesia); ceplok piring, ginje (Jawa); Kacapiring

(Sunda); jembiring (Bali); menlu bruek, raja putih (Aceh). (Abdul

Latief, 2014)
4. Morfologi Tanaman

Kacapiring (Gardenia) banyak dipelihara orang sebagai tanaman

hias atau tanaman pagar hijau yang memiliki aroma bunga yang harum.

Kacapiring termasuk tumbuhan perlu yang berumur tahunan serta serta

banyak memiliki cabang, ranting dan daun yang lebat. Kacapiring

mudah tumbuh di berbagai tempat, baik daerah dingin maupun panas.

Akan tetapi, tumbuhan ini lebih cocok di daerah pergunungan atau lokasi

yang tingginya lebih dari 400 meter di atas permukaan laut. Bunga

berukuran besar dan batang pohon mampu mencapai ketinggian sekitar

1-2 meter. Bunga Kacapiring indah mirip bunga mawar putih dan tajuk-

tajuk melingkar dan bersusun membentuk dari satu kesatuan yang

anggun. Daun berbentuk oval, tebal, licin, dan mengkilap pada

permukaan telapak daun bagian atas. Karna keharuman bunganya

Kacapiring mempunyai nilai komersial untuk dibuat minyak wangi.

(Abdul Latief, 2014)

5. Kandungan kimia

Menurut hasil penelitian dan penapisan fitokimia menunjukkan

bahwasannya Daun Kacapiring menganduga beberapa senyawa yang

sangat berguna untuk kesehatan tubuh di antaranya adalah flavonoid,

saponin, tanin galat, dan steroid/triterpenoid. Selain daunnya buah

Kacapiring yang pahit juga berhasiat dalam meningkatkan fungsi hati

karena bersifat sedatif, kolagoga, antiradang, antibiotik, antiperitik,

peluruh dahak, dieuritik dan lainnya.(Fatmawati, 2003)


6. Khasiat dan manfaat Daun Kacapiring sebagai obat tradisional

Banyak memiliki cabang, ranting, dan daun yang lebat. Kacapiring

mudah tumbuh dalam dunia pengobatan herbal, dan Daun Kacapiring

cukup di perhitungkan dalam pengobatan beberapa penyakit seperti

sariawan, diabetes melitus dan demam. Adapun cara pengolahannya

untuk setiap penyakit adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Daun Kacapiring untuk diabetes

Cara memanfaatkan Daun Kacapiring untuk diabetes cukup

sederhana. Sebelumnya anda siapkan terlebih dahulu Daun Kacapiring

yang telah di bersihkan. Setelah itu rebus Daun Kacapiring dengan 2

gelas air, dan agnkat setelah mendidih dan tersisa setengahnya. Setelah

dingin, anda dapat mengonsumsi air rebusan Kacapiring secara sekaligus,

dan ulangi secara teratur setiap hari. ( Widyaningrum, dkk. 2011)

2. Manfaat Daun Kacapiring untuk sariawan

Untuk mengoati sariawan, anda siapkan terlebih dahulu 9 lembar

Daun Kacapiring, 2 sendok makan madu dan 1 potong gula aren. Setelah

itu, remas-remas daun kaca pirirng di tambah dengan 1 cangkir air 

kemudian di saring. Setelah itu, campur air remasna tadi dengan madu

dan juga gula aren aduk sampai merata. Di minum 2 kali sehari secara

teratur hingga sariawan anda sembuh. (Widyaningrum, dkk. 2011)

3. Manfaat Daun Kacapiring untuk demam

Siapkan terlebih dahulu 9 lembar Daun Kacapiring dan 1 gula

batu. Kemudian remas-remas Daun Kacapiring menggunakan 1 gelas air


dan saring. kemudian campurkan  dengan gula batu sambil di aduk

hingga merata. Setelah ramuan tercampur rata, anda dapat

meminumkannya kepada penderita demam.( Widyaningrum, dkk. 2011)

B. Hewan uji

Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang

berukuran kecil. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di

dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan

perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di

hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan.

Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut

cahaya dan aktif pada malam hari. Hewan ini memiliki pendengaran yang

sangat tajam, penciuman yang cukup baik, tetapi penglihatannya lemah.

Genus dan jenis mencit laboratorium adalah Mus musculus dan termasuk

dala ordo Rodentia. Jenisnya telah banyak dijinakkan dan diternakkan

selama bergenerasi dan mudah ditangani. (Pratiwinengsi, 2014)

Adapun taksonomi Mencit (mus musculus) sebagai berikut:

Kerajaan : Animilia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Superfamili : Muroldea

Family : Muridea

Spesies : Mus musculus


C. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa

aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam

golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Pemabagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :

a) Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan

pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan

larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di

dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

terdiri dari tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Cara

perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena :


- Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

- Ruangan diantara butir - butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi.

b) Cara Panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40 - 500C.


4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses

ini dilakukan pada suhu 900C selama 15 menit.

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai

titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90 - 1000C.

6. Perasan

Perasan adalah suatu cara yang digunakan untuk mengeluarkan zat aktif

yang terdapat di dalam sel bahan alam, baik secara manual maupun mekanik. Cara

manual adalah cara tradisional yang dilakukan dengan cara sampel dihaluskan

kemudian diserkai dengan menggunakan kain, sedangkan cara mekanik adalah

cara modern dengan menggunakan alat seperti juicer. Kegunaan juicer ini adalah

untuk menghaluskan dan memisahkan sampel antara ampas dan sarinya hingga

diperoleh sari perasan (Mawaddah, 2017)

D. Diabetes mellitus

1. Pengertian

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,

diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia didefinisikan sebagai

kadar glukosa puasa yang lebih tinggidari 110 mg/dL. Kadar glukosa

serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh
glomerulus dan hampir semuanya difiltrasi oleh tubulus ginjal selama

kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL

Diabetes mellitus atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis

yang bercirikan hiperglikemia (glukosa darah terlampau meningkat) dan

khususnya menyangkut metabolisme hidratarang (glukosa) di dalam

tubuh. Tetapi metabolisme lemak dan protein juga terganggu

(Lat.diabetes = penerusan, mellitus = manis madu) (Tjay dan Rahardja,

2013).

2. Klasifikasi Diabetes

Klasifikasi etiologis Diabetes Melitus Menurut American

Diabetes Association 2016 (ADA 2016) dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Diabetes Melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes

Melitus/IDDM

Diabetes tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta

pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit

atau tidak sama sekali sekresi insulin. Dapat ditentukan dengan level

protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama

sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah

ketoasidosis.

b. Diabetes Melitus tipe 2 atau Insulin Non-Dependent Diabetes

Melitus/NIDDM

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi

insulin tidak bisa membawa insulin masuk kedalam jaringan karena


terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin

untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan

untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya

resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap

kadarnya masih tinggi dalam darah) akan menyebabkan defisiensi

relative insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya

sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain

sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap

adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu

gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan

akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM

tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

c. Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi

glukosa didapati pertama kali pada kehamilan, biasanya pada

trisemester kedua dan ketiga. DM Gestasional berhubungan dengan

meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM Gestasional

memiliki resiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam

jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

d. Diabetes Melitus Tipe Lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,

penyakit autoimun, dan kelainan genetik lain.

3. Gejala Diabetes Melitus

Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan gejala 3 P, yaitu

poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia

(banyak makan). Disamping naiknya kadar gula darah, diabetes

bercirikan adanya “gula” dalam urin (glycosuria) dan banyak berkemih

karena glukosa yang disekresikan mengikat banyak air. Akibanya timbul

rasa sangat haus, kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih.

Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya,

yang disertai pembentukan zat-zat perombakan antara lain aseton, asam

hidroksibutirat dan diasetat yang membuat darah menjadi asam. Keadaan

ini disebut ketoacidosis dan terutama timbul pada tipe 1, sangat

berbahaya karena dapat menyebabkan pingsan (coma diabeticum) (Tjay

dan Rahardja., 2013).

4. Diagosa Diabete Melitus

Dengan adanya gejela klinis atau komplikasi diabetes yang khas

(misalnya retinopati), diagnosa dapat di pastikan dengan pemeriksaan

kadar gula darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena.

Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak

dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria (PARKENI., 2015).


Kriteria diagnosis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan

klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization

Program (NGSP) (PARKENI., 2015).

5. Farmakoterapi

a. Terapi Insulin

Pankreas adalah suatu organ loncong kira-kira 15 cm, yang

terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati.Organ ini

teridiri dari 98% sel-sel sekresi ekstern, memproduksi enzim-enzim

cerna (pankreatin) yang di salurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari

kelompok sel (pulau langerhans) dengan sekresi intern, yakni hormon-

hormon insulin dan glukosa yang di salurkan langsung ke aliran darah

(Tjay dan Rahardja, 2013)

Ada 4 jenis sel endokrin yakni :

1. Sel α, yang memproduksi hormone glucagon. Sel β dengan banyak

granula berdekatan membrane selnya, yang berisi insulin. Setiap

hari di sekresikan Ca (calcium) 2 mg (=50 UI) insulin, yang dengan


aliran darah di angkut kehati. Kira-kira 50% hormone ini di rombak

di hati, sisanya di uraikan dalam ginjal.

2. Sel D memproduksi somatostatin (antagonis somastotropin,

hormone-hormon hipofisis)

3. Sel PP memproduksi PP (pancreatic polupeptide), yang mungkin

berperan pada penghambatan sekresi endokrin dan empedu (Tjay

danRahardja,2013).

Resistensi insulin bisa terjadi akibat sebab,antara lain :

a. Obesitas. Orang gemuk membutuhkan lebih banyak insulin

daripada orang biasa.

b. Gangguan jantung (infark, dekompensasi)

c. Obat-obat, misalnya kortikosteroid, diuretic tiazid (diatas 25

mg/hari) dan betablokers.

4. Kekurangan krom, yang perlu bagi kerja baik insulin dan

metabolisme glukosa normal. (Tjay dan Rahardja, 2013)

b. Antidiabetika Oral

Pada tahun 1954 karbutamida diperkenalkan sebagai obat

diabetes oral pertama dari kelompok sulfonylurea yang struktur dan

efek sampingnya mirip Sulfonamida. Beberapa tahun kemudian,

disintesa derivatnya yaitu tolbutamin dan klorpropamida tanpa efek

sulfa, yang selanjutnya disusul oleh banyak turunan lain dengan daya

kerja lebih kuat. Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan senyawa

lain dengan daya antidiabetes, yakni kelompok biguanida antara lain


Metformin. Pada tahun 1990 di pasarkan penghambat alfa-glukosidase

(akarbose, miglitol yang cara kerjanya sangat berlainan dengan dua

jenis lainnya. Akhirnya pada pertengahan tahun 1990-an dilancarkan

senyawa tiazolidindion dengan daya peningkatan sensitifitas insulin,

khususnya uptake glukosa perifer (Tjay dan Rahardja.,2013).

Menurut Tjay dan Rahardja (2013) Antidiabetes oral dapat

dibagi dalam enam kelompok besar sebagai berikut:

a. Sulfonilurea : tolbutamida, klorpropamida, glibenklamida,

glikasida, glipisida,glikidon, dan glimepirida.

Sulfonylurea menstimulasi sel-sel beta dari langerhans,

sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-

sel beta bagi kadar glukosa darah diperbesar melalaui pengaruhnya

atas protein-transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita

DM tipe 2 yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih

bekerja cukup baik.

b. Kalium-Channel Blokers: Repaglinida, nateglinida

Senyawa ini sama mekanisme kerjanya dengan sulfonylurea,

hanya pengikatan terjadi ditempat lain dan kerjanya lebih singkat.

c. Biguanida

Berbeda dengan sulfonylurea, obat ini tidak menstimulasi

pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada

orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anoreksan)

hingga berat badan tidak meningkat, maka baik diberikan pada


penderita yang kegemukan. Penderita ini biasanya mengalami

resistensi insulin, sehingga sulfonylurea kurang efektif. Mekanisme

kerjanya hingga kini belum diketahui dengan eksak.

d. Glukosidase-inhibitors : Acarbose dan miglitol

Zat-zat ini bekerja atas dasar persaingan merintangi enzim

alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian

polisakarida menjadi monosakarida terhambat, dengan demikian

glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorsinya kedalam darah

juga berkurang cepat, lebih rendah dan merata sehingga pancak

kadar gula darah dihindarkan.

e. Thiazolidindion: Rosiglitazon dan pioglitazon

Obat dari kelas ini dengan kerja farmakologi istimewa

disebut insulin-sensitizers. Berdaya mengurangi resistensi insulin

dan meningkatkan sensitivitas jariang perifer untuk insulin. Oleh

karena itu penyerapan Glukosa kedalam jaringan lemak dan otot

meningkat juga kapasitas penimbunannya dijaringan ini. Efeknya

ialah kadar insulin, glukosa dan asam lemak bebas dalam darah

menurun, begitupula gluconeogenesis dalam hati. Obat-obat ini,

misalnya pioglitazon sering kali ditambahkan pada Metformin bila

efek antidiabetikum ini kurang memuaskan.


f. Penghambat DPP-4 (DPP-4 blokers) : sitagliptin (Januvia),

Vildagliptin (Galvus)

Obat-obat kelompok terbaru ini bekerja berdasarkan

penurunan efek hormone incretin. Incretin berperan utama terhadap

produksi insulin di pankreas dan yang terpenting adalah GLPI dan

GIP yaitu Glukagon-like-peptide dan glucose-dependent

insulinotropic polypptide. Incretin ini diuraikan oleh suatu enzim

khas DPP4 (dipeptidylpeptidase). Dengan penghambatan enzim

ini, senyawa gliptin mengurangi penguraian dan inaktivasi incretin,

sehingga kadar insulin akan meningkat.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan berupa Ekperimental Laboratory

dengan desain penelitian Randomized Controlled Trial (RCT).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2020 sampai

dengan Desember 2020. Di Laboratorium Farmakologi Universitas Panca

Sakti Makassar.

C. Bahan Uji

Bahan Uji yang digunakan adalah Daun Kacapiring (Gardenia augusta

Marr ) yang diperoleh langsung dari Lingk. Tamangape, Kecematan Lau,

Kabupaten Maros.

D. Alat dan Bahan

a. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Erlenmeyer, Gelas ukur,

Gelas kimia, Flukometer, Batang pengaduk, Spoit oral, Toples kaca,

Timbangan analitik, Timbangan hewan

b. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Air suling, Cairan

Glukosa, Ekstrak Daun Kacapiring, Natrium karbosimetil selulosa, Suspensi

glibenklamid. Alkohol
E. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah Mencit jantan dan mencit betina.

b. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah Mencit jantan sebanyak 15 ekor dengan

berat antar 20-30 gram

F. Prosedur Kerja

1. Pengambilan dan Pengelolahan Sampel

a. Pengelolahan Bahan Uji

Daun Kacapiring yang telah dicuci dan dibersihkan, dipotong

kecil- kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan

tidak terkena cahaya matahari langsung.

b. Pembuatan Ekstrak Daun Kacapiring

Pembuatan Ekstrak Daun Kacapiring (Gardenia augusta

Marr), di lakukan dengan maserasi menggunakan pelarut etanol 96% ,

Simplisia Kacapiring sebanyak 300 gram di masukkan kedalam

bajana maserasi kemudian dimasukkan cairan penyaring sampai

terendam sempurna yaitu setinggi 2-3 cm diatas permukaan simplisia

dibiyarkan selama 5 hari terhindar dari cahaya matahari dan sekali kali

di aduk menggunkan batang pengaduk dan dilakukan pergantian 2-3

kali hingga tersaring sempurna. filtrat yang di peroleh di kumpulkan

dan di pekatkan dengan rotavapor dengan water bath.


c. Sterilisasi alat

Alat yang digunakan dalam penelitian disiapkan terlebih dahulu

sesuai dengan kebutuhan. Semua alat yang tahan panas dan bukan

merupakan alat ukur dicuci bersih kemudian dibungkus dengan kertas,

lalu disterilkan dalam oven pada suhu 180º - 200ºC selama 1-2 jam.

Sedangkan untuk alat-alat dan bahan yang tidak tahan panas terutama

alat ukur, dicuci bersih, disumbat bagian mulutnya dengan kapas

kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit dan

untuk pinset disterilkan dengan cara pemijaran pada api langsung.

d. Pembuatan konsentrasi ekstrak

Di buat larutan ujin 2 %b/v , 4 %b/v dan 8 %b/v, untuk larutan uji

2%b/v di ambil 1 gram ekstrak Daun Kacapiring dan di tambahkan Na-

CMC sebanyak 10 ml,untuk larutan uji 4 %b/v di ambil 1,5 gram

esktrak Daun Kacapiring di tambahkan larutan Na- CMC sebanyak 10

ml, dan untuk larutan uji 8%b/v di ambil 2 gram larutan esktrak Daun

Kacapiring di tambahkan larutan Na-CMC sebanyak 10 ml.

e. Pembuatan suspensi Na-CMC 1% b/v

Suspensi Na-CMC dibuat dengan cara memanaskan air suling

sebanyak 50 ml hingga 70 OC lalu dimasukkan Na-CMC sebanyak 1 g

dimasukkan sedikit demi sedikit dan di aduk dengan menggunakan

pengaduk hingga terbentuk larutan homogen. Volumenya di cukupkan

dengan air panas hingga 100 ml.


f. Pembuatan suspensi glibenklamid 0,002% b/v

Sebanyak 20 tablet glibenklamid ditimbang kemudian dihitung

bobot rata-rata tiap tablet. Serbuk tablet glibenklamid ditimbang setara

dengan 2 mg glibenklamid kemudian ditambahkan larutan Na-CMC

1%b/v, sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogeny.

Dicukupkan volumenya dengan larutan Na-CMC 1%b/v hingga 100 ml.

g. Pembuatan larutan Glukosa 20% b/v

Sebanyak 20 gram glukosa dimasukkan ke dalam labu ukur 100

ml lalu di tambahkan air suling sebanyak 50 ml, di kocok hingga larut

kemudian di cukupkan volumenya hingga 100 ml.

h. Pemilihan dan Penyiapan hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit

(Mus musculus), berbadan sehat dengan bobot 20-30 gram. Jumlah

mencit yang digunakan adalah 15 ekor dibagi 5 kelompok dan masing-

masing kelompok terdiri dari 3 ekor.

i. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Sebelum perlakuan, mencit dipuasakan 8-12 jam kemudian

ditimbang, diambil darah awal dan diberi larutan glukosa kemudian

diambil darah kedua. Selanjutnya kelompok 1 diberi air suling sebagai

control, kelompok 2-4 diberi rebusan daun pegagan secara oral sesuai

bobot mencit (1 ml/20 g BB) dengan konsentrasi 2%b/v, 4%b/v, 8%b/v

sebagai kelompok uji, dan kelompok 5 diberi suspensi glibenklamid

0,002% b/v sebagai pembanding.


j. Penentuan Kadar Glukosa Darah

Sebelum pengambilan darah terlebih dahulu glukometer

diaktifkan kemudian strip dimasukkan ke dalam glukometer. Darah

diambil melalui pembuluh darah vena pada ujung ekor kemudian

diteteskan pada strip glukometer. Tetesan darah yang mengandung

glukosa dan beraksi dengan zat tertentu yang terkandung dalam strip

(glukosa oksidase) kemudian secara otomatis dalam waktu 10 detik kadar

glukosa darah akan terukur dan hasilnya dapat dibaca monitor

glukometer.

k. Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dilakukan terhadap mencit setelah diberi perlakuan

dan pengumpulan data diambil berdasarkan hasil penelitian.

l. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengamatan dan data yang telah di ambil akan diolah secara

statistik yaitu analisis varian.

m. Pembahasan dan Kesimpulan

Data yang telah diolah secara statistik dilanjutkan dengan

pembahasan dan pengambilan kesimpulan.


Skema Kerja

Mencit (Mus
musculus) 15 ekor
Daun Kacapiring
Pemeliharaan

Dipusakan 12 jam Pengambilan bahan


uji
Penimbangan mencit

Pembuatan ekstrak
Pengelompokkan Daun Kacapiring

Pengukuran kadar
glukosa awal Ekstrak Daun
Kacapiring

Pemberian Larutan
glukosa
Perlakuan terhadap mencit
Pengukuran kadar
glukosa darah setelah KLP I KLP II KLP III KLP IV KLP IV
30 menit
Na CMC ekstrak ekstrak ekstrakSuspensi
1% b/v Daun Daun Daun glibenkla
Kacapiring Kacapiring Kacapiring mid
5% b/v 10% b/v 20% b/v0,002%b/v
b/v
Pengambilan darah dan pengukuran kadar glukosa darah setiap 60
menit selama 2 jam

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan
Perhitungan dosis glibenklamid

Dosis pemberian mencit = 1ml/20 gr/BB

Glibenklamid untuk manusia = 5mg

Factor konversi manusia kemencit = 5mg × 0,0026

= 0,013 mg

30 gr
Untuk 30gr mencit = × 0,013 mg
20 gr

= 0,0195 mg

100 ml
Untuk 100 ml = × 0,0195 m g
1ml

= 1,95 mg

= 0,00195 gr

0,00195 gr
Kadar glibenklamid = × 100 %
100 ml

= 0,00195%b/v

= 0,002%b/v

10 tablet beratnya = 1,77

1,77
Jumlah rata-rata = =0,177 gr=177 mg
10tab

2 mg
x 177 mg=70,8 mg=0,0708 g serbuk yang di timbang
5 mg
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latief, (2014). Obat Tradisional. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Arianti R. (2012). Aktifitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar


Alang-alang (Imperata cylindrica) [Skripsi]. Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor: Bogor.

Ana Lestari, dkk. (2010), Pemanfaatan Daun Kacapiring (Gardenia Jasmiades


Ellis )segar sebagai bahan dasar industry minuman kesehatan sari Daun (Jelly
Drink). Universitas Negeri malang

Dewi, w. (2008) pengaruh pemberian ekstrak Daun Kacapiring (gardenia


augusta linn,Merr) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus
putih.Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Guyton, A. C & Hall, J. E. (2012). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Latief Abdul. (2014). Obat Tradisional. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran


Malni Ida Sri. (2017). Uji Efek Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Terhadap Penurunan Kadar Gula Darh Mencit Jantan (Mus musculus).
Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan
Farmasi: Makassar.
Masfufah, dkk., (2014). Pengetahuan, Kadar Gula Darah Dan Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Makassar. Universitas Hasanuddin: Makassar
Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia. 2015. PB Perkeni: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai